Chapter 4

Can't let you go

Setelah beberapa minggu bergelut dengan tugas akhirnya, Wendy dan Seulgi akhirnya lulus dari universitas. Pertemuan Wendy dengan beberapa rekan bisnis pamannya pun berjalan dengan lancar. Wendy mulai mendapatkan jabatan di perusahaannya, awalnya ia dan Seulgi ingin beristirahat dari kesibukan mereka namun, paman Wendy meminta ia dan Seulgi untuk mengambil alih beberapa proyek yang sedikit menantang sekaligus paman Son ingin menguji kekompakan Wendy dan Seulgi. 

“Wen, ada tamu.” Ujar Seulgi sambil mempersilahkan tamu itu untuk masuk.

“Maaf sebelumnya Wendy,” Wendy mengenal tamunya, ia adalah Park Jinyoung.

“Maaf, aku hanya bisa menemuimu di sini,”

“Ada keperluan apa kau mencari ku?” Tanya Wendy tanpa berbasa-basi.

“Irene, ia masuk rumah sakit, dan kami sudah menyerah Wendy. Tubuhnya semakin kehilangan berat badan, dan kami kahwatir jika ia tidak bisa bertahan.”

“Aku rasa tidak ada hubungannya denganku,” Sudah lama ia dan Irene tidak pernah berkomunikasi, setelah hari itu Irene benar-benar berhenti menemui Wendy. Ada sedikit kehilangan dalam diri Wendy, namun ia dapat mengalihkan perasaan itu dengan pekerjaan-pekerjaannya yang sangat membutuhkan perhatiannya. 

"Maaf, Jinyoung seharusnya kau tidak ke sini, karena kami sudah tidak lagi pernah berhubungan. Irene bukan seseorang yang harus aku khawatirkan."

“Aku awalnya tidak percaya tentang pendapat orang lain tentangmu, karena sepertinya Irene sangat memujamu. Tapi setelah berbicara langsung denganmu, mungkin apa yang orang lain bicarakan tentangmu adalah benar."

“Jika keperluanmu hanya memberikan kabar tentang Irene sebaiknya kau pergi, karena aku benar-benar tidak ingin ikut campur masalah kalian”

“Ini bukan masalah aku dan Irene Wendy, tapi ini masalah hidup dan matinya seseorang. Dan aku yakin Irene membutuhkanmu disampingnya saat ini. Sesekali ia mengigau di dalam tidurnya dan namamu lah yang keluar dari mulutnya,”Wendy sama sekali tak bergeming, ia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya harus ia lakukan.

"Han Yang Hospital, kamar 432, sebaiknya kau datang sebelum semuanya terlambat."

 Jinyoung keluar tanpa mengatakan apapun. Wendy melihat bagaimana khawatirnya Jinyoung, ia tidak seperti yang mereka katakan pikir Wendy. Tentu saja ia memiliki seimpati, namun terkadang orang-orang menyerangnya terlebih dulu dan mengharapkan lebih dari yang bisa ia lakukan. 

Wendy memutuskan untuk pergi ke rumah sakit,ia bersama Seulgi berjalan menuju kamar rawat Irene. Ia mengetuk pintu kamar itu, namu tidak ada yang membukakan pintu, Wendy langsung saja masuk dan meminta Seulgi untuk menunggu di luar dan memberitahu jika ada orang yang ingin masuk, untuk mencegahnya karena ia ingin bertatap muka langsung dengan Irene tanpa ada siapapun yang mengganggunya, dan sahabatnya itu mengerti.

Kali ini Irene membuka matanya karena ia merasa haus, ia mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang memasuki pupilnya.

“apakah aku bermimpi?” ujar Irene perlahan dengan suaranya yang sedikit parau. Wendy memandanginya dengan sangat kahwatir karena Irene banyak kehilangan berat badannya. Bisa saja Wendy menangis kali ini, namun ia tidak ingin terlihat bersedih di hadapan Irene.

“Kau tidak bermimpi Irene,” namun gadis itu tidak percaya begitu saja, ia meminta Wendy untuk mendekat ke arahnya. Ia meraba wajah yang sangat ia rindukan itu, tangan gadis itu terasa begitu dingin di wajah Wendy. Ia meraih tangan Irene yang gemetar dan menggenggamnya erat.

“Kau benar-benar di sini, dan ini bukan mimpi.” Sebuah senyum dipaksakan Irene yang sangat tak berdaya kali ini.

“Apa yang kau butuhkan.”

“Aku ingin minum.” Ujarnya lagi. Wendy segera mengambil gelas yang sudah terisi air dengan sedotan putih di dalamnya. Perlahan Irene menyesap minuman itu, agar ia tidak tersedak.

“Apa yang terjadi padamu Irene?, mengapa sampai bisa seperti ini?” Tanya Wendy pada Irene yang hanya tersenyum pada Wendy. Tangan Irene sama sekali tak Wendy lepas dan itu menambah kebahagiaan di hati Irene.

“Entahlah,” jawabnya perlahan.

“Kau tidak perlu menjelaskannya, istirahatlah. Apa kau ingin aku pergi?”

