Kembali ke YG (bagian 1)

Hate That I Hurt You (Previously 'Hate That I Love You')
Please log in to read the full chapter

Malam sudah melingkupi Seoul sepenuhnya. Tak jauh dari Gedung 63, di jembatan Muhyo di Yueido-gu, Seunghyun baru saja menyelesaikan pengambilan gambar untuk perannya. Ia menunduk hormat ke semua kru, artis dan sutradara yang bekerja dengannya hari itu, sebelum berlalu menuju van hitam milik YG Entertaiment.

Mr. Kim, sang manajer menyambutnya dengan senyum lebar. Seunghyun balas tersenyum, menepuk pelan pundak sang manajer sebelum masuk ke dalam van, langsung menyandarkan punggungnya di jok.

”Hyung, pesananku tadi sudah disiapkan?” tanyanya saat sang manajer duduk di belakang kemudi.

”Ya kita tinggal mengambilnya, tapi apa kau tak merasa lelah?” Mr. Kim menoleh ke Seunghyun.

”Sedikit, tapi masih ada yang ingin kulakukan,” jawab Seunghyun melirik sekilas pemandangan dari jendela di sampingnya. Mr. Kim hanya bisa mengangkat bahunya mendengar jawaban Seunghyun. Van hitam itu pun melaju meninggalkan jembatan Muhyo.

*

Taec duduk dengan perasaan tak sabar di dalam ruang rapat SBC, matanya tak lepas menatap pintu masuk ruangan itu. Ahh bisa-bisanya wanita itu terlambat, keluhnya. Sudah hampir setengah jam ia dan manajernya berada di dalam ruangan itu, namun belum juga ada tanda-tanda kalau rapat mereka akan dimulai.

”Apa masih lama?” tanyanya melirik ke arah manajernya yang duduk di sebelahnya.

”Sudah aku cek, katanya sebentar lagi, mereka sudah dekat.” Taec menghela nafas panjang mendengar jawaban manajernya.

Bosan, Taec beranjak menuju salah satu jendela besar di ruangan itu. Ia bisa melihat sosok dirinya dan isi ruangan rapat itu terpantul di kaca jendela tersebut. Diliriknya arloji pemberian Sanghee yang selalu ia kenakan. Lima menit lagi, setelah itu aku pergi, janjinya.

Pintu ruangan itu terbuka. Dari pantulan jendela di hadapannya, Taec melihat seorang pria berjas hitam di ikuti seorang wanita muda beserta beberapa orang perwakilan SBC memasuki ruangan. Ia berbalik menyambut kedatangan mereka.

”Chosunghamnida, jalanan sangat macet,” pria berjas hitam itu membungkuk berkali-kali ke arah Taec dan manajernya

Sudah seharusnya, pikir Taec. Matanya lalu bertemu dengan wanita muda–artis yang akan menjadi partnernya untuk beberapa proyek ke depan.

”Anyeonghaseyeo Taec Oppa,” Jessica tersenyum lebar. Matanya berbinar menatap Taec.

”Anyeonghaseyeo...lama tak bersua,” balas Taec, enggan.

Rapat yang sudah tertunda cukup lama itu pun akhirnya di mulai. Taec berusaha terlihat tenang, namun tak urung rasa khawatir itu menghantuinya. Ia melirik sekilas ke arah Jessica yang duduk anggun di seberangnya. Hunny, maaf...aku harus merahasiakan yang satu ini.

*

Seunghyun tersenyum puas saat mereka tiba di lokasi parkir SUV-nya. ”Gumawo hyung,” ujarnya sembari merangkul erat pundak manajernya.

”Bunga yang kau pesan juga sudah kuletakkan di dalam,” ujar Mr. Kim sembari menyerahkan kunci mobil itu. ”Aku tak tahu kau akan menemui siapa, tapi ingat kau harus hati-hati,” pesannya dengan ekspresi serius.

”Tentu. Sekali lagi terima kasih hyung,” Seunghyun menepuk bahu Mr. Kim sebelum beranjak menuju mobilnya.

