Dua Belas

The Dark Whisper

“...bo. Yeobo.” Kangin merasa tubuhnya terguncang-guncang. Telinganya mendengar suara sesroang memanggilnya. Kepalanya mulai berrdenyut menyakitkan, Kangin ingin diam saja kembali tertidur namun rupanya si pengganggu tidak mengurangi usahanya. Dengan bersusah payah, Kangin membuka matanya. Silau. Perlahan ia mengedikan matanya hingga menyesuaikan dengan cahaya. Tanpa sadar ia mengerang, kepalanya serasa dihantam ribuan palu. Refleks tangannya terangkat ke kepala, mencoba memijat-mijat agar rasa sakit itu hilang. Upayanya cukup berhasil sebab kini denyutan itu berkurang. “Yeobo, kau baik-baik saja? Di mana yang sakit?”

                Kangin menolehkan kepalanya, netranya menangkap sosok Hyorin yang kini memandangnya khawatir. Kenapa ada Hyorin di sini? Bukankah wanita itu sudah mengundurkan diri dan meninggalkannya? Siapa yang menghubungi agar wanita itu kembali? “Kenapa kau ada di sini? Dan ini di mana?”

                “Huh? Yeobo, kau baik-baik saja?”

                “Jawab saja, ini di mana? Dan siapa yang menghubungimu untuk kemari? Dan, dan aku belum mati? Argh!” Kangin memejamkan mata kembali sesaat setelah mengingat kalau dia baru saja tertabrak bus membuat kepalanya berdenging.

                “Yeobo, kau mabuk? Ini, tentu saja kita ada di rumah. Ini ruang kerjamu. Kau menyuruhku memanggil Kyuhyun pulang, ingat? Dan sekarang ia sudah ada di depan.”

                “Kyuhyun? Bukankah, bukankah ia ada di rumah Changmin?”

                “Ne, dia menginap di rumah Changmin malam ini, tapi tiba-tiba kau menyuruhku memanggilnya pulang. Yeobo, kau sepertinya tidak sehat, lebih baik kau istirahat saja, biar kusuruh Kyuhyun menemuimu lagi besok.” Hyorin sungguh cemas sekarang, wanita itu membantu memijat tengkuk Kangin yang kemudian ditepis pria itu. “Yeobo, sebenarnya kau minum berapa banyak? Jadi bagaimana, Kyuhyun kusuruh tetap masuk?”

                “Aku.... ya.” Hyorin hanya menghela nafas kemudian berbalik menuju ke pintu. Kangin sungguh bingung sekarang. Dia tahu ada yang aneh dengan dirinya, namun ia tidak tahu itu apa. Tapi yang jelas Kangin tidak merasa mabuk sama sekali. Bukan minuman keras penyebabnya. Sesuatu terlintas di kepalanya, dengan tergesa Kangin menyambar ponselnya dari atas meja, menyalakan layar lalu menatap terkejut apa yang ia temukan di sana.

21.16

Kubilang lakukan sesukamu, dasar g*la!! Jangan ganggu aku lagi, aku sudah membuangmu dan keempat anakmu dari hidupku, kalau kau mau menyingkirkan anakmu, kuharap dia membawamu juga ke neraka. Br*n*s*k!!

                Kangin terdiam membaca pesan terakhir di layar ponselnya, dengan gemetar mencoba menyangkal segala kemungkinan ia menekan tombol home, dan tercengang melihat informasi waktu di sana. Ini tanggal yang sama dengan saat ia chat dengan Hana, dan waktunya, Kangin kembali melirik ke penanda waktu di ponselnya.

21.46

                Kangin menelan ludah dengan susah payah. Raut wajahnya pucat pasi. Baru 30 menit, baru 30 menit sejak pesan itu ia baca. Apa maksudnya semua ini? Lalu semua kejadian mengerikan itu, itu apa? Apakah mimpi? Tapi Kangin ingat jelas semua detailnya, bahkan ia masih bisa merasakan aliran darah mengalir menuruni wajahnya saat ia tertabrak bus itu. Kangin begitu sibuk dengan pemikiranya sendiri hingga tidak menyadari Kyuhyun sudah ada di hadapannya. Pemuda itu mengerutkan kening melihatnya.

                “Appa memanggilku? Ada apa? Aku sudah ijin pada Teuki hyung akan menginap di rumah Changmin malam ini, apa Teuki hyung belum memberitahu appa?”

                “Kyu, kau... Raekyo?”

                “Raekyo? Appa memanggilku hanya untuk menanyakan keberadaan Rae?” Kyuhyun bertanya tidak habis pikir, “Dia ada di kamarnya kan.” Mata Kangin membulat, apakah benar? Ini semua apa? Kangin mencoba mencubit, menampar, memukul dirinya sendiri, dan ia merasakan sakit, berarti ini semua bukan mimpi? Atau permainan alam bawah sadarnya? Kalau semua ini benar, berarti Raekyo... bolehkah kali ini ia berharap?

                “Rae!!” Kangin segera berlari keluar ruangan, membuat Kyuhyun semakin kebingungan. Namun teriakan Kangin yang memanggil nama maknaenya memunculkan pemikiran negatif pada Kyuhyun, dia takut appa berniat menghukum Raekyo. Buru-buru Kyuhyun belari menyusul sang ayah.

                “Appa! Tunggu! Jangan appa!”

                “CHO RAEKYO!!” Kangin berlari menaiki tangga dengan kecepatan tinggi. Membuat Kyuhyun tertinggal di belakang. Rupanya teriakan pria itu amat keras, hingga membuat Donghae dan Leeteuk muncul dari kamar masing-masing. Bingung dengan apa yang sedang terjadi.

