Mesin waktu

Hate That I Hurt You (Previously 'Hate That I Love You')
Please log in to read the full chapter

Haerin merasa lelah, tidak hanya tubuh, namun juga pikirannya. Ia hanya tidur tiga jam semalam dan pertemuannya hari ini dengan Seunghyun membuat kepalanya terasa pusing. Disandarkan punggungnya di jok taksi yang ditumpanginya, mengistirahatkan badannya. Ia menilik ke balik jendela mengamati lampu-lampu di jalanan dan gedung-gedung tinggi di jalanan Seoul yang seolah belum siap untuk terlelap.

Choi Seunghyun…Haerin mengeja nama itu perlahan sembari memainkan telunjuknya di jendela taksi.

Aku dulu mengira ia benar-benar mencintaiku. Haerin tersenyum sinis, menyadari betapa bodoh dan butanya dia saat itu. Ia bahkan tak menyadari dan mengidahkan kejanggalan-kejanggalan yang ada. Teringat kembali kejadian-kejadian mulai dari keinginan Seunghyun untuk menyembunyikan hubungan mereka dari orang-orang di YG bahkan dari anggota Bigbang yang lain, terlepas dari peraturan YG yang ketat. Dan sikap Seunghyun yang terkadang mengacuhkannya.

Haerin menghela nafas panjang sembari memejamkan matanya erat. Aku benar-benar bodoh, bagaimana aku bisa jatuh cinta kepadanya? Telunjuknya bergerak mengusap alisnya. Punggung lehernya terasa kaku. Berkali-kali ia menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

Matanya sekarang menatap kosong ke depan. Aku harus menghapusnya, bisakah? Ia mengurut pelipis kanannya, rasa pusing itu kini benar-benar menyerang kepalanya. Otaknya seolah dipaksa mengeluarkan file-file yang ia kunci di folder lama dalam otaknya. Pikirannya seolah masuk ke dalam mesin waktu. Dahi Haerin berkerut, kepalanya kini terasa sakit.

***

“Haerin, tolong bereskan studio rekaman di lantai tiga,” ujar Gummy menepuk pundak Haerin yang baru tiba di meja kerjanya di YG. “Aku harus menemani anak-anak 2NE1 latihan,” Gummy berlalu bersama Chaerin dan Bom.

Haerin melambaikan tangan ke arah mereka pergi, lalu menghela nafas panjang, ia baru tiba dari KVS mengantarkan keperluan Jiyong dan Youngbae yang tertinggal. Dengan langkah gontai ia melangkahkan kaki ke studio rekaman yang dimaksud. Kuliah sambil bekerja memang tak mudah, ia membenarkan kata-kata Jihye.

Dibukanya pintu tebal berwarna soft krem yang menutupi ruangan itu. Mengintipkan kepalanya, mencoba memeriksa ke dalam ruang rekaman itu. Itu mungkin kali pertama Haerin mengunjungi ruangan itu sendirian. Suasana dalam studio rekaman itu tampak gelap dan sunyi. Dengan langkah perlahan ia pun masuk.

Tangannya meraba-raba dinding di dekat pintu, mencari saklar lampu, lalu menghidupkannya. Hampir saja ia menjerit saat matanya mendapati sesosok tubuh sedang berbaring di salah satu sofa di sudut ruangan. Ditiliknya tubuh yang terbaring di sofa itu. Tubuh itu mengenakan hoodie merah dan celana baggy coklat.

Haerin mendekati sofa, berjongkok mengamati wajah orang itu. Seunghyun oppa….kenapa dia tertidur di sini? Ia mengamati wajah Seunghyun yang tersembunyi di balik hoodie-nya. Ia terlihat kecapean…hmm, sebaiknya kubiarkan saja ia tertidur. Haerin menegakkan tubuhnya perlahan, berusaha tidak mengeluarkan suara lalu beranjak menuju meja audio yang ada di sudut lain ruangan itu.

Haerin sibuk membereskan pensil-pensil dan beberapa gumpalan kertas partitur yang berserakan di meja audio control. Sejenak ia larut dengan pekerjaannya : mengelap debu, merapikan kursi, membuang bungkusan makanan dan botol minuman yang kosong lalu menutup kembali meja audio itu dengan kain penutupnya.

“Sedang apa kau di sini?” Kepala Seunghyun mengintip dari balik punggungnya.

Haerin menoleh, cukup terkejut saat mendapati wajah Seunghyun sudah berada dekat di sebelahnya. Tubuhnya hampir terjatuh ke belakang kalau ia tidak buru-buru berpegangan di pinggir meja.

“Ahh….oppa! Kau hampir membuatku terkena serangan jantung,” Haerin meletakkan salah satu tangannya di dada, mengatur nafas, tangannya yang lain berpegangan di meja audio control.

Seunghyun tertawa melihat reaksi Haerin, membuat guratan lesung pipinya nampak jelas. Ia lalu menyeretkan kakinya kembali menuju sofa tempatnya berbaring tadi.

Haerin memperhatikan Seunghyun yang duduk sembari mengusap-usap wajahnya. “Oppa…kenapa tidur di sini?”

Seunghyun mendongak mendengar pertanyaan Haerin. “Aku ketiduran…” Seunghyun menutup mulutnya yang menguap. “Kau,” tunjuknya, “kemari…duduk di sini,” tangannya menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya.

Haerin mengernyitkan dahinya, tak urung ia pun beranjak menuju sofa sembari membersihkan kedua telapak tangannya.

“Ayo duduk,” Seunghyun menarik tangan Haerin tak sabar, menyuruhnya duduk.

Haerin menurut. Seunghyun lalu merebahkan kepalanya di pangkuan Haerin. Sekali lagi berhasil membuat mata Haerin membulat karena kaget.

“Oppa…apa-apaan?” Ia menunduk menatap wajah Seunghyun yang sekarang terbaring di pangkuannya.

“Hanya pinjam sebentar, leherku sakit kalau tak ada bantal,” jawab Seunghyun santai dengan mata terpejam.

“Kalau begitu tidur di asrama saja, nanti ada yang lihat…mereka bisa salah paham”. Haerin sibuk mendorong pundak Seunghyun, berusaha untuk berdiri.

Seunghyun bergeming, matanya melirik ke arah jam di dinding, pukul setengah tujuh malam. “Ga akan ada yang lihat, jam segini semua orang sibuk di luar. Jadi diamlah, biarkan aku istirahat dengan tenang.” Ia kembali memejamkan matanya.

“Ta..tapi…”

“Ssttt, aku mau tidur…manajer itu harus memastikan artisnya istirahat cukup kan?”

“Iya…tapi bukan begini,” Haerin menghela nafas lemah.

Haerin mengusap wajahnya, mendesah panjang. Ia melirik wajah Seunghyun sekilas lalu memperhatikan sekeliling ruangan studio rekaman itu. Matanya berpindah dari langit-langit ke pintu menuju meja kontrol di hadapannya.

Haerin mengosok punggung lehernya, canggung. Helaan nafasnya tertahan di dalam rongga mulut, membuat pipinya mengembung seperti ikan buntal, ia semakin merasa serba salah.

Akhirnya kepalanya tertunduk menghadap wajah Seunghyun. Sekarang matanya terfokus ke wajah Seunghyun yang terlelap di pangkuannya. Baru kali itu ia benar-benar memperhatikan detil wajah pria itu.

Pandangannya bergerak perlahan dari sepasang alis yang tebal, bulu mata yang lebat dan panjang, bibir yang tipis dan hidung Seunghyun yang mancung.

Selama beberapa bulan bekerja di YG Haerin memang mengagumi kemampuan musik Seunghyun dan pengetahuannya. Dirinya juga sering tertawa saat mendengar lelucon Seunghyun untuk para dongsaengnya. Tapi ia tak pernah benar-benar memperhatikan pria itu secara detil.

Harus ia akui, dirinya terpesona. Youngbae benar…Seunghyun oppa memang pria yang tampan. Kepalanya masih tertunduk, sibuk memperhatikan garis wajah Seunghyun. Wajahnya unik, tak seperti wajah pria Korea pada umumnya, pujinya. Tiba-tiba ia tersadar, buru-buru mengalihkan pandangannya. Apa yang barusan kupikirkan? Ia mengerjapkan matanya berkali-kali.

***

“YA~ So Haerin! Bisa-bisanya kau sakit tanpa mengabariku? Kalau Sanghee tak menghubungiku kemarin, kukira kau sudah hanyut di sungai Han. Sudah ke dokter?” omel Jihye tak henti mendengar suara parau Haerin di seberang.

Jung Jihye berkacak pinggang sembari memandang pemandangan sibuk orang-orang yang baru akan berangkat ataupun tiba dari balik jendela ruang tunggu VIP di bandara Gimpo. Seperti suasana akhir pekan biasanya, semua orang di Seoul seolah sudah merencanakan bepergian ke luar kota.

“Ya sudah, istirahat yang cukup. Aku belum bisa menjengukmu, kau tahu hari ini aku harus berangkat ke Jepang, mengiring Jihoon oppa dan MBLAQ untuk fanmeeting sekalian menyelesaikan beberapa urusan JTune. Aishh…aku heran kenapa kau selalu menjadi begitu lemah kalau sudah menyangkut pria itu,” omel Jihye gemas. Ia tak menyadari tatapan heran para kru JTune di balik punggungnya.

“Uhuk …bukan karena dia kok onnie…aku hanya kecapaian saja, kau tahu kan udara sudah mulai dingin saat ini.” Jawab Haerin berusaha menenangkan.

“Aku harap kau tak terkena H1N1 seperti Joonie kemarin,” Jihye menghembuskan nafasnya, melirik ke arah Joon yang duduk di kursi tunggu tak jauh dari posisinya berdiri.

“Uhuk…syukurnya tidak, dokter bilang aku hanya demam. Mungkin karena kurang tidur beberapa hari ini,” suara Haerin terdengar semakin parau.

“Aigoo…dengar suaramu. Sudahlah. Aku harap urusan di Jepang segera selesai. Jadi aku bisa segera menjenguk sekaligus menjitak kepalamu.” Jihye memegangi lehernya, tenggorokannya terasa gatal mendengar suara parau Haerin.

Haerin terbatuk menahan tawanya. “Jangan khawatir, onnie nikmati saja perjalanan dengan Joonie di Jepang, kalian sudah lama tak bertemu kan?”

“Bagaimana aku bisa menikmati perjalanan dengan Joonie-ku kalau aku mendengar suaramu seperti itu?! Aishhhh….ya sudah, aku harap Sanghee bisa menjengukmu, ingat! Istirahat!” Jihye menutup flap Cyon Lollipop pinknya, menghela nafas berat. Ia melangkah kembali menuju kursi tunggu, lalu menghempaskan tubuhnya di bangku kosong di sebelah Joon.

Joon menoleh ke arahnya penasaran. “Chagiya, kau mengomeli siapa?” Tanya Joon, pandangannya sekarang beralih ke tangan Jihye yang sedang memasukan handphone ke dalam tas Channel-nya.

Jihye sontak mendelik ke arah Joon. “Joon-ah, jangan panggil aku dengan panggilan itu di tempat umum,” bisik Jihye, memperingatkan. “Kalau yang lain dengar gimana? Kau mau kerja keras untuk debutmu gagal karena skandal?” desisnya. Ia melirik ke kru JTune yang lain, bersyukur karena tak ada yang menyadari perkataan Joon barusan.

“Ya ya ya…maafkan aku Jihye nu...na~” Joon melipat kedua tangan ke dada, kesal.

Jihye memang pribadi yang keras dan memegang teguh prinsipnya. Namun terkadang kondisi mereka membuat Joon kesal. Ia sudah merindukan Jihye selama sebulan lebih. Semenjak MBLAQ debut, ia menjadi terlalu sibuk dengan berbagai promo dan penampilan panggung. Begitu pun Jihye, sibuk dengan urusan-urusan di JTune Camp dan JTune Creative. Membuat mereka jarang sekali bertemu.

Menyadari sikap ngambek Joon, Jihye mengeluarkan pensil dan buku note kecilnya. Ia msenuliskan sesuatu di dalamnya. Tak berapa lama buku note itu ia ulurkan pada Joon. Joon meraih buku itu dengan enggan, matanya membaca tulisan yang tertera di dalamnya.

 

Tunggu kita sudah tiba di Jepang, aku punya kejutan istimewa untukmu.

 

Joon menoleh ke Jihye yang sekarang pura-pura sibuk dengan berkas desain JTune. Matanya menyipit memandang Jihye. Jihye tak mengubrisnya, Joon sekarang menopangkan kepala di kedua tangannya memasang ekspresi puppies face. Ekspresi Joon yang lucu membuat Jihye tak kuasa menahan senyum.

Jihye berdehem, buru-buru beranjak menuju kursi tunggu Mr. Jung Jihoon di sudut lain ruangan tunggu itu. Joon memandangi sosok belakang Jihye yang menjauh, bibirnya tak henti tersenyum, Seungho dan G.O yang baru datang dari mengambil kopi memandanginya heran.

*

Haerin tersenyum memandangi layar Cyon Chocolatenya. Omelan Jihye tadi masih terngiang di telingannya. Ia sudah menganggap Jihye seperti kakak kandungnya sendiri, terutama semenjak neneknya meninggal dulu.

Usia mereka hanya terpaut dua tahun, Haerin bereusia dua puluh satu tahun sementara Jihye dua puluh tiga tahun. Hubungan mereka dimulai sebagai tetangga. Ia dan mendiang neneknya dulu tinggal dalam satu gedung apartemen dengan keluarga Jihye. Lalu berkembang menjadi hubungan yang akrab.

Sama-sama anak tunggal, membuat Jihye dan Haerin memiliki hubungan yang erat.

Jihye-lah yang membuatnya dulu ingin bekerja dalam agensi artis dan mengambil jurusan desain saat kuliah. Sudah lama Jihye mengiringi Mr. Jung Jihoon yang juga dikenal sebagai penyanyi Rain, jauh sejak masih bergabung dengan JYPE, agensi yang menaungi grup Ok Taecyeon, kekasih Sanghee. Jihye jugalah yang menawarkannya pekerjaan di JTune Creative, setahun setelah ia dikeluarkan dari YG.

Haerin kembali terbatuk, sudah dua hari ia hanya berbaring dalam selimut ditemani sekotak tisu dan acara TV yang tak benar-benar ia tonton. Sungguh sabtu kelabu baginya, bukannya menghabiskan waktu jalan-jalan di luar, ia malah terbaring sakit. Ia merapatkan cardigan abu-abu yang ia kenakan, menggosok-gosokkan telapak tangannya di lengannya, mengusir rasa dingin.

Haerin memandangi jendela di samping tempat tidurnya, tampak gerombolan awan putih bergerak perlahan di langit Seoul siang itu. Ia menghela nafas panjang, entah sudah berapa kali ia berbohong. Jihye dan Sanghee benar. Pertemuannya dengan Seunghyun cukup menganggunya.

Haerin membasahi bibirnya yang kering. Matanya memandang ke arah TV. Sebuah acara dokumenter grup boyband baru sedang tayang di WNet, tanpa sadar membiarkan pikirannya kembali menerawang.

***

Haerin berjongkok membereskan peralatan latihan Bigbang. Kedua telinganya terpasang headphone, asik mendengarkan lagu terbaru Rain—I’m Coming dari ipodnya. Kepalanya bergoyang mengikuti beat lagu, mulutnya komat-kamit bernyanyi tanpa suara, sementara tangannya sibuk mengumpulkan handuk-handuk yang basah karena keringat ke dalam keranjang.

Siapa bilang menjadi asisten manajer artis pekerjaan yang mudah? Ia selalu diserahkan pekerjaan remeh temeh seperti : membereskan peralatan, mengetikkan jadwal, atau mengambilkan barang-barang artis yang tertinggal di kantor. Ia tak

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
wha_04 #1
Nice, don't give up
FatButPretty #2
Chapter 5: awesome!!! update soon !!
Banyakin part haerin sama senghyun nya dong ^^