Sembilan

Lies

“Hae, pulanglah.” Leeteuk menepuk pundak adiknya yang kini masih duduk di sebelah ranjang rawat Raekyo sambil menggenggam tangan gadis itu erat-erat. Lagi-lagi Donghae menggeleng. Leeteuk mengehela nafasnya, ini sudah hampir tengah malam dan kekerasan hati adiknya membuatnya makin lelah. Donghae yang mengetahui kabar dari Kibum saat meneleponnya langsung berlari ke rumah Changmin namun tidak ada satupun orang di sana karena sesaat sebelum Donghae datang keluarga Changmin beserta dirinya sudah dalam perjalanan ke rumah sakit. Sang maknae yang tiba-tiba muntah sesaat setelah ia sadar langsung membuat semua orang panik. Mereka dengan jelas mengingat pesan Hankyung untuk membawa Raekyo ke rumah sakit bila gadis itu muntah dan benar saja Raekyo mengalami gegar otak yang untungnya masih tahap ringan.

            “Hae, jangan keras kepala. Kau sebaiknya pulang, nanti Kyuhyun bisa curiga lagipula kasihan Kibum di sana.”

            “Kenapa harus aku? Kenapa tidak hyung saja yang pulang? Aku lagi tidak mood untuk berakting hyung. Lagipula….. Pokoknya aku tidak mau pulang dan ketemu dia.”

            “Dia? Eomma maksudmu? Apa terjadi sesuatu sebelumnya? Apa ada sesuatu yang harusnya hyung tahu?” Leeteuk mengangkat wajah adiknya hingga mereka bertatapan. Donghae membuang pandangannya ke arah lain, ia sebenarnya takut. “Cho Donghae.”

            “Aku… Dia tahu bahwa aku tahu ia pernah mencelakakan Raekyo, hyung. Kami bertengkar, ani, lebih tepatnya aku membentak dia sebelum pergi dari rumah. Saat itu aku tidak menyangka Raekyo pulang ke rumah dan langsung jadi sasaran kemarahan eomma. Maafkan aku hyung. Aku sangat menyesal.” Sebulir air mata mengalir dari mata Donghae. Leeteuk kini paham, semua pertanyaannya terjawab sudah. Pemuda itu menggosok wajahnya kasar.

            “Kau… Hyung kan sudah bilang untuk merahasiakannya, tapi kau… Hyung sudah tidak tahu harus berkata apa, Cho Donghae.” Leeteuk menyebutkan nama lengkap adiknya berarti pemuda itu sedang menahan untuk tidak langsung mengeluarkan amarahnya.

            “Maaf, hyung, aku sungguh tidak sengaja. Dia memancingku dengan menyebut Raekyo dengan panggilan ‘anak itu’. Aku tidak terima, hyung.”

            “Kendalikan dirimu! Sekarang lihat akibat dari tindakanmu! Bagaimana kalau Raekyo sampai lebih parah dari ini?”

            “Aku sungguh menyesal, hyung.” Donghae menatap Leeteuk, “Hyung, bisakah kau biarkan aku yang menemani Raekyo? Aku benar-benar sedang tidak ingin pulang saat ini, hyung. Maafkan aku karena masih berani meminta dan menyuruh-nyuruhmu tapi aku tidak bisa pulang melihat Raekyo masih seperti ini, hyung. Jebal.”

            “Hhhh…” Leeteuk menghembuskan nafas, “Baiklah. Hyung harap kau tidak mengulanginya lagi. Kabari hyung bila Raekyo sadar atau kau membutuhkan sesuatu. Dan satu lagi, jangan beritahu padanya bila kau tau semuanya, Hae-ah.” Donghae hanya mengangguk seadanya, fokusnya sudah kembali pada sang maknae, pemuda kekanakan itu bahkan tidak menoleh saat kakak sulungnya keluar dari kamar rawat untuk pulang ke rumah.

            Donghae tidak sadar bila ia tertidur, pergerakan tangan yang ia genggam membuatnya refleks terbangun. Matanya menatap mata adiknya yang tengah mengamatinya.

            “Rae! Bagaimana perasaanmu? Mual? Kau mau muntah? Haus?” Raekyo mengangguk untuk pertanyaan kakaknya yang terakhir. Hati-hati, Donghae menyodorkan sedotan ke mulut sang adik, membiarkan gadis itu menyedot air perlahan.