”Jangan lupa, besok kau ada jadwal pemotretan,” seru Mr. Kim. Seunghyun mengancungkan jempolnya, lalu masuk ke dalam mobil. Mobil SUV abu-abu itu pun melaju meninggalkan posisinya.

Seunghyun sudah memikirkan hal ini sedari tadi–sebuah rencana lanjutan. Ia melirik ke arah karangan kecil bunga lili yang ia pesan melalui Mr. Kim. ”Kali ini kau yang harus membantuku.”

Tak memakan waktu lama untuk tiba di kawasan rumah Haerin. Seunghyun menepikan mobilnya tak berapa jauh dari rumah Haerin. Ia baru saja melepas sabuk pengamannya saat matanya menangkap sebuah mobil Jeep merah berhenti tepat di muka rumah yang akan ia tuju.

Dari posisinya Seunghyun bisa melihat Haerin turun dari mobil itu, diikuti seorang pria. Refleks, tangannya mengepal erat. Matanya tajam memperhatikan kedua manusia itu, lagi-lagi dia.

Pemandangan berikutnya tidak membuat perasaannya semakin baik. Rahangnya mengeras saat melihat Jay membelai wajah Haerin, lalu menundukkan kepalanya ke arah gadis itu. Spontan tangannya bergerak menyalakan lampu sorot mobilnya, menghentikan apa pun yang hendak Jay lakukan.

Jay dan Haerin sontak mengangkat telapak tangan mereka menghalangi cahaya yang tiba-tiba menyorot. Mata mereka memincing ke sumber cahaya, tapi tak cukup jelas untuk melihat. Cahaya itu hilang, menyisakan siluet hitam sebuah mobil. Suasana yang temaram membuat Haerin tak dapat melihat dengan jelas sosok pengemudi di dalamnya.

Jay menggaruk kepalanya, bibirnya mengumpat pelan. Niatnya untuk memberikan ciuman selamat malam harus tertunda karena sorotan lampu yang tak diundang tadi. Ia menatap Haerin sembari tersenyum lebar–gugup. Diraihnya tangan Haerin, mengusapnya lembut. ”Terimakasih, malam ini kau sudah memberikan kebahagiaan bagiku.”

Pandangan Haerin terpaku ke tangan Jay yang mengenggenggam jemarinya. Dalam diam–bibirnya meloloskan desahan kecil. Perlahan ia mengangkat wajahnya, bibirnya tersenyum membalas tatapan Jay.

”Sepertinya aku harus pamit”. Jay menatap Haerin, enggan untuk beranjak dari posisinya. Sekali lagi ia mengusap lembut pipi Haerin. ”Goodnight.” ujarnya lirih, lalu mengecup dahi Haerin lembut. Ia melangkah mundur menuju Jeepnya sambil terus memegangi jemari Haerin.

Haerin memperhatikan Jay masuk ke dalam Jeep dan membalas lambaian tangan Jay. Matanya mengikuti Jeep itu sampai menghilang di balik tikungan. Ia mendekap tubuhnya, kepalanya mendongak ke langit gelap. Kabut tebal keluar dari mulutnya yang mendesah panjang, apa ini keputusan yang tepat? Tak urung ia merasa ragu.

Seunghyun masih memperhatikan Haerin yang kini berlalu ke dalam rumahnya. Tangannya mengendurkan genggaman di kemudinya. Rasa geram, kesal, dan cemburu bercampur aduk di hatinya. Ia memukul kemudi, kuat.

Seunghyun menjalankan SUV-nya, berhenti sejenak di depan pagar rumah Haerin. Dipandanginya muka pagar berwarna merah itu, lalu beralih ke karangan bunga di sebelahnya. Rahangnya mengeras. Kakinya menekan pedal gas dalam, mobilnya melaju kencang meninggalkan jalanan rumah itu dengan suara mendecit.

*

Alunan musik klasik menyambut Jay saat ia memasuki salah satu Bar mewah di pusat Gangnam-dong. Beberapa pria dan wanita dengan pakaian mahal tampak menempati sudut-sudut meja di dalam bar itu.

Jay memutar pandangannya mencari Taec di antara orang-orang di dalam Bar, mendapati sosok yang ia cari duduk menghadap meja bartender di tengah ruangan, membelakangi posisinya.

