Utusan Kecil

Hate That I Hurt You (Previously 'Hate That I Love You')
Please log in to read the full chapter

Malam sudah sangat larut di Seoul, sepasang mata tajam melirik layar hpnya, lalu ke arah rumah mungil di balik pagar bewarna merah di hadapannya. Bibirnya menggurat seringai kecil.

”Jadi di sini dia tinggal?”. Ia menghampiri muka pagar itu, tampak menimang-nimang sesuatu di tangannya, sementara tangannya yang lain beristirahat di salah satu kantong mantelnya. Kabut tebal keluar dari mulutnya yang menghela nafas. Sejenak wajahnya menampakan ragu, ia mulai berjalan mondar-mandir sembari terus menimang benda di tangannya.

Kembali ia menghela nafas, melirik ke arah boneka Teddy Bear kecil berkacamata hitam lengkap dengan replika kostum hip hopnya. ”Apa ini akan berhasil?” tanyanya lirih ke Teddy Bear kecil itu, kembali melirik ke arah pagar.

Teddy Bear itu tampak kaku, tak menanggapi. Bibirnya terseyum sinis, sekali lagi melirik ke rumah mungil beratap dan berpagar merah itu, rumah itu tampak senyap.

Jalan tempat ia berdiri tampak lengang, hanya terdengar gonggongan anjing dan nyanyian orang mabuk dari kejauhan. Ia menggesekkan telapak sepatu kulitnya ke aspal. Untuk kesekian kalinya melirik ke pagar rumah tersebut, menghela nafas, sebelum akhirnya benar-benar menghampiri muka pagar itu.

Didekatkannya Teddy Bear mungil itu ke wajahnya, ”Kau harus membantuku sobat,” bisiknya sebelum meletakkannya ke dalam kotak pos yang tergantung di depan pintu pagar, tak lupa setangkai bunga Lili putih ia selipkan di antara tangan kecil miniatur beruang kutub itu.

Ia melangkah mundur sembari mengamati bangunan di hadapannya, kedua tangannya sekarang beristirahat di dalam kantong mantelnya. Ia terdiam sejenak sebelum beranjak menuju SUVnya, meninggalkan rumah mungil berpagar merah itu.
 

**


Hari masih pagi di Seoul, namun Haerin dan beberapa staff JTune Creative sudah berada di sebuah studio di kawasan Yuido untuk pemotretan koleksi katalog musim dingin mereka.

Studio kecil itu tampak ramai, banyak orang yang tak henti berlalu lalang di dalam studio itu. Ada yang membawa portpolio, pakaian atau perlengkapan aksesoris. Sementara dirinya hanya bersandar di sebuah tiang sembari memperhatikan pemotretan yang sedang berlangsung.

Di hadapannya Mr. Jung Jihoon tampak luwes berpose sesuai dengan permintaan sang fotografer, mempresentasikan beberapa koleksi utama JTune Creative untuk musim dingin tahun ini.

Haerin berusaha tetap fokus, namun rasa kantuk sepertinya benar-benar menaunginya. Matanya menyipit karena sorotan cahaya lampu serta kilatan blitz yang tak henti terpantul di hadapannya. Bahkan alunan lagu-lagu dengan beat dan tempo cepat dari album Rainism milik Mr. Jung Jihoon, yang bergema di dalam studio itu tak cukup ampuh untuk mengusir rasa kantuk yang semakin gencar menyerangnya. Perlahan ia semakin sulit untuk menjaga kelopak matanya tetap terbuka.

”Onnie!!” Haerin mengusap pelan kelopak matanya lalu melirik sosok gadis jangkung yang mengambil posisi di sebelahnya, wajahnya tampak antusias memperhatikan pemotretan yang sedang berlangsung. Haerin meguap kecil, rasanya baru sekelebat matanya tertutup saat gadis di sebelahnya memanggilnya dengan suara nyaring dan riang.

”Ommo, sanjangnim tampan sekali ya…” seru Hwang Mida, asistennya sembari menepuk kedua tangannya, tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. ”Aslinya emang beda dari sosok yang sering Mida lihat di TV atau majalah ya on, lebih ganteng.” Mida tampak terpana melihat Mr. Jung Jihoon. Pria jangkung dengan tubuh proposional itu memang tampak anggun dalam siraman sinar lampu blitz.

”Huaaa~ ga rugi Mida diseret pagi-pagi kesini deh. Ihhh~ cakepnya….yang asli jelas-jelas ngalahin yang dipajang di dinding kantor kita on.” Sekali lagi kata-kata kagum keluar dari mulut Mida.

Haerin terus mendengarkan celoteh asistennya yang baru satu minggu ini bergabung dengan JTune Creative. Bibirnya tersenyum karena tingkah Mida yang tak henti-hentinya menahan nafas setiap kali Mr. Jung Jihoon berganti pose.

Haerin menyikut lengan Mida pelan, ”Jung Sangjanim memang tampan sekali, tapi pakaian untuk sesi berikutnya sudah kamu siapkan belum?” bisiknya di telinga Mida.

”Tenang onnie, semua sudah beres kok,” jawab Mida terus memperhatikan sosok idolanya.

”Buat Big-K oppa dkk juga udah disiapin?”

”Ne, semua aman terkendali,” ujar Mida, kali ini tangannya bergerak seolah menebas udara di hadapannya, perhatian gadis itu masih terfokus ke sosok pria idolanya. Tingkah lucu Mida tak ayal membuatnya gemas, tangannya pun terulur menyubit pipi gadis itu.

”Onnie~! Kok pipi aku dicubit?!” protes Mida, mengusap-usap pipi sebelah kirinya.

Haerin tertawa kecil, ”Karena tingkahmu ini buat orang gemes,” jawabnya santai.

”Ihhh~ kejam, pipi dah tipis begini dicubitin,” Mida memberengut.

“Ssst…tuh Mr. Jung Jihoon udah kelar,” Haerin menempelkan telunjuknya di bibir Mida yang baru akan melemparkan protes berikutnya.

Ia bergegas menghampiri model utama mereka yang sekarang sedang serius melihat hasil pemotretan di layar monitor. Terlihat senyum puas terukir di wajah Mr Jung Jihoon, ia mengangguk sembari menepuk-nepuk pundak sang fotografer.

Haerin menunduk hormat saat mata Mr. Jung Jihoon tertuju ke arahnya. ”Ah..Haerin-ah, Jihye mana? Belum datang?” tanya Mr. Jihoon menyisir ruangan studio itu sekilas mencari sosok Jihye.

Haerin tersenyum kecil, “Jihye onnie sebentar lagi sampai,” jawabnya. ”Emmm…sangjanim, bagaimana kalau kita langsung ganti ke baju berikutnya?”

Mr. Jihoon melirik sekilas ke arah monitor di hadapannya, ”Ohh..oke, kita lanjut ke baju berikutnya,” ujarnya menepuk kedua telapak tangannya pelan.

Haerin menuntun atasannya itu ke ruang ganti, di mana pakaian untuk set berikutnya sudah disiapkan, Mida mengikuti di belakang mereka dengan langkah pendek-pendek, sedikit gugup karena berada dalam jarak yang begitu dekat dengan Mr. Jung Jihoon.

Di dalam ruangan tersebut beberapa orang penata gaya dan penata rias JTune sudah tampak siap menanti kedatangan sang bintang. Jihoon menilik setelan pakaian yang akan dikenakannya, ”Ini juga hasil desainmu kemarin bukan?” tanyanya ke Haerin yang berdiri di belakangnya.

”Ne~ Apa ada yang kurang sangjanim?” jawab Haerin sedikit khawatir.

”Anya, aku menyukainya, terutama bentuk potongan serta bordiran yang tampak halus di sepanjang pinggiran mantel ini, kerjamu sangat bagus, aku harap desain koleksi kita yang berikutnya bisa lebih baik lagi,” puji Jihoon. Ia tersenyum hangat kepada Haerin melalui pantulan cermin besar di hadapannya.

