Delapan

The Dark Whisper
Menit demi menit berlalu dalam keheningan. Tidak ada satupun yang mencoba berbicara, memecah lamunan dalam seseorang di sana. Hanya suara tarikan nafas dan isakan kecil yang terdengar di sana. Yang termuda masih betah menutup matanya, walau bibirnya bungkam membentuk garis lurus. Berusaha mati-matian menahan emosi apapun yang timbul dari dalam dirinya. Ia mencoba mengulnag-ulang informasi yang baru saja ia dengar dan terima, mencoba mencari setitik saja alasan masuk akal hingga dirinya bisa memahami keseluruhan cerita yang ia dengar. Namun, sampai detik ini usahanya belum berhasil. “Hae hyung, kau juga tahu?” “Ne.” Donghae buru-buru menjawab ketika dirasa anggukan kepalanya tidak akan bisa terlihat oleh adiknya. Pemuda itu menahan isakan yang akan kembali muncul, “Tapi aku tidak tahu kalau Rae sudah tahu. Mianhe.” “Jadi... Hanya aku yang tidak tahu?” Kyuhyun akhirnya membuka matanya, membisikkan kata-kata yang sebenarnya biasa saja, namun efeknya seperti tamparan pada kedua orang di sana. Pemuda itu menatap kedua kakaknya bergantian, entah mengharapkan apa, namun kedua kakaknya tetap terdiam. “Kyu, mianhe. Hyung bukannya tidak mau memberitahumu. Hanya saja... hyung rasa waktunya belum tepat. Lagipula hyung sedang berusaha mencari kebenaran dari semua itu.” Leeteuk mengusap wajahnya lelah. Ia menatap adiknya memohon pengertian. “Kalian memang begitu. Kalian memang selalu begitu, kan?” Kyuhyun berkata datar, “Kalian selalu membagi masalah dalam keluarga kita hanya berdua saja, tidak pernah mengikutsertakan aku juga Raekyo. Sampai kapan, hyung? Sampai kapan kau menganggap kami tidak sekuat kau dan Hae hyung? Sampai kapan kau menganggap ketidaktahuan kami sebagai sesuatu yang akan menyelamatkan kami, yang akan membuat kami nyaman? Tidak pernah ada yang salah dengan persaudaraan kita hyung, hanya ada yang kurang. Yaitu kepercayaan. Andai saja kalian percaya pada kami, andai kalian percaya pada Raekyo, dia... dia...” Donghae buru-buru berjongkok ke depan Kyuhyun yang kembali memangis, menyandarkan kepala adiknya yang tertunduk ke atas pundaknya. Pemuda itu ikut menangis sambil berulang-ulang membisikkan perrmintaan maaf pada adiknya. Meninggalkan Leeteuk termangu di tempatnya sendirian. Kata-kata Kyuhyun menohok hatinya, membuatnya berpikir ulang semua tindakannya selama ini. Apakah salah? Salahkah ia menginginkan beban itu biar ia yang menanggung saja? Salahkah ia bila menginginkan kebahagiaan adik-adiknya saja walau dirinya sendiri terluka? Salahkah ia? “Kyu?” Donghae menatap mata Kyuhyun ketika adiknya itu tiba-tiba melepaskan pelukannya dan bangkit berdiri. Pemuda itu tertegun, mata sang adik yang biasa terisi binar kejahilan dan kenakalan, kini memancarkan luka dan kekecewaan yang dalam. Donghae berusaha menggenggam tangan adiknya, namun lagi-lagi Kyuhyun menepisnya, “Kyu?” “Aku butuh waktu.” Dengan itu Kyuhyun pergi meninggalkan kedua kakaknya memandang punggungnya yang menjauh. Tidak menghiarukan Donghae yang berusaha memanggilnya kembali. “Hyung! Kyu...” “Biarkan saja, Hae. Seperti yang ia bilang, Kyuhyun butuh waktu. Ini pasti sangat berat baginya.” “Tapi, hyung...” Donghae hanya bisa terdiam, bingung, sebab kini Leeteuk juga berdiri, berjalan pergi ke arah yang berbeda dari Kyuhyun. Pemuda berwajah kekanakkan itu menghela nafas lelah. Semua ini terlalu berat baginya. Dimulai dengan rahasia kepergian sang eomma, perubahan sikap sang appa, kehilangan sang maknae, dan kini Kyuhyun kehilangan kepercayaan pada ia dan si sulung. “Hyung, aku tahu kau kadang kesal menjagaku. Aku yang tidak pernah mau menurut untuk menjaga tubuhku yang mudah sakit lebih ekstra. Leeteuk hyung juga begitu. Tapi aku tidak pernah mendengar kau dan Teuki hyung mengeluh lelah dan ingin menyerah menjagaku. Tapi hari ini, aku mengeluh, hyung. Tidak secara langsung namun dalam hati aku mengeluh. Aku merasa lelah menjaga Raekyo dan ingin menyerah terhadapnya. Apakah itu artinya aku bukan kakak yang baik? Aku tidak memenuhi kualifikasi menjadi seorang kakak? Apa harusnya aku memang ditakdirkan menjadi maknae?” Sepenggal kenangan percakapannya dengan Kyuhyun terulang kembali di kepala Donghae. Pada saat itu ucapan Kyuhyun nampak menggemaskan baginya, adiknya yang sok dewasa itu mengeluhkan perannya sebagai seorang kakak yang leleah menjaga adiknya. Namun kini, ucapan itu sama sekali tidak lagi lucu di mata Donghae. Ia sadar, bukan Kyuhyun yang gagal sebagai seorang kakak. Tapi dirinya dan si sulung. Mereka tidak pernah mengeluh lelah dengan kelakuan Kyuhyun dan Raekyo karena selama ini Donghae menganggap itu hanya kenakalan remaja biasa, yang nantinya akan menghilang seiring mereka bertambah dewasa. Intinya Leeteuk dan Donghae tidak pernah menganggap serius perilaku Kyuhyun dan Raekyo dan selalu menganggap mereka masih anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Ternyata dari dulu, memang Kyuhyun yang sadar dan menanggapi dengan serius perilaku tidak wajar dari si bungsu. Hanya dia yang mencoba mengerti dan mengeluh padanya ketika tidak bisa. Tapi lagi-lagi, termakan delusinya sendiri, Donghae menganggap ucapan Kyuhyun hanya sebuah ucapan menggemaskan. Dan kini, inilah akibatnya, Semua hancur di luar kendalinya menyisakan penyesalan yang begitu memuakkan. Donghae sadar dengan jelas, ia dan Leeteuk sudah gagal menjadi seorang kakak. * * * Tiga hari sudah berlalu sejak pemakaman Raekyo, dan kehilangan yang keluarga Cho rasakan tidak berkurang sedikitpun. Jangankan berkurang, kembalinya mereka ke rumah, tanpa kehadiran gadis itu, membuat kenangan demi kenangan menyeruak kembali, memberikan tekanan pada rasa penyesalan mereka tanpa ampun. Hal itu terutama dirasakan oleh Kangin. Kepala keluarga Cho itu terus menerus menangis, entah kapan ia terakhir tidur, dirinya sendiri tidak ingat. Hidupnya kini hanya seperti zombie, tidak ada arah dan tujuan. Tangannya tidak pernah lepas memegang erat foto si bungsu yang kini sudah tidak berbentuk di genggamannya. Tatapannya hanya berupa tatapan kosong, tidak ada pancaran kehidupan di sana. Seperti sekarang, pria itu duduk di hadapan kakak dan istrinya, sepenuhnya tidak menghiraukan tatapan tajam yang kakaknya layangkan padanya sedari tadi. Tidak juga menghiraukan tubuh kakak iparnya yang limbung karena histeris dan kini menyisakan isak tangis di wajah cantik itu. Kangin hanya benar-benar diam. “Dulu kau dengan sombongnya membanggakan diri, bisa merawat keempat anakmu dengan baik, menolak keinginanku dan istriku untuk membantu merawat keempatnya. Kini, mana sikap angkuhmu itu? Ke mana perginya otak dan hatimu?” Yesung menatap tajam sosok menyedihkan di hadapannya. Ia yang berniat menelepon untuk menanyakan kabar kemarin, berakhir mendengarkan cerita tersendat-sendat kepala maid di rumah adiknya ini tentang apa yang terjadi, tanpa pikir panjang ia langsung memesan tiket dan terbang ke sini. Harapannya bahwa semua hanya lelucon, kandas ketika ia melihat dengan mata kepala sendiri tadi pagi bahwa semua ini benar-benar terjadi. “Sh*t!!! Jawab aku, Cho Kangin!! Berhenti bersikap menyedihkan, ke mana perilaku s*alanmu selama ini?! Ke mana perginya sosok Kangin yang tega bahkan menyiksa putri kandungnya sendiri?! Ke mana br*ngs*k?!!!!” Yesung mencengkeram kerah baju adiknya kuat-kuat, memaksa adiknya menatap padanya. Kangin menurut, tidak bisa menahan satu lagi lelehan air mata di pipinya. Tapi tidak ada rasa kasihan bagi Yesung untuk adiknya, pria itu dalam emosi total. Ia mengira selama ini kehidupan keponakannya baik-baik saja, dan Kangin menepati janjinya untuk merawat keempat anaknya dengan baik walau tidak didampingi seorang istri. “Jawab Cho Kangin!! Jawab aku br*ngs*k!!!!!” “Hyung...” Kangin berbisik lirih, “Tolong bunuh aku. Bunuh saja aku.” Yesung semakin murka, ia menojok adiknya yang berbadan lebih besar darinya hingga jatuh ke lantai. Ucapan permohonan adiknya itu sama sekali tidak menyentuh hatinya. “Bunuh?! Bunuh katamu?! Setelah semua terjadi, kau meminta aku untuk mengakhiri penderitaanmu?! Karena ulahmu sendiri!? Kau meminta padaku?! Memohon?! Memang aku siapa?! Cih, kurasa kau bahkan tidak menganggap aku keluargamu, kau tidak menghubungi kami, kau tidak memberi kesempatan pada kami memberikan penghormatan terakhir pada Raekyo. Kini kau memohon bantuanku?! Untuk membunuhmu?! Aku tidak mau menjadi iblis sepertimu, kau tega apa itu tadi? Merotan? Mengacuhkan? Menyiksa bungsumu sekian tahun lamanya, dia, Raekyo... Rae... Ah!!!! Sh*t!!!!!!” Yesung meyalurkan amarahnya pada barang-barang di sekitarnya. Pria itu membanting semua yang ada di jangkauannya, menyalurkan kekesalannya. Tanpa bisa ia cegah, air mata juga menetes dari matanya. Tidak jauh berbeda dengan keadaan di ruang tamu sana, kondisi kamar Donghae juga porak poranda. Barang-barang baik yang pecah belah maupun tidak berserakan di lantai. Donghae dan Leeteuk hanya bisa duduk terdiam di atas kasur, tidak berani memandang dua sosok yang ada di hadapan mereka. Kibum bersandar di dinding, kedua tangannya terlipat di dada, wajah pemuda itu amat keras, auranya yang memang dingin menjadi semakin membekukan. Mata pemuda itu nampak merah, Kibum berusaha keras menahan perasaannya. Sementara itu kakaknya tidak sepintar itu menahan perasaannya. Terbukti dari kekacauan di kamar Donghae yang adalah ulahnya. Heechul mondar-mandir sedari tadi, tangannya mengepal erat siap menonjok siapapun yang berusaha mendekatinya. “Memang apa saja yang kalian lakukan selama ini sampai kalian tidak menyadarinya, hah?! Raekyo... Gadis itu...” Heechul kehilangan kata-katanya. Pemuda itu lebih memilih membanting pigura di atas nakas ke lantai. Kacanya berhamburan ke mana-mana hampir mengenai kaki Donghae. Namun pemuda itu tidak berani berjengit. “Chullie-ah, aku sudah berusaha. Kubilang aku sudah berusaha. Aku berusaha mencari tahu kebenarannya, aku sudah berusaha menenangkan Raekyo saat itu, aku....” “Bullsh*t!!! Kau baru berusaha hanya pada hal itu??! Lalu ke mana dirimu saat Raekyo disiksa?! Ke mana dirimu saat Raekyo mengalami depresi?! Kau setiap hari bertemu dengannya dan kau tidak menyadarinya?! Itu berarti kalian tidak perduli!!!” “Cho Heecul!” Leeteuk meninggikan suaranya, tidak mengindahkan tatapan tajam sepupu yang hanya berbeda bulan darinya itu, “Kau tidak berhak berbicara begitu! Kau tidak tahu apapun keadaan di sini! Kami sudah berusaha! Percayalah!Aku perduli ada Raekyo, pada adik-adikku. Kau tidak berhak berbicara begitu, Chullie.” “Kalau begitu di mana Kyuhyun sekarang?” “Dia di...” “Di rumah Changmin kan? Sudah 3 hari dia tidak pulang, menginap di rumah temannya itu.” Heechul memotong jawaban yang akan Leeteuk ucapkan, “Itu yang kau sebut peduli, Cho Leeteuk?” “Heechul hyung, Kyuhyun...” “Diam! Kau juga samanya! kalian benar-benar tidak punya hati. Kalian tidak becus sebagai seorang kakak!” Heechul kembali memotong ucapan Donghae yang pemuda itu yakin akan menyebutkan alasan-alasan kenapa Kyuhyun ada di rumah temannya. Donghae langsung terdiam, menunduk. “Kyuhyun, dia yang memintanya. Dia butuh waktu untuk sendiri. Maka kami membiarkannya. Itu... mungkin itu salah satu cara menyalurkan dukanya, kesedihannya. Sudah kubilang aku peduli, aku berusaha mengerti! Dan berhenti menyalahkan Donghae, dia tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa.” “Kau sungguh bodoh, Cho Leeteuk.” Heechul berkata dingin, “Aku akan menjemput Kyuhyun.” “Cho Heechul!!! Kubilang kau tidak berhak berbicara begitu! Kau hanya orang luar yang tidak tahu apa-apa!! Berhenti menyalahkanku dan Donghae! Yak! Kau...” Ucapan Leeteuk benar-benar tidak ditanggapi oleh Heechul. Pemuda itu sudah keluar dan membanting pintu kamar, meredam apapun yang Leeteuk coba teriakan. “Hyung,” Suara datar Kibum terdengar, “Kalau memang benar Kyuhyun butuh waktu sendiri, ia jelas tidak akan memilih rumah Changmin sebagai pelariannya kan? Kita semua tahu sahabat Kyuhyun itu begitu cerewet dan mudah panik tentang hal-hal yang menyangkut Kyuhyun. Dia tidak akan berhenti bertanya ribuan kali dan memaksa Kyuhyun menceritakan unek-uneknya padanya, kan?” “Bum...” “Hyung, Kyuhyun bilang butuh waktu sendiri bukan sendiri dalam artian sebenarnya. Kyuhyun hanya mengarang alasan agar kalian tidak memaksanya untuk tetap bersama kalian. Itu tandanya, Kyuhyun tidak mendapatkan kenyamanan membagi masalahnya dengan kalian. Ia lebih memilih Changmin, yang jelas-jelas tidak ada hubungan keluarga dengan dirinya. Tapi itu juga bukti bahwa Kyuhyun nyaman bersama Changmin, ia mendapatkan segala hal yang tidak bisa ia dapatkan dari kalian kakak-kakaknya. Hyung, pikirkanlah, sudah seberapa jauhkah jarak kalian sebenarnya? Sudah seberapa renggangnya ikatan persaudaraan kalian sebenarnya? Kalau aku jadi kalian, aku akan sangat mengkhawatirkan Kyuhyun. Walau Changmin peduli, tapi pemuda itu begitu mudah dialihkan dan sangat polos bukan? Dan seperti kita ketahui, Kyuhyun sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Dan kecil kemungkinan Kyuhyun membagi bebannya. Kalau sudah begitu, kalau ia sendiri sudah berada di ujung batas ketahanannya, lalu kira-kira apa yang mungkin bisa ia lakukan? Raekyo saja bisa mendapat pemikiran untuk melakukan hal itu, kalian kira Kyuhyun tidak?” Selesai berkata begitu, Kibum berjalan keluar kamar. Meninggalkan Leeteuk dan Donghae terpaku di tempatnya. * * * “Chullie, kau mau ke mana?” Suara lembut Nana, ibunya berhasil menghentikan langkah tergesa Heechul menuju ke luar rumah. “Mama, aku mau menjemput Kyuhyun. Sudah tiga hari ia tidak pulang, di rumah Changmin. Aku, aku takut terjadi sesuatu padanya.” “MWO??!!” Yesung mendelik tajam pada Kangin, satu lagi hal yang tidak ia sadari begitu sampai di rumah ini. Salah satu keponakannya tidak ada, Kyuhyun tidak ada di rumah. “Aku ikut hyung.” Kibum tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Heechul. Kakaknya itu mengangguk. “HYUNG!!!!” Suara teriakan Donghae menggema dari atas tangga. Memaksa mereka menoleh ke arah pemuda itu. Donghae berlari tergesa, ketika ia sudah sampai di hadapan Heechul, Donghae menggenggam tangan kakak sepupunya itu, “Hyung, biarkan aku ikut. Aku...Aku juga ingin menjemput Kyuhyun.” “Lepaskan! Kau kakak tidak berguna, setelah selama ini kau baru menyadarinya, huh?!” Heechul menepis tangan Donghae. Namun pemuda itu tidak pantang menyerah, ia kembali berusaha memegang tangan Heechul. “Aku tahu, aku tahu, hyung. Aku memang kakak tidak berguna. Aku bersalah. Mianhe, aku minta maaf. Aku kakak yang bodoh, aku baru menyadarinya sekarang. Tapi Kyuhyun adikku, hyung. Biarkan aku memastikan dia baik-baik saja. Biarkan aku memperbaiki kesalahanku, kumohon.” “Kau...” “Chullie-ah, Donghae benar. Biarkan dia yang menjemput Kyuhyun saja.” Nana menghapus air matanya sambil tersenyum lembut pada Donghae. Sedikit banyak ia mngerti apa yang sedang terjadi. “Tapi Mama...” “Chullie, yang Kyuhyun butuhkan saat ini adalah kakaknya. Dia mungkin sedang kehilangan kepercayaan dan mengalami kekecewaan pada kakak-kakaknya. Dan kini Donghae bisa memberikan itu pada Kyuhyun, bahwa ia masih memiliki kakak yang peduli padanya. Yang bisa berbagi beban ini bersamanya.” Nana menghampiri Donghae dan meremas pundak keponakannya dengan lembut. “Tapi aku juga kakaknya, Ma.” “Eung, kau dan Kibum memang kakaknya Kyuhyun juga. Tapi Kyuhyun tidak sedang kecewa pada kalian. Kyuhyun butuh Donghae dan Leeteuk saat ini. Kita tidak berhak mencampuri urusan itu, berilah mereka kesempatan memperbaiki segalanya, umm? Kita baru saja kehilangan maknae kita, Mama tidak mau kehilangan Kyuhyun juga.” “Terima kasih, Mama!” Donghae menangis menghambur memeluk bibinya. Walau berstatus bibi dan ponakan, tapi Donghae dan ketiga saudaranya sudah terbiasa menganggap Yesung dan Nana orangtua mereka juga, maka tidak heran panggilan mereka pada Yesung dan Nana pun sama dengan panggilan Heechul dan Kibum. “Huh, baiklah, tapi aku tetap ikut. Aku belum seratus persen mempercaiyaimu. Ayo, Bummie!” Donghae mengangguk berterimakasih, tandanya Heechul memberikan kesempatan padanya untuk memperbaiki kesalahannya kan? Ketiganya pun segera berlalu dari sana. Namun belum juga sampai pintu depan, Kibum berbalik, membisikkan sesuatu pada ibunya yang ditanggapi sang ibu dengan anggukan kepala, kemudian pemuda itu berlari menyusul kedua sepupunya yang sudah di luar rumah. Memandang suaminya yang menganggukan kepala padanya, Nana berjalan menuju ke kamar dengan pintu tertutup itu. Menghela nafas menguatkan dirinya sebelum masuk ke dalam kamar itu, kamar di mana sulung keluarga Cho itu masih juga terpaku di tempatnya. Nana menghampiri Leeteuk, berusaha menghindar dari barang-barang dan kaca berserakan di lantai yang ia seratus persen yakin adalah perbuatan putra sulungnya, wanita itu membawa Leeteuk ke dalam pelukannya. Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Leeteuk menangis dengan keras menyalurkan semua kesedihan, ketakutan dan penyesalannya. * * * Changmin membuka pintu kamarnya perlahan, tangan satunya sibuk menyeimbangkan nampan agar tidak miring dan berakhir menumpahkan isinya ke lantai. Ditutupnya pintu di belakangnya perlahan. Dirinya menghela nafas memandang sosok di hadapannya. Sosok sahabatnya. Sudah tiga hari ini Kyuhyun duduk di depan jendela kamarnya, memandang kosong pemandangan di depannya. Pemuda itu berbicara hanya seperlunya, menolak apapun yang Changmin tawarkan padanya, entah itu sebuah pelukan, genggaman hangat atau sekedar pundak untuk bersandar. Walau di malam hari Kyuhyun merebahkan tubuhnya, namun Changmin sangsi Kyuhyun benar-benar tertidur. Kantung mata sahabatnya itu menegaskan kecurigannya. Changmin mendekat, memandang sedih nampan yang sudah ada lebih dahulu di atas meja. Sama sekali tidak tersentuh. Hal yang sudah tiga hari ini membuatnya frustasi bahkan ayah, ibu juga Yunho tidak bisa memaksa Kyuhyun untuk makan. Changmin menukar nampan di meja dengan nampan di tangannya. “Kyu, kau harus makan. Kau bisa sakit.” “Aku makan kok. Namun hanya sedikit, tidak bernafsu. Tapi aku menghabiskan kuahnya kan?” Kyuhyun hanya sebentar memandang Changmin, tersenyum pada pemuda itu, lalu kembali ke depan. Hal yang sngat-sangat dibenci Changmin tiga hari ini. Kyuhyun selalu berusaha tersenyum, nampak baik-baik saja. Tapi Changmin tau lebih dari itu. “Kuah apanya,kuahnya hilang karena terserap nasi! Kau tidak lihat nasinya kini mengembang seperti apa? Kau tidak bisa memodohiku Cho Kyuhyun!” Changmin mendengus ketika Kyuhyun tertawa kecil. Tawa yang sangat tidak ikhlas menurutnya. Tawa yang dipaksakan. “Kyu, aku sahabatmu kan?” Kyuhyun terdiam kemudian mengangguk, “Bagilah denganku.” Suara Changmin terdengar putus asa. “Mmm, makanlah kalau memang kau mau, Chwang. Kau tidak perlu meminta ijin padaku.” “Bukan itu.” “Lalu?” “Bebanmu. Kesedihanmu. Penyesalanmu. Rasa frustasimu. Lukamu. Bagilah bersamaku.” Dan seperti sebelumnya, ekspresi Kyuhyun menghilang. Pandangannya kembali menjadi kosong. “Bersandarlah padaku, menangislah bersamaku. Kau akan merasa lebih baik.” Changmin mengusap air matanya yang jatuh. Sakit sekali melihat sahabatnya begini. “Kau menangis? Kenapa kau menangisiku? Aku masih ada di hadapanmu. Raekyo yang sudah pergi...” “Aku menangisi Raekyo, aku tidak menangisimu!” Changmin berpura-pura kesal. “Kau saja yang bukan siapa-siapanya bisa menangisinya. Tapi aku, aku tidak lagi bisa menangisinya. Air mata ini tidak mau keluar. Aku kakak yang tidak berguna ya.” “Kyu..” “Keluarlah Chwang! Aku mau makan! Dan aku tidak senang kau yang food monster itu memperhatikanku makan. Kau pasti akan meinta jatahku! Sana keluar!” Kyuhyun mendorong Changmin keluar kamar, menutup pintu kemudian. lagi-lagi begini, bila Changmin berusaha mengorek isi hati Kyuhyun, pemuda itu selalu beralasan begini. Padahal Changmin yakin Kyuhyun tidak akan memakan makanannya lagi, pemuda itu hanya akan kembali duduk di jendela dan memandang keluar sampai matahari berganti bulan. “Masih tidak berhasil?” Changmin membalikkan badan, menggeleng pada Yunho dan sang ibu membuat keduanya saling berpandangan khawatir. “Aku harus bagaimana, hyung? Eomma?” “Kita serahkan saja pada Donghae, Changmin-ah.” “Donghae hyung?” “Ne.” Yunho mengangguk, “Baru saja Donghae menghubungi hyung. Dia sedang kemari bersama Heechul dan Kibum juga. Donghae berkata ia akan memperbaiki semuanya.” “Benarkah?” “Ya, kita serahkan pada hyungnya ya. Kita hanya bisa mendukung dari belakang, Changmin-ah. Jangan bersedih, Kyuhyunmu pasti akan kembali.” Changmin berusaha tersenyum menanggapi ucapan sang ibu. ‘Caramel Machiatto! Carbonara! Cheese cake!! Kuharap kau segera kembali, kembali menjadi sahabatku yang menyebalkan dan suka menjahiliku.’ Changmin menatap pintu yang tertutup di hadapannya sebentar kemudian berjalan mengikuti kakak dan ibunya ke ruang depan. bantuan telah tiba, dan Changmin harap kali ini Kyuhyun benar-benar akan pulih.
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet