SATU : SEBUAH TAKDIR BAIK
YANGGOON HIGHSCHOOL MELODIESSemester gasal Yangoon Arts Highschool (YAH) kembali dimulai. Waktu liburan yang panjang membuat siswa loading lama untuk kembali fokus pada pelajaran. Termasuk Lee Hayi. Sepanjang pelajaran hari ini, ia hanya menulis atau menggambar di bagian belakang bukunya. Ia ingin segera masuk ke kelas spesial saja.
Bel berbunyi. Lega panjang tak kentara nampak di wajah para siswa. Songsaenim meninggalkan kelas setelah memberikan setumpuk PR. Kelegaan siswa hanya sementara ternyata.
“Arrgggh hoaaaaam ~~~” Bobby Kim merentangkan tangan disertai katupan lebar mulutnya tepat ketika Songsaenim keluar kelas. “Kenapa di sekolah seni harus ada mata pelajaran sejarah sih?” gumamnya, bertanya entah pada siapa.
Jennie Kim menoleh sebal,”Yaaaa ! jangan mentang-mentang lo gak lahir di Korea, lo jadi ngeremehin sejarah kita!” protesnya.
“Eh, gue gak ngeremehin sejarah Korea. Gue cuma nanya kenape di sekolah seni harus ada pelajaran Sejarah ? Lo tanya aja Hayi,”sahut Bobby mengarahkan telunjuknya pada Hayi.
Sekilas Jennie melihat ke arah Hayi, Hayi mengangguk pelan membenarkan pertanyaan Bobby.“Tetap aja, Kim Jiwon ! Kita tetap perlu belajar sejarah karena itu penting untuk pemuda-pemuda macem elo !”
“gue ?”
“Yep ! pemuda macem elo harus tau gimana latar belakang negara kita bisa terbentuk hingga seperti sekarang, semua itu dari sejarah”
“Heol~ kek yang lo tau aja semua sejarah Korea. Lo tau nggak siapa pendiri kerajaan Goguryeo ?”
“Hah ?”
“Lo nggak tau kan ! Jawabannya Raja Go Jumong. Trus siapa nama perempuan yang jadi ratu pertama kerajaan Silla ?”
“Emmmmm”
“Nah ! Lo juga nggak tau ! Cemen bener dah ! yang benar Ratu Seondeok. Nih, lagi nih lo tau nggak tabib perempuan pertama di Dinasti Joseon siapa namanya ?”
“Ahhhh ! pertanyaan lo aneh !” Jennie beralasan.
Hayi hanya tersenyum kecil melihat pertengkaran Bobby dan Jennie yang kerap kali terjadi. Keduanya tumbuh besar di luar negeri. Bobby baru setahun yang lalu, dan enam bulan bagi Jennie kembali ke Korea.
“Tapi aneh deh ! emang lo tau dari mana semua pengetahuan tadi ?”tanya Jennie
Bobby membenarkan kerah kemejanya, songong.
“Jawabannya ada di drama-drama kolosal yang sering dia tonton kalik” jawab Hayi ringan.
“Heh enak aja lu ! gue baca buku tau !” elak Boby.
“Mwoyaaaaa ? are u kidding me, Hayi ? Kimbab penggemar drama kolosal ? Woaaaa Kimbab ! Daebak !” Jennie memamerkan evil smile, mendapati sebuah kenyataan baru.
Bibir Bobby membentuk kerucut di ujungnya, malas melanjutkan perdebatan. Tanpa bercakap lagi, Hayi, Jennie dan Bobby berjalan keluar kelas. Mereka hanya mempunyai waktu istirahat 15 menit, kemudian lanjut dengan kelas spesial hingga petang.
Keluar pintu kelas, mereka berpapasan dengan anak laki-laki yang melintasi koridor diikuti beberapa gadis cekikikan di belakangnya. Seisi kelas menoleh ke arahnya, karena kaca jendela yang transparan. Setelah kepergian anak laki-laki itu, beberapa orang mulai berbisik-bisik.
Begitu pula dengan trio Hayi, Jennie, Bobby (HJB). Mereka memperhatikan anak laki-laki itu sampai menghilang dari pandangan.
“Kim Hanbin. Murid baru pindahan dari Seoul. Satu sekolah hari ini pada heboh ngomongin dia. Sama kek dulu gue jadi favorit para noona pas MOS” kata Bobby tanpa diminta saat mereka berjalan menuju kantin.
“Jangan mulai lagi deh" Jennie mencerca Bobby dari sudut matanya.
“Elaaaah, gue becanda keleus. Kenapa sih lo sensi banget kalo gue sedikit membanggakan diri ?”
“Apa ? apa yang lo banggain dari diri lo?”
“Udah-udah ! Buruan ke kantin, gue laper !” sela Hayi sebelum terjadi perdebatan panjang. Di antara trio HJB, walau nggak banyak bicara, Hayi selalu menjadi penengah. Baik Jennie atau Bobby nggak masalah, kalau Hayi menjadi penengah di antara mereka, bahkan yang ngambil keputusan di tengah perdebatan mereka.
Dulu banget, Hayi dan Bobby jadi teman sebangku waktu MOS, keduanya mulai bersahabat di semester pertama kelas sepuluh, hingga kedatangan Jennie di semester kedua. Jennie yang belum fasih berbahasa Korea lebih nyaman berteman dengan Bobby dan otomatis dekat dengan Hayi pula. Ketiganya sering belajar dan main bareng.
Mereka membawa paket makan siang dari pelayan kantin, kemudian duduk bersama.
“Baru hari pertama aja rasanya lamaaaa banget, jadi anak kelas sebelas harus punya ekstra semangat banget yak ?” Jennie mengomel sambil mengunyah penuh makanannya. Nggak ada yang nolak ataupun setuju langsung dengan pernyataan Jennie. Hayi dan Bobby hanya menyuap dan mengunyah makanan mereka, seraya memikirkan omelan Jennie yang bisa jadi ada benarnya.
“Ngomong-ngomong, kalian udah mutusin buat nambah kelas spesial lagi nggak ?”tanya Hayi, membuka topik yang lain.
“Astaga ! Bener ! Gue lupa kalo semester ini, kita bisa nambah kelas spesial” Jennie menepuk keningnya.
“He ? Kenapa gue baru tahu sekarang kalau kita bisa ambil kelas spesial tambahan ?” Bobby bertanya entah pada siapa.
“Jeez, this punk. –Jennie melirik malas pada Bobby dan kembali beralih ke