                “HYUNG!! Cegah appa!! Dia mau ke Raekyo, appa, hyung!!” Teriakan Kyuhyun mencoba menyadarkan Donghae dan Leeteuk. Kyuhyun panik, di pikirannya sekarang Raekyo akan dihukum sang ayah. Leeteuk dan Donghae yang akhirnya mengerti permintaan mendesak Kyuhyun, segera menyusul sang appa yang kini sudah membuka pintu kamar si bungsu dengan keras.

                Di dalam kamar, Raekyo berdiri dengan kaget, dirinya yang sedang asik melamun memandang bulan dari jendela kamarnya, tiba-tiba melihat sang ayah menerobos masuk ke dalam kamarnya. Tidak terluput dari perhariannya, betapa kasar dan buru-buru Kangin menyentak pintu kamarnya terbuka. Refleks gadis itu mundur menjauh, sedikit ketakutan dan bingung, kesalahan apa lagi yang kini ia perbuat? Belum sempat Raekyo menemukan jawaban, baru saja Leeteuk dan Donghae disusul Kyuhyun berdesakan masuk ke dalam kamarnya, tiba-tiba Raekyo merasakan tubuhnya dipeluk erat. Kangin memeluk Raekyo amat erat, menangis sambil menggumamkan nama Raekyo berulang-ulang. Tidak ada yang berani bergerak, semua nampak seperti terlalu cepat untuk mereka pahami.

                “Rae... Cho Raekyo.. Anak appa.. Maafkan appa. Maafkan appa. Appa minta maaf.” Kangin menangis tersedu-sedu di pelukan bungsunya.

                “A-appa?” Raekyo memberanikan diri memanggil sang ayah. Semua masih membingungkan untuknya.

                “Ne, ini appa, nak. Raekyoku, appa sungguh minta maaf. Appa sudah jahat padamu. Appa menyesal.” Kangin melepaskan pelukannya, menangkup wajah si bungsu dengan kedua tangannya, “Jangan pernah pergi, jangan pernah tinggalkan appa. Appa tahu appa bodoh, appa jahat, appa sungguh menyesal, Rae.”

                “Appa, ada apa ini?”Leeteuk, Donghae dan Kyuhyun mendekat. Raut wajah mereka juga sama bingungnya dengan Raekyo.

                “Anak-anakku. Kemarilah! Cho Leeteuk, Cho Donghae, Cho Kyuhyun, Cho Raekyo. Anak-anak appa. Appa sungguh minta maaf. Appa menyesal.” Kangin membawa keempatnya kini dalam pelukannya. Kembali menangis terisak.

                Lama mereka tetap dalam posisi sama, hingga Kangin akhirnya bisa menangkan diri. Pria itu melepaskan pelukannya, menghadap keempat anaknya dan tersenyum.

                “Appa, terrjadi sesuatu?” Donghae memberanikan diri bertanya. Mereka berempat butuh jawaban, semua tingkah laku sang ayah nampak tidak normal.

                “Mm-hm. Terjadi sesuatu. Entah mimpi atau bukan, tapi appa bersyukur, siapapun yang membuat ini terjadi, appa ingin berterimakasih, appa diberi kesempatan kedua. Appa sungguh bersyukur. “ Kangin mengambil tangan Raekyo dan menggenggamnya, “Rae, kau pasti menderita selama ini. Semua karena appa. Semua salah appa. Maafkan keegoisan appa. Appa sungguh menyesal. Appa berjanji mulai sekarang appa tidak akan begitu lagi, appa tidak mau kehilangan kalian. Mau, maukah kalian memaafkan oang tua ini?”

                Sejenak tidak ada yang menjawab. Leeteuk, Donghae dan Kyuhyun saling berpandangan. Sementara Raekyo, untuk pertama kalinya hatinya menghangat. Inilah yang selalu ia tunggu selama ini, pelukan ayahnya, hangat tangan sang ayah menggenggam tangannya, ucapan permohonan maaf atas penderitaanya selama ini. Inilah yang Raekyo inginkan, inilah keinginannya selama ini. Dan ketika benar-benar terwujud, rasanya sangat sulit dipercaya hingga ia merasa tengah bermimpi.

                “Appa mengerti. Pasti.... sulit untuk kalian selama ini. Dan appa dengan tidak tahu malu memohon maaf dan menuntut untuk dimaafkan. Appa sadar dosa apa sudah terlalu besar dan...” GREB! Kalimat Kangin terpotong sebab Raekyo kini menghambur memeluknya sangat erat, Gadis itu menangis namun tersenyum amat lebar, memeluk tubuh ayahnya. “Rae? Kau... memaafkan appa?”

                “Ya, aku memaafkanmu appa. Aku sayang padamu.” Raekyo berbisik masih sambil tersenyum lebar. Perasaannya sangat lega. Semua beban berat yang ia pikul selama ini seakan menghilang tertiup angin. Tidak ada keraguan dan dendam dalam hatinya, Raekyo selalu berjanji dalam doa-doanya setiap malam, asal ia diberi kesempatan memeluk dan dipeluk sang ayah, ia akan membuang perasaan menderitanya selama ini, tidak akan pernah mengingat-ingat lagi segala sakit yang ia terima. Dan kini Raekyo menepati janjinya. Lagipula ini semua jauh melebihi ekspektasinya, sang ayah tidak hanya memeluk dirinya, tapi ayahnya berjanji akan berubah dan pria itu memohon maaf padanya. Bagaimana bisa Raekyo berkata tidak? Memaafkan adalah langkah pertama menuju kesembuhan kan?

                “Terima kasih, Rae. Sungguh terima kasih, appa sayang padamu.” Melihat itu, Leeteuk, Donghae dan Kyuhyun akhirnya sadar, sang ayah bukan berlaku begini karena mabuk, sesuatu memang telah terjadi dan membuat ayah mereka berubah. Mereka saling berpandangan, kemudian tersenyum lebar, ikut menghambur memeluk Kangin dan Raekyo. Kangin melebarkan tangannya, memaksa keempat anaknya muat dalam rengkuhannya. Walau mereka saling tumpang tindih, walau terasa sesak, namun tidak ada yang protes. Mereka semua terseyum bahagia.