            “Oppa.” Donghae menoleh, “Aku terjatuh di depan rumah.”

            “Ck, dasar ceroboh! Makanya kalau jalan hati-hati.” Kebohongan itu membuat mulutnya terasa pahit. “Memangnya kau lari-lari? Kan kamu tidak boleh berlari, Rae. Lain kali kamu harus lebih hati-hati, bagaimana kalau ternyata lebih parah dari ini?”

            “Ne, ne, oppa cerewet sekali.” Raekyo terkekeh, “Oppa hanya sendirian?”

            “Hm, Teuki hyung baru saja pulang ke rumah. Kibum juga ada di rumah bersama Kyuhyun dan… dan eomma.” Donghae menangkap sinar mata adiknya meredup mendengar panggilan sang ibu.

            “Changmin oppa di mana?”

            “Ah, Shim ahjumma, Yunho hyung dan Changmin-ah sudah pulang tadi. Teuki hyung yang menyuruh mereka pulang sebab sudah ada kami berdua yang menungguimu. Mereka berjanji akan kembali besok pagi. Kenapa kau menanyakan itu? Kau ada sesuatu dengan Changmin ya? Seleramu itu pemuda kelebihan tinggi badan dan food monster seperti dia? Ah, atau jangan-jangan kau menyukai Yunho hyung?”

            “Apa sih oppa.” Donghae ikut tersenyum melihat adiknya tertawa. Setidaknya raut wajah Raekyo sudah lebih baik.

            Brak! Tiba-tiba pintu kamar yang terbuka dengan keras mengagetkan keduanya. Di ambang pintu berdiri seorang pria paruh baya yang masih gagah di usianya kini, nampak pria itu berusaha keras mengatur nafasnya, tubuhnya yang sudah berusia itu sudah tidak bisa diajak berlari kencang rupanya.

            “Appa!” Donghae dan Raekyo langsung memanggil pria yang tidak lain adalah Cho Younghwan, ayah mereka. Si bungsu bahkan kini sudah merentangkan tangannya ke arah sang ayah.

            “Rae! Kau baik-baik saja? Ya Tuhan, ya Tuhan, wajahmu. Pasti sakit sekali ya?” Cho Younghwan segera memeluk si bungsu, wajahnya nampak sangat khawatir.

            “Aku baik-baik saja appa. Apa Shim ahjumma yang memberitahu appa?” Raekyo menikmati pelukan sang appa yang sudah lama tidak ia temui itu. Rasanya hangat.

            “Maafkan appa, Rae. Appa minta maaf. Maaf tidak bisa menjagamu dengan baik.” Cho Younghwan mengelus-elus kepala gadis itu dengan sayang. Tidak menghiarukan bibir anaknya yang lain sudah maju beberapa centi.

            “Appa mengacuhkanku.” Gerutuan Donghae membuat sang appa tersadar. Ia terkekeh lalu memeluk sang putra, membuat pemuda itu kembali ceria.

            “Mian Donghae-ah. Appa terlalu khawatir tadi.”

            “Appa tidak akan pergi lagi kan? Appa akan ada di rumah?” Donghae menatap mata sang appa yang sejajar dengan matanya.

            “Akan appa usahakan untuk selalu datang, Hae-ah. Tapi appa tidak berjanji akan menginap, appa tetap harus pulang.”

            “Appa akan pulang ke mana lagi? Rumah kita kan tempat untuk pulang appa.” Lihatlah pemuda kekanakkan itu kembali mem-poutkan bibirnya.

            “Kamu tau appa sangat sibuk Hae-ah. Raekyo saja tidak protes kenapa kamu…ah.” Perkataan Cho Younghwan terhenti begitu saja ketika sang appa melihat ke arah si bungsu dan mendapati gadis itu juga ikut mem-poutkan bibirnya dengan mata berkaca-kaca. Mereka menginginkan sang appa ada di rumah dengan alasan yang berbeda. Donghae karena ia rindu berkumpul dan bersenda gurau dengan sang appa sedangkan Raekyo merasa aman bila sang appa ada di dekatnya, terutama bila sang appa ada di rumah, eommanya tidak akan berani datang. “Aigoo. Apakah kalian berlima sudah ketularan jurus Kyuhyun semua? Apa-apaan bibir itu. Arra, arra, uljima. Aigoo, Donghae-ah, jangan ikut-ikutan menangis, aigoo, kalian, aigoo.” Sang appa kehilangan kata-katanya melihat dua anaknya sudah berderai air mata.