“Yo. Sudah lama?” Jay menepuk bahu Taec lalu duduk di sebelahnya.

Taec melirik Jay–tersenyum kecil. “Nope, aku baru tiba,” kembali fokus dengan botol birnya.

“Syukurlah,” ujar Jay lega, memesan sebotol bir dingin ke bartender. Sejenak ia memperhatikan suasana di sekelilingnya. Tak luput bibir tipisnya menikmati beberapa butir anggur yang sudah terhidang di depan meja mereka.

“Kukira kau tak bisa datang,” ujar Jay melirik Taec yang sedari tadi diam.

“Tadi juga aku sempat mengira begitu, rapat yang kuhadiri molor terlalu lama.” Taec mengusap tekuknya yang terasa berat. Hatinya masih tak tenang dengan hasil rapat yang diikutinya tadi. Kembali ia terdiam, matanya menekuri cairan bewarna emas di dalam botol di hadapannya.

Sejenak kedua pria itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, lantunan musik klasik yang sedari tadi bergaung di dalam Bar kini berganti dentingan piano klasik.

Berbeda dengan Taec yang gundah, sedari tadi senyum tak pernah lepas dari wajah Jay. Ia tak dapat menyembunyikan perasaan bahagia. “Kau tahu, malam ini suasana hatiku sedang bagus.” Jay mengumbar senyum ceria sementara Taec hanya tersenyum dingin.

“Kau tahu kenapa?” alis Jay bergerak naik turun. Ekspresi konyol Jay tak membuat Taec tertawa, ia hanya mengangkat bahunya malas.

“Aku sudah resmi menjadi kekasih Haerin!” seru Jay, kedua tangannya terangkat ke udara. Taec melirik Jay dengan senyum kecil terukir di wajahnya, mencoba untuk berempati namun ia tidak bisa.

“Bukankah ini berita yang hebat?” Jay mengguncang bahu Taec sembari mengangkat botol birnya.

“Yeah, chukae hyung,” Taec turut mengangkat botol birnya, memaksakan diri untuk tersenyum. Ia menegak habis cairan di botolnya lalu kembali tenggelam dalam pikirannya.

“Kami rasa strategi ini akan berhasil dengan baik mengangkat nama kedua grup, bukankah masyarakat kita senang dengan hal-hal yang berbau skandal? Kerjasama ini juga akan menguntungkan, karena kedua pihak secara tidak langsung akan mendapatkan popularitas dan tawaran kerjasama baik dalam penampilan panggung, pemasaran produk maupun dalam reality show. Kami rasa kalian berdua adalah orang-orang yang paling tepat untuk melakukan peran ini, mengingat asal budaya dan latar belakang yang hampir sama.”  Taec mendesah panjang, kata-kata Mr. Bong dalam rapat masih terpatri di benaknya.

Suara Jay yang menceritakan kisahnya terdengar samar di telinga Taec. Ia bergeming tak menanggapi– sibuk dengan pikirannya.

Taec bertopang dengan salah satu sikunya, memutar-mutar botol minumannya yang sudah kosong. Bagaimana aku menjelaskan kepada Sanghee…dia tidak akan suka dengan apa yang akan aku lakukan.

“Taec kau mendengarkanku?” Jay menepuk lengan Taec.

“Eh.. iya Hyung kau bilang apa tadi?”

“Kau ini….Kau bisa ceritakan padaku apa hubungan Haerin dengan anggota Big Bang? Terutama dengan Choi Seunghyun?”

Pertanyaan Jay cukup membuat Taec terkejut. Kalau Sanghee mendengar ini, entah bagaimana reaksinya, ia tahu pasti sikap protektif Sanghee tentang masalah Haerin dan Seunghyun.

“Sorry Hyung, aku juga ga terlalu paham tentang hubungan mereka,” ia tersenyum jengah.

“Ahhh...aku kira kau bisa menolongku,” Jay tampak sedikit kecewa, rasa penasarannya tak terpuaskan malam itu. “I can tell there is something between them, I just need to figure it out.”

Taec melirik ke Jay, “aku rasa kau tak perlu mengkhawatirkan soal itu Hyung, Haerin sudah menjadi pacarmu bukan?” Jay mengangkat bahunya, lalu memusatkan perhatiannya ke arah panggung hiburan di tengah bar itu.

Maaf hyung, ini bukan waktu yang tepat untuk mendiskusikan masalah Haerin, aku juga sedang dihadang masalah…masalah yang cukup besar. Pikiran Taec kembali tertuju ke masalahnya. Semoga Sanghee bisa mengerti, harapnya dalam hati.

Kedua pria itu terdiam, tenggelam dengan pemikirannya masing-masing mengacuhkan suasana ramai Bar dan denting musik yang mengalun.

*

Seunghyun memasuki lobi gedung apartemen dengan langkah cepat, tangannya membawa karangan bunga lili putih yang tadinya akan ia hadiahkan ke Haerin. Mantel hitam panjang yang ia kenakan berkibar seiring langkah kakinya.

Ia berhenti di muka lift, matanya melirik ke karangan bunga ditangannya. Menimbang apa yang harus ia lakukan dengan karangan bunga itu. Pintu lift di hadapannya tebuka, Park Bom dan Chaerin muncul dari balik pintu besi.

”Ahh Seunghyun,” sapa Bom dengan suara khasnya.

”Anyeong oppa,” sapa Chaerin riang.

Seunghyun hanya menyeringai, tanpa banyak bicara ia menyodorkan karangan bunga lili kepada Bom, “buat Bom Noona,” ujarnya lalu beranjak masuk ke dalam lift, meninggalkan kedua gadis itu kebingungan dengan karangan bunga yang tiba-tiba ia berikan.

Di dalam lift, Seunghyun menyandarkan tubuhnya di dinding kotak besi sambil bersedekap. Adegan Jay mengecup dahi Haerin masih terpeta jelas di benaknya. Ia benar-benar tak menyukai apa yang ia lihat. Hanya aku yang berhak atas Haerin. Hanya aku, egonya kembali berbicara. Malam di Mapo-gu semakin larut, selarut suasana hati Seunghyun.

**

Ting Tong….

Suara bel pintunya menghentikan Haerin dari kegiatan mengeringkan rambutnya. Ia melirik jam dinding, baru jam enam lewat.

“Tamu sepagi ini?” ia berujar sendiri sembari meletakkan hairdryer-nya, dahinya berkerut heran. Dibiarkan rambutnya yang masih setengah basah tergerai. Buru-buru menyambar cardigan wolnya lalu berlari keluar menuju pintu pagarnya. Semilir angin pagi yang dingin mengusap pipinya, meninggalkan rona merah di kulitnya yang putih.

Haerin mengintip dari balik pagar, mengecek siapa yang bertamu sepagi itu. Matanya menangkap siluet punggung Jay dari balik lubang kecil pagarnya.

Segera dibukanya pintu pagar. “Morning~” sapa Jay dengan senyum lebar dari balik syal hitam yang memenutupi hampir separuh wajahnya.

“Oppa?! Ngapain pagi-pagi kesini?!”

“Untuk ini…” Jay menyodorkan termos dan sekeranjang croissant hangat ke pelukan Haerin, sukses membuat  kedua mata Haerin membulat.

Ini adalah ke sekian kalinya Haerin mendapati dirinya dibuat takjub dengan perhatian dan hadiah-hadiah kecil yang Jay berikan. Hampir satu bulan sudah mereka berpacaran, walau sama-sama disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, namun Jay tak pernah lupa melimpahinya dengan perhatian-perhatian yang selalu membuatnya tersanjung.

Dan pagi itu, pacarnya sengaja menyetir selama tiga puluh menit lebih melintas udara pagi Seoul hanya untuk mengantarkan sup krim kentang dan sekeranjang croissant hangat. Haerin mengecup pipi Jay sebagai ucapan terimakasih.

Haerin duduk di meja makan di dapur mungilnya memperhatikan Jay yang menghidangkan sarapan yang dibawanya. Seperti seorang koki yang ahli di bidangnya, Jay sangat terampil menata croissant dan buah berry yang ia temukan dari kulkas Haerin ke dalam piring.

