Chapter 2

Can't let you go

“Aku balik ya,” kali ini Irene yang terlebih dulu membersihkan dirinya setelah melakukan aktifitas mereka di ranjang.

“Kalau mau balik, balik aja ngak usah minta izin.”

“Mungkin aku ngak akan ke sini lagi setelah ini Wen,”

“Itu keputusan kamu, kalau kamu memang pengen berhenti, it’s ok with me.”

“Kamu tu benar-benar ngak ada hati ya.” Wendy duduk menyadarkan tubuhnya di kepala ranjang sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang tidak menggunakan pakaian apapun.

“Kamu kan udah tau, dari awal kita ngelakuin nya suka sama suka. Aku ngak pernah minta kamu datang dan aku ngak ngelarang kamu pergi.” Kali ini Irene menitikkan air matanya.

“Aku bodoh sekali karena berharap suatu saat kamu bakal punya perasaan seperti aku ke kamu.” Wendy bangkit dari ranjangnya mendekat ke arah Irene.

“Maaf jika kau merasa seperti itu Irene, tapi aku tidak pernah memberikan harapan kepada siapapun dan aku tidak berharap apapun, jadi jika kau merasa aku tidak memiliki hati, mungkin saja kau benar.” Irene keluar dari kamar itu, dan langsung meninggalkan aprtemen miliki Wendy. Sementara Wendy langsung masuk ke kamar mandi untuk mebersihkann dirinya.

Ia merasa bingung mengapa, orang-orang yang pernah dekat dengannya berharap lebih darinya. Dari awal ia hanya ingin bersenang-senang tanpa melibatkan perasaannya. Karena hati yang ia miliki sudah lama mati saat ia melihat ibunya pergi dengan pria lain. Ia ingat hari itu ayahnya berlutut dan memohon agar ibunya tidak pergi bersama pria lain. Namun sang ibu tidak memperdulikan sang ayah dan pergi begitu saja darinya. Sang ibu bahkan tak melihat ke arah Wendy, ia hanya pergi dari rumah besar itu. Dan yang Wendy tahu setelah kejadian itu ayahnya sering mengurung di kamar. Pria itu hanya keluar untuk bekerja sampai larut malam, ia tak pernah lagi bicara pada Wendy. Gadis berusia 12 tahun itu tidak tahu harus melakukan apa, yang ia tahu hanya menjalankan kehidupannya sebagai seorang siswa. Ia sempat kebingungan karena perlakuan sang ayah yang dulu sangat menyayanginya begitu berubah menjadi tak begitu perduli pada gadis kecilnya yang sangat membutuhkan kehadiran sang ayah setelah ibunya pergi begitu saja. Pernah sekali ia mendapatkan juara umum di sekolah namun sang ayah hanya diam dan pergi begitu saja ke kamar dan membuat Wendy menangis, karena ia sangat merindukan sang ayah.

Di malam itu, Wendy terbangun karena merasa haus. Ia berjalan  perlahan karena tidak terlalu ingin membangun kan ayahnya yang ia pikir sedang tidur. Ia melihat lampu ruang kerja milik sang ayah masih menyala, Wendy pikir ayahnya lupa mematikan lampu ruang kerja. Dengan segelas air di tangannya Wendy mendekati ruangan itu dengan niat untuk mematikan lampu, namun langkahnya terhenti tepat di depan pintu dan melihat sang ayah yang masih duduk di kursi kerjanya. Mata Wendy terbelalak melihat sebuah pistol di tangan sang ayah yang diarahkan tepat di kepala pria itu. Sebuah tarikan pelatuk terdengar jelas di telinga Wendy dan di susul oleh suara tembakan keras yang membuat sang ayah jatuh begitu saja dari kursi kerjanya. Wendy melepas gelas yang ada di tangannya. Ia tidak tahu harus melakukan apa, gadis itu bahkan tidak berteriak dan hanya diam di tempatnya untuk sejenak memproses apa yang baru ia lihat.Akhirnya ia tersadar dan menelpone kepolisian dan dengan nada bicara yang dingin ia melaporkan apa yang terjadi. Setelah ia menutup sambungan itu, ia melihat sebuah tulisan tangan di atas meja sang ayah.

Cinta dan harapan hanya membuatmu terluka.

Wendy selalu mengingat pesan di atas meja itu. Ia tidak bisa menangis karena shock yang ia derita, Wendy menjalani hari-hari nya di rumah sakit jiwa karena trauman yang dideritanya. Hampir setiap malam ia berteriak karena mimpi buruk yang selalu hadir ketika ia menutup matanya. Kenyataan bahwa sang ayah pergi meninggalkannya dengan cara seperti itu membuatnya tidak bisa berbicara selama masa pengobatannya. Butuh waktu lama bagi Wendy untuk memulihkan kondisi psikisnya. Setiap hari ia harus meminum obat penenang hanya untuk bisa tidur. 

Pengobatan itu sangat berat untuk Wendy jalani, namun gadis itu dengan hatunya yang dingin mampu menyesaikan semua treatmen yang diberikan padanya. Sampai akhirnya ia dianggap layak untuk kembali menjalani hari-hari biasanya. Kembali ke kehidupan lamanya membua Wendy sedikit kesulitan, namun ia berusaha untuk menjalani semuanya. Ia tidak ingin berakhir seperti ayahnya yang dibutakan oleh cinta yang tak berbalas sehingga melakukan hal yang tak pernah Wendy bayangkan akan terjadi.

Memasuki kehidupan SMA nya, Wendy meminta pamannya untuk memberikan kehidupan yang mandiri, dan pamannya yang yakin Wendy bisa menjalani memberikan kebebasan pada gadis itu. Di hari yang cukup panas itu, Wendy duduk seorang diri di taman, angin semilir menerpa wajahnya dan membuatnya menjadi sedikit lebih tenang, karena beban belajar yang ia terima cukup membuatnya merasa sedikit frustasi. Ia mengehela nafas yang cukup panjang, sehingga gadis yang duduk tak jauh darinya menoleh ke arah Wendy.

"Harimu berat ya, ini" Wendy melihat gadis yang duduk tak jauh darinya itu bertanya sambil memberikan sebotol yougurt padanya, sementara gadis itu tidak mempunyai lagi yougurt di tangannya.

"Tidak, terima kasih, kau sendiri pasti mau minum itu kan?, aku bisa membelinya nanti." ujar Wendy berusaha untuk sopan kepada gadis yang masih tersenyum padanya. Senyuman gadis itu cukup lucu bagi Wendy.

"Tidak, apa-apa, kita juga kan satu sekolah." Wendy baru sadar kalau gadis itu menggunakan pakaian yang sama dengannya. 

"Namaku, Kang Seulgi, kau?"

"Son Wendy." keduanya berjabat tangan.

"Di kelas berapa?" tanya Seulgi lagi dengan ramah.

"10 - 1"

"Ahh, aku 10 -3, kita ditingkat yang sama."

Setelah pertemuan itu, Seulgi sering datang ke kelas Wendy untuk mengajaknya makan siang, dan Wendy tidak keberatan. Semakin lama, keduanya semakin dekat. Meskipun Wendy tidak banyak bicara namun ia dengan setia mendengar semua cerita sahabatnya itu. Wendy senang ia memiliki seseorang seperti Seulgi yang membuatnya berada di trak yang benar. Dimana Seulgi memperlakukannya dengan baik, tidak pernah menuntut ini dan itu. Membuat Wendy merasa nyaman ketika di dekatnya dan Seulgi adalah hal yang terbaik yang pernah ia miliki dalam kehidupannya. 

"aahhh," Wendy tersenyum melihat gadis yang dibawahnya mendesah kenikmatan. Selalu ada yang pertama dalam setiap penalaman yang menyenangkan, pikir Wendy. Melihat gadis itu mengerang meminta lebih dari Wendy membuat gadis itu merasakan kesenangan yang membuat dirinya merasa mengontrol apa yang ingin ia lakukan. Semenjak itu Wendy tidak pernah menolak aktivitas seperti itu, namun yang ia tahu pasti dengan Irena ia merasa berbeda, gadis itu memandanganya dengan tatapan berbeda.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Hai guys makasih udah baca cerita aku dan mau coment di sini. Semoga kalian suka.

Comments

You must be logged in to comment
prilly
#1
Chapter 7: Kirain ada drama orang ketiga enggak tahunya bukan. Sungguh diluar dugaan, suka deh ama ceritanya. Mkga nanti irene kagak salah paham dan wendy kasih penjelasan. Hmm kayaknya disini tuh wendy masih belajar gitu karna dia tuh agak kurang peka. Lol
ReVeLuvyyy #2
Chapter 7: Sempet takut kalo pelakor
Wann77
#3
Chapter 7: Syukurlah bukan pelakor 🤣
Wann77
#4
Chapter 6: Heh, hubungan memang harus saling terbuka dan saling pengertian...
Good job kalian... Semoga langgeng 😁
Lanjut
_SWenRene
#5
Chapter 5: Oh gosh finally! Come on wendy!
Wann77
#6
Chapter 5: Akhirnya Wendy..... Hahh...
Semoga happy terus sampai end
ReVeLuvyyy #7
Chapter 5: Finally
Jung1804
#8
Chapter 4: Kalau gini, aku pun terikut stress membaca.
Ya ampun! Apakah Wendy bener² ngak punya setitik pun perasaan kasih pasa Irene? Apa mungkin Wendy ada Alexithymia ya dimana dia langsung ngak punya perasaan atau dia sendiri ngak tau gimana mau meluahkan perasaan nya gitu?
prilly
#9
Chapter 4: Gila, bucin banget Irene sama Wendy samapi segitu dia, stress dan manultrisi. Semoga cepat banget sadarnya Wendy. Biasanya nanti gantian yang bucin tuh Wendy lol.
mellifluouswan
1693 streak #10
f