That Comfort

Pure Obsession
Please Subscribe to read the full chapter

Pure Obsession Chapter 2 : That Comfort

 

 

Saat bel istirahat berakhir, seluruh murid bergegas menuju kelas mereka masing-masing. Begitupun dengan Luhan. saat dia menuruni anak tangga, Luhan begitu tergesa sambil menghapus jejak air mata di pipinya.

Jantung Luhan begitu berdebar, bahkan debaran itu tak juga hilang saat dirinya sampai dikelas dan Likun yang menangkap ekspresi ketakutan Luhan mengerutkan kening tanda heran, pasalnya seingatnya tadi Yifan menarik paksa Luhan. Likun begitu penasaran apa yang dilakukan Yifan.

"Likun, kira-kira apa yang dilakukan Yifan? Kau lihat Luhan, kan?" Xiumin berbalik dan berbisik pada Likun yang kebetulan duduk dibelakang gadis berpipi chubby itu.

"Aku juga tidak tahu, Xiumin." Sahut Likun. Kemudian Likun beranjak dan mendekati Luhan yang tengah duduk sambil terengah. "Luhan, kau baik-baik saja?" Tanya Likun.

Luhan mengatur napas sebelum menjawab. Namun ucapannya menngantung saat mata rusanya menangkap kehadiran Yifan yang baru masuk ke kelas dan membuat Likun mengreutkan kening lalu ia berbalik dan mendapati sosok Yifan. Likun hanya mengusap bahu Luhan kemudian ia segera kembali ke tempat duduknya.

"Apa yang terjadi?" Bisik Xiumin. Namun Likun hanya mengendikan bahu tanda tak tahu. Lalu Xiumin langsung kembali berbalik menghadap papan tulis.

Luhan tidak berani menoleh ke arah Yifan, karena Luhan berani bertaruh bahwa saat ini sesekali Yifan menoleh ke arahnya. Untung saja guru segera datang dan mengalihkan perhatian seisi kelas termasuk Yifan.

Namun, perhatian Luhan lagi-lagi kembali pada pemuda yang duduk di sampingnya. Telinga Luhan sesekali mendengar suara ringisan kecil yang dia yakini berasal dari tempat Yifan duduk. Dengan sedikit ragu, Luhan perlahan menoleh ke arah Yifan dan mendapati pemuda itu tengah memejamkan matanya seperti menahan sakit. Luhan melihat Yifan yang tengah memegangi bisep sebelah kirinya. Menebak mungkinkah bagian itu yang sakit. Luhan kembali menghadap lurus kedepan saat Yifan menolehkan kepalanya ke arah Luhan. Yifan tahu gadis itu memperhatikannya tadi.

Suara gesekan kaki kursi dan lantai terdengar ketika Yifan beranjak dari bangkunya lalu tanpa permisi pada sang guru ia berniat keluar kelas, namun kakinya tertahan di ambang pintu saat guru menegurnya. "Wu Yifan kau mau kemana? Ini masih jam pelajaran." Seru sang guru yang bernama Lao Gao.

"Toilet." Jawab Yifan kemudian ia segera berlalu. Lao Gao hanya menggelengkan kepala karena dia hapal betul dengan etiket Yifan. Lalu sedetik kemudian ia kembali melanjutkan menulis rumus fisika di papan tulis.

Luhan yang merasa penasaran dan mungkin sedikit khawatir, setidaknya itu yang dapat Luhan simpulkan saat ini. Kemudian juga ikut berdiri dari tempatnya dan memanggil Lao Gao. "Maaf, laoshi. Aku permisi ke toilet juga,"

Likun dan Xiumin langsung menoleh bersamaan ke arah Luhan. "Baiklah Nona Xi, silahkan." Setelah mendapat ijin, Luhan seketika itu juga segera keluar kelas. Saat punggung Luhan hilang di balik pintu kelas, Likun dan Xiumin kemudian saling tatap karena keduanya merasa penasaran. Karena menurut mereka Yifan dan Luhan yang keluar kelas bersamaan adalah hal yang janggal ditambah lagi tadi Yifan menarik paksa Luhan dan membawanya pergi. Sungguh sebuah cerita yang menarik untuk digali.

"Wang Likun, Kim Xiumin harap fokus kedepan atau aku akan membuat kalian mengerjakan 200 essay," Tegur Lao Gao dan membuat Likun terutama Xiumin bergidik ngeri. Dan keduanya berseru 'maaf' bersamaan dan memutuskan untuk kembali fokus.

 

 

Luhan mengikuti kemana Yifan pergi, lalu mata rusanya menangkap pemuda tinggi itu memasuki ruangan UKS. Luhan membeku diambang pintu masuk saat matanya disuguhkan punggung mulus Yifan, namun kaki Luhan detik itu juga lemas saat melihat aliran jejak cairan berwarna merah pekat disepanjang lengan kiri Yifan. Yifan yang baru saja duduk di pinggir ranjang begitu terkejut saat tiba-tiba Luhan sudah ada didepannya dengan tatapan horror melihat lengannya yang mengeluarkan darah.

"Ini harus segera di obati," kata Luhan dengan tergesa mengambil kotak P3K dan mengabaikan Yifan yang tengah mengerutkan kening karena merasa tak nyaman dengan kehadiran Luhan yang menurutnya sok peduli. Bukankah tadi gadis itu takut padanya. Analisis Yifan terhenti saat mulutnya tanpa sadar meringis perih saat Luhan menyapukan kapas yang telah dibasahi dengan cairan alkohol. "Maafkan aku," Luhan menatap mata Yifan, satu detik kemudian gadis itu kembali menyapukan kapas itu lagi ke luka Yifan namun kali ini Luhan berusaha lebih lembut.

Yifan hanya diam sambil memperhatikan jemari lentik Luhan yang putih dengan lembut membersihkan sisa darah disepanjang lengan kirinya. Sapuan yang begitu lembut membuat Yifan berdesir merasakan gejolak aneh didalam tubuhnya. Bahkan rasa perih itu menguap entah kemana.

 Mata elang Yifan menyisir area wajah Luhan. Alisnya yang rapi, mata rusanya yang bening, bulu mata lentik, hidungnya, pipinya yang merona dan bibir tipis kemerahan yang detik itu juga membuat Yifan ingin merasakan bagaimana rasanya. Gadis ini benar-benar cantik. Xi Luhan. Yifan baru saja membaca name tag-nya.

Luhan benar-benar tidak fokus saat membersihkan sisa darah itu ketika sudut matanya selalu menangkap dada bidang Yifan dengan nya yang kecoklatan. Pipinya merasakan rasa panas yang ia yakin akan menimbulkan warna kemerahan disana. Setelah selesai membersihkan darah Yifan. Luhan mengambil kasa lalu melilitkannya di bisep Yifan yang jika dilihat seperti luka sayatan. Sempat melirik wajah Yifan, Luhan kembali memperban luka pemuda itu dengan perlahan dan lembut. Kelembutan yang Yifan rasakan benar-benar membuat Yifan sangat nyaman menikmati setiap perhatian Luhan pada dirinya saat ini. Untung saja tidak ada murid atau guru yang memergoki mereka. Mungkin orang akan salah paham pada mereka ditambah melihat Yifan yang shirtless. Bisa jadi mereka dituduh melakukan hal yang tidak-tidak.

Yifan kembali melirik Luhan yang tengah merekatkan ikatan perbannya dengan plester. Lalu Luhan mendongakan wajahnya dan mata rusanya bertemu dengan mata elang Yifan. Waktu seakan berhenti saat mereka beradu pandang. Tidak satupun dari mereka yang mampu melepas tautan tersebut. Keduanya seperti saling menyedot lawannya kedalam pusaran pesona manik masing-masing. Tapi kemudian Luhan mengerjapkan matanya tanda dirinya telah sadar. Dan Yifan juga mengalihkan wajahnya.

"Kau sebaiknya pergi ke dokter," Yifan kembali memusatkan perhatiannya pada Luhan.

"Tidak perlu." Jawab Yifan tegas.

"Tapi kau akan mendapatkan perawatan yang lebih baik,"

"Aku bilang tidak perlu." Mata Yifan menatap tajam mata rusa Luhan. "Biarkan saja, kau tidak perlu khawatir, luka ini akan sembuh dengan sendirinya."

"Tapi, bagaimana jika ada infeksi atau ..... maaf, aku hanya takut," Luhan menurunkan pandangan saat mata Yifan menyorotnya tajam.

"Bukankah ini juga salahmu, huh?" Luhan terlihat bingung dengan ucapan Yifan barusan. Memang apa yang dilakukan oleh Luhan. "Kau tidak ingat, kau mencengkram lenganku dengan sangat kuat saat di atap tadi?" Sebelah alis Yifan terangkat meremehkan gadis didepannya.

"Ap...apa?" Mata Luhan melebar mencoba mencerna ucapan Yifan. Lalu ia ingat memang tadi ia sempat menahan Yifan dengan mencengkram bisepnya. Tapi Luhan tidak tahu kalau Yifan tengah terluka dibagian itu. "A...aku minta maaf." Luhan merasa bersalah seketika itu juga. "Karena itu, lebih baik kau pergi ke rumah sakit."

"Kenapa aku harus mendengarkanmu?"

"A...aku hanya khawatir padamu." Seperti terkena desiran angin pantai yang menerpa wajahnya. Seluruh aliran darah Yifan berdesir hebat hanya karena mendengar kalimat sederhana itu. Entah apa yang ada pada bibir gadis itu rasanya seperti ada mantra ajaib yang membuat Yifan harus mendengarkan gadis ini.

"Kalau begitu, kau harus ikut menemaniku ke rumah sakit dan membayar seluruh biaya pengobatannya." ujar Yifan dengan santainya tanpa memperdulikan Luhan yang tengah menatapnya tidak percaya.

"Ini semua adalah salahmu. Jadi kau harus bertanggung jawab."

Luhan merasa bersalah itu benar, tapi kenapa Luhan harus ikut pemuda itu? Namun dengan berat hati Luhan mengiyakan agar dia tidak merasa bersalah dan setelah ini Luhan tidak ingin berurusan dengan pemuda berwajah stoic itu. "Baiklah." Katanya pasrah. Sudut bibir Yifan tertarik hingga tampak seperti seringaian kecil. Lalu pemuda itu berbaring di atas ranjang UKS setelah memakai kembali kemeja putihnya dan hoodie miliknya yang berwarna hitam. Luhan menahan nafas saat melihat ukiran otot Yifan saat dia memakai pakaiannya.

"

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
sendulce #2
ini apaaa? setelah hampir setahun hiatus baca ff dan nemu ff ini itu rasanyaaaa~~ selamat membuat saya bavver sebavvernyaa haha
kannykim
#3
Chapter 12: Weh si yipan pikirannya naena mulu nih -_-

Tadi kenapa gak lanjutin aja coba? ^^ *plakk
yupsyupi
#4
Chapter 11: Ahhh jia itu maminya yifan, tp jia sendiri lupa? Gt kah.

Aduh gatel bgt sm zitao yg cemburuan sm luha. Udah sih lo udah banyak harta juga.

Lhah kan kebawa emosi... Hahahha
kannykim
#5
Chapter 11: Baca epep ini berasa lagi nonton drama2 china. Ke inget film never gone jadinye. Dibayangan gue settingannya kek ntu film. Gak berasa koreanya. Biasanya gue klo baca epep pasti kebayangnya drakor2 gitu. Baru kali ini deh, nuansanya beda bgt. Mungkin gara2 pemainnya namanya china semua kali ye. Hehehe
Tapi gapapa ane ttp suka. Lanjut juseyooo~
kannykim
#6
Chapter 10: Next author~
Suka deh tiap ipan mau nyium lulu ^^
kannykim
#7
Chapter 10: Yifan frontal aned pen naenaan ama lulu -_-
Pan lulu jadi atut pan
sparklingyeollie #8
Chapter 1: oh tidak ini gs..
ricayong #9
Chapter 9: Next ditunggu
kannykim
#10
Chapter 9: Semoga likun kagak jahat ye kesananye -_-

Btw epep deal with love nya ditunggu loh kelanjutannya ^^