“Sarapan siap..” seru Jay membawa dua piring croissant lengkap dan dua mangkuk sup hangat.

“Massitaaaa~.”

“Pasti donk,” Jay menyobek ujung croissant di piringnya dan menyuap Haerin. “Enak kan?” mata sipit Jay berbinar menantikan reaksi Haerin.

Haerin mengangguk, “gumawo oppa.”

“Ini bukan hal yang spesial,” Jay menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Gumawo,” bisik Haerin lagi. Perhatian Jay membuatnya merasa bersalah karena belum banyak berperan dalam hubungan mereka, ia hanya bisa membalasnya dengan kata terimakasih.

Jay tertegun mendengar ucapan Haerin, entah mengapa ia merasa Haerin selalu terbebani setiap kali ia memberikan hadiah atau disaat mereka sedang pergi kencan. Seperti kali ini, Haerin tampak tenggelam dalam pikirannya. Entah apa yang ada di benaknya? Tatapan matanya berubah sayu. Mungkinkah ia terpaksa menjalani hubungan ini? Jay memperhatikan Haerin yang menyobek croissant dengan pandangan menerawang jauh. Mungkinkah?

*

“Sudah sampai,” Jay memarkir mobil Jeepnya di depan halaman kantor JTune, ia menoleh ke Haerin yang sedang memeriksa perlengkapannya. “Ada yang tertinggal?”

“Anya, semuanya lengkap.” Haerin menepuk tasnya.

“Baguslah.”

Tiba-tiba Haerin menarik tangan Jay dari kemudi. Matanya yang bening menatap Jay lembut, “Oppa, gumawo untuk pagi ini.”

“Ya~ mau berapa kali dalam sehari kau mengucapkan terimakasih?” Jay mengusap rambut Haerin–gemas. “Ini hal biasa, aku yakin di Negara kita ini masih banyak pria yang melakukan lebih daripada apa yang aku lakukan.”

Haerin tersenyum. Tapi bagiku, baru oppa yang melakukannya untukku, baru oppa, serunya dalam hati.

“Hei, ngelamun lagi,” Jay menyentil lembut pipi Haerin.

Haerin mengusap pipinya, “mian oppa.”

“Nah, kalau bukan terima kasih pasti maaf. Haerin, kau masih sungkan dengan oppamu?”

“Anya oppa.”

Jay menghela nafas, ia memaksakan dirinya untuk tersenyum lebar, diraihnya jemari Haerin, lalu diletakkan di dadanya membuat gadis itu menatapnya.

“Saranghae,” Jay menatap lurus mata Haerin, “Saranghamnida...” tangannya meremas lembut jemari Haerin seolah menekankan kata-katanya ke dalam tangan Haerin. Tangannya yang lain mengusap pipi Haerin. Saat seperti ini, ia malah diam terpaku, Jay meringis dalam hati.

Lidah Haerin kelu, ia tahu seharusnya ia membalas ucapan Jay dengan kata-kata yang sama, tapi lidahnya kaku. Matanya bergerak dari ujung tangannya yang digenggam ke mata Jay. Kenapa aku tak bisa menjawabnya?

Jay mengecup jemari Haerin lalu meletakkan di pipinya. “Aku tahu, kau belum bisa menjawabnya. Entah apa yang terjadi sampai kau selalu kaku setiap aku menyatakan perasaanku.”

Haerin menatap Jay nanar, Bagaimana oppa bisa menyadarinya? Apakah begitu jelas? Ia baru saja akan menjawab namun Jay memotongnya.

“I’ll leaving to Hong Kong this noon.”

“Hong Kong?!” seru Haerin, “Oppa mau ke Hong Kong? Untuk apa?” matanya tertuju kepada Jay yang sekarang duduk menghadap kemudi.

“Ada pertunjukan besar di sana yang memerlukan bantuanku sebaga

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
wha_04 #1
Nice, don't give up
FatButPretty #2
Chapter 5: awesome!!! update soon !!
Banyakin part haerin sama senghyun nya dong ^^