 

* * *

 

                Kangin tersenyum lebar menatap tamunya, ia membukakan pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk. Wanita  itu melangkah ragu. Kini mereka duduk berhadapan, sang wanita menatap tajam tuan rumah mereka, terlihat sangat tidak nyaman berada di sana.

                Kangin membalas tatapan Hana dengan santai, menikmati raut wajah cantik istrinya yang amat ia cintai. Kangin tidak berbohong dengan perasaanya, ia tulus mencintai wanita tersebut. Tapi Hana tidak pernah sekalipun membalasnya, dan Kangin baru sadar mungkin ini semua terjadi adalah karma tindakannya juga.

                “Jadi, apa yang mau kau bicarakan? Kenapa menyuruhku kemari?” Dingin, nada bicara itu amat dingin.

                “Hana-ya, aku selalu mencintaimu, kau tahu itu kan? Apakah tulusnya perasaanku tidak perrnah sampai ke hatimu?”

                “Cukup, Kangin-ssi. Kalau ini inti pembicaraanmu, maka kita sudahi saja.” Hana berdiri tergesa.  “Aku melepasmu. Maafkan aku, Hana.” Kangin menyodorkan sebuah amplop cokelat ke hadapan Hana. Memaksa wanita itu kembali duduk dengan terpaksa dan membuka isinya. Ketika mengeluarkan kertas di dalamnya, mau tidak mau Hana terkejut. Kangin meminta cerai padanya, “Sesuai keinginanmu, aku melepasmu. Hubungan kita dari awal memang tidak akan berrhasil. Sakit rasanya menjadi sosok yang satu-satunya berjuang. Jadi, mari kita akhiri saja.”

                “Setelah sekian lama akhirnya kau mengabulkan keinginanku, Kangin-ssi.”

                “Ya, aku telah merasakan kematian, ini hidup keduaku, aku akan memanfaatkannya dengan hidup bahagia.” Kangin tersenyum melihat Hana mengerutkan kening, “Jangan khawatir, Hana-ya, ah Hana-ssi, aku akan membagi adil untukmu. Rumah ini, akan kuberikan padamu beserta segala isinya. Perusahaanku juga. Aku akan pindah dari sini.”

                “Aku tidak butuh hartamu! Berikan saja keempat anakku. Dan jangan berpikir aku akan tergoda dengan seluruh hartamu, ambil saja, aku tidak butuh, aku hanya ingin keempat anakku ikut denganku. Aku lebih berhak. Aku ibu mereka.”

                “Ya, kau memang ibu mereka, dan aku juga tidak akan menghalangi tentang hal itu. Aku akan melepas hak asuhku pada keempatnya. Jujur, selama ini aku menyiksa keempatnya, terutama Raekyo, aku sering merotannya, memukulnya, menyakiti hatinya. Dan, dan karena perbuatanku, Raekyo mengalami stress. Dia...” Kangin memejamkan matanya, sulit menerima apa yang telah bungsunya alami karena perrbuatan dirinya, “Dia mengidap self injury. Dan itu karenaku. Aku bukan ayah yang baik. Jadi akan kuserahkan mereka padamu.”

                “APA??! Apa kau bilang?! Kau menyiksa mereka?! Menyiksa Raekyo?!” Hana berdiri dengan marah, mendengar pengakuan dari Kangin, dia tidak habis pikir, manusia macam apa yang sekejam itu?  

                “Aku menyesal, Hana-ssi. Saat itu kulakukan karena aku ingin memancingmu kembali. Siapa tahu dengan berbuat begitu kau akan merasa kasihan pada anak-anakmu dan membuang egomu, kembali hidup bersamaku. Menjadi istriku. Tapi sekarang aku sadar, perbuatanku amat jahat dan salah. Aku sungguh menyesal.”

                “Kau binatang!! Ayah macam apa kau!!” Kangin hanya diam ketika Hana menunjuk-nunjuk dirinya sambil memaki. Kangin tahu dia sebenarnya pantas mendapatkan yang lebih buruk dari sekedar makian.

                “Ada apa ini?” Suara interupsi menghentikan makian Hana. Wanita itu memandang keempat anak yang paling ia rindukan kini berdiri tidak jauh dari pintu masuk rumah. Mereka berdiri bersisian dalam diam, kantung belanja tersemat di tangan masing-masing. “Appa, kau menyuruh eomma kemari?”

                “Teuki-ah, kalian sudah pulang?” Kangin terlihat bingung, raut wajahnya nampak terrtangkap basah. Padahal Kangin sudah merencakan menyuruh keempat anaknya pergi dari rumah dengan alasan mereka harus belanja bulanan, agar memberi waktu untuk Kangin menyelesaikan urusannya dengan Hana. Juga pria itu berniat setelah menyerahkan segalanya terrmasuk hak asuh keempat anaknya, ia akan pergi ke Jepang, ke tempat kakaknya. Ia merasa tidak pantas untuk masih tinggal bersama mereka, setelah mengingat kembali kelakuannya selama ini. Namun, keempatnya kembali begitu cepat, ini di luar rencananya. “Kalian... Ah iya, ini eomma kalian . Appa... Appa butuh menyelesaikan urusan dengan eomma kalian.”

                “Urusan apa?” Kyuhyun menaruh kantung belanjaan yang digenggamnya begitu saja di lantai, berjalan ke arah kedua orang yang menatap mereka dengan pandangan berbeda, pemuda itu mengambil amplop cokelat di atas meja, membaca isi dan fungsi masing-masing kertas. Semakin ke belakang, semakin Kyuhyun terdiam dengan raut wajah marah, ditambah seluruh dokumen tersebut telah distempel tanda tangan oleh ayahnya, “Appa, kau merencanakan semua ini?!”

