Tiga

Lies

Bunyi petir membangunkan Raekyo dari mimpi panjangnya. Ia berbaring telentang selama beberapa saat, mencoba menetralkan detak jantungnya. Sisa-sisa mimpinya mulai memudar seiring kesadarannya yang semakin terkumpul. Lagi-lagi ia bermimpi kenangan masa kecilnya. Selalu seperti itu, hingga Raekyo akan merasa aneh bila ia sama sekali tidak bermimpi. Gadis itu bersyukur, setidaknya mimpinya kali ini bukan sesuatu yang menyakitkan, hanya sepotong kenangan bersama oppa tertuanya.

            Raekyo memandang jendela kamarnya yang terbuka. Ia yakin ini masih tengah malam. Terlihat kilatan petir di ujung langit, sepertinya hujan akan turun. Merasa kantuknya hilang sepenuhnya, gadis itu melangkahkan kaki keluar kamarnya. Suasana sudah sangat sepi, ia melangkah perlahan menuju dapur. Dinyalakannya lampu dapur lalu menuangkan segelas air putih untuk dirinya sendiri. Raekyo minum perlahan.

            “Aigooo! Raekyo? Cho Raekyo? Itu benar kamu, Rae?”

            “Hae oppa?”`

            “Aigooo syukurlah. Oppa sudah sangka kamu hantu gentayangan. Tengah malam begini kamu duduk diam melamun, sebenarnya sedang apa eoh?” Donghae mengambil minuman untuk dirinya sendiri lalu duduk di hadapan adiknya.

            “Aku haus.” Raekyo menunjukkan gelasnya ke hadapan Donghae, pemuda itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

            “Kalau sudah sana tidur, besok kau terlambat ke sekolah.” Donghae mengibas-ngibaskan tangannya mengusir gadis itu. Raekyo terkekeh geli melihat gesture kakaknya yang memang berwajah kekanakkan itu.

            “Aku sudah tidur dari siang oppa. Sekarang kantukku hilang sepenuhnya.”

            “Kamu kenapa ikut pelajaran olahraga?” Donghae kini menatap adiknya serius.

            “Iissh evil itu!” Raekyo berdecak kesal, “kenapa mulutnya ember sekali sih.”

            “Yak! Memang kamu yang salah. Jangan menyalahkan orang lain, cepat atau lambat kami semua juga akan mengetahuinya.” Donghae geleng-geleng kepala, “Gwenchana?”

            “Jangan perhatian padaku oppa. Tidak cocok dengan mukamu yang childish. Ada juga aku yang harusnya memberikan perhatian, mungkin aku cocok jadi noona-mu. Noona Raekyo.” Raekyo tersenyum lebar sambil membuat tanda centang dengan jarinya di dagu. “Appoooooo!”

            “Kau itu, kenapa sih suka sekali ikut-ikutan Kyuhyun? Tidak bisakah kau meniruku atau Kibum atau Teuki hyung saja dan bukannya bocah setan itu?” Donghae menggerutu kesal. Sekali lagi ia menjitak kepala adiknya.

            “Sudah oppa! Aku nanti jadi bodoh.” Raekyo melindungi kepalanya dengan kedua tangannya.

            “Rae, diantara kami berempat, siapa yang paling kamu sayang?”

            “Hae oppa!” Raekyo menjawab mantap. Donghae mendecak kesal. “Loh, kenapa memang? Hae oppa tidak senang kusayang?”

            “Masalahnya kau selalu mengatakan nama siapapun yang sedang berada di depanmu saat itu! Dasar penggombal. Sama lagi seperti bocah setan itu yang selalu mengatakan kami hyung terbaiknya kepada siapapun yang mengabulkan permintaannya. Otakmu memang perlu dicuci, Rae. Kau sudah terlalu mirip dengan Kyuhyun. Kamu tidak ngeri mirip dengan raja setan dari neraka?”

            “Bukan aku yang makin mirip Kyu oppa, tapi Kyu oppa yang makin mirip denganku.” Raekyo tersenyum, “Separuh jiwaku ada di dalam Kyu oppa, kami sudah seperti anak kembar kan oppa?”

            “Separuh jiwa? Apa itu yang kau minum? Coba kemarikan! Itu air putih atau soju? Kamu mabuk Rae? Sejak kapan kamu jadi puitis begitu. Lihat! Lihat! Oppa sampai merinding!” Donghae menjulurkan tangannya ke hadapan Raekyo untuk menunjukkan bulu kuduknya yang berdiri, membuat Raekyo tertawa keras.

            “Dasar ikan!”

            “Mwo??!! Kau mengata-ngataiku? Sudah berani rupanya….”

            “Hahaha! Ampun oppa, hahaha! Ampuuunnnn!!” Raekyo berusaha menghindar dari Donghae yang terus menggelitikinya.

            “HOY KALIAN CEPAT TIDUR!!! KALIAN PIKIR SEDANG SYUTING FILM INDIA EOH KEJAR-KEJARAN MEMUTARI MEJA MAKAN SEPERTI ITU??!! MANA TENGAH MALAM PULA! CEPAT KEMBALI KE KAMAR!! TIDUR!! BESOK AKAN KUHUKUM BILA KALIAN TELAT BANGUN!!” Leeteuk berteriak sambil berkacak pinggang di atas tangga. Matanya melotot. Donghae dan Raekyo segera terdiam sambil meringis. Donghae pun menggandeng tangan adiknya menuju tangga.

            “malaikat apanya, Teuki oppa kalau marah mirip Lucifer! Kenapa sih anggota keluarga kita seperti berasal dari neraka semua?” ucapan Raekyo yang berbisik-bisik di belakangnya hampir membuat Donghae tertawa. Cepat-cepat pemuda itu menutup mulutnya dengan tangan. Leeteuk masih memelototi mereka sambil berkacak pinggang begitu mereka lewat di hadapannya.

            “Yak! Hae! Arah kamarmu bukan ke sana!”

            “Aku akan tidur dengan Raekyo malam ini!” Donghae buru-buru menarik adiknya masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintu.

            “Awas kalau kalian tidak tidur dan malah bermain-main!!” Terdengar suara Leeteuk dari balik pintu. Kemudian si sulung pun memutuskan kembali ke kamarnya, melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu. Sebelum kembali terlelap, Leeteuk memasang telinganya baik-baik dan tersenyum puas saat tidak terdengar suara apapun dari kedua adiknya. Yang si sulung tidak tahu, begitu ia tertidur lelap, si bungsu dan anak kedua keluarga Cho itu melanjutkan obrolan seru mereka sampai pagi. Meredam suara tawa masing-masing dengan bantal saat salah satu dari mereka melontarkan cerita lucu.

 

* * *

            Raekyo terbangun karena rasa sakit mendera tubuhnya. Gadis itu sedikit meringis merasakan pinggangnya berdenyut nyeri. Perlahan ia mencoba membalikkan tubuhnya, berusaha setengah mati tidak mengeluarkan suara agar Donghae yang tidur di sampingnya tidak terbangun. Tangannya mengelus pinggangnya perlahan, mencoba membuat rasa sakit itu mereda. Mata Raekyo meilirik jam yang berada di dinding kamarnya, ia baru tertidur dua jam dan ini sudah waktunya ia harus bersiap untuk sekolah. Raekyo mengerutkan keningnya, apa ia sakit karena kurang tidur?

            Sekuat tenaga Raekyo berusaha bangun, rasa sakitnya membuat peluhnya mengalir deras. Ia kewalahan. Gadis itu tahu ia harus membangunkan kakaknya untuk meminta tolong namun ia ragu-ragu. Semua kakaknya pasti akan menanggapi sakitnya berlebihan, terutama kakak sulungnya. Akhirnya, menguatkan diri, Raekyo turun dari ranjang dan berjalan dengan sempoyongan ke kamar mandi. Berharap mandi dapat menyegarkan dirinya.

            “Rae? Kalau sudah mandinya cepat turun ke bawah, sarapan.” Entah sudah berapa lama Raekyo diam di bawah pancuran hingga suara Donghae terdengar. Oppanya itu sudah bangun rupanya. Semburan air hangat rupanya memang membantu tubuhnya rileks namun tidak cukup mampu meyingkirkan raut wajah pucatnya. Jangan lupakan lingkaran hitam di matanya karena kurang tidur semalam.

            Ketika akhirnya Raekyo kuat untuk melangkahkan kaki keluar kamar, hampir semua oppanya sudah berangkat ke tujuan masing-masing. Menyisakan Kibum yang masih meminum susunya dengan tenang. Pemuda stoic itu mengerutkan kening melihat adiknya.

            “Apa saja yang kau lakukan? Kamu bisa telat, Rae.”

            “Hm-hm. Oppa sendiri belum berangkat?” Raekyo memberikan senyum termanisnya pada Kibum. Setengah mati berharap make up yang ia oleskan di wajahnya menutupi wajah sakitnya.

            “Baru mau.” Kibum berdiri dan mengambil tasnya, “Sarapannya jangan lama-lama Rae, kau beneran bisa telat.”

            “Oppa…” Raekyo menahan tangan Kibum saat pemuda itu mulai beranjak. “Aku ikut denganmu ke sekolah, ne?”

            “Tumben. Kemarin-kemarin kau selalu menolak, kenapa sekarang tiba-tiba minta bersamaku?”

            “Ani. Aku hanya kangen berangkat bersama oppa. Bum oppa kan oppa kesayanganku.”

            “Apa yang sedang kau rencanakan, maknae?” Kibum geleng-geleng kepala mendengar pernyataan Raekyo yang menurutnya basi itu. “Kamu jangan keseringan bergaul sama Kyuhyun. Kamu jadi mirip dia. Ayo kalau begitu.” Raekyo tertawa mendengar penuturan Kibum. Mengambil selembar roti, Raekyo segera mengikuti langkah kakaknya ke mobil.

            Setelah menghabiskan sarapannya, sisa perjalanan Raekyo tempuh dalam diam. Matanya terpejam mencoba menghindari percakapan yang sudah jelas akan Kibum mulai sebab kakaknya itu sudah sering meliriknya dari tadi.

            “Rae, kamu kepanasan? Apa ACnya kurang dingin? Kamu berkeringat banyak sekali.” Kibum menghela nafas saat adiknya hanya menggeleng sebagai jawaban pertanyaannya dan memilih untuk merubah posisi memunggunginya. Raekyo sengaja melakukannya karena ia tahu kakaknya akan melarangnya pergi ke sekolah bila tahu ia sakit.   

            Kibum mengguncang perlahan tubuh adiknya ketika selesai memarkirkan mobilnya. Mereka telah sampai di sekolah. Raekyo membuka matanya, mengumpulkan segenap kekuatannya ia melangkah keluar mobil. Tubuhnya lemas luar biasa. Ia membuat kode mengusir dengan tangannya saat dirinya merasa Kibum memperhatikannya.

            “Oppa duluan saja. Sudah sana!”

            “Kuantar kau ke kelas. Cepatlah, kita sudah hampir terlambat.” Kibum mengabaikan pengusiran adiknya dan menggandeng Raekyo menuju ke kelasnya. Pemuda itu menulikan telinganya dari gumaman protes yang dilancarkan gadis itu. Ia sangat tahu Raekyo benci jadi sorotan perhatian seperti yang sekarang sedang terjadi, seluruh siswa yang mereka lewati memandang mereka terang-terangan dengan penasaran, namun ia tidak peduli. Ia hanya seorang kakak yang mengantar adiknya ke kelas, salahnya di mana?

            “Pulang sekolah nanti tunggu aku, kita akan mengunjungi Hankyung hyung.” Kibum memandang tajam adiknya yang kini sudah duduk di bangkunya. Suasana kelas terasa sepi karena semua sedang memperhatikan interaksi mereka.

            “Mwo? Untuk apa kita ke Han oppa?” Raekyo mempertanyakan keinginan kakaknya untuk mendatangi dokter pribadi keluarga mereka.

            “Untuk memeriksakan gadis bodoh yang sudah tahu sakit tapi tidak mau mengakuinya.”

            “Oppa, aku tidak…” Pandangan tajam Kibum membuat Raekyo tidak jadi melanjutkan kalimatnya. “Ne. Baiklah.”

            Persetujuan adiknya yang dikatakan dengan pasrah itu membuat Kibum melunak. Ia mengeluarkan killer smilenya lalu mengacak rambut magnaenya, tawanya lepas ketika gadis itu memprotes dan mengeluarkan deathglare terbaiknya padanya. Pemuda itu pun keluar kelas Raekyo masih sambil tertawa.

            Raekyo mengeluarkan buku dari tasnya ketika menyadari suasana kelasnya masih tetap hening. Ia mengamati pandangan mata teman sekelasnya dan rasa penyesalan langsung mendatanginya.

            “Rae, itu… itu… Cho Kibum.. Dia tertawa? Dia…” Seulbi teman sebangku sekaligus teman pertama Raekyo di sekolah ini menunjukkan ekspresi tidak percayanya. Bakal jadi berita besar seorang Cho Kibum yang terkenal dingin dan cuek itu tertawa lepas seperti tadi. “Bagaimana bisa? Kau dan Kibum sunbaenim…”

            “Nanti kujelaskan.” Raekyo meringis meminta maaf ketika dilihatnya sonsaengnim sudah masuk ke dalam kelas dan siap mengajar. Ia berusaha fokus pada papan tulis di hadapannya, tidak menyadari sepasang mata yang memperhatikannya dengan pandangan menusuk.

 

* * *

            “Yang benar?? Kau serius??” Raekyo memutar bola matanya malas. Ini sudah pertanyaan keseratus kalinya dari sejak ia memberitahu sahabatnya bahwa Kibum dan Kyuhyun adalah kakaknya. Seulbi terus menerus menanyakan hal yang sama sambil berjalan mondar mandir di hadapan Raekyo, membuat gadis itu pusing.

            Raekyo memilih mengabaikan pertanyaan sahabatnya dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Kini jam istirahat dan dirinya sedang duduk di taman belakang sekolah yang sepi. Ia tahu setelah kejadian tadi pagi, pergi ke kantin adalah ide yang buruk. Lagipula ia tidak ada nafsu makan karena perutnya terus menerus sakit dari sejak jam pelajaran pertama dimulai. Ia menoleh ketika telapak tangan mendarat halus di keningnya.

            “Kamu demam, Rae.” Raekyo membalas tatapan khawatir sahabatnya, “Lebih baik kau ke ruang kesehatan. Mau kuantar?”

            “Ani. Aku baik-baik saja. Sejak kapan kau perhatian begini, eoh? Jangan-jangan ini cuma akal-akalan biar bisa dekat dengan oppaku ya?”

            “Iiissh! Aku serius khawatir padamu Raekyoooo.” Gadis itu tertawa saat Seulbi mendudukan dirinya di sebelah Raekyo dengan raut wajah kesal.

            “Seulbi-ah, kau marah?”

            “Punya cermin?”

            “Ne?” Raekyo memandang dengan bingung.

            “Kau harus liat wajah pucatmu itu. Orang bodoh juga tahu kamu sedang sakit. Sebenarnya kau sakit apa?”

            “Sakit… jiwa?” Raekyo tertawa keras memandang reaksi sahabatnya. Seulbi yang sadar sedang dikerjai oleh Raekyo menepuk bahu sahabatnya itu dengan keras membuat Raekyo membungkukkan badannya. Ekspresi khawatir muncul di wajah Seulbi saat sahabatnya itu berhenti tertawa namun masih tetap membungkukkan badannya.

            “Rae? Sudah berhenti menjahiliku! Kali ini aku percaya kau adik Kyuhyun sunbaenim, aura jahil kalian sama. Rae?”

            “Seulbi-ah, ah ternyata kau tahu aku menjahilimu. Kamu tidak seru!” Raekyo menegakkan badannya sambil tersenyum jahil. “Ini sudah waktunya kembali ke kelas, kau duluan saja.”

            “Memang kau mau ke mana?”

            “Aku mau menelepon kakakku dulu. Kau duluan saja.” Seulbi menatap Raekyo curiga namun akhirnya ia mengalah. Mengendikkan bahu, Seulbi melangkah menuju ke kelasnya. Sepeninggal sahabatnya, Raekyo mencengkram perutnya kuat-kuat. Rasa sakitnya terasa meningkat, ia tahu ia harus meminta tolong pada siapa. Dengan lemas Raekyo mengambil ponselnya dan menghubungi satu-satunya orang yang ia pikir dapat menolongnya, kakak pertamanya, Leeteuk. Setelah melakukan pembicaraan serius dengan kakak sulungnya, Raekyo berjalan teratih menuju kelasnya. Ia harus bertahan sampai Leeteuk menjemputnya.

 

* * *

 

            Bel pulang sekolah sudah lama berdentang, Kibum berdiri di dekat mobilnya dengan gelisah. Pasalnya adiknya belum juga muncul. Ia mengingat dengan jelas tadi pagi ia menyuruh gadis itu untuk pulang bersamanya namun entah di mana gadis itu sekarang. Apa dia lupa dan sudah pulang duluan? Kibum menggelengkan kepalanya, tidak mungkin. Sejak bel pertama berdentang ia sudah menunggu di dekat mobilnya, bahkan kalaupun adiknya lupa pada janjinya, ia akan melihat gadis itu keluar gerbang sekolah.

            Kibum mengecek pesan-pesan yang ia kirim ke ponsel Raekyo, tidak ada satupun yang dibaca. Bahkan teleponnya pun tidak diangkat. Kyuhyun yang memang punya janji bersama teman-temannya pun sudah pergi dari tadi. Pemuda pucat itu juga berkata bahwa ia tidak melihat Raekyo seharian ini di sekolah.

            “Bum-ah!” Kibum menoleh dan mendapati hyung childishnya berlari-lari kecil ke arahnya, “Syukurlah kau belum pulang.”

            “Donghae hyung? Apa yang hyung lakukan di sini?”

            “Itu.. Mobilku mogok di dekat sini. Aku mencoba peruntunganku ke sini, berharap salah satu dari kalian belum pulang hingga bisa pulang bersama. Ternyata aku beruntung.” Donghae terkekeh sendiri. “Ayo pulang.”

            “Tunggu, hyung. Aku menunggu Raekyo.”

            “Raekyo?” Donghae mengerutkan keningnya, “tumben dia mau pulang bersamamu? Bukannya dia selalu protes tidak mau dijadikan tukang pos bila satu sekolah tahu kalian bersaudara?”

            “Dia sedang sakit, hyung. Makanya tadi pagi juga ia meminta ikut ke sekolah bersamaku. Harusnya pulang sekolah ini kami akan ke Hankyung hyung.”

            “Mwo?? Dia sakit?”

            “Ne.” Kibum mengangguk muram, “Tapi sekarang sekolah sudah sepi dan tidak ada tanda-tanda kemunculannya.”

            “Sudah kau telepon?” Kibum mengangguk, “Sudah kau cek ke kelasnya? Atau ke ruang kesehatan?” Kibum terpekur.

            “Belum, hyung. Aku tidak terpikir untuk itu.” Kibum menggaruk kepalanya yang tidak gatal membuat Donghae menggelengkan kepalanya.

            “Ayo kalau begitu. Siapa tahu dia tertidur di ruang kesehatan.”

            “Tunggu hyung, itu teman Raekyo.” Kibum menarik kakaknya ke arah berlawanan. Membuat Donghae tersandung-sandung dengan perubahan arah yang tiba-tiba itu.

            “Kibum Sunbaenim?” Seulbi kaget ketika dilihatnya Kibum menghadang jalannya sambil menarik seorang pemuda tampan lainnya dengan wajah kekanakkan.

            “Ehm, kau teman Raekyo kan? Kau tahu dia di mana sekarang?” Kibum bertanya tanpa basa-basi.

            “Raekyo? Tadi setelah istirahat dia dijemput kakaknya karena sakit, sunbaenim. Maaf kalau lancang tapi boleh saya tahu di mana Raekyo sekarang? Ponselnya tidak aktif, saya hanya ingin menjenguknya sebab tadi ia nampak tidak baik-baik saja.”

            “Kakaknya? Apa mungkin Teuki hyung?” Seulbi baru sempat memperhatikan pemuda kekanakkan yang tadi ditarik Kibum. Ia dengan cepat dapat menyimpulkan pemuda itu kakak Raekyo juga. Sebenarnya punya berapa kakak tampan sahabatnya itu? “Yak, Kibum! Tunggu aku! Ah, mianhe, terima kasih infonya, maaf kami buru-buru.” Donghae segera menyusul Kibum yang sudah berjalan tergesa menuju mobilnya. Tak lupa ia meminta maaf pada teman Raekyo yang masih berdiri kebingungan atas sikap tidak sopan adiknya yang berlalu begitu saja.

            “Hyung, lebih baik kau pulang saja. Aku saja yang menyusul Raekyo.” Kibum berbalik menghadap Donghae tiba-tiba.

            “Apa maksudmu? Raekyo adikku juga, aku berhak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Kau ini kenapa, Bum?”

            “Tapi hyung…” Kibum ragu-ragu sejenak  hingga membuat Donghae keheranan. Namun pemuda itu segera masuk ke dalam mobil diikuti kakaknya yang masih kebingungan atas sikapnya.

            Di dalam mobil Kibum menyetir dalam diam. Pemuda itu seakan sibuk dengan pikirannya sendiri. Donghae sudah lelah bertanya ke mana tujuan mereka, dilihat dari perjalanan mereka, ia tahu mereka menuju ke rumah sakit tempat dokter pribadi mereka praktek.

            “Hyung.”

            “Ne?” Donghae menjawab terlalu cepat seakan ia sudah menunggu-nunggu adiknya mengajaknya berbicara. Donghae memang benci merasa kesepian maka dari itu ia senang ketika Kibum memanggilnya.

            “Apa menurutmu yang cocok sebagai kakak hanya Teuki hyung? Apa Hae hyung, aku dan Kyuhyun tidak pantas menjadi kakak?”

            “Apa maksudmu?”

            “Aku hanya merasa.. Terkadang aku merasa aku tidak pantas disebut kakak karena aku tidak bisa membuat adikku menceritakan semua masalahnya padaku, hyung.”

            “Apa sih maksudmu, Bum? Hyung tidak mengerti.”

            “Hyung, kalau sebuah keluarga dibangun di atas fondasi kerahasiaan dan kebohongan, apa itu masih bisa disebut keluarga?” Kibum memandang Donghae sejenak sebelum kembali memperhatikan jalan di hadapannya dalam diam. Donghae tertegun, bukan karena pertanyaan Kibum yang menurutnya absurd itu, tapi karena pandangan terluka di mata adiknya.

            Entah sudah berapa lama mereka terpaku dengan pikiran masing-masing hingga mobil yang dikendarai Kibum berhenti di area parkir rumah sakit. Mereka segera menuju ke ruangan tempat Hankyung biasa berada namun kosong. Setelah bertanya ke sana kemari, akhirnya mereka tahu sang dokter sedang berada di kamar rawat inap pasiennya, yang tidak lain adalah Raekyo. Hal ini membuat Kibum dan Donghae segera berlari menuju kamar yang dituju, mereka tidak menyangka sakit Raekyo separah itu sampai harus dirawat di rumah sakit.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...