“Tetaplah di sini,” ujar Irene memohon pada Wendy. Tak lama dokter datang melihat kondisi Irene. Wendy menanyakan apa yang sebenarnya menimpa Irene. Dokter mengatakan bahwa Irene mengalami stress berat dan mall nutrisi karena ia sama sekali tak makan dan sedikit minum sehingga ia menagalami dehidrasi parah. Dokter juga menjelaskan kalau kondisi Irene sudah cukup menghawatirkan. Wendy mengangguk faham dan melihat ke arah Irene yang tertidur karena kondisi tubuhnya yang sangat lemah. Wendy menanykan kembali apa yang bisa ia lakukan untuk membuat Irene lebih baik. Dokter menjelaskan pada Wendy setiap detail mengenai kondisi Irene dan hal-hal yang mungkin bisa Wendy lakukan untuk Irene.

Wendy memberitahu Seulgi bahwa mungkin kali ia tidak kembali ke kantor untuk menemani Irene. Ia tahu kali ini Irene membutuhkannya karena tangan gadis itu tak pernah melepasnya. Seulgi mengerti dan kembali ke kantor untuk menyelesaikan beberapa tugas Wendy yang mungkin bisa ia selesaikan.

“Irene, makanlah dulu,” ujar Wendy lembut karena ia takut mengagetkan Irene yang masih tertidur. Gadis itu membuka matanya dan sangat bersyukur Wendy tak meninggalkannya. Dengan bantuan Wendy, Irene menegakkan tubuhnya. Wendy menyuapi Irene yang dengan hati-hati menelan makanan lembut yang disediakan rumah sakit. Lambung Irene tidak bisa menerima makanan itu dan langsung memuntakannya. Wendy dengan sabar membersihkan muntahan itu dan kembali berusaha menyuapi Irene, kali ini Irene tidak memuntahkan makanannya.

“Irene ah,” Jennie cukup terkejut karena sahabatnya sudah mau makan, dan seorang gadis duduk di sampingnya menyuapi Irene dengan telaten. Jennie terkejut melihat gadis yang menyuapi Irene.

“Wendy?”

“Hai,” ujar Wendy sedikit canggung berada di situasi seperti ini.

“Kami teman satu kampus” jelas Wendy pada Jennie. Irene tersenyum melihat Wendy yang sedikit salah tingkah karena pertemuannya dengan Jennie.

“Sepertinya kau lebih dari sekedar teman,” ujar Jennie sedekit curiga.

“Kami teman dekat,” ujar Wendy kembali dan tatapan matanya pada Jennie mengisyaratkan untuknya agar tidak bertanya lagi.

“Karena Jennie sudah di sini, aku rasa aku akan kembali ke kantor.” Namun Irene segera mencegah Wendy, ia masih ingin ditemani gadis itu. Irene melihat Jennie dan memohon pada gadis itu untuk meninggalkannya dengan Wendy. Sahabatnya itu tahu keinginan Irene, dan ia pun pamit dengan alasan harus bertemu dengan beberapa temannya, dan meninggalkan Irene bersama Wendy.

“Apa Jinyoung akan kemari?”

“Oppa akan kembali besok,”

“Bagaimana hubunganmu dengannya?”

“Kami sudah lama putus, namun ia tetap berusaha memperhatikanku,”

“Pria yang sangat baik, ia bahkan menemuiku untuk memberitahu kondisimu”.

“Oppa melakukan itu?” Wendy mengangguk.

“Kau harusnya menghargainya Irene.”

“Kata seseorang yang menolak cintaku?, Wendy cinta tidak bisa dipaksakan, kau menolakku, dan aku tidak bisa menerima cinta siapapun.”

“Karena itu kau memutuskannya?” Irene mengangguk perlahan.

“Mengapa kau keras kepala Irene?” Wendy membelai rambut Irene perlahan agar gadis itu menjadi lebih tenang. Sementara itu Irene hanya memejamkan matanya dan kembali tertidur karena kali ini ia benar-benar merasa aman karena Wendy berada di sampingnya. Beberapa hari Wendy menemani Irene di rumah sakit, tanpa keluh kesah, ia memperhatikan Irene dan berbicara pada dokter mengenai perkembangan kondisi Irene. 

“Kau akan ke sini lagi kan?”

“Aku akan berangkat ke Singapur untuk satu minggu maaf,”

“Tapi setelah kembali dari Singapur kau akan menemui ku kan?” Wendy mengangguk.

“Kau masih menyimpan nomor ku?” Irene segera mengangguk.

“Kau bisa menghubungi ku kapan saja,” Wendy memeluk Irene terlebih dahulu, karena ia cukup khawatir meninggalkan gadis itu karena selama ia menemani Irene ia hanya sesekali melihat kerabat Irene datang menjenguknya. Ayah Irene berada di Amerika untuk beberapa keperluan bisnis yang tidak bisa ia tinggalkan.

“Jangan lupa makan dan mengikuti apa yang dikatakan dokter, aku akan segera kembali.” Irene meminta izin pada Wendy untuk membelai kembali wajah gadis itu, dan berusaha untuk mendapatkan sebuah kecupan. Wendy segera mengecup dahi Irene yang membuat gadis itu sedikit terkejut dan sebuah senyuman hangat Wendy berikan pada Irene.

Pesan demi pesan Wendy terima dari Irene, namun terkadang ia mengabaikan pesan-pesan itu karena kesibukannya. Dan hal itu pmembuat Irene sedikit kecewa, ia kembali mengalami stress dan kehilangan nafsu makannya. Ia kembali ke kebiasaan lamanya, ia berhenti mengirimi Wendy pesan karena ia yakin tidak akan di balas oleh gadis itu.

Wendy meletakkan tubuhnya yang cukup lelah, ia melihat ponselnya dan menyadari tidak ada pesan dari Irene, ia yang cukup khawatir jika terjadi sesuatu pada Irene, mencoba peruntungannya untuk menghubungi Irene melalui video call. Beberapa kali Wendy menghubungi Irene namun tidak ada jawaban. Namun rasa khawatirnya semakin bertambah dan ia putuskan untuk kembali menghubungi Irene. Dan akhirnya Jennie menjawab panggilan itu.

“Apa Irene sedang tidur?”

“Ia sedang berada di kamar mandi.”

“Bisakah kau mengatakan kalau aku menghubunginya?”

“Tentu saja Wendy,  dan kapan kau akan kembali?”

“Pesawatku besok pagi menuju Seoul,”

“Baiklah aku akan memberitahu Irene,”

“Terima kasih Jennie.”

Seperti janjinya Wendy akan menemui Irene setelah ia kembali ke Seoul. Wendy membawa jus buah untuk Irene, karena yang ia tahu Irene belum bisa memasukkan makanan bertektur ke dalam lambungnya. Tanpa diketahui Irene, Wendy selalu mendapatkan informasi dari dokter yang merawat Irene. Wendy mendorong kursi roda Irene menuju taman rumah sakit untuk mencari udara segar.

“Aku dengar kau tidak makan beberapa hari,” Irene hanya diam.

“Maaf karena tidak membalas pesanmu, karena aku benar-benar ingin segera menyelesaikan semuanya dan kembali ke Seoul untuk menemuimu.”

“Apakah kau melakukan semua ini karena kasihan padaku?” Wendy menggelengkan kepalanya.

“Aku khawatir padamu,”

“Apa kau pernah mengkhawatirkan seseorang?”

“Ya, Seulgi,”

“Kau perduli padanya?”

“Ya, karena ia begitu penting bagiku?”

“Apa kau mengkhwatirkanku karena aku juga penting bagimu?” Irene melihat ke arah Wendy yang juga menatapnya.

“Aku tak bisa mengatakan kau penting dalam hidupku Irene, yang aku tahu saat ini aku tidak ingin kehilanganmu.”

“Karena kau merasa bersalah?”

“Irene ah, aku tidak tahu apa yang menyebabkanmu seperti ini, namun aku ingin mengambil bagian untuk merawatmu. Jadi jangan tanyakan motif ku saat ini karena aku sendiri sangat bingung.”

“Maafkan aku Wendy,”

“Kau tak perlu minta maaf Irene,” Wendy membelai wajah Irene yang masih terlihat pucat. Irene tak ingin berharap Wendy membalas cintanya namun, perhatian yang Wendy berikan membuatnya frustasi dan berharap lebih.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Hai guys makasih udah baca cerita aku dan mau coment di sini. Semoga kalian suka.

Comments

You must be logged in to comment
prilly
#1
Chapter 7: Kirain ada drama orang ketiga enggak tahunya bukan. Sungguh diluar dugaan, suka deh ama ceritanya. Mkga nanti irene kagak salah paham dan wendy kasih penjelasan. Hmm kayaknya disini tuh wendy masih belajar gitu karna dia tuh agak kurang peka. Lol
ReVeLuvyyy #2
Chapter 7: Sempet takut kalo pelakor
Wann77
#3
Chapter 7: Syukurlah bukan pelakor 🤣
Wann77
#4
Chapter 6: Heh, hubungan memang harus saling terbuka dan saling pengertian...
Good job kalian... Semoga langgeng 😁
Lanjut
_SWenRene
#5
Chapter 5: Oh gosh finally! Come on wendy!
Wann77
#6
Chapter 5: Akhirnya Wendy..... Hahh...
Semoga happy terus sampai end
ReVeLuvyyy #7
Chapter 5: Finally
Jung1804
#8
Chapter 4: Kalau gini, aku pun terikut stress membaca.
Ya ampun! Apakah Wendy bener² ngak punya setitik pun perasaan kasih pasa Irene? Apa mungkin Wendy ada Alexithymia ya dimana dia langsung ngak punya perasaan atau dia sendiri ngak tau gimana mau meluahkan perasaan nya gitu?
prilly
#9
Chapter 4: Gila, bucin banget Irene sama Wendy samapi segitu dia, stress dan manultrisi. Semoga cepat banget sadarnya Wendy. Biasanya nanti gantian yang bucin tuh Wendy lol.
mellifluouswan
1693 streak #10
f