                “Dokumen apa itu, Kyu?” Donghae maju dan mengambil alih kertas itu. Kyuhyun menatap wajah appanya yang semakin telihat merasa bersalah. Leeteuk dan Raekyo yang penasaran ikut mendekat. Tidak menghiraukan Hana yang kini melihat mereka dengan pandangan merindu. Bahkan wanita itu sudah menitikkan air matanya. Sudah begitu lama, sudah sangat lama ia tidak melihat keempat anaknya dari dekat. Dan mereka sudah tumbuh besar.

                “Apa isinya oppa?”

                “APPA BERNIAT MEMBUANG KAMI??!” Donghae melempar kertas ditangannya ke lantai, memandang marah pada sang ayah yang kini pucat pasi.

                “Mwo?” Leeteuk buru-buru memungut ketas di lantai dan membacanya berdua dengan Raekyo. Setelahnya hanya keheningan di sana.Kangin membuang wajahnya, tidak berani membalas tatapan keempat anaknya.

                “Leeteuk, Donghae, Kyuhyun, Raekyo.” Suara feminin terdengar, mengalihkan pandangan keempatnya, “Kalian sudah besar, eomma kangen sekali.” Hana mendekat pada keempat anaknya, hampir meraih mereka, namun sontak wanita itu terkejut, keempatnya mundur serentak, menghindar.

                “Eomma pulanglah, lupakan perkataan appa barusan. Appa sedang tidak sehat.” Leeteuk menyobek-nyobek semua kertas di tangannya membuat kedua orang tua di sana terkejut.

                “Teuki-ah! Apa yang kau lakukan?” Kangin mencoba menyelamatkan kertas yang belum terobek anak sulungnya, namun Kyuhyun tiba-tiba berdiri dihadapannya.

                “Apa yang sebenarnya appa coba lakukan?” Nada suara Kyuhyun amat dingin, “Appa berrniat membuang kami, sama seperti eomma?”

                “Kyuhyun-ah!” Kangin menegur Kyuhyun dan sontak menatap Hana. Wanita itu menutup mulutnya karena terjkejut. Ucapan Kyuhyun menusuk hatinya.

                “Aku tidak... Eomma tidak...” Hana menenangkan dirinya, “Kyu, eomma tidak perrnah membuang kalian.”

                “Ya, jelas eomma membuang kami. Eomma memilih orang lain daripada kami. Kau begitu egois eomma, kau bahkan tidak perrnah memikirkan perasaan kami.” Leeteuk memandang tajam sang eomma. “Pulanglah eomma, lupakan kami sebagaimana kau telah hidup selama ini. Kami tidak akan ke mana-mana, kami akan tetap bersama appa.”

                “Tapi... tapi... Dia jahat! Dia telah menyiksa kalian! Dia menyiksa Raekyo hingga Raekyo sakit mental. Apa itu tadi? Self injury! Dia yang jahat di sini! Eomma tidak pernah membuang kalian, eomma tidak merasa seperti itu. Eomma hanya belum menemukan waktu yang tepat untuk membawa kalian. Percaya pada eomma, percayalah pada eomma. Rae, kau yang paling tersiksa kan, kau yang selalu disakiti, ini kesempatanmu bebas, ikutlah bersama eomma. Mau kan nak? Rae?” Semua mata tertuju pada Raekyo yang sedari tadi terdiam. Kangin menutup matanya pasrah, ia sudah bisa menebak akhirnya, walau ia sudah memohon ampun, walau sejak semalam Raekyo lebih dekat padanya, namun Kangin tidak bisa pungkiri, tidak ada luka yang bisa sembuh dalam semalam. Dan Kangin tidak pernah bisa mengira-ngira seudah sebusuk apa luka hati maknaenya itu.

                “Eomma... Eomma tidak mau meminta maaf?” Jawaban Raekyo membuat kening Hana berkerut.

                “Meminta maaf?”

                “Ne, meminta maaf. Pada kami? Pada appa?”

                “Untuk apa eomma meminta maaf?” Hana terkekeh, merasa geli dengan pertanyaan Raekyo, “Bukan eomma yang salah di sini, kenapa eomma harus meminta maaf?”

                “Begitu ya. Pulanglah eomma, kau sudah dengar perkataan Teuki oppa tadi, kami akan tetap bersama appa.”

                “Rae!” Kangin dan Hana berteriak terkejut. Hana yang kebingungan dan Kangin yang tidak menyangka Raekyo akan memutuskan tetap bersamanya. “Tapi, apa kesalahan eomma? Eomma tidak bersalah, Rae.”

                “Benarkah? Lalu kalau begitu kutanya, kenapa eomma tidak membawa kami sekalian waktu itu? Kenapa baru sekarang eomma seolah sangat merindukan kami dan ingin kembali hidup bersama kami berempat. Kenapa tidak dari dulu? Ah, eomma pasti merasa kami akan merepotkan ya? Eomma pasti takut kehadiran kami mengganggu keharmonisan keluarga baru eomma dengan orang yang eomma cintai itu kan? Dan sekarang eomma kembali untuk apa? Apa orang itu sudah meninggalkan eomma?”

                “Cho Raekyo! lancang sekali....” Tangan Hana yang sudah terayun mau menampar Raekyo, dicekal dengan kuat oleh Kyuhyun. Pemuda itu memegang tangan Hana dengan kuat, pandangannya menggelap.

                “Jangan sekali-sekali berani menyakiti adikku.”

                “Lepaskan, Kyuhyun! Kenapa kalian semua jadi begini? Ini pasti hasutan Appamu itu kan? Apa yang ia janjikan pada kalian sampai kalian membelanya seperti ini? Justru kalian harus membencinya! Kalian harus membenci appa kalian! Dia menyiksa kalian sekian lama, dia yang jahat, kenapa jadi eomma yang kalian salahkan?!”

                “Kesalahan eomma adalah karena eomma meninggalkan kami tanpa memikirkan perasaan kami. Eomma memilih ego eomma sendiri. Dan eomma tidak terpikir untuk meminta maaf akan hal itu. Eomma tidak berpikir eomma melakukan kesalahan. Walau appa bersalah, walau lama baru appa tersadar, tapi hal pertama yang appa lakukan adalah appa meningggalkan gengsinya, dia meminta maaf, memohon pada kami dan menyesal. Appa memang bersalah, tapi tahukah eomma di balik itu semua niatan appa hanya ingin agar eomma kembali. Tidak hanya demi dirinya, tapi demi kami juga. Appa tidak ingin kami tumbuh dewasa tanpa kehadiran seorang ibu. Appa melakukannya dengan niat baik, walau memang caranya salah.” Dengan itu Kyuhyun menggandeng tangan Raekyo lalu berlalu dari sana.

                “Eomma, kesalahan eomma yang terakhir adalah, eomma menyuruh kami membenci appa. Ibu macam apa yang menyuruh anak-anaknya untuk membenci ayah mereka sendiri? Asal eomma tahu, selama ini appa tidak pernah sekalipun menghasut atau melontarkan permintaan pada kami untuk membenci eomma. Dan benar kata Kyuhyun, appa bahkan memikirkan cara agar eomma kembali. Appa yang sangat mencintai eomma, tidak pernah sekalipun mengungkit atau membenci eomma karena telah meninggalkannya, berselingkuh bersama pria lain padahal status eomma dan appa masih suami istri. Appa hanya memikirkan satu hal, ia ingin eomma kembali, ke sini, demi kami juga.” Donghae menghela nafasnya, “Pergilah eomma, pulanglah ke rumahmu. Jangan temui kami lagi.” Donghae pun menggandeng sang ayah untuk ikut bersamanya, di susul Leeteuk kemudian.

                Di tengah jalan, Donghae menoleh ke belakang, melihat Hana mengambil tasnya terburu dan melangkah keluar rumah. Donghae tersenyum sinis, bahkan ibunya itu tidak berusaha mengejar dan menghentikan mereka. Berarti memang posisi mereka di hati ibunya itu ada di mana? Donghae tidak lagi melihat ke belakang, benar kata Kyuhyun, seperti Hana yang telah membuang mereka demi keegoisannya, begitu pula mereka sudah tidak lagi merasakan arti kehadiran Hana dalam hidup mereka.

 

* * *

 

                “Jadi... Apa maksudnya semua ini?” Yesung melongo menatap kelima orang yang duduk manis di hadapannya. Ini masih subuh, dirinya kaget setengah mati bel rumahnya berrbunyi bahkan sebelum matahari terbit. Tentu saja hal itu membuat istri dan kedua anaknya terbangun juga. Dengan was-was, takut perampok, Yesung membuka pintu, menyembunyikan pentungan baseball di belakang punggungnya. Di belakangnya, Heechul dan Kibum juga bersiap, Kibum memasang kuda-kuda andalannya dan Heechul menggenggam payung. Nana memperhatikan dengan raut khawatir agak jauh ke belakang, tangannya menimang ponselnya bingung antara harus menelepon polisi atau tidak. Dan setelah pintu dibuka, terpampanglah lima orang yang berdiri berjajar di depan, lengkap membawa koper segunung dan macam-macam barang bawaan lainnya. Jadi di sinilah sekarang Kangin dan keempat anaknya duduk manis, dilatari dengan bawaan mereka yang segunung.

                “Hyung,” Kangin memasang senyum terbaiknya, “Ijinkan kami tinggal di sini ya? Sebulan saja? Aku sudah menjual rumahku di sana, sampai rumah itu terjual, ijinkan kami menumpang. Sambil aku juga mencari rumah di sini.”

                “Kalian pindah ke Jepang?” Heechul menyarakan kekagetannya.

                “Dijual? Tapi kenapa?” Yesung mengernyit bingung.

                “Panjang ceritanya, hyung. Dan juga Raekyo perlu terapi, dan kenalanku yang profesor itu ada di Jepang. Jadi kurasa ini keputusan tepat.”

                “Mwo? Terapi? Memang Raekyo sakit apa?” Nana yang terkejut bahkan sudah menghampiri Raekyo, memaksa keponakannya itu berdiri. Wanita itu memperhatikan seksama, tidak ada luka di sekujur tubuh Raekyo.

                “Ah... itu...”Raekyo bingung harus menjawab apa.

                “Cho Kangin?” Yesung menatap tajam adiknya, meminta penjelasan. Kyuhyun dan kedua hyungnya menghela nafas, mereka sudah siap. Mereka sudah memikirkan skenario ini semalaman di pesawat. Tapi appa mereka memaksa agar mereka jujur saja. Dan Kyuhyun tahu jelas apa yang akan terjadi.

                Dan benar saja, setelah Kangin menceritakan apa yang terjadi selama ini, Yesung murka. Hyungnya itu memaki-maki Kangin sudah dua jam lebih. Menceramahinya ini itu bahkan mulai menguliahinya tentang pendidikan mengasuh anak. Heechul dan Kibum hanya diam, tapi raut muka mereka juga kesal. Nana sudah memaksa Kyuhyun menyingkir, duduk di sebelah Raekyo, menggenggam tangan gadis itu erat. Hatinya yang lembut itu merasa tidak tega, dari cerita adik iparnya saja sudah mengerikan, bagaimana perasaan Raekyo selama ini? Jadi luka yang dimaksud bukan luka luar, tapi luka dalam. Psikisnya yang terluka.

                “Papa, sudahlah. Kasian appa. Lagipula appa sudah meminta maaf dan menyesal.”

                “Ya, Rae benar, papa. Sudah berhenti. Papa mengerikan sekali, sih?” Kyuhyun ikut menggerutu. Namun buru-buru bersembunyi di belakang punggung Donghae ketika Yesung mendelik padanya.