            “Appa sih menyebalkan. Sudahlah, appa tunggui Raekyo dulu ya, aku mau ke kantin dulu membeli minuman untuk kita berdua.” Donghae bergegas keluar kamar setelah sebelumnya menyodorkan tangannya meminta duit dari sang appa. ATM berjalannya ada di depan mata, untuk apa ia repot-repot mengeluarkan uangnya sendiri.

            Selepas kepegian Donghae, Cho Younghwan menatap serius gadis di hadapannya. Disentuhnya perlahan luka lebam di pipi sang maknae, membuat Raekyo refleks berjengkit kesakitan. “Rae, maafkan appa, appa tidak tahu dia berani datang ke rumah seperti ini.”

            “Sepertinya hari ini aku dapat banyak permintaan maaf.” Raekyo mencoba mencairkan suasana. Ia benci melihat appanya sedih, “Tidak apa-apa, appa. Aku tidak apa-apa.”

            “Apa Donghae tahu yang sebenarnya?”

            “Ani, aku bilang aku terjatuh.”

            “Dan dia percaya?” Sang appa sangsi.

            “Appa seperti tidak tahu Donghae oppa saja. Dia itu anak umur 3 tahun yang terjebak di tubuh seorang pemuda.” Raekyo mencibir, ia tersenyum ketika sang appa tertawa sambil mengangguk-anggukan kepalanya setuju.

            “Kamu tenang saja, Rae. Begitu kamu pulang nanti, rumah sudah kembali seperti biasa. Appa sudah mengantisipasi agar kejadian ini tidak terulang lagi. Appa dengar juga, kau sempat kolaps gara-gara ginjalmu? Sudah separah itukah? Appa… Appa tidak tahu harus bagaimana, Rae. Appa akan berusaha membantu mencari pendonor untukmu. Kau tenang saja, dan kuatlah sampai saat itu tiba. Berjanjilah pada appa, princess.” Raekyo tersenyum mendengar panggilan sang appa padanya. Panggilannya semasa kecil dulu.

            “Aku bukan anak kecil yang masih bisa appa panggil princess. Apa kata teman-temanku bila tahu, kan malu appa.”

            “Berjanjilah dulu pada appa,Rae.” Raekyo sudah sengaja mengalihkan pembicaraan seperti yang biasa Kyuhyun oppanya lakukan saat sedang menyembunyikan kondisinya dulu, namun Raekyo lupa, semua sifat kakaknya adalah jiplakan dari sang ayah, seperti sekarang sang ayah yang keras kepala menyuruhnya berjanji persis seperti Kibum oppanya.

            “Hem, Rae berjanji.” Kedua ayah dan anak itu tersenyum.

            Mereka kembali melanjutkan melepas rindu masing-masing, bersama juga dengan Donghae yang tidak lama kemudian kembali setelah membeli minuman untuk ia dan sang appa. Tidak terhitung berapa kali mereka tertawa dan saling menceritakan kegiatan mereka selama sang appa tidak di rumah. Kebahagiaan yang Raekyo rasakan malam itu masih membekas sampai berjam-jam kemudian setelah sang appa pulang, hanya sedikit kesedihan ada di hatinya. Sedih karena ketiga kakaknya yang lain, Leeteuk, Kibum dan Kyuhyun tidak dapat menikmati momen kebersamaan dengan sang appa seperti dirinya dan Donghae oppanya.

 

* * *

 

            “Hyung! Kau dari mana saja? Mana Raekyo?” Kyuhyun segera menyambut Leeteuk sesaat setelah sang kakak memasuki rumah. Dibelakangnya mengekor Kibum dan sang eomma. Kentara sekali sang eomma menghindari tatapan si sulung.

            “Rae masuk rumah sakit, Kyu. Dia terjatuh dan mengalami gegar otak.” Leeteuk menekankan kata jatuh dan gegar otak sambil memandang tajam sang eomma yang lagi-lagi membuang mukanya.

            “Mwo?? Bagaimana bisa?? Cepat kita ke rumah sakit, hyung, kita…”

            “Tenang dulu, Kyu, Raekyo baik-baik saja. Sudah ada Donghae yang menemaninya, lagipula ia masih tertidur, besok saja kita menjenguknya.”

            “Donghae hyung? Bum hyung kau juga sudah tau? Kenapa selalu aku yang tahu terakhir?” Tampang kesal Kyuhyun membuat Kibum menjitak kepala adiknya itu.

            “Itu karena kamu masih kecil!”

            “Apanya yang masih kecil, aku sudah dewasa hyung! Tapi, benar Rae baik-baik saja kan?” Leeteuk mengangguk menanggapi pertanyaan sang adik.

            “Sudah-sudah, biarkan hyungmu istirahar dahulu, Kyu. Kau pasti lelah, Teuki-ah, kau sudah makan malam? Eomma masak tadi, kalau kau mau akan eomma hangatkan.” Perkataan sang eomma membuat ketiga pemuda itu kaget. Mereka terbiasa hanya berlima sehingga kehadiran sang eomma tidak mereka rasakan. Seperti saat ini.

            “Aku tidak lapar. Tapi, anak bungsumu masuk rumah sakit, kau tidak khawatir sama sekali eomma? Bahkan menanyakan keadaannya pun kau tidak.” Leeteuk tersenyum sinis pada sang eomma, “Sesibuk-sibuknya appa, dia bahkan sempat berlari ke rumah sakit mengetahui Raekyo sakit.”

            “Hyung.” Kibum mencoba memperingati Leeteuk karena ada Kyuhyun di sana namun Leeteuk tidak lagi peduli. Ia lelah dan perkataan sang eomma yang seolah tanpa beban itu terasa mengganggunya. Di sisi lain Kyuhyun mengerutkan keningnya. Ia memikirkan perkataan si sulung, benar juga kenapa eomma sama sekali tidak khawatir?

            “Jaga ucapanmu, Cho Leeteuk! Tentu saja eomma khawatir! Eomma tahu dari… dari Donghae tadi, dia menelepon eomma. Dan Raekyo sudah baik-baik saja, jadi eomma tidak terlalu khawatir lagi.”

            “Donghae? Donghae mengabari eomma? Benarkah? Bukankah kalian baru saja bertengkar? Karena Donghae mengetahui semua yang kau sembunyikan selama ini, ya kan eomma, maka dari itu kau membuat Raekyo….”

            “Hyung! Nampaknya kau lelah. Ayo kuantar ke kamar. Eomma kami ke atas dulu, kau juga Kyu, kau lebih baik istirahat, ini sudah malam.” Kibum memotong ucapan Leeteuk lalu menarik setengah menyeret sang kakak menuju ke kamarnya. Leeteuk masih tidak mengalihkan pandangan dari sang eomma namun membiarkan tubuhnya ditarik-tarik Kibum.

            “Eomma, apa itu maksudnya tadi?” Kyuhyun terlihat bingung, ia bergerak ingin menyusul kakaknya namun tangan sang eomma menghalanginya.

            “Kyu, besok pagi eomma akan kembali ke Jepang. Kau ikutlah eomma.”

            “Ne? Tapi bagaimana sekolahku? Dan Teuki hyung, Hae hyung, Bum hyung juga Raekyo? Perjanjian eomma dengan appa…”

            “Itu tidak penting lagi. Kau harus ikut eomma, Kyu.”

            “Eomma, sebenarnya ada apa? Ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku kan? Aku tidak mau ikut eomma, aku tidak mau meninggalkan Raekyo.” Kyuhyun melepas pegangan sang eomma pada tangannya lalu mundur selangkah.

            “Kyu, kau harus! Percaya pada eomma, sekali ini saja, ne?”

            “Tidak, aku tidak mau. Kenapa hanya aku yang disuruh pergi?”

            “Kyu…” Sang eomma menghampiri Kyuhyun, kembali menggenggam tangan sang anak, “ikut ke kamar eomma sekarang, akan eomma ceritakan semuanya. Nampaknya sudah saatnya kamu tahu.” Kyuhyun dan sang eomma bertatapan dalam diam sekian lama. Tubuh pemuda itu bergidik, apapun itu, ia yakin ia tidak akan menyukainya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...