Sepuluh

Lies

Bunyi pintu yang terbuka membuat Raekyo mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang gadis itu baca. Senyumnya mengembang seketika melihat penjenguknya. Di sana ada kakak terkecilnya, Kyuhyun. Pemuda itu hanya berdiri diam di pintu, terlihat lebih pucat dari biasanya dengan kantung mata yang menghitam, raut wajahnya tidak terbaca, cukup membuat senyum di bibir Raekyo pudar.

            “Oppa, kau sakit?” Kyuhyun hanya menggeleng lemah. Pemuda itu tersenyum singkat kemudian kembali terdiam, “Apa terjadi sesuatu? Aigoo, jangan bilang kau begini karena mengkhawatirkanku? Oppa berlebihan sekali, aku baik-baik saja.”

            Raekyo semakin bingung karena sang kakak masih betah dalam diamnya. Namun pemuda itu menatap kedua mata Raekyo dengan intens.

            “Oppa? Masuklah. Aku risih melihatmu diam terus, seperti bukan dirimu saja.”

            “Kenapa tidak memberitahuku?” Suara Kyuhyun terdengar serak.

            “Kan Teuki oppa sudah memberitahumu. Aku masih tertidur kemarin jadi tidak sempat meneleponmu. Kau marah karena itu?”

            “Bukan. Kenapa tidak memberitahuku?”

            “Memberitahu apa?”

            “Kau mendonorkan ginjalmu padaku.” Raekyo terdiam seketika. Kyuhyun menghela nafas lalu masuk ke dalam kamar setelah menutup pintu di belakangnya. Pemuda itu menghampiri sang adik yang kini nampak pucat pasi, tertangkap basah.

            “Aku…”

            “Kau tahu seberapa marahnya aku pada tubuhku ketika tahu? Kau tahu seberapa kecewanya aku pada semuanya karena telah menyembunyikan semua ini dariku selama ini? Bagaimana, bagaimana bisa kau diam saja ketika satu-satunya harapan hidupmu diambil dan diberikan padaku?”

            “Oppa.” Manik sewarna lelehan cokelat itu saling beradu, kesedihan nampak dalam tatapan salah satunya. Raekyo tersenyum, “Aku tidak pernah menyesal memberikannya padamu. Itu salah satu hal terhebat yang pernah kuberikan padamu, dan dengan kehadiran oppa di sini, bersamaku, membuktikan hadiahku tidak sia-sia. Aku tidak pernah menyesalinya sedetikpun oppa. Kalaupun eomma tidak memaksaku, aku akan dengan senang hati mengajukan diri kembali. Jadi kau pun tidak boleh menyesal oppa.”

            “Kau pikir itu gampang? Memperhatikanmu melemah setiap kali, merasakan ketakutan matamu tidak akan terbuka lagi setiap kali kau hilang kesadaran, melihat dengan mata kepalaku sendiri adikku akan mati karena ginjalmu yang tinggal satu itu sudah rusak dan akan segera berhenti bekerja. Dan itu semua ternyata dikarenakan diriku, kau pikir itu gampang?!” Kyuhyun mengepalkan tangannya kuat-kuat. Sebutir air mata menetes dari mata pemuda itu, Raekyo merasa matanya sendiri terasa basah.

            “Oppa, aku akan dapat donor ginjal, aku sudah berjanji akan kuat sampai saat itu tiba, aku sudah berjanji pada appa. Appa percaya padaku, kau pun harus begitu. Oppa percaya kan?” Raekyo menggenggam tangan sang kakak. Meyakinkan pemuda itu bahwa ia benar-benar serius.

            “Maafkan oppa Rae, oppa minta maaf.” Kyuhyun membawa Raekyo ke dalam pelukannya. Pemuda itu memeluk sang adik dengan kuat, mencoba menyalurkan kekuatan pada gadis yang begitu ia sayangi lebih dari dirinya sendiri. Dan Raekyo menerima pelukan itu dengan senang hati. Inilah yang ia suka dari pelukan kakak terkecilnya. Kakaknya yang lain selalu memeluk dirinya penuh kelembutan dan kehati-hatian seolah Raekyo adalah barang mudah pecah. Namun tidak dengan Kyuhyun, pemuda itu selalu memeluk dirinya dengan segenap kekuatan yang pemuda itu punya. Tidak pernah bertanya apakah tindakannya akan menyakitinya atau tidak. Kakaknya itu tahu Rekyo sekuat dirinya juga.

            “Apakah aku seharusnya tidak masuk dulu? Apa aku mengganggu acara romantis kalian?” Sebuah suara menginterupsi pelukan Raekyo dan kakaknya. Sontak mereka menoleh ke arah pintu masuk, masih sambil berpelukan. Sedetik kemudian mereka tertawa bersama.

            “Teuki oppa? Kau baru datang?”

            “Wah, nampaknya kau tidak senang aku datang. Katamu aku oppa kesayanganmu tapi sekarang kau lebih memilih bocah setan itu daripadaku.” Leeteuk pura-pura merengut marah membuat tawa Raekyo kembali berderai sementara si bocah setan mendelik kesal pada si sulung.

            “Bocah setan? Kalau aku bocah setan lalu hyung apa, ahjussi setan?”

            “Nah, nah, hanya penghuni neraka yang menunjukkan bibir seperti itu.” Leeteuk menunjuk-nunjuk bibir Kyuhyun yang maju beberapa centi dengan jarinya.

            “Aish, hyung! Kau jorok sekali, tanganmu kan penuh kuman!”

            “Hahaha, arra, arra. Nah apa aku melewatkan sesuatu? Kenapa kalian berpelukan seperti telletubies begitu?” Leeteuk menaruh kantung belanjaannya di samping tempat tidur Raekyo.

            “Aku sudah tahu semuanya, hyung. Raekyo mendonorkan ginjal padaku.” Pandangan mata Kyuhyun kembali meredup, “Aku sangat menyesal, hyung.”

            “Issh, oppa sudah kubilang itu bukan salahmu. Jangan tunjukkan wajah seperti itu lagi padaku!”

            “Bagaimana kau bisa tahu, Kyu? Siapa yang memberitahumu?” Leeteuk bertanya penasaran.

            “Eomma hyung, kemarin malam. Eomma mengajakku ikut bersamanya, ia berpikir dengan bercerita padaku yang sebenarnya aku akan ikut dengannya. Tadinya aku berpikir begitu karena merasa bersalah, aku berniat ikut eomma setelah melihat Raekyo terakhir kalinya. Namun Raekyo tidak marah atau benci padaku seperti kusangka semula. Itu membuatku yakin aku harus ada di sampingnya, mencarikan pendonor untuknya. Ginjalnya tinggal satu, dan ia suka sekali berlari-lari sampai jatuh seperti ini, harus ada yang menjaganya kan?”

            “Jatuh? Eomma belum memberitahu semuanya padamu bahwa ia yang memukuli Raekyo sampai seperti ini? Atau dulu eomma hampir membunuh Raekyo hingga ia phobia pada ruangan tertutup dan tidur harus dengan jendela terbuka?”

            “A-apa maksudmu hyung? Jadi, jadi Rae bukan jatuh, dia… dia… Eo-eomma membunuh?” Kyuhyun mundur selangkah dengan raut wajah terkejut. Ia melihat pada Leeteuk dan Raekyo, dua-duanya memucat seketika.

            “Oppa, itu….” Raekyo kehilangan kata-katanya, begitupun dengan Leeteuk. Si sulung merutuki kebodohan mulutnya yang berbicara tanpa bisa ia cegah.

            “Kyu, aku… Yak! Kyu kau mau ke mana?!” Leeteuk dan Raekyo terdiam saling pandang ketika tiba-tiba Kyuhyun berlari ke luar ruangan.

            “Oppa! Kenapa diam saja? Cepat kejar Kyu oppa!” Raekyo mengguncang tangan sang kakak yang masih terdiam membeku di tempatnya, “Oppa!!”

            “Biarkan Rae, sudah saatnya ia tahu yang sebenarnya.”

            “Oppa…” Raekyo memandang Leeteuk dengan pandangan tidak percaya, “Jangan bilang kau sengaja?”

            “Ani.” Leeteuk menggeleng, “Aku keceplosan tadi, tapi ada baiknya ia memang tahu segalanya.”

            “Iiishhh!” Raekyo mendesis merasakan tangannya sakit saat dirinya dengan sengaja mencabut paksa infus yang masih menancap di tangannya.

            “Yak! Rae apa yang kau lakukan? Tunggu di sini, jangan berpikiran bodoh, tidak ada gunanya kau menyusulnya, lebih baik ia tahu sekarang daripada nanti. Aku akan panggilkan dokter.” Leeteuk segera berlari keluar ruangan. Raekyo menatap kepergian Leeteuk dengan sedih.

            “Oppa, mian, aku tidak bisa membiarkan Kyu oppa sendirian. Kau tidak tahu rasanya menghadapi kenyataan pahit sendirian kan?” tanpa menunggu sang kakak kembali, Raekyo berlari keluar kamar rawatnya, berharap ia sempat menyusul Kyuhyun.

 

* * *

 

            Kyuhyun berjalan dengan gontai. Pandangannya kosong dan ia tidak sadar melangkah ke mana. Ia baru saja menutup sambungan telepon ke rumahnya, semua perkataan yang baru saja ia dengar terus terputar di otaknya. Dengan sedikit paksaan, Shin ahjumma menceritakan semuanya. Walau tersendat-sendat karena wanita itu bercerita sambil menangis, namun Kyuhyun memahami semuanya.

            Sesungguhnya Kyuhyun tidak tahu harus bagaimana merespon semua pengetahuan yang baru saja ia ketahui. Haruskah ia merasa marah? Benci? Sedih? Seolah sudah rusak, Kyuhyun seakan lupa untuk merasakan semua emosi itu. Anehnya, ia kini hanya merasa hampa, semua pertanyaannya terjawab sudah. Sama seperti Kibum, Kyuhyun tidak bodoh, ia tahu semua yang terjadi di keluarganya tidak wajar. Namun bedanya ia memlih untuk tidak perduli dan di sinilah ia sekarang dengan beban berat semua pengetahuan itu menghimpitnya. Kyuhyun sadar, semua terjadi karena dirinya.

            “Kyu Oppa!!” Sebuah panggilan mengalihkan pikiran Kyuhyun. Ia melihat Raekyo berada di seberang jalan, melambai dengan semangat ke arahnya. Itu adiknya, adik yang sudah banyak berkorban untuk dirinya. Adik yang telah menanggung semua kekejaman eomma mereka. Adik yang bahkan dinamai oleh sang eomma anak haram. Adiknya itu kini berlari kecil berusaha mengikis jarak di antara mereka. Kyuhyun merasa perasaannya tidak enak, ia menoleh ke arah kanan dan matanya terbelaklak sempurna.

            “Tidak, Rae, berhenti!! Stop!! Berhenti!!” Sebuah mobil melaju kencang menuju tepat ke arah Raekyo. Merasa tidak punya waktu berpikir lebih jauh, Kyuhyun berlari ke arah adiknya, ia menggerakan kakinya sekencang yang ia bisa.

            BRAKK!!!

            “TIDAAAAAAKKKKK!!!!!!!”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...