Tujuh

Lies

Donghae memasuki rumahnya perlahan, ia baru pulang lagi ke rumah setelah gagal mengejar Raekyo, adiknya itu entah sudah di mana dan ia berpikir hanya berdua dengan eommanya di rumah nampak bukan pilihan menyenangkan. Apalagi setelah semua yang ia ketahui. Jadi Donghae memutuskan untuk pergi ke rumah Eunhyuk sahabatnya dan baru kembali ke rumah sekarang, tepat setengah jam sebelum adik-adiknya pulang sekolah.

            Rumah nampak lengang, tentu saja, hanya ada eomma dan para pelayan rumah. Terdengar suara orang beraktivitas di dapur membuat Donghae melangkahkan kakinya ke sana. Sang eomma sedang memasak, terlihat dari apron yang dikenakan dan tangannya yang sibuk memotong sayuran di talenan. Melihat punggung ibunya, Donghae merasakan suatu peperangan batin. Di satu sisi ia rindu ibunya, ia rindu memeluk eommanya dari belakang dan memperhatikan wanita itu memasak, namun sisi lain hatinya tidak bisa melakukan itu, bayang-bayang Raekyo yang terbaring tidak sadarkan diri terus terngiang saat ia melihat wajah sang eomma. Bila disuruh memilih, Donghae tidak akan ragu memilih adiknya, sebab wanita yang ia panggil eomma itu, yang hanya singgah beberapa tahun saja dalam hidupnya, tidak akan pernah bisa menggantikan keberadaan adiknya yang selalu bersamanya.

            “Kau dari mana saja, Hae-ah? Jahat sekali kamu membiarkan eomma di rumah sendirian.” Suara Kim Hana mengalun lembut dengan pandangan menegur. “Duduklah, apa kamu lapar? Sudah makan siang? Sebentar lagi masakan eomma matang.”

            “Ah, ne. Aku ke kamar saja, aku tidak lapar.” Donghae sudah beranjak saat sebuah tangan menangkap tangannya.

            “Hae? Apa yang terjadi? Kau berubah.”

            “Berubah? Aku?” Donghae terkekeh sendiri, “Ya, mungkin saja. Semua orang berubah.”

            “Ada apa sebenarnya denganmu? Kau marah pada eomma? Apa karena kau tidak suka hadiah yang eomma berikan? Bilang pada eomma apa yang kau mau, nanti eomma akan belikan untukmu. Tapi sekarang duduklah dulu, makan, kau belum makan kan?”

            “Ani, aku tidak lapar. Aku makan nanti saja bersama Kibum, Kyuhyun dan Raekyo.”

            “Tapi, Kibum dan Kyuhyun mungkin akan pulang terlambat. Kyuhyun mengabari eomma tadi.”

            “Kalau begitu aku makan bersama Raekyo saja.” Donghae kembali membalikkan badannya, bersiap berjalan menuju ke kamarnya.

            “Kenapa kau menunggu anak itu? Dia mungkin sudah makan di sekolahnya. Kau makan bersama eomma saja, temani eomma, ne?” Panggilan sang eomma pada Raekyo membuat Donghae mengentikan langkahnya. Ia segera berbalik menghadap sang eomma dengan dahi berkerut. Anak itu. Sang eomma menyebut si bungsu dengan sebutan anak itu. Apakah selalu seperti itu atau baru kali ini saja Donghae menyadarinya?

            “Anak itu? Apakah sulit memanggil nama Raekyo?”

            “Donghae? Apa maksudmu?”

            “Kenapa eomma memanggil adikku dengan sebutan anak itu? Memang Raekyo bukan anakmu, eomma?” Donghae sengaja menekankan ucapannya saat menyebut kata eomma.

            “Itu.. Kau.. Sebenarnya ada apa denganmu? Eomma tidak mengerti, kenapa hanya karena itu kau harus marah?”

            “Katakan padaku, apa Raekyo anakmu?”

            “Hae? Ada apa denganmu?”

            “Jawab saja! Siapa nama anak bungsumu?!”

            “Cho Donghae!! Ada apa denganmu?”

            “Ternyata memang begitu.” Donghae tertawa sinis, “Kau tidak pernah mengakui Raekyo sebagai anakmu. Anak itu. Jadi itu sebutanmu untuk anak yang pernah kau coba bunuh?!” Perkataan Donghae membuat Kim Hana terbelaklak. Wanita itu mundur selangkah, dirinya tidak menyangka Donghae bisa tahu.

            “Kau… Bagaimana…”

            “Kaget? Sepintar-pintarnya menyimpan bangkai akhirnya akan ketahuan juga. Aku tidak percaya, ternyata kau orang sekejam itu. Makan saja masakanmu sendiri, kalau bukan karena Kyuhyun aku sudah akan mengusirmu dari semenjak kau datang tadi pagi. Cukup sampai di sini saja, memasakkan makanan untukku yang belum makan? Menemanimu makan? Memikirkannya pun jangan dan jangan pernah sentuh aku atau adikku lagi!” Donghae segera bergegas keluar rumah. Niatnya untuk menunggu adik-adiknya pulang sekolah di rumah hilang sudah. Pemuda itu memilih pergi saja, berada satu atap dengan sang eomma membuatnya tertekan.

            Di waktu yang bersamaan, Raekyo berjalan perlahan menuju ke rumahnya. Gadis itu agak sedikit cemberut karena kedua kakaknya menolak pulang bersamanya dengan alasan Kyuhyun mau ikut merayakan kemenangan pertandingan mereka tadi dengan teman sekelasnya sedangkan Kibum mulai bimbingannya hari ini untuk mengikuti olimpiade sains. Bukan karena tolakannya yang bikin gadis itu kesal namun beribu nasihat yang diberikan keduanyalah yang membuatnya sebal. Kedua kakaknya itu bergantian menasehati dirinya agar berhati-hati di jalan, seperti anak kecil saja.

            “Loh? Donghae oppa? Hae oppa!! Yak! Cho Donghae!!” Raekyo bingung, oppa ikannya itu berlari entah menuju ke mana. Kenapa oppanya itu tidak membawa mobilnya? Apa yang dilakukannya berlari-lari seperti itu? Apakah ia sedang olahraga sore? Memutuskan tidak terlalu peduli, toh panggilannya juga tidak terdengar yang membuat gadis itu agak dongkol, Raekyo melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam rumah.

            Raekyo menghela nafas dengan berat. Ia sepenuhnya yakin ada sosok itu di dalam rumah. Sang eomma. Memikirkannya saja membuat tubuh gadis itu bergetar, Raekyo segera menggelengkan kepalanya, diusirnya bayangan masa lalu yang kini merambat memenuhi pikirannya. Kejadian itu sudah lama berlalu, mungkin saat itu eommanya sedang tidak sadar akan perbuatannya, mungkin eomma sudah berubah, buktinya saja tadi pagi sang eomma memberikan hadiah untuknya juga yang sampai saat ini belum dibuka olehnya, mungkin semua akan menjadi lebih baik. Mencoba menguatkan dirinya, Raekyo mengulas senyum di bibirnya, kata Kyuhyun oppanya seberat apapun keadaan yang dihadapi, dengan senyum seolah kekuatan kita bertambah berkali lipat, dan Raekyo mempercayainya. Menarik nafas sekali lagi, Gadis itu melangkah masuk ke rumah.

            Raekyo celingak-celinguk ke sana kemari, tidak ada siapapun di ruang tamu. Ke mana eommanya? Perlahan keraguan mulai kembali ia rasakan ketika sadar tidak ada satu oppanya di rumah. Seharusnya ada Donghae namun pemuda itu berlari meninggalkan rumah tadi entah ke mana. Sang eomma tidak akan berbuat aneh-aneh kembali padanya kan? Berjalan perlahan, Raekyo menemukan sang eomma sedang berdiri termenung di dekat meja makan. Nampaknya wanita itu tidak menyadari kehadirannya. Ragu-ragu Raekyo mendekat.

            “Eo-Eomma, Rae pulang.” Tidak ada tanggapan apapun dari sang eomma, wanita itu masih saja terdiam di tempatnya tanpa melakukan apapun. Tidak mau mengganggu lebih jauh, Raekyo memilih pergi ke kamarnya dan membiarkan sang eomma di sana.      

            “Raekyo.” Langkah kaki Raekyo berhenti di ujung tangga. Panggilan itu, panggilan eommanya padanya, eommanya memanggil namanya, seketika perasaan Raekyo membuncah. Setelah sekian lama, sang eomma mau kembali memanggil namanya. Senyum itu kini terpampang jelas di wajah cantiknya. Raekyo berbalik ketika sang eomma kembali menyebutkan namanya, namun…

            PLAKK!! Pandangan mata Raekyo menggelap sesaat setelah sang eomma menampar pipinya dengan keras. Raekyo terjatuh di ujung tangga, tangannya refleks terangkat memegang pipinya yang kini terasa panas. Ia masih mencoba mencerna apa yang terjadi, otaknya masih memproses semua kejadian yang baru saja terjadi. Sang eomma menamparnya, tapi kenapa?

            “Eomma.. Argh!” Raekyo merintih saat sang eomma menarik rambutnya dengan kencang, memaksa tubuhnya bangkit berdiri.

            “Dasar anak sial!!” Kembali sang eomma menampar Raekyo hingga gadis itu kembali jatuh tersungkur. Merasa belum puas, sang eomma terus memukuli wajah Raekyo seperti kesetanan, membuat gadis itu berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil berteriak minta ampun.

            “…tikan! Nyonya! Hentikan!!” Shin Ahjumma tidak tahan lagi, ia kaget melihat maknae kluarga Cho sudah tergeletak tidak berdaya di bawah pukulan mantan nyonyanya. Ia baru saja pulang dari supermarket ketika mendengar pelayan lain saling berbisik ketakutan sambil menunjuk ke arah rumah. Merasa curiga, ia memeriksanya dan terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Sekuat tenaga Shin Ahjumma mendorong mantan majikannya dengan keras. “Apa yang nyonya lakukan? Nyonya bisa membunuhnya!!”

            “Lancang sekali kau! Kau kira dirimu siapa?! Menyingkir, jangan campuri urusanku!”

            “Tidak! Sudah cukup! Lihat perbuatanmu, nyonya mau kejadian dulu terulang kembali?”

            “Mwo?! Pelayan rendahan sepertimu berani memerintahku?! Kau mau kupecat?! Minggir!!” Kim Hana kembali maju namun tenaga Shin Ahjumma lebih besar, ia mendorong kembali sang nyonya membuat Kim Hana meraung marah.

            “Sebaiknya nyonya pergi, sebelum saya panggilkan tuan besar. Ah, atau lebih baik saya panggilkan tuan muda? Tuan muda mana yang nyonya mau? Tuan muda Donghae? Atau tuan muda Kibum? Ah saya tahu, bagaimana ya tanggapannya bila tuan muda Kyuhyun tahu?” Shin Ahjumma tersenyum sinis. Dia sudah melayani keluarga ini sejak Leeteuk belum lahir, maka wajar ia tahu segala sesuatu yang terjadi di rumah ini. Termasuk percobaan pembunuhan yang terjadi pada si bungsu keluarga Cho.

            “Kau!!” Kim Hana menunjuk marah, “Jangan harap semua selesai sampai di sini! Dan jangan coba-coba mengancamku! Kau tidak tahu sedang berurusan dengan siapa! Pilih sebelum kupecat, aku atau anak haram ini yang pergi?!”

            “A-anak haram?” Suara Raekyo yang seperti bisikan itu masih bisa tertangkap pendengaran kedua orang yang sedang bertatap mata dengan sengit. Raekyo kaget bukan main, ia tidak salah dengar kan? Siapa yang anak haram? Dirinya? Benarkah? Jadi selama ini…

            “Pergi!! Jangan menyebarkan kebohongan di rumah ini, nyonya!! Lebih baik nyonya pergi sekarang atau benar-benar akan kupanggil tuan muda Kyuhyun!” Kim Hana menatap penuh amarah pada pelayan rumah di depannya. Harga dirinya seolah terinjak diusir secara tidak terhormat oleh orang yang lebih rendah darinya. Kim Hana melepas apron yang masih ia kenakan lalu melempar keras ke wajah Raekyo, dengan kesal ia bergegas mengambil barang-barangnya dan keluar rumah.

            “Nona…” panggilan Shin Ahjumma menyadarkan Raekyo. Tidak tahu apa yang dipikirkanya, Raekyo berdiri. Tubuhnya yang lemas itu limbung ke depan, beruntung Shin Ahjumma segera menangkap tubuhnya. Namun Raekyo menyingkirkan tangan Shin Ahjumma dari tubuhnya dan berlari tertatih keluar rumah, mengabaikan panggilan Shin Ahjumma.

            “Eomma!” Raekyo berhasil menyusul sang eomma yang masih berkutat dengan barangnya di depan rumah. “Masuklah ke rumah. Op-oppadeul menunggu kedatangan eomma sejak lama, terutama Kyuhyun oppa. Biar aku saja yang pergi, eomma. Jebal. Aku tidak mau oppadeul terutama Kyuhyun oppa kecewa bila mereka pulang eomma sudah tidak ada di rumah. Jebalyo eomma, masuklah. Biar aku yang pergi.” Raekyo memohon pada sang eomma, dirinya sungguh ingin menangis saat ini namun ditekannya kuat-kuat. Sang eomma memandangnya dengan tatapan tidak suka, jijik mungkin, ia mendorong tubuh Raekyo dengan kencang membuat gadis itu terjengkang ke belakang lalu membawa barang bawaannya kembali masuk ke rumah. Menyisakan Raekyo yang terduduk di tanah.

            Raekyo menatap ke arah rumahnya dengan sendu, begitu sakit rasanya tidak diinginkan oleh ibunya sendiri. Ibu? Ia bahkan tidak layak memanggil ibunya lagi, ia itu apa kata sang eomma tadi? Anak haram. Sebuah status yang dengan jelas menggambarkan alasan di balik perlakuan kejam eommanya selama ini.

            “Ah..” Raekyo meringis saat wajahnya terasa remuk redam. Pukulan sang eomma ia yakin meninggalkan bekas di wajahnya. Dengan sedih, Raekyo bangkit berdiri. Karena terburu-buru berlari keluar tadi ia lupa memakai alas kaki namun masuk kembali ke dalam ia takut akan membuat sang eomma marah lagi dan kembali mengancam pergi. Raekyo tidak mau itu terjadi, ia rela mengalah demi kakak-kakaknya bahagia. Tanpa membawa apapun selain baju seragam yang melekat di tubuhnya, Raekyo berjalan pergi, meninggalkan tempatnya untuk pulang memandang kepergiannya dalam sunyi.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...