Tujuh

The Dark Whisper

Kyuhyun masih tersenyum ketika terbangun di pagi hari akibat bunyi ponsel kakaknya yang nyaring. Kyuhyun masih tertawa melihat raut ngantuk kakaknya berubah menjadi panik dan Donghae berlari keluar ruang rawatnya terburu-buru, Kyuhyun mengira saat itu Donghae terlambat kuliah dan buru-buru pergi ke kampus. Kyuhyun masih tersenyum ketika Siwon uisa memeriksa dirinya. Kyuhyun bahkan masih terkekeh kecil mengingat interaksinya bersama kedua kakak dan adik satu-satunya kemarin walau ia sendirian di ruang rawatnya. Dan Kyuhyun bahkan melonjak kegirangan melihat kemunculan Donghae di pintu kamarnya, walau setelah ia mengingat lebih dalam, saat itu Donghae terlihat amat pucat.

                Kini, Kyuhyun tidak bisa lagi tersenyum. Kemampuannya itu seolah menghilang entah ke mana. Kyuhyun berdiri diam di sebelah kedua kakaknya, sama-sama memakai pakaian serba hitam, sama-sama terlihat pucat, namun bedanya, tidak ada air mata yang jatuh dari seorang Cho Kyuhyun. Pemuda itu mengelus tangannya perlahan, merasakan luka di tangannya, bekas ia menarik paksa infusan dari tangannya sesaat setelah Donghae menyampaikan kabar itu. Kabar yang sampai sekarang tidak bisa dicerna dengan baik oleh otak genius seorang Kyuhyun.

                “Appa!!” Leeteuk dan Donghae segera menghambur menghampiri sang ayah yang kini merosot terbaring di lantai. Pria itu hampir hilang kesadaran walau air mata dan nama si bungsu masih terus ia lafalkan bagaikan doa. Tapi Kyuhyun tetap diam di tempatnya, sama sekali lupa bagaimana cara menggerakan tubuhnya. Kyuhyun mengalihkan pandang dari sang ayah, memandang tepat ke arah sebuah foto. Di sana gadis itu tersenyum amat cantik, raut bahagia terpancar dari wajahnya, setiap orang yang melihat foto itu pasti dengan gamblang bisa menyimpulkan bahwa sosok dalam foto itu orang yang ceria dan bahagia. Tapi sekarang, foto itu seakan mengejek orang-orang yang berada di depannya. Mengejek dirinya. Mengejek kebodohannya. Mengejek ketidakbecusan dirinya sebagai seorang kakak.

                Padahal tadi malam Raekyo masih tertawa, gadis itu masih bermanja pada mereka. Kyuhyun bahkan masih bisa merasakan kehadiran gadis itu di pelukannya, begitu hangat dan hidup. Tapi semua tinggal kenangan kan, karena kini adiknya itu sudah pergi. Pergi ke tempat yang tidak akan pernah mereka bisa susul. Saat tadi peti adiknya ditutup, Kyuhyun satu-satunya yang tidak maju ke depan. Pemuda itu menolak kenyataan bahwa gadis yang terbaring kaku itu adalah adiknya. Kyuhyun tidak sanggup melihat kondisi adiknya yang mengenaskan. Kyuhyun tidak akan pernah bisa melihat mata adiknya tidak akan pernah terbuka lagi. Dan Kyuhyun tidak pernah bisa menerima bahwa adiknya memiliki pemikiran dan keberanian untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

                Kini berbagai macam seandainya berputar tidak terkendali di kepala Kyuhyun. Seandainya ia tahu, maka ia akan memeluk adiknya lebih lama dan erat. Seandainya ia tahu, ia akan melarang adiknya untuk pulang bersama Leeteuk malam itu. Seandainya ia tahu, ia akan lebih banyak meluangkan waktu untuk adiknya. Seandainya ia tahu, ia tidak akan membiarkan sang adik pergi menjauh setiap mereka beradu mulut di sekolah. Seandainya ia tahu, ia akan memaksa adiknya bercerita padanya, apa saja, dan mereka akan mencari penyelesaian masalah itu bersama. Seandainya... Seandainya... Seandainya....