”Kamsahamnida sangjanim, saya akan berusaha lebih baik lagi untuk koleksi berikutnya,” Haerin menundukkan kepalanya berkali-kali, jantungnya seolah membuncah karena rasa senang. Semua rasa lelah yang ia rasakan selama menyiapkan koleksi itu seolah terbayar. Wajahnya cerah.

”Presentasi untuk koleksi awal tahun depan sudah kau siapkan?” Mr. Jung Jihoon melirik Haerin melalui pantulan kaca di depannya.

”Sebentar lagi siap sanjangnim,” jawab Haerin, pikirannya langsung tertuju ke bundel berisikan gambar-gabar desainnya yang ada di tasnya.

”Bagus, segera hubungi asistenku, Ria, untuk mengatur jadwal presentasinya, sepertinya minggu depan aku punya waktu untuk melihat presentasimu,” Mr. Jung Jihoon memejamkan matanya membiarkan penata riasnya memperbaiki riasan di matanya.

”Ne~ akan segera saya laksanakan.” Haerin lagi-lagi menundukkan kepalanya, lalu berbisik ke arah Mida agar menghubungi Ria untuk memastikan jadwal presentasinya.

Sesi pemotretan berikutnya pun di mulai. Kali ini Mr. Jung Jihoon berpose dengan jacket dari bahan wol berwarna biru tua, sarung tangan kulit coklat serasi dengan celana kulit yang ia kenakan.

Haerin kembali berdiri di posisinya, tampak fokus memperhatikan. Namun rasa kantuk dan lelah kembali menyerangnya, ia berusaha menutupi mulutnya yang tak henti menguap. Ia benar-benar mengantuk, bahkan kopi hitam tanpa gula yang masih mengepul hangat di dalam cangkir yang ia genggam, tak cukup ampuh untuk mengusir rasa kantuk yang menyergapnya.

”Hei,” lagi-lagi suara nyaring membuka matanya yang sempat terpejam. Sedikit enggan, ia menoleh ke sampingnya, mendapati Jihye sudah berdiri dengan anggun dengan setelan jas putih senada dengan celana panjangnya.

”Ommo, onnie?! Kapan sampai?” tanyanya sembari mengusap matanya.

”Barusan, rapat dengan tim marketing baru saja selesai, jadi aku langsung buru-buru ke sini. Kepalaku sudah mau pecah berhadapan dengan angka-angka dalam laporan keuangan kita,” kata Jihye, matanya terpaku ke arah set pemotretan. ”Ini sudah set yang keberapa?” liriknya.

”Baru yang ketiga onnie,” jawab Haerin memainkan cangkir kopinya.

”Oh ya?! Syukurlah, berarti aku tak begitu terlambat,” Jihye melirik Haerin yang mengangguk sembari menyeruput kopi. Matanya yang jeli langsung tertuju ke mata Haerin yang dilingkari dengan kantung mata serta lingkaran hitam. ”Ngomong-ngomong, dari kemarin kau sudah tidur?”

Haerin menoleh mendengar pertanyaan Jihye, ”Hmmm….sudah sih, setengah jam… kalau itu termasuk dalam hitungan tidur,” jawabnya dengan senyum lebar.

”Setengah jam?!” Jihye lansung memutar tubuhnya menghadap Haerin, kedua tangannya terlipat di depan dada, matanya menatap tajam ke arah Haerin. ”Kau pengen mati?!!” seru Jihye dengan volume tinggi, mengagetkan semua orang di dalam studio itu.

Suasana di dalam studio itu seketika hening.

Buru-buru Haerin menangkupkan telapak tangannya ke mulut Jihye. Ia bisa merasakan semua mata di dalam studio itu memperhatikan mereka. ”Psstttt~ Onnie jangan teriak-teriak,” desisnya kepada Jihye.

”Jihye…Haerin…kalian berdua baik-baik saja?” seru Mr. Jung Jihoon dari posisinya, pandangannya tertuju ke arah Haerin dan Jihye.