                “Lalu kenapa samchon berubah pikiran?” Kibum bertanya penasaran. Ada part yang tidak sinkron di dalam cerita Kangin. Masa pamannya itu tiba-tiba tersadar dan menyesal. Pasti ada penyebabnya kan?

                “Benar juga, aku tidak kepikiran sebelumnya.” Leeteuk mengangguk, dirinya juga penasaran. Ditatap begitu oleh semua orang di sana, Kangin jadi salah tingkah.

                “Ehm, tapi jangan menganggapku gila ya. Sebenarnya.....” Selesai bercerita, tidak ada yang berbicara. Semua mencoba mencerna cerita Kangin dengan seksama. Semua diceritakan secara  mendetail hingga semua merasa itu terlalu jelas untuk disebut sebagai mimpi. Kibum yang memang peka, menyadari gelagat Raekyo yang nampak aneh. Sepupunya itu nampak gelisah.

                “Rae? Kau baik-baik saja?”

                “Aku...” Raekyo menunduk, menghindari tatapan Kibum padanya, “Aku baik-baik saja, oppa.”

                “Kau....” Kyuhyun melihat keraguan adiknya, dan seketika pikiran buruk terlintas, “Kau tidak berrpikir untuk benar-benar bunuh diri kan?”

                “Aku...”

                “Rae?” Nana mengangkat dagu Raekyo, memaksa gadis itu melihat tatapannya.

                “Sejujurnya... aku menyimpan satu di lemariku, mama. Aku... aku sudah berpikir sejauh itu. Mianhe.”

                “Mwo??!!! YAK!! Cho Raekyo!!!” Heechul berdiri dengan kaget. Bukan hanya dirinya, Yesung bahkan Leeteuk dan kedua adiknya juga. Mereka tidak menyangka bahwa sudah separah itu. Kangin di sisi lain, terperangah, di pucat pasi, bisa jadi semua itu jadi kenyataan.

                “Kau harus berobat! Kapan temanmu bisa mulai, Kangin-ah? Aku tidak mau tahu, Rae harus sembuh!” Yesung akhirnya memecahkan kesunyian yang menggantung di antara mereka.

                “Jangan pernah berpikir begitu lagi, eoh? Ada kami di sini. Ada aku. Kenapa kau tidak pernah meminta tolong padaku, Rae? Kau anggap apa kami sebenarnya?” Kyuhyun berjongkok di hadapan adiknya, memegang tangan Raekyo yang terasa dingin. Raut muka gadis itu nampak menyesal.

                “Mianhe, oppa. Aku hanya tidak ingin menjadi beban.”

                “Kau adikku, tidak pernah kau menjadi beban untukku, untuk kami. Pokoknya jangan pernah berpikir begitu lagi. Bagilah denganku, semuanya. Kesenanganmu, kesedihanmu, duka, bahagia. Ini permintaan Rae, bukan nasihat.” Kyuhyun tersenyum kecil melihat Raekyo mengangguk.

                “Dasar gadis bodoh, kalau memang kakak-kakakmu tidak bisa diandalkan, kan ada aku dan Kibum. Berpalinglah pada kami! Kami kakakmu juga tahu!” Heechul menjitak kepala Raekyo main-main.

                “Yak, Heechul hyung, apa maksudmu kami tidak bisa diandalkan?” Donghae berseru tidak terima.

                “Tidak bisa diandalkan. Lemah.” Heechul mengerling jahil, membuat Donghae semakin mencak-mencak mendengarnya.

                “Bisa bicara begitu, padahal kau juga tidak bisa diandalkan, hyung. Aku harus mandiri dan dewasa sebelum waktunya, sebab kau tidak pernah mengurusiku. Kau lebih mementingkan merawat kulit wajahmu itu. Seperti yeoja saja.” Kibum geleng-geleng kepala tidak menghiaukan ekspresi terkejut Heechul pada adiknya.

                “Wow. itu kalimat tepanjang yang perrnah kudengar darimu, Bum hyung.” Kyuhyun mengacungkan jempolnya, “Kau dengar itu Chullie-ah? Urusi adikmu! Jangan urusi adik orang lain dulu.”

                “Kyuhyunie, kyuhyunieku sayang. Kau? Chullie-ah? Rasanya ada yang aneh yaa dari situ?” Heechul menyeringai buas, membuat Kyuhyun mundur sambil mengangkat tangannya, “Kemari kau bocah setan! Akan kuberi pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan seumur hidup!” Sayang Kyuhyun kalah cepat dari Heechul. Pemuda itu kini sudah menghujani Kyuhyun dengan kecupan-kecupan basah di seluruh wajah adik sepupunya itu. Kyuhyun yang meronta merasa percuma, tenaga Heechul sangat besar. Sementara yang lain sibuk menikmati pembantaian seorang Cho Kyuhyun.

                “AMPUN!!! KAU MENODAIKU, HYUNG!! AMPUN!! MAMAAAAAAAAA!!!!”

 

* * *

 

                Kangin dan keenam bocah baru saja jalan keluar dari sebuah restoran. Bocah? Ya begitu sebutannya pada keempat anaknya dan dua keponakannya yang kelakuannya memang benar-benar seperti anak kecil. Tidak perduli tempat dan waktu mereka selalu saja saling menggoda, bertengkar, tertawa, berkejar-kejaran, sungguh membuat pusing. Dan Kangin jadi menyesal membiarkan Yesung dan Nana tidak ikut, tahu begini ia akan menyeret kakak dan kakak iparnya agar ikut malu bersamanya jadi tontonan semua orang ke manapun mereka lewat. Ya walau ia akui tidak semua sih, Kibum yang terkenal dingin itu nampak berjalan dengan tenang, namun sadar tidak sadar semua kericuhan justru dia provokatornya. Seperti sekarang, Donghae, Kyuhyun dan Raekyo berlari karena Heechul dan Leeteuk mengejar mereka sambil berteriak-teriak karena habis diejek tua dan sudah berkeriput. Kibum nampak senyum-senyum melihat kelakuan saudaranya, padahal dia duluan tadi yang tiba-tiba membahas umur. Benar kan, Kibum itu komya! Kangin yang tertinggal sendiri di belakang hanya bisa geleng-geleng kepala.

                “Kau mau ikut ke rumahku tidak?” Tiba-tiba Kangin berhenti berrjalan, suara itu sangat tidak asing di telinganya. Nada bicaranya juga seperti Kangin pernah mendengarnya. Pria itu celingak-celinguk ke sana kemari, mencari sumber suara. Dan itulah dia, tidak jauh dari sana berdiri seorang wanita yang sedang berbicara dengan gadis kecil. Gadis kecil itu sibuk menarik-narik baju sang wanita hingga wanita itu berjongkok menyamakan tingginya. Gadis itu tersenyum lebar, baju pinknya berkibar tertiup angin, “Jadi kau mau ikut tidak? Rumahku sangat luas, ada sungainya loh.”

                “Yak gadis kecil, panggil aku ahjumma, tidak sopan memanggil ‘kau’.” Wanita itu geleng-geleng kepala. Sedangkan gadis itu hanya mengangkat bahu acuh. Kangin ingat gadis itu, gadis itulah yang menyebabkannya tertabrak truk di mimpinya. Namun sekarang ia menjadi sosok nyata?

                “Hei, adik kecil!!” Kangin berteriak memanggil. Wanita yang sedang berbicara dengan gadis itu berdiri, membungkuk pada Kangin lalu berlalu dari sana. Mungkin menyangka Kangin adalah ayah dari gadis itu. Kangin mempercepat langkahnya, hingga tiba di hadapan sang gadis. Gadis itu merengut kesal, kegiatannya terganggu. “Kau, kau mengingatku?”

                “Siapa?” Gadis itu memasang muka polos, namun dari kerlingan matanya Kangin tahu bahwa gadis kecil itu tahu sesuatu, “Memang kamu siapa?”

                “Kau, siapa kau sebenarnya?”

                “Aku? Omo!!” Gadis itu nampak tekejut melihat ke belakang Kangin, sontak pria itu menoleh dan mendapati Raekyo memandanginya dengan raut wajah khawatir. Ada Kyuhyun dan kakak-kakaknya juga di belakang Raekyo.

                “Appa? Kau sedang apa?”

                “Huh? ah appa hanya bertemu gadis ini...” Kangin berbalik dan melotot, tidak ada jejak gadis kecil itu lagi di hadapannya. Bahkan ia mengedarkan pandang ke sekeliling, namun tidak nampak gadis itu di mana-mana. Padahal jalanan ini begitu terbuka, tidak akan ada tempat untuk bersembunyi, “Loh, ke mana....”

                “Gadis? Apa baik-baik saja? Dari tadi appa hanya sendirian.” Raekyo benar-benar khawatir sekarang. Apa appanya mabuk? Tapi seingatnya sang ayah hanya meminum teh di restauran tadi. Tidak mungkin mabuk teh kan?

                “Huh?” Kangin menggarukkan kepalanya bingung, “Benar tidak ada apa-apa tadi? Gadis kecil berambut panjang, memakai baju terusan wana pink?”

                “Appa, kau membuat kami takut! Appa melihat hantu?” Kyuhyun mengusap-usap lengannya yang mulai merinding, “Hyung, ayo pulang. Jangan sampai gadis itu ikut sampai ke rumah kita, hih, amit-amit.”

                “Ah, mungkin appa salah, ayo pulang. Appa sepertinya melamun. Mianhe.” Kangin tersenyum mencoba meyakinkan keenamnya. Mereka pun melanjutan perjalanan walo dalam hati Kangin tahu bahwa gadis itu tadi nyata. Sesekali Kangin menoleh ke belakang, berharap melihat gadis itu lagi, namun nihil. Hatinya terus bertanya-tanya kalau gadis itu nyata, berarti kejadian yang selama ini ia anggap mimpi itu juga nyata? Seberapa keras Kangin berrusaha mencari alasan, ia tetap tidak bisa mengenyahkan pertanyaan dalam pikirannya, siapa gadis itu sebenarnya?

 

* END *

 

                Jadi, menurut kalian siapa gadis itu sebenarnya? J

 

Terima kasih untuk semua yang selalu mendukung, menyemangati, memberi vote dan komen agar author melanjutkan FF ini.

Terima kasih sudah bersama author dari prolog sampai epilog.

Kalau author mau bikin FF baru, ada idekah mau tentang apa dan siapa? Boleh komen ya.

Sampai jumpa di FF berikutnya, Babay....

 

 

SUPER EPILOG.......

                Pemuda itu menyandarkan tubuhnya di ruang kerjanya, pikirannya berrkelana ke mana-mana. Keningnya berkerut dalam, tanda ia tengah berpikir keras. Sebuah dokumen terpampang berantakan di atas meja kerjanya, ia melirik sekilas ke atas kertas tersebut, memandangi tulisan tangan dan tanda tangan yang ia bubuhkan di sana. Bukan, dokumen itu bukan dokumen sepenting rahasia negara, bukan juga menyangkut hidup matinya atau perjanjian dengan mafia. Dokumen itu berisi tanda terima pengambilan stok rumah sakit.

                Pemuda berdimple itu memejit keningnya lelah, semakin dipikirkan semakin aneh jadinya. Dalam dokumen itu jelas dirinya mengambil jarum dan benang jahit, perlengkapan operasi dan nama suster yang mendampinginya dalam operasi. Hanya operasi kecil, namun ia mengingat jelas proses dan pasiennya. Bagaimana tidak, pasiennya itu adalah adik tirinya.

                Siwon ingat jelas Kyuhyun dibawa ke rumah sakit dalam keadaan kepala terluka akibat benturan botol kaca. Dan dirinya yang diminta menggantikan sunbaenya yang melakukan operasi kecil itu. Tapi, saat ia bertanya pada suster yang membantunya, petugas jaga di rumah sakit dan orang-orang yang harusnya melihat, semua mengaku tidak pernah melihat dan bahkan menerima pasien bernama Cho Kyuhyun. Bagaimana bisa?

                Siwon yang mengecek CCTV rumah sakit juga tertegun melihat tidak ada satupun bayangan Kyuhyun tertangkap di CCTV rumah sakit. Padahal CCTV itu ada banyak, hampir ada di setiap sudut rumah sakit.

                Niatnya untuk membantu sang eomma mengumpulkan bukti bahwa Kangin ahjussi melakukan kekerasan pada anaknya, pupus sudah. Padahal Siwon sudah membeberkan semuanya pada sang eomma, sebab ia tidak tega melihat eommanya pulang dari rumah Kangin ahjussi dalam keadaa hancur dan kalah telak. Hana sama sekali gagal membawa pulang keempat anaknya. Kini, Siwon seperti memberikan harapan palsu pada Hana, sebab semua bukti itu bagai lenyap tidak berbekas. Walau sudah dengan cara membujuk dan bahkan mengancam, semua orang di rumah sakit ini mengelak pernah melihat Siwon mengoperasi pasien bernama Cho Kyuhyun. Awalnya Siwon curiga Kangin berbuat curang dan menyuap semua orang di sini agar tutup mulut, namun lama-lama Siwon jadi meragukan dirinya sendiri. Sebab suster yang mendampinginya sudah sampai menangis dan berrsumpah bahwa ia tidak tahu di bawah ancaman Siwon.

                Tapi tanda tangannya di dokumen itu adalah bukti nyata. Satu-satunya bukti nyata. Ia tidak ada operasi lain di hari itu, maka jelas pengambilan itu untuk mengoperasi Kyuhyun kan? Bahkan suster pendampingnya tidak bisa menjelaskan kenapa namanya juga ada di dokumen itu. Lama-lama aksi Siwon menjadi pergunjingan semua orang di rumah sakit. Ada yang mengatakan ia sakit mental, ada yang mengatakan ia pengidap halusinasi, bahkan sampai ada yang membeberkan rumor Siwon memalsukan dokumen itu agar bisa mengambil obat bius untuk ia pakai sendiri seperti semacam pecandu. Akhirnya untuk menjaga kelangsungan kariernya, Siwon terpaksa berhenti mencari tahu.

                Siwon menghela nafasnya. Untung saja eommanya tidak marah padanya, menganggap bahwa cerita Siwon itu kebohongan untuk menenangkan sang eomma yang sedang terpuruk. Bicara tentang sang eomma, Siwon jadi kembali mengeluh. Sejak hari itu Hana seperti orang lain, bahkan sempat mogok makan. Namun dengan bujukan dan usaha keras, kini sang eomma sudah berangsur pulih, walau tetap saja kantung mata itu tidak hilang dari wajah ibunya. Ya, Siwon tahu sang eomma masih sering menangisi keempat saudara tirinya. Ah, baru saja diomongin, ponsel Siwon bergetar, dari sang eomma.

                “Eomma.... Ne.... aku akan segera pulang. Eomma sudah makan?....... Ah baiklah tunggu aku, aku akan cepat, kita makan bersama............ Ne, ne.” Siwon melepas jas nya lalu mengumpulkan barang-barangnya ke dalam tas. Eommanya kekeuh tidak mau makan tanpa dirinya, maka ia harus cepat pulang sebab ini sudah malam dan sudah lewat jam makan malam.

                “Haaaaaahhh. Kenapa sih aku teledor sekali.” Siwon sontak menoleh ke depan, mengernyit mendapati gadis kecil ada di ruang kerjanya. Seingatnya tidak ada ketukan pintu terdengar, bahkan bunyi pintu dibuka pun tidak ada. Anak kecil itu masuk dari mana?  Siwon merutuki dirinya, mungkin karena terlalu asik melamun maka ia tidak memperhatikan saat anak kecil itu masuk.

                “Adik kecil, kau sedang apa di sini? Sudah malam, di mana orangtuamu?”

                “Kau!” Anak kecil itu menunjuk tepat ke arah muka Siwon, kentara sekali sangat kesal, “Kenapa susah sekali sih! Kenapa otakmu tidak mau bekerja sama denganku sih? Otakmu itu tipe pembangkang ya? Ah bisa jadi, mungkin gagal produksi.”

                “Kau? Yak, aku lebih tua darimu! Lagipula kau menyebut otakku gagal produksi? Enak saja! Keluar sana, berhenti berrmain-main, nanti orangtuamu khawatir mencarimu!”

                “Uuuuuuhhh!!! Kesal! Kesal! Kesal!” Kini anak kecil itu menghentakkan kaki dengan kesal, “Aku jadi dimarahi eonni kan!! Semua gara-garamu!”

                “Huh? Apa maksudnya? Kau itu kenapa sih?” Siwon semakin bingung.

                “Haaaaaahh. Tenangkan dirimu, tarik nafas, hembuskan, tarik nafas hembuskan, ayo kita perbaiki ini yaa sebelum eonni tahu,” Gadis kecil itu sibuk berbicara dengan dirinya sendiri sambil menutup mata.

                “Yak, adik kecil....”

                “Jangan menggangguku, aku sedang konsentrasi! Ah! Benar juga!” Seperti seakan baru mendapat ide, gadis kecil itu melonjak-lonjak kegirangan, wajahnya tersenyum pada Siwon, “Begini saja, kau mau ikut ke rumahku tidak? Rumahku luas sekali loh, ada sungai nya juga!”

                Siwon memandang gadis kecil itu sedikit lebih lama. Gadis kecil berbaju pink dengan rambut yang terurai.

 

* JINJA END *

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet