Chapter 6

Can't let you go

“Tidur nyenyak Wen?” goda Seulgi pada Wendy yang menceritakan bahwa ia dan Irene akhirnya menjadi sepasang kekasih.

“Kau ingin aku pukul Seul?” Seulgi meminta ampun pada Wendy yang terlihat begitu bahagia.

“Tumben kau memanggilku di jam seperti ini Wen, biasanya kamu manggil aku udah dekat makan siang.”

“Oh ya, ini.” Wendy menyerahkan beberapa berkas pada Seulgi, dan gadis itu membaca dengan seksama.

“Mengapa namaku ada di setiap berkas Wen?”

“Paman ingin kau memegang perusahaan di Busan Seul,”

“Apa?,” Seulgi tidak percaya Paman Son memberikan kepercayaan yang begitu besar padanya.

“Tidak Wen, ini terlalu besar aku rasa aku tidak bisa menjalankannya.”

“Aku dan Paman sudah membicarakan hal ini Seul, kami tahu bagaiamana kinerjamu selama ini. Aku percaya padamu Seul.”

“Setelah mendapatkan Irene kau membuangku ke Busan.”

“Yaa,” Wendy akhirnya melemparkan selembar kertas yang tidak terpakai dan sudah ia remas pada Seulgi yang bicara sembarangan.

“Ampun-ampun,”

“Mana mungkin aku membuangmu Seul, kau begitu berharga bagiku. Aku juga sudah membicarakannya pada Sooyoung dan ia menyetujuinya.”

“Aku tau Wen, aku akan menjalankan semua tugas ku dengan baik.”

Wendy membuka pintu apartemennya mempersilahkan Amelia untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Ia memberi Amelia pakaian dan mempersilahkan Amelia untuk berganti pakaian dan sekaligus bisa mandi setelah menempuh perjalanan panjang. Setelah Amelia keluar, gadis itu sudah di suguhkan beberapa makanan ringan oleh Wendy, sementara Wendy minta izin dulu untuk mandi karena ia merasa cukup gerah karena seharian dikantor.

“Aku kira kamu bakalan bawa aku langsung ke hotel?”

“Well, aku pengen kamu merasa nyaman dulu di sini, setelah itu kita cari hotel yang bagus untuk kamu nginap.” Amelia hanya tersenyum, dan memperhatikan Wendy sesekali.

Suara pintu apartemen Wendy terbuka, dan itu adalah Irene. Melihat Wendy tengah makan dengan nyaman dengan seorang gadis, dan terlihat keduanya sudah saling membersihkan diri, Irene merasa dirinya sangat tidak nyaman. Karena Wendy sama sekali tidak pernah membawa seseorang ke apartemennya kecuali Seulgi dan Irene.

“Hai Irene,” Wendy langsung bangkit dari tempat duduknya menyapa Irene, dan menarik gadis itu dalam pelukannya dan memberikan kecupan di pipi gadis yang ia sayang itu.

“Mau gabung?” Tanya Wendy santai, namun Irene menolak, ia langsung masuk ke kamar Wendy dan menyapa seadanya gadis yang masih menikmati makanannya. Wendy tidak menyusul Irene namun ia menuju ke Amelia dan menanyakan pada gadis itu apa sudah siap untuk ke hotelnya karena orang suruhan Wendy sudah memboking kan kamar untuk Amelia menginap mala mini.

“Aku pergi dulu,ya.” Wendy berusaha bicara pada Irene namun gadis itu hanya menjawab seadanya. Tanpa sadar apa-apa Wendy segera membawa Amelia menuju hotelnya, dan ia ngobrol cukup lama dengan Amelia, merencakan perjalanan yang akan Amelia tempuh selama ia berada di Korea.

“Kamu yakin, pacar kamu ngak marah kalau kamu yang nemanin aku?”

“Sepertinya tidak,” ujar Wendy sambil menyesap wine yang di bawa Amelia khusus untuknya.

“Tapi dari yang aku lihat, ia sangat keberatan dengan kehadiranku tadi.”

“Aku akan bicara padanya, lagian kamu udah datang jauh-jauh masak ngak aku temanin,”

“It’s ok with me Wen, aku juga lagi pengen healing, jadi kamu ngak usah repot-repot temanin aku.” Amelia memberi senyuman manis nya pada Wendy.

“Lebih baik kamu pulang, kasian pacar kamu nungguin.” Wendy pamit pada Amelia yang mengecup pipi Wendy sebelum pergi, Wendy hanya tersenyum dan membalas kecupan dipipi Amelia.

“Siapa yang tadi?” kali ini Irene tidak berada di atas ranjang Wendy namun berada di sofa ruang tengah gadis itu.

“Amelia, salah satu rekan bisnis paman, kami kenal di Hampton.”

“Terus, kamu bawa kemari dan kalian?” Wendy membelalakkan matanya ia tidak percaya Irene berfikir seperti itu.

“Pakainnya terkena tumpahan kopi, dan aku memintanya untuk berganti pakaian dan makan sedikit di sini karena ia terlihat lapar.”

“Kau bisa membawanya langsung ke hotel, kenapa harus membawanya kemari.” Wendy mendekat ke arah Irene, ia tahu dari cara bicara gadis itu ia sedang cemburu. Ia tidak mengetahuinya tadi, sekarang dia baru tahu kalau kekasihnya itu cemburu. Ia pernah melihat Sooyoung marah seperti ini pada Seulgi dan butuh beberapa waktu untuk Seulgi akhirnya bisa menenangkan Sooyoung, apakah ia juga butuh waktu untuk menenangkan Irene?.

Ia merangkul Irene berusaha untuk menenangkan gadis itu, namun Irene menepis tangannya. Diperlakukan seperti itu membuat Wendy cukup terkejut, kenangan itu kembali, ia melihat omma nya menepis tangan ayahnya malam itu. Wendy berdiri dan melihat Irene dengan tidak percaya, apa yang terjadi padanya ini adalah yang pertama kali bagi Wendy.

“Irene aku…” tubuh Wendy sedikit gemetar karena rasa takut ditinggalkan oleh Irene malam ini juga. Wendy masih mematung melihat Irene dengan lekat. Irene yang melihat kondisi Wendy merasa heran, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Wendy tidak ingin berlutut dan memohon seperti apa yang dilakukan oleh ayahnya, ia tidak ingin menjadi seperti ayahnya. Ia yang kebingungan menuju kamar, tak menghiraukan Irene dan segera menghubungi Seulgi.

“Seulgi ah.” Wendy menangis, ia tidak tahu harus apa saat ini hanya Seulgi yang bisa menangkannya malam ini.

“Wen, kamu kenapa?”

“Irene… ia marah dan menepis tanganku, sama seperti yang omma lakukan pada appa malam itu.” Suara isakan itu terdengar oleh Irene, ia langsung menuju kamar namun ia berhenti di ambang pintu mendapati Wendy yang sedang menangis sambil menghubungi Seulgi.

“Tarik nafas panjang Wen, Irene hanya marah, aku yakin ia tidak akan meninggalkanmu. Sebenarnya apa yang terjadi?”

“Aku membawa Amelia, kau kenalkan?”

“Amelia yang dari Hampton itu?”

“Iya, paman memintaku untuk menjemputnya dan kami belum reservasi hotel, pakaiannya terkena kopi dan ia membersihkan dirinya di apartemen ku.”

“Kamu udah jelasin ke Irene?”

“Sudah, but she wont listen. Dan dia tepis tangan aku.”

“Hei, udah jangan nangis lagi, kamu mau aku video call.”

“Ngak usah Seul,” jawab Wendy lemah sambil terus terisak. Namun Seulgi berusaha menenangkan Wendy dan ia pun berhasil, akhirnya Wendy menutup sambungan itu dan menundukkan kepalanya.

“Wen,” Irene perlahan masuk ke kamar Wendy. Ia tidak tahu kalau tindakannya bisa membuat Wendy seperti ini.

“Kamu mau tinggalin aku?” Tanya Wendy terbata. Irene duduk di samping Wendy.

“Aku ngak akan tinggalin kamu Wen.”

“Tapi tadi kamu tepis tangan aku.” Wendy menatap Irene dengan penuh harap jika Irene tidak akan meninggalkannya.

“Irene, Amelia hanya rekan bisnis paman dan kami tidak melakukan apa-apa.” Ia menatap lekat Irene.

“Maaf aku bersikap berlebihan Wen,”

“Kau tidak mempercayai ku?”

“Maaf,” kali ini Irene memeluk Wendy dan menepuk pundak gadis itu perlahan.

“Maafkan aku Wendy,” ujar lirih di telinga Wendy.

“Aku tahu sulit mempercayai orang seperti ku,” Wendy melepas pelukan itu dan kembali menundukkan kepalanya.

“Kalau kau tidak percaya padaku, kau bisa meninggalkanku sekarang, karena aku hanya akan menyakitimu.”

“Tidak, aku percaya padamu Wendy, dan aku tidak akan meninggalkanmu.” Kali ini Irene lah yang terlihat panic, ia tidak tahu apa yang sebenarnya di alami Wendy, namun yang ia tahu ia tidak akan meninggalkan Wendy karena ia sudah sangat mencintainya.

“Hei, lihat aku.” Irene meraih wajah Wendy dan meminta gadis itu untuk melihatnya.

“Aku minta maaf, seharusnya aku mendengar penjelasanmu dan mempercayaimu.”

“Aku bukan orang yang sempurna bagimu Irene, tapi aku akan berusaha untuk menjaga kepercayaanmu padaku jadi tolong percayalah padaku.” Irene mengangguk dan kali ini mengecup dahi Wendy cukup lama dan kembali memeluknya.

Malam itu Wendy tertidur lebih dahulu dan Irene melihat gadis itu dengan lekat.

Sebenarnya apa yang terjadi padamu Wendy?, mengapa kau bisa ketakutan seperti tadi dan membutuhkan Seulgi untuk menenangkanmu?Aku harap aku bisa lebih mengerti dirimu Wendy.

Irene pun kembali berusaha memejamkan matanya karena ia sangat lelah dengan pekerjaannya dan apa yang baru terjadi pada dia dan Wendy.

“Kamu di mana?, jam segini belum pulang?” Tanya Irene sambil melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 11.00 malam.

“Ini baru mau pulang, habis nemanin Amelia makan malam.”

“Ya udah, hati-hati pulangnya.” Irene tidak ingin mengkonfrontasi Wendy yang sedang menyetir, ia akan bicara pada Wendy setelah ia sampai di apartemennya.

Wendy tersenyum melihat Irene yang menunggunya di ruang tengah sambil menonton drama favoritnya. Ia langsung memeluk Irene, ia sangat menyukai harum tubuh kekasihnya itu.

“Aku mandi dulu ya,”

“Tunggu Wen,” Wajah Irene terlihat serius.

“Ada apa Irene?”

“Kalau aku memintamu untuk  tidak bertemu Amelia apa kau akan melakukannya?”

“Tapi kenapa?”

“Dia menyita waktumu Wendy.” Wendy sangat tidak menyukai pembicaraan ke arah ini.

“Amelia hanya beberapa minggu di Korea dan ia akan kembali ke Hampton.”

“Beberapa minggu? ini sudah hampir 2 bulan Wendy. Kau selalu pulang malam dan membatalkan janji kita, dan kau mengutamakan gadis itu.”

“Irene, dia adalah rekan bisnis ku, dan aku ingin memperoleh kepercayaannya.”

“Dan tidak memperdulikanku?” Wendy menghela nafasnya. Apakah sesulit ini menjalin sebuah hubungan? pikirnya.

“Aku mohon, kali ini kau mengerti Irene,”

“Mengerti?, sudah lama aku berusaha mengerti dirimu, dan aku berusaha mengalah dengan semua pekerjaanmu. Aku berusaha meluangkan waktu sibukku untuk bersamamu, tapi kau sama sekali tidak perduli akan hal itu.” Ia tahu apa yang Irene korbankan untuknya namun, perusahaan pun membutuhkannya.

“Aku lelah jika harus seperti ini Wendy. Aku rasa kau bisa menghubungi ku jika kau sudah selesai dengan semua urusanmu.” Dengan begitu Irene meninggalkan Wendy yang hanya bisa berdiri di tempatnya dan mengepalkan tangannya dengan erat.

Wendy lebih banyak diam kali ini, namun ia tetap mengerjakan apa yang seharunya ia kerjakan. Amelia menemui Wendy di kantor dan membicarakan beberapa proyek yang akan mereka kerjakan bersama.

“Aku suka ide kamu,” ujar Amelia.

“Kalau begitu besok kita ke Busan dan kita bisa langsung bicara dengan Seulgi yang pegang cabang di sana.”

“Well aku setuju.” Amelia melepaskan jas nya yang membuatnya cukup lega.

“Kamu ngak nemuin pacar kamu Wen.”

“Aku lagi ngak tau musti ngapain?”

“Kenapa?”

“Dia minta aku utamain dia dibanding kamu, sedangkan kamu tau kalau kita lagi bicarain bisnis,” Amelia tersenyum melihat Wendy yang terlihat sangat lucu.

“Wajarlah dia marah Wen, ya ampun aku minta maaf ya kalau nyita waktu kalian. Kan aku udah bilang ke kamu, aku biar sama asisten kamu aja.”

“Terus terang aku pengen ngambil kepercayaan kamu buat perusahaan aku.”

“Wen, setelah aku kenal kamu di Hampton dan perlakuan kamu ke aku, itu udah cukup untuk aku percaya sama kamu. You are the good one, kamu perlakuin aku dengan sangat baik.” Setelah Seulgi mungkin Amelia lah yang membuat Wendy nyaman berada di dekatnya. Amelia begitu mengerti Wendy dan sangat mendukung apa yang Wendy lakukan.

Wendy meminta supirnya untuk membawanya ke butik Irene untuk mengajaknya makan malam. Gadis itu masih sedikit sibuk mengerjakan beberapa pekerjaan. Setelah tidak bertemu selama 1 minggu Wendy sangat merindukan gadis itu, ia ingin segera memeluk Irene rasanya.

“Hai, belum selesai kerjanya.” Irene melihat ke arah suara yang sangat ia rindukan itu. Ia bangun dari kursi kerjanya dan langsung memeluk Wendy erat.

“Sangat merindukanku?” Tanya Wendy dan dibalas dengan anggukan kepala oleh Irene.

“Udah makan malam?”

“Belum,”

“Makan malam yuk,” ujar Wendy lembut pada Irene. Tanpa komando lagi Irene langsung membereskan berkas-berkas di atas meja, Wendy tersenyum melihat hal itu.

“Sudah, ayo,” Irene langsung meraih tangan Wendy dan keluar dari butiknya.

Malam ini Wendy sangat bahagia karena Irene kembali ke dalam pelukannya lagi.

“Maaf, karena cukup lama baru aku bisa menemui mu lagi.”

“Aku senang, kau bisa menemuiku. Bagaimana dengan bisnismu?”

“Proyek ku bersama Amelia sudah ditangani oleh Seulgi, dan saat ini ia berada di Busan untuk turun langsung dengan proyek ini.”

“Apa kau merindukannya?”

“Tentu saja,”

“Yaaa,” ujar Irene sambil memukul pundak Wendy.

“Kau yang bertanya kenapa kau yang marah?”Tanya Wendy dengan polos.

“Aku merindukannya karena ia adalah teman bicara yang baik.”

“Apa aku kurang baik padamu Wen?” Wendy melihat Irene yang sedikit kecewa dengan jawaban Wendy.

“Sepertinya kau lebih nyaman bicara pada gadis itu.”

“Entahlah Irene, aku merasa Amelia bisa mengerti diriku,” Irene semakin merasa dirinya tidak pantas untuk ada di samping Wendy. Ia melepas pelukan Wendy, hatinya terasa perih karena mendengar bahwa kekasihnya lebih nyaman berada dengan orang lain.

“Apa aku salah bicara Irene?” Wendy pun itu duduk di samping Irene.

“Aku hanya terkejut saja, kalau ternyata kekasihku lebih nyaman bicara dengan orang lain.” Irene melihat ke arah Wendy.

“Sementara percakapan kita, lebih ke aku yang banyak marah sama kamu.”

“Kita bisa perbaiki kan?, kita bisa saling terbuka satu sama lain.”

“Apa selama sama aku kamu merasa bingung Wen?” Wendy menganggukkan kepalanya dengan polos.

“Karena kamu yang pertama membuatku seperti ini Irene, kamu tahu kan aku tidak pernah menjalin hubungan serius sebelumnya, terkadang aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku hanya bisa mengingat hal-hal yang kadang dilakukan Seulgi pada Sooyoung. Dari kecil aku tidak mendapatkan contoh yang baik untuk hubungan kasih sayang seperti ini, bahkan untuk bicara menyatakan isi hatiku saja aku sulit. Aku hanya bisa bicara dengan leluasa setelah aku mengenal Seulgi, ia begitu baik padaku dan entah bagaimana kami bisa sangat cocok. Tapi aku rasa Seulgi juga mengalami kesulitan selama bersamaku.” Malam ini Wendy berusaha untuk jujur tentang isi hatinya.

“Cukup sulit bagiku untuk menjalani hubungan ini, namun aku ingin mengerti hubungan apa yang sedang kita jalani ini, karena aku sangat senang menjalaninya bersamamu, dengan hanya melihat senyumanmu dan berada di pelukanmu membuatku bahagia. Hanya itu yang aku tahu Irene” ya, apa yang dikatakan oleh Wendy adalah benar, karena yang ia tahu ia sudah sangat bahagia dengan Irene di sampingnya. Tanpa sadar Irene menitikkan air matanya, Wendy tidak senang melihatnya dengan cepat ia menghapus air mata itu.

“Maafkan aku Wendy,”

“What for Irene?”

“Untuk semuanya, seharusnya aku bisa mengerti dirimu.”

“Well, tidak semua tindakanku harus kau mengerti, tentu sangat senang jika dimengerti oleh seseorang, tapi aku juga ingin mengerti dirimu.” Wendy membelai wajah Irene lembut.

“Jadi jika aku melakukan kesalahan katakan saja, jangan dipendam karena aku tidak bisa membaca isi hatimu.” Irene mengangguk sambil terus menangis di hadapan Wendy.

“Berhentilah menangis Irene, apa kata-kataku salah sehingga kau merasa harus menangis?”

“Tidak Wendy,” Irene segera menghapus air matanya.

“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” Wendy menganggukkan kepalanya.

“Malam itu di saat kita beradu argument dan aku menepis tanganmu mengapa kau begitu panic?”

“Aku teringat apa yang dilakukan omma pada appaku, ia menpis tangan appaku sebelum pergi meninggalkannya. Appa bersimpuh memintanya untuk tetap tinggal namun omma tidak memperdulikan hal itu dan pergi begitu saja. Aku takut jika kau juga meninggalkanku, karena setelah omma meninggalkan appa. Ia tidak pernah bicara padaku dan memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri dan meninggalkanku seorang diri.” Irene tidak pernah mendengar cerita ini sebelumnya dari Wendy. Ia tidak pernah tahu siapa Wendy sebenarnya, karena memang hubungan mereka dimulai dari hanya sekedar bersenang-senang saja. Ia tidak pernah tahu Wendy mengalami hal seburuk ini.

“Itu sebabnya kau tidak pernah benar-benar tahu apa itu artinya cinta?”

“Ya, hanya pesan  appa yang selalu aku ingat bahwa cinta dan harapan hanya akan melukaiku.” Irene ingat Wendy pernah mengatakan hal itu padanya dan ia sekarang tahu mengapa Wendy tidak pernah mau menjalankan sebuah hubungan yang serius pada siapapun.

Malam itu seperti tirai yang selama ini menutupi hubungan antara keduanya sudah terbuka, dan Irene sadar ia harus melakukan semuanya secara perlahan agar mereka berdua bisa menjalani hubungan ini dengan baik.

“Aku tidak bisa berjanji apa-apa padamu Irene, tapi izinkan aku untuk selalu berada di dekatmu.” Irene tersenyum mengecup bibir Wendy dengan lembut, aku tidak akan pergi dari mu Wendy.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Hai guys makasih udah baca cerita aku dan mau coment di sini. Semoga kalian suka.

Comments

You must be logged in to comment
prilly
#1
Chapter 7: Kirain ada drama orang ketiga enggak tahunya bukan. Sungguh diluar dugaan, suka deh ama ceritanya. Mkga nanti irene kagak salah paham dan wendy kasih penjelasan. Hmm kayaknya disini tuh wendy masih belajar gitu karna dia tuh agak kurang peka. Lol
ReVeLuvyyy #2
Chapter 7: Sempet takut kalo pelakor
Wann77
#3
Chapter 7: Syukurlah bukan pelakor 🤣
Wann77
#4
Chapter 6: Heh, hubungan memang harus saling terbuka dan saling pengertian...
Good job kalian... Semoga langgeng 😁
Lanjut
_SWenRene
#5
Chapter 5: Oh gosh finally! Come on wendy!
Wann77
#6
Chapter 5: Akhirnya Wendy..... Hahh...
Semoga happy terus sampai end
ReVeLuvyyy #7
Chapter 5: Finally
Jung1804
#8
Chapter 4: Kalau gini, aku pun terikut stress membaca.
Ya ampun! Apakah Wendy bener² ngak punya setitik pun perasaan kasih pasa Irene? Apa mungkin Wendy ada Alexithymia ya dimana dia langsung ngak punya perasaan atau dia sendiri ngak tau gimana mau meluahkan perasaan nya gitu?
prilly
#9
Chapter 4: Gila, bucin banget Irene sama Wendy samapi segitu dia, stress dan manultrisi. Semoga cepat banget sadarnya Wendy. Biasanya nanti gantian yang bucin tuh Wendy lol.
mellifluouswan
1693 streak #10
f