                GREB! Kyuhyun merasakan pelukan kuat pada tubuhnya. Pelukan itu amat erat, bukan tipe yang menenangkan, malah terasa si pemeluk itu yang mencari tempat bersandar. Kyuhyun mengalihkan pandangan pada tubuh yang menempel padanya, pundaknya terasa basah, Donghae menangis keras. “Kyu... Stop. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Hentikan pandangan kosongmu itu. Jangan begini,Kyu. Hyung tidak kuat.”

                Kyuhyun memandang sekitar, di ujung ruangan, ayahnya duduk bersandar dengan lemas, ditemani kakak tertuanya yang masih memaksa sang ayah untuk meminum sedikit air. Walau Leeteuk di sana, namun Kyuhyun sadar kakaknya itu sering-sering memandang juga padanya. Sebuah kekhawatiran dibalut kesedihan yang membuat Kyuhyun tidak tahan dan segera memutus pandangannya. Kyuhyun meperhatikan lagi ke sekitarnya, tidak ada orang lain lagi selain mereka berempat di sana. Tidak ada yang mempunyai kekuatan untuk mengabarkan kerabat dan teman-teman mengenai apa yang sudah mereka alami. Namun Kyuhyun bersyukur, tanpa banyak orang yang datang, ia jadi tidak perlu memasang senyum palsu dan memberikan kesan pada orang-orang bahwa ia baik-baik saja. Karena kenyataannya jauh daripada itu.

                Kyuhyun berusaha melepaskan diri dari pelukan Donghae, namun ternyata tidak semudah itu, Donghae malah semakin mempererat pelukannya. “Peluk, peluk hyung saja. Kini kita hanya memiliki satu sama lain saja, Kyuhyunie. Peluk hyung saja, hyung mohon.”

                “Aku... Aku ingin sendiri.” Kyuhyun kembali melepaskan pelukan Donghae, tanpa memandang ekspresi wajah sang kakak, Kyuhyun melangkah pergi. Menjauh dari ruangan yang makin lama makin terasa menyesakkan itu.

                Langkah kakinya membawa Kyuhyun berada di area taman rumah duka tersebut. Pemuda itu mendudukkan diri di salah satu bangku di ujung taman, tampat tidak banyak orang berlalu lalang. Benar ketika ia mengatakan ia ingin sendiri dulu, Kyuhyun butuh waktu memproses semua yang telah terjadi. Tangannya merogoh saku jasnya, mengeluarkan benda yang dari tadi membebani pikirannya. Sebenarnya Kyuhyun takut, namun ia juga penasaran. Ia butuh alasan kenapa adiknya melakukan hal itu. Maka, menguatkan tekad, Kyuhyun membuka surat dari adiknya yang ia temukan di atas meja belajarnya tadi pagi.

 

Kyuhun oppa...

Cho Kyuhyun oppa... Kyu oppa...

Ah, bagaimana aku memulainya ya, aku sungguh bingung

Oppa Anyeong?

Ah, jadi terasa canggung ya, aku sungguh buruk dalam menulis surat.

Oppa, terima kasih banyak

Begitu banyak yang sudah oppa lakukan bagiku

Sungguh-sungguh terima kasih dan maafkan aku

Maaf aku tidak bisa menjadi sosok adik yang membanggakan kalian, maaf aku selalu membuat kalian khawatir padaku

Oppa, aku sakit

Sudah bertahun-tahun lamanya aku sakit. Tidak ada yang salah dengan fisikku, tapi aku kesakitan setiap malam. Rasanya begitu hancur dan tidak berguna. Dan aku kewalahan dengan semua itu.

