Dua Belas

Lies

 6 BULAN KEMUDIAN

 

            Seorang pemuda berdiri di tepi jalan, memandang sambil tersenyum ke arah sebuah toko pakaian di seberang sana. Seorang gadis nampak dengan semangat membersihkan kaca toko sambil sesekali meniup kedua telapak tangannya yang membeku kedinginan. Teriak pekikan kaget terdengar dari sang gadis ketika tanpa sengaja seekor kodok meloncat ke luar dari pot tanaman yang sedang ia pindahkan, membuat pemuda itu tertawa. Pemuda itu masih terus asyik memperhatikan sang gadis sambil tersenyum.

            “Bibirmu bisa robek tersenyum terus seperti itu.” Perkataan sang kakak membuat pemuda itu mendelik kesal. Inisiatif, ia mengambil segelas minuman hangat yang ia tahu pasti diperuntukkan untuknya. Dahinya mengernyit ketika baru saja mencicipinya, dengan seenaknya ia menaruh kembali minuman itu ke tangan sang kakak, mengambil minuman lainnya lalu menyesapnya sepenuh hati. Ini baru benar minuman kesukaannya, Charamel Macchiato. Sang kakak menggerutu pelan melihat minumannya sudah dicicipi dahulu oleh sang adik.

            “Dia benar-benar pulih dengan cepat. Semoga saja ginjalnya memang cocok dan ia bisa terus sehat seperti saat ini.” Perkataan sang adik membuat gerutuan sang kakak berhenti. Kedua kakak beradik itu kini memperhatikan si gadis di seberang jalan, keduanya tersenyum.

            “Ne, kuharap juga begitu. Aku sangat ketakutan saat itu, kupikir kita akan kehilangannya. Masa-masa itu sudah lewat, kuharap dia menemukan kebahagiannya sekarang.”

            “Hyung, aku sering bermimpi bahwa dia benar-benar adik kita. Tapi aku selalu terbangun dengan rasa bersalah.”

            “Dia bukan hak kita, Changmin-ah. Aku juga berharap begitu, namun kita tidak boleh egois. Mereka lebih berhak dari kita, mereka sudah cukup menderita, jangan kita tambahi lagi.”

            “Itukah alasanmu menolak keinginan appa dan eomma mengadopsi dia, hyung?”

            “Aku tahu itupun alasanmu menolak juga kan Changmin-ah? Dia tinggal bersama kita selama enam bulan ini, memohon sepenuh hati agar appa dan eomma mengadopsinya, namun appa dan eomma tidak mau tanpa persetujuan kita. Kau yang paling dekat dengannya, kau menyayanginya sepenuh hati, kau yang kupikir akan langsung menyambut baik niat itu malah mengejutkanku dengan menolak secara tegas.”

            “Ne, membuat ia mendiamkanku tiga hari lamanya karena tahu aku menolak.” Changmin tersenyum simpul, “Yunho hyung, aku pikir dia akan marah lagi padaku. Mungkin kali ini ia akan membenciku.”

            “Kalau begitu batalkan saja.” Yunho menyeruput minumannya perlahan. Membiarkan mereka larut dalam pikiran masing-masing. Sang gadis yang masih diperatikan keduanya kini tengah mengeluarkan sebuah papan tulis berukuran sedang dari dalam tokonya, mencoba memposisikannya sedemikian rupa di depan toko pakaian miliknya. SALE, sebuah tulisan rapi namun mengundang itu terpampang di papan itu, karena sedikit berat, langkah sang gadis sempoyongan dan berakhir gadis itu terjatuh terduduk masih dengan posisi memeluk erat sang papan. Merasa sedikit kesal, gadis itu berdiri lalu menendang sang papan hingga terbalik. Namun tidak lama kemudian gadis itu mengambil kembali papan yang ia tendang, membersihkannya, lalu mencoba kembali menaruh sang papan di tempat yang ia inginkan. Ketika berhasil gadis itu mengangkat kedua tangannya sambil bersorak riang, membuat beberapa pejalan kaki menertawakannya. Gadis itu membungkuk malu. Kedua kakak beradik yang memperhatikan kejadian itu, saling pandang lalu tertawa lepas. Selalu menghibur melihat tingkah gadis itu.

            “Hyung, aku tidak akan mundur. Dia mungkin sudah seperti adikku selama enam bulan ini, tapi orang ini sudah bersahabat denganku sejak umurku belum mulai dihitung. Mereka sama-sama berarti untukku. Aku tahu ini jalan terbaik.”

            “Baiklah kalau kau yakin. Ayo.” Yunho membimbing adiknya untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka. Melihat terakhir kali, Changmin kemudian tersenyum pada sang kakak dan mengikuti langkah lebar sang kakak.

 

 * * *

 

From : My Food Monster

Rae, aku dan Yunho hyung ada di cafe dekat tokomu. Temui kami di sana, Yunho hyung kangen padamu. Jam buka tokomu masih sejam lagi kan? Cepatlah sebelum makananku dingin!

            Raekyo menatap pesan di handphonenya sambil tersenyum, ia buru-buru memasukkan handphone ke sakunya lalu berlari ke dalam. Ia memasukkan barang-barang ke dalam tasnya lalu beranjak dari sana. Langkahnya terhenti menatap dinding di belakang meja kasir, dua buah pigura berukuran sedang tergantung di sana. Pigura di kiri berisikan foto dirinya bersama keluarga yang selama enam bulan ini merawatnya. Terlihat appa dan eomma Shim di sana duduk dengan anggun dan gagah, di belakang mereka Raekyo berdiri di antara Yunho dan Changmin. Mereka bertiga berangkulan sambil tertawa lepas. Binar di mata Raekyo meredup melihat bingkai pigura di sebelah kanan. Tidak ada foto apapun di sana, hanya sebuah pigura kosong yang dipajang.

            Sampai saat ini ia sendiri tidak tahu untuk apa memasang pigura itu di sana. Apakah mungkin di hati kecilnya yang paling dalam, ia berharap bisa memajang foto mereka yang selama ini selalu ia hindari? Yang diam-diam ia tangisi setiap malam namun selalu berkilah bila Changmin membahas mereka?

            Membuang perasaan sedihnya, Raekyo menghela nafas dalam. Ini bukan saatnya ia bersedih, ada dua oppa tampannya yang menunggunya kini. Dan membiarkan mereka menunggu lebih lama, terutama Changmin, akan membuat pemuda itu marah-marah seharian karena makanan pesanannya sudah mendingin. Raekyo pun berlari menuju cafe yang dituju setelah sebelumnya mengunci toko miliknya.

            Tidak lama bagi Raekyo sampai ke dalam cafe yang dituju. Diantar oleh seorang pelayan, ia membuka pintu ruangan privat yang sepertinya disewa Changmin untuk mereka bertiga. Di dalam Raekyo berdecih melihat orang yang ditunggunya duduk memunggunginya.

            “Kenapa oppa hanya sendirian? Mana Yunho oppa? Cih, pakai bilang Yunho oppa yang merindukanku, padahal kau yang rindu padaku kan?” Raekyo berkata mengejek sambil melepaskan syal dan jaketnya lalu menggantungkan di tempat yang telah disediakan. Ia sedikit heran karena Changmin hanya diam mendengar ocehannya, biasanya si food monster itu akan balik mengatainya hingga mereka ribut sendiri dan berakhir keduanya dijewer oleh Yunho.

            “Yak! Changmin oppa! Tidak usah sok-sokan diam, tidak cocok dengan imagemu!” Raekyo terus menggerutu sambil mendudukan diri, “Chang…..”

            Seketika Raekyo terdiam. Sosok yang duduk di hadapannya kini jelas bukan Yunho atau Changmin oppanya. Sosok ini, sosok yang selalu ia rindukan dalam hari-harinya, yang mengisi setiap pikirannya terlepas apapun yang ia sembunyikan, inilah sosok yang ia sayangi sekaligus ia takuti. Ia takut bila ia harus terluka lagi. Sosok itu, Kyuhyun oppanya.

            Mereka terdiam beberapa lama, dua pasang manik lelehan cokelat mereka saling beradu, saling mencari, saling menyelami. Raekyo tiba-tiba memutus kontak mata mereka ketika dilihatnya Kyuhyun sudah membuka mulutnya. Ia merasa belum siap mendengar apapun yang akan dikatakan pemuda itu padanya. Gadis itu berdiri kemudian, memutuskan ia harus keluar dari sana, nafasnya terasa sesak bukan karena kelemhan fisik tapi lebih kepada sesak di hatinya.

            “Jangan pergi, Rae.” Suara Kyuhyun membuat Raekyo yang sedang mengambil syal dan jaketnya yang tergantung berhenti seketika, “Hari itu kau membuat lima orang memandang kepergianmu, mereka hanya bisa memandang punggungmu yang berjalan menjauh tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku beruntung saat itu sedang koma, jadi aku satu-satunya yang tidak melihat, dan aku mau mempertahankan itu saat ini.”

            Raekyo menghela nafasnya namun memilih untuk tidak berkomentar. Ia kemudian melanjutkan memakai jaket dan syalnya dengan terburu-buru. Saat tangannya memegang kenop pintu, tangan Kyuhyun menahannya. Raekyo tidak sadar pemuda itu sudah berdiri di sampingnya.

            “Kalau kau pergi melewati pintu itu sekarang, kita tidak akan pernah bertemu lagi. Aku tidak akan pernah melihatmu lagi. Kau pun begitu.” Raekyo menepis tangan Kyuhyun, ia menatap tajam pada sang kakak, mencoba menyalurkan rasa kesalnya, “Itu perjanjian yang Changmin buat denganku. Itu syarat yang Changmin ajukan ketika aku memohon padanya untuk membantuku menemuimu.”

            “Bagimu ini semua lelucon? Taruhan? Game? Kalau benar begitu, aku akan pergi, tidak masalah kita tidak akan pernah bertemu lagi.” Pintu yang berhasil dibuka oleh Raekyo dibanting menutup kembali oleh Kyuhyun. Kini pemuda itu menahan pintu dengan tangannya.

            “Kamu egois. Kamu sungguh egois.”

            “Oh, benarkah?”

            “Ya. Kamu tahu dalam lubuk hatimu bahwa kami berempat tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini, kami sama tidak tahunya dengan dirimu. Tapi kau dengan seenaknya menyamakan kami dengan dua orang yang memang bersalah membuatmu menderita. Kau memutuskan kontak dengan kami, telepon kami tidak diangkat, kunjungan kami kau hindari. Kau hidup bahagia bersama dua orang yang kau panggil oppa sekarang, yang sama sekali tidak sedarah denganmu. Kau adikku, adik kandungku tapi kau memanggil sahabatku dengan panggilan oppa, bahkan denganku pun sejak kita bertemu tadi tidak sekalipun kau menyapaku dengan panggilan oppa. Kita bagai orang asing yang bertemu. Kamu berhak membenci orangtua kita, tapi kenapa kau memperlakukan kami berempat sama? Itu tidak adil, Rae.” Nafas Kyuhyun memburu, pemuda itu berbicara sangat cepat seakan tanpa jeda namun Raekyo menangkap setiap kata dengan jelas. Gadis itu berusaha setengah mati menahan perasaannya. Berada sangat dekat dengan Kyuhyun membuat setiap inci tubuhnya berteriak untuk mengikis jarak di antara mereka, ia bohong bila ia tidak rindu kakak-kakaknya, tapi bagaimana cara ia memberitahu bahwa dengan melihat mereka, menyentuh mereka, berbicara dengan mereka membuatnya merasa takut? Ia takut ia akan kembali tersakiti. Dua kali, sudah dua kali Raekyo hancur, dan sudah dua kali pula ia kembali bangkit walau tertatih, ia tidak ingin ada ketiga kalinya. Raekyo merasa ia tidak akan pernah punya kekutan lagi untuk bangkit bila ia hancur lagi.

            Raekyo menimbang sebentar, semua yang Kyuhyun katakan ada benarnya. Ia juga merasa bersalah karena mengacuhkan keempat kakaknya. Kembali menghela nafas, Raekyo berjalan kembali duduk. Melihat itu, Kyuhyun tersenyum, akhirnya ia bisa berbincang berdua dengan adiknya.

            “Jadi, bagaimana keadaanmu?”

            “Baik. Sejauh ini tidak ada penolakan pada ginjal baru itu. Ah, aku sudah melakukan operasi pencakokan ginjal.”

            “Kami tahu. Kami ada di sana menungguimu operasi walau kau tidak tahu. Changmin mengabariku setiap perkembanganmu. Aku lega, Rae.”

            “Aish, dasar tiang listrik itu.” Raekyo mengumpat pada Changmin. Berpikir akan menjewer Changmin ketika bertemu di rumah nanti malam.

            “Kau tidak mau menanyakan kabar kami berempat?”

            “Changmin oppa juga selalu mengabari perkembangan kalian setiap waktu. Walau aku tidak pernah memintanya. Jadi kurasa tidak perlu. Hanya, ingatkan saja pada es kutub itu agar meminum obat flunya, jangan membuangnya ke tanaman.” Kyuhyun tersenyum lebar mendengar ucapan Raekyo. Jadi adiknya itu tahu semua tentang mereka, ia juga tahu Kibum sedang terkena flu, bahkan gadis itu mengingat kebiasaan Kibum yang memang tidak suka meminum obat dan sering menyirami tanaman dengan obat yang harus ia minum agar orang lain percaya dia sudah meminum obatnya.

            “Orangtua kita….”

            “Sudah pergi ke Jepang dua bulan lalu. Aku tahu. Mereka memutuskan untuk tinggal di sana dan tidak kembali ke Korea lagi, bukan hanya karena rasa bersalah tapi juga karena kalian memintanya.”

            “Kau mendengarkan rupanya. Changmin berkata kau selalu tidak pernah menjawab bila Changmin bercerita padamu mengenai keluarga kita, tapi kau mendengarkan rupanya.”

            “Bagaimana tidak. Suaranya yang cempreng itu tidak mudah diabaikan. Lagipula kalau aku mengacuhkan, ia akan semakin menaikkan volume suaranya bahkan berteriak.” Tidak sadar, Raekyo mempoutkan bibirnya. Kyuhyun semakin tersenyum lebar, ia menikmati mendengar adiknya bercerita. Raekyo yang tersadar, segera menata kembali ekspresi wajahnya. “Jadi, kenapa ingin bertemu denganku?”

            “Rae, kudengar kau memohon pada ahjussi dan ahjumma Shim untuk mengadopsimu. Yunho hyung dan Changmin menolak. Aku bersyukur untuk itu sampai detik ini. Kau adikku, tidak akan kubiarkan siapapun mengambilmu, tidak juga sahabatku.” Kyuhyun berubah serius. Ia mengambil sebuah map yang sudah ia persiapkan sebelumnya, kemudian menyodorkannya ke hadapan Raekyo. Raekyo menatap dengan pandangan bertanya namun Kyuhyun hanya memberikan gestur agar gadis itu membuka dan membacanya sendiri. Penasaran, Raekyo menurut. Ia membuka dan membaca setiap kalimat yang tertera di sana. Matanya terbelaklak sempurna.

            “Ini….”

            “Itu surat kepindahan kita berlima. Teuki hyung dan Donghae hyung sudah mengurus semuanya. Mungkin sudah 90 persen selesai, tinggal mengurus hal-hal kecil semisal perabotan rumah dan lain-lainnya. Kita berlima akan pindah ke Amerika. Masalah sekolah pun sudah diurus, kita berdua mungkin akan mengulang di tingkat yang sama mengingat kita sering tidak masuk sekolah karena sakit kemarin. Masalah ijin, kami juga sudah memberitahu ahjussi dan ahjumma Shim, walau Yunho hyung dan Changmin memang belum tahu, mereka sudah memberi ijin. Rae, ayo kita kembali hidup bersama. Kita mulai lagi semua dari awal. Kami berjanji tidak akan ada lagi kebohongan dan kesakitan, hanya ada kebahagiaan dan kebersamaan, seperti keluarga yang seharusnya. Hanya ada kita berlima, dan itu cukup, kita tidak akan kekurangan di sana. Setelah ini aku akan bicara pada Changmin dan Yunho hyung, aku yang akan menjelaskan semua pada mereka sekaligus berterimakasih karena telah merwatmu dengan baik. Kau tidak perlu menyiapkan apapun, kau hanya perlu….”

            “Lagi-lagi…” Suara pelan Raekyo membuat Kyuhyun berhenti berbicara. Ia mengerutkan kening saat melihat gadis di hadapannya menyodorkan kembali kertas yang sedari tadi ia pegang. Raekyo tersenyum kecut.

            “Ne?”

            “Lagi-lagi aku tidak diberikan pilihan untuk menentukan hidupku. Semua selalu seperti itu, kata-kata itu, kata-kata kami sudah membereskan semuanya kau tidak perlu khawatir lagi, selalu kalian berikan padaku. Saat eomma akan mengambil ginjalku, kata-kata itu yang ia berikan padaku. Saat appa meyakinkan aku eomma tidak akan menggangguku lagi, kata-kata itu yang kelua dari mulutnya. Bahkan saat aku masuk rumah sakit karena dipukuli eomma, appa kembali mengatakan hal itu. Kini kau mengatakannya lagi padaku, dari pengalaman sebelumnya, justru kata-kata itulah yang membuatku paling khawatir.”

            “Rae, aku…”

            “Ini kehidupan keduaku, garis melintang yang baru saja kering di tubuhku menjadi saksi aku mendapatkan kembali kesempatan kedua untuk hidup. Dan kali ini Tuhan mengijinkanku hidup layaknya manusia normal, masa-masa kesakitan dan kelemahan tubuh hanya tinggal kenangan. Tidak bisakah kali ini aku ingin menentukan jalan hidupku sendiri? Menentukan dengan siapa aku ingin bersama dan hidup? Selama ini aku selalu mengikuti kemauan orang-orang yang lebih tua dariku, aku sadar sebagai yang terkecil, aku seharusnya menurut pada yang lebih tua, karena kalian lebih berpengalaman dalam hidup. Tapi aku juga sudah beranjak dewasa. Ini hidupku, aku berhak untuk mengaturnya sendiri.”

            “Rae, tapi….”

            “Apa terlalu berlebihan? Apa permintaanku terlalu muluk-muluk? Aku tidak meminta agar ginjalku, yang sudah kudonorkan dikembalikan. Aku tidak meminta orangtua kita menebus segala yang pernah mereka lakukan. Aku tidak meminta kalian berempat untuk menebus semua tahun-tahun penderitaanku dengan kebahagiaan. Aku hanya meminta untuk sekali ini saja biarkan aku memilih jalanku sendiri tanpa campur tangan orang lain, benar-benar murni dari diriku sendiri. Aku ingin bila nantinya aku kembali pada kalian, memang karena aku yang menginginkan hal itu, bukan saja hanya karena kalian yang menginginkannya.”

            “Rae…”

            “Jeball. Masa bahkan untuk hal ini pun aku harus memohon?” Keduanya terdiam. Kyuhyun tahu dirinya keras kepala, tapi ia selalu saja mengalah bila menyangkut adiknya ini. Semua perkataan Raekyo barusan menohok hatinya. Seakan menampar dirinya. Ia harusnya tahu selama ini hidup adiknya seperti apa, ia menyesali keegoisannya yang terjadi tanpa kembali memikirkan perasaan gadis itu. Mendengar Raekyo berkata begitu sesungguhnya Kyuhyun merasa malu, ia bisa menghujat perbuatan orangtuanya namun ternyata ia tidak ada bedanya dengan mereka. Ia dan ketiga hyungnya terlalu percaya diri merasa Raekyo milik mereka, namun mereka tidak pernah berpikir bahwa Raekyo bukan barang, dia memiliki keinginan dan perasaan seperti mereka juga.

            Kyuhyun memandang kedua mata adiknya. Mata gadis itu berembun, dan Kyuhyun kembali membenci dirinya. Membenci dirinya yang lagi-lagi membuat Raekyo menangis. Dengan segera, Kyuhyun mengambil kertas di meja dan menyobeknya menjadi serpihan kecil-kecil.

            “Oppa mengerti, Rae. Maafkan ke-egoisan oppa. Kau berhak menentukan hidupmu. Dan kau tidak diharuskan memilih kami atau tidak, kami semua akan selalu ada untukmu, kalaupun kau menghubungi kami hanya karena ada butuh, itu pun tak apa. Kami selalu memilihmu, kalau kau tidak begitu pada kami berempat, jangan merasa bersalah. Hanya ketahuilah bahwa kami berempat benar-benar tulus menyayangimu. Kami hanya sejauh sambungan telepon.” Selesai mengatakan itu Kyuhyun segera beranjak dari sana, pergi meninggalkan Raekyo terpaku sendirian. Kyuhyun tahu ia harus segera berlalu dari sana, ia takut bila ia menunda, ia akan berubah pikiran.

            Sesampainya di mobilnya, Kyuhyun mengeluarkan handphone dari sakunya, terlihat ponselnya masih terhubung dengan sambungan di ujung sana. Ia menon-aktifkan mode pengeras suara lalu mendekatkan ponselnya pada telinga. Air mata yang sedari tadi ditahannya meluncur turun. Orang-orang di ujung sambungan nampak diam, menunggu, hingga kalimat itu meluncur dari bibirnya, “Hyung, mianhe.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...