”Ahh…gwincana sangjanim, Jihye Onnie hanya kaget saja. Silahkan lanjutkan pemotretannya, ha ha ha,” Haerin tertawa janggal. Orang-orang di dalam studio hanya bisa menggelengkan kepala mereka melihat kedua wanita itu, lalu kembali ke kegiatan mereka masing-masing.

Jihye menepis tangan Haerin, berusaha menahan rasa gemasnya. Matanya memancarkan rasa tak suka dengan kebandelan gadis di hadapannya. Segera ia menarik lengan Haerin, menyeretnya keluar dari studio menuju taman di luar gedung kecil itu. Hembusan angin dingin langsung menyambut mereka berdua, ”Onnie…sakit,” protes Haerin.

Jihye melepaskan tangannya, berbalik menghadap Haerin dengan kedua tangannya bertopang di pinggang. ”Kau…segera kemasi barang-barangmu, dan pulang! Ini perintah!” serunya ketus.

”Tapi…pemotretannya kan belum selesai on?”

”Kau ini…dasar bocah bandel! Berapa kali sudah kubilang harus tidur secukupnya, malah menghabiskan waktu di studio, sampai nggak tidur, kalau entar jatuh sakit gimana?! Ujung-ujungnya malah semua rencana kerja kita bisa keteteran,” mulut Jihye langsung merepet panjang, tangannya menarik sekilas daun telinga Haerin, gemas.

”Ahh~ Onnie~ iya…iya…ga usah pake jewer, kan sakit…” protes Haerin, mengusap-usap telinganya.

”Sekarang kau mau pulang atau tidak?!”

”Iya…iya…aku pulang,” gerutu Haerin dengan mulut menguncup.

”Nah itu baru anak pintar.” Jihye mencubit kedua pipi Haerin dengan wajah tersenyum puas. Ia lalu memutar tubuhnya bermaksud kembali ke dalam ruangan.

”Kau…tunggu di sini, biar Mida yang membawakan barang-barangmu,” ujar Jihye kemudian, menghentikan langkah Haerin yang baru saja akan mengikutinya kembali ke dalam studio.

Haerin mengangguk, memperhatikan punggung Jihye yang menghilang di balik pintu. Ia mendesah pelan, memutar badannya menghadap taman kecil di depan studio itu.

Cuaca Seoul sudah semakin mendekati musim dingin, dan sepertinya semua tanaman sudah siap menyambut pergantian musim yang datang sebenatar lagi. Ia merapatkan cardigan hijau tuanya, memandangi beberapa helai daun yang tertinggal di pohon-pohon di taman itu. Musim yang tak disukainya itu benar-benar akan datang.
 

*


Siang baru menjelang saat Haerin tiba di depan rumahnya, matanya tak sengaja menangkap ujung kelopak bunga Lili berwarna putih mencuat dari dalam kotak surat berbentuk rumah burung yang tergantung di sisi pagar rumahnya.

Lili itu tampak masih segar, beberapa tetesan embun menutupi kelopaknya yang berwarna putih pertanda bahwa bunga itu masih baru berada di situ.

Dahinya berkerut, ia semakin heran saat menemukan sebuah Teddy Bear kecil memeluk tangkai bunga Lili itu. Tangannya terulur meraih Teddy Bear dan bunga Lili itu dari dalam kotak surat, sekilas memeriksa kartu yang menyertai kedua bingkisan itu.

”Hi, I’m Tobi” tertulis di kartu kecil berwarna krem yang tergantung di leher boneka itu, tak terdapat keterangan nama sang pengirim.

Haerin menelengkan kepalanya, heran. ”Lili putih dan Teddy Bear bernama Tobi…” gumamnya menatap kedua benda yang baru ditemukannya. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

Jalanan tempat ia berdiri tampak lengang, hanya tampak seorang nenek tua berjalan tertatih membawa sekantong mangdu yang masih mengepul hangat. Refleks ia tersenyum ramah dan membungkukkan kepalanya saat matanya bertemu dengan mata nenek itu.

Haerin kembali menatap Teddy Bear berkostum hip hop dengan jaket hijau dan kacamata hitam berteger di hidungnya. Didekatkan boneka itu ke wajahnya, ”Hai Tobi…siapa yang mengirimmu?” bisiknya dengan mata menyipit. Ia memasuki perkarangan rumahnya dengan benak yang mengira-ngira pengirim paket kecil itu.

”Aku pulang,” seru Haerin saat dirinya memasuki rumah mungilnya. Ia berhenti sejenak melepaskan angkle bot hitamnya, lalu beranjak ke dapur mengisi sebuah vas kecil dengan air untuk Lili putih itu.

Haerin menyisir ruangan di rumahnya, sinar matahari di ambang musim gugur tampak menyelusup dari jendela besar di dekat meja kerjanya. Membuat suasana di dalam rumah itu tampak syahdu.

Rumah kecil yang didiaminya itu dibelinya tak berapa lama dari kepulangannya dari London. Terletak di dataran yang tinggi dengan perkarangan mungil dan pemandangan gedung 63 dan gunung Namsan tampak dari kejauhan. Haerin langsung jatuh cinta saat pertama kali menemukannya.

Tak ada yang mengira kalau kodisi rumah itu tak terawat saat ia temukan dulu. Sang pemilik sengaja menjualnya dengan harga murah untuk membayar hutang-hutangnya. Sebuah keberuntungan baginya, mengingat harga membeli atau menyicil sebuah apartemen di kawasan yang cukup strategis di Seoul seperti kawasan rumahnya itu tidaklah murah.

Membutuhkan waktu tiga bulan lebih dan tiga perempat dari isi tabungannya untuk membeli dan memperbaiki rumah tersebut. Uang hasil jerih payahnya selama bekerja di YG, part time London dan menjadi desiner di JTune ia tempelkan ke dalam rumah itu. Ia menata ruangan dalam rumahnya dengan seminimal mungkin dinding penyekat dan dihiasi jendela yang lebar menghadap arah gedung 63. Sama seperti ruangan di flat yang ia sewa di London dulu.

Haerin merenggangkan pinggang dan lehernya, dengan gontai berjalan menuju tempat tidurnya. Ia meletakkan vas bunga itu di atas nakas di sisi ranjangnya, lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang ditutupi sprai putih bercorak daun semanggi berwarna hijau muda.

Baru ia rasakan semua sendi tubuhnya terasa ngilu. Beberapa hari ini, semenjak ia diberikan tanggung jawab penuh untuk koleksi Jtune berikutnya, ia memang terlalu banyak menghabiskan waktu di studio kerjanya. Tak memperdulikan Jihye yang selalu mengoceh saat menemukannya tertidur di atas meja kerjanya, dengan kertas dan contoh kain menempel di pipinya.

”Hoaaaaemmmm…..,” mulutnya menguap lebar. Ia melirik ke arah Teddy Bear yang masih digenggamnya, memiringkan badannya menghadap Teddy Bear itu. Telunjuknya menyusuri telinga, hidung, dan tangan Teddy Bear yang serba kecil.

Boneka yang lucu, kira-kira siapa pengirimnya? Mungkinkah Jay oppa, pikirnya sembari memainkan kaki boneka itu. Kuap kantuk sekali lagi lolos dari mulutnya. Matanya semakin terasa berat.

Haerin menatap sayu kedua mata Teddy Bear itu, ”Hai Tobi, sebenarnya kau darimana?” tanyanya lirih sebelum kedua kelopak matanya akhirnya benar-benar mengatup.
 

*


Sanghee menghentikan VW battle putihnya di dalam ruang parkir basement gedung JYP Entertaiment di Gangnam-dong. Ia melirik ke arah Taec yang duduk di sampingnya, ”Udah nyampe nih.”

Taec menoleh ke arah pintu masuk gedung itu dengan tampang malas, ”Uhhh….rasanya malas banget latihan hari ini,” keluhnya. ”Aku ikut kamu ngajar aja deh, pengen bolos dari jadwal hari ini,” Taec mengamit lengan Sanghee, bergelung ma

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
wha_04 #1
Nice, don't give up
FatButPretty #2
Chapter 5: awesome!!! update soon !!
Banyakin part haerin sama senghyun nya dong ^^