Aku tahu aku egois kan? Aku tahu aku seharusnya mencari pertolongan. Tapi yah. aku terlalu angkuh merasa semua ini akan selesai pada waktunya. Kesakitan ini akan menghilang ketika saat itu tiba. Tapi ternyata aku salah. Semakin lama kesakitan itu semakin tidak tertahankan dan aku terlambat menyadari luka ini sudah membusuk.

                Oppa, jangan menyalahkan diri. Bilang juga pada Teuki oppa dan Hae oppa. Bukan juga salah appa dan eomma. Ini semua murni kesalahanku. Dan ini adalah pilihanku.

Kuharap kalian bisa kembali seperti semula, sudah tidak ada aku di sana, maka appa akan kembali seperti dulu kan? Walau eomma tidak akan kembali namun setidaknya aku tidak akan menyakiti appa lagi. Aku menyesal banyak ternyata kehadiranku begitu menyakiti appa.

Oppa, aku tahu aku tidak tahu diri, tapi bolehkah aku meminta satu hal padamu? Ketika saatnya tiba, saat oppa mengetahui segalanya, bisakah oppa tidak membenciku? Bolehkah bila kuminta oppa tetap mengingatku sebagai adikmu? Cho Raekyo adik dari Cho Leeteuk, Cho Donghae dan Cho Kyuhyun? Dan oppa, jangan menyalahkan siapapun, tidak ada yang salah di sini.

                Dalam tahun-tahun hidupku, aku sangat bersyukur memiliki kalian. Bila aku masih boleh berharap, di kehidupan selanjutnya, aku ingin jadi adik kalian yang sebenarnya. Dan mari kita hidup selayaknya keluarga yang seutuhnya.

Jangan menangisiku terlalu banyak, oppa.

Aku ketakutan tapi ini jalan yang akan kutempuh.

Aku sudah di tempat yang lebih baik saat ini. Setidaknya rasa sakit itu pasti sudah hilang, kan?

Aku sayang kalian.

Adik kalian yang bodoh dan egois,

Cho Raekyo

 

                Kyuhyun terdiam. Pemuda itu membaca baris demi baris tulisan tangan adiknya berulang kali. Seketika realita menghantamnya begitu kuat, benar bahwa adiknya sudah pergi, benar bahwa adiknya sudah tiada. Kyuhyun meremat kertas di genggamannya begitu kuat, seakan hidup dan matinya bergantung di sana, dadanya terasa sesak. Seakan sesuatu mendesak untuk keluar, hampir meledakkan tubuhnya. Kyuhyun membungkukkan badannya, menenggelamkan wajahnya di dalam kertas, mencoba meresapi sisa-sisa bukti adiknya pernah hidup dari surat itu. Dan seketika itu juga tangis Kyuhyun pecah. Pemuda itu menangis dengan keras.

 

* * *

 

                Kangin duduk terdiam, hatinya amat sakit. Matanya tidak pernah lepas memandang foto putrinya. Anak bungsunya. Air matanya sudah berhenti mengalir namun sama sekali tidak membawa kelegaan padanya. Hidupnya terasa kosong, seakan satu bagian dari dirinya dipaksa lepas hingga menyisakan lubang menganga yang menyakitkan di sana.

                “Appa, senang kan?” Kangin terdiam walau suara dingin anak sulungnya terdengar jelas. Leeteuk duduk disampingnya, walau berbicara padanya, pamuda itu juga tidak melihat padanya, “Setelah bertahun-tahun menyakitinya, kini ia benar-benar hilang dari hadapanmu, appa senang kan?”

                “Teuki-ah...”

                “Anak haram itu sudah hilang dari hidup appa, appa lega kan? Selama ini appa menyiksa Raekyo, menganggapnya tidak ada, semua untuk membalas tindakan eomma yang sudah mengecewakan appa karena berselingkuh. Kini Appa pasti senang kan? Bahkan akting appa begitu meyakinkan, kalau saja aku tidak tahu, aku akan menganggap appa adalah sesosok ayah yang sangat kehilangan putri bungsunya.” Leeteuk menjaga ekspresinya tetap datar, sambil memperhatikan Donghae yang sedang duduk melamun di seberang ruangan. Walau amarahnya sudah sampai ke ubun-ubun namun Leeteuk berusaha tetap tenang, ia tidak ingin kedua adiknya semakin hancur mengetahui semua ini.

                “Teuki-ah...”

                “Oh, dan apakah appa tahu? Raekyo sudah tahu semuanya. Dia bahkan bertanya padaku apakah benar dia anak haram. Kutebak, pasti selingkuhanmu itu kan yang memberitahu? Dan ke mana wanita itu? Pergi setelah berhasil menghancurkan hati Raekyo untuk yang kesekian kali? Lihatlah hasil perbuatan kalian, kini adikku pergi dari sisiku. Bunuh diri! Bayangkan! Padahal baru saja Raekyo nampak baik-baik saja. Baru saja dia bermanja dengan kami semua. Baru saja kukira Raekyo kembali membuka hati untuk kami. Namun aku salah. Raekyo, dia...” Leeteuk mengusap air matanya yang sudah menetes dengan kasar.

                “Mwo? Raekyo... Tapi...”

                “Kini setelah Raekyo benar-benar pergi, apa yang akan appa lakukan? Ah, bagaimana ini, apakah luka hati appa akan tindakan eomma sudah sembuh? Sudah tidak ada lagi alat untuk melampiaskan kekecewaanmu, apakah kini kau akan beralih pada kami? Pada Kyuhyun? Dengar baik-baik, cukup Raekyo saja yang menjadi kesalahanku, penyesalanku. Aku menyesal tidak membawa kabur adik-adikku darimu dari dulu, dengan begitu Raekyo pasti masih hidup kan? Kalau sampai kau berani menyentuh Kyuhyun, walau sedikitpun, aku akan...”

                “Mianhe.” Kangin menatap Leeteuk, air matanya kembali berjatuhan.

                “Hentikan! Hentikan akting pura-pura sedihmu itu! Kau membuatku muak. Kau....”

                “Teuki-ah, tidak ada yang haram di sini. Tidak ada anak haram di keluarga kita.”

                “Apa?!”

                “Raekyo adalah anak kandung appa dan eomma. Kaupikir saat eomma-mu menyatakan hal itu, appa tidak mengecek kebenarannya? Dan hasilnya menunjukkan Raekyo adalah putri kandung kami, adik kandung kalian. Dan, dan saat itu appa tahu eomma-mu menggunakan alasan anak selingkuhan itu agar lebih mudah lepas dari appa. Dan appa sangat bodoh, berharap dengan memperlakukan Raekyo begitu maka eomma-mu akan kembali pada appa. Sebab appa tahu eomma-mu sangat menyayangi Raekyo. Dari awal, eomma-mu memang tidak pernah mencintai appa, Teuki-ah. Dari awal, kami menikah karena appa mengancam kakek dan nenekmu untuk menyerahkan Eomma-mu menjadi istri appa, dan saat itu kondisi keuangan keluarga eomma-mu memang sedang tidak baik. Appa, sungguh menyesal. Appa sunguh minta maaf.”

                Leeteuk terpaku. Semua penjelasan dari sang ayah tidak mampu dicerna olehnya. Nampak sangat tidak masuk akal baginya. Leeteuk masih diam bahkan ketika Kangin merubah posisi menjadi berlutut di hadapannya. Pria itu menangis keras dan menggumamkan permohonan maaf begitu banyak, terus menerus, sambil merutuki kebodohannya. Leeteuk juga masih terdiam ketika Donghae menghampiri mereka dan terus menerus bertanya apa yang sedang terjadi. Leeteuk juga masih terdiam ketika Kyuhyun tiba-tiba datang dari luar dan juga menghampiri mereka. Pemuda itu terlihat kusut dan sembab.

                “Apa yang terjadi? Kenapa appa...”

                “Teuki-ah, appa sungguh menyesal. Appa minta maaf. Saat sadar dari mabuk kemarin, dan appa tahu appa sudah melukai Kyuhyun, appa sudah bertekad akan berubah, appa berjanji akan menjadi seorang ayah yang baik. Appa sadar semua yang appa lakukan adalah salah. Appa sudah berniat meminta maaf pada Raekyo. Appa sudah berniat meluruskan semua kesalahpahaman yang kau tahu bahwa Raekyo adalah anak haram. Appa sudah bertekad akan memperbaiki semuanya. Appa bersungguh-sungguh. Appa menyesal. Appa sungguh bodoh. Appa minta maaf.” Kangin menangis dengan keras, tidak memperdulikan Donghae dan Kyuhyun yang kebingungan mengenai apa yang sedang terjadi.

                “Hyung?”

                “Kembalikan dasar b*ji*ng*n!!! Kembalikan adikku!! Kembalikan Raekyo!!!! Kau bukan ayahku!! Kau s*mp*h!!!! Untuk apa adikku pergi, untuk apa Raekyo mati???!! Kembalikan!!!! Kembalikaaaaaaaaan!!!!!!!!!” Donghae dan Kyuhyun berusaha keras menahan Leeteuk yang sekuat tenaga berusaha memukul ayah mereka. Mereka kebingungan, apa yang sudah terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi?

                “Teuki hyung!! Ada apa sebenarnya?!”

                “Berhenti hyung! Kau bisa menyakiti appa!”

                “Dia! Si br*ngs*k itu!! Dia menyakiti adikku!! Dia membunuh adikku!!! Dia yang membunuh adikku!!!! Suruh dia kembalikan. Suruh dia kembalikan adikku. Suruh dia kembalikan.” Leeteuk menjatuhkan dirinya ke lantai, menangis dengan begitu keras.

                “Teuki hyung, ada apa sebenarnya?”

                “Raekyo... Rae.... Raekyo adik kita. Dia adik kandung kita. Kembalikaaan. Kembalikan adikku.”

                Dan tinggalah di sana Donghae dan Kyuhyun yang semakin kebingungan. Berusaha mencerna apa yang sedang terjadi di hadapan mereka diiringi permohonan putus asa sang sulung memohon agar si bungsu kembali dan  gumaman permintaan maaf yang tak henti dari sang kepala keluarga. Tiba-tiba Kyuhyun merasakan seseorang menggenggam tangannya, ketika ia menoleh, ia mendapati mata basah kakak keduanya menatap balik padanya. Ada pemahaman dari tatapan intens antara ia dan Donghae. Pemahaman bahwa apapun yang akan mereka ketahui saat ini, semuanya tidak akan pernah sama lagi. Dan Kyuhyun menyiapkan dirinya, mempersiapkan hatinya. Kebenaran itu bagai pedang bermata dua kan? Entah menyelamatkan atau malah menghancurkan. Dan bila ternyata menghancurkan, bolehkah Kyuhyun mengambil jalan pintas? Hatinya sudah sangat hancur karena adik satu-satunya meninggalkannya, kini ia harus menanggung kehancuran macam apa lagi? Bagaimana ia harus bertahan setelah semua ini?  

                .......tapi bolehkah aku meminta satu hal padamu? Ketika saatnya tiba, saat oppa mengetahui segalanya, bisakah oppa tidak membenciku?

                “Rae, aku juga mau minta satu hal padamu. Bila ternyata aku tidak kuat, dan memilih untuk menyusulmu, bisakah kau tidak membenciku?”

                ‘Kesalahan terbesar manusia adalah kita merasa kita masih memiliki waktu. Waktu untuk lebih terbuka, waktu untuk lebih perhatian, waktu untuk lebih menyayangi, waktu untuk meminta maaf, waktu untuk berterima kasih, dan waktu untuk melakukan segalanya. Pada kenyataannya, semua seperti hembusan angin. Dalam sekejap mata, kita telah kehilangan segalanya. Dan baru kemudian penyesalan itu muncul.’

                 ‘The trouble is, you think you have time –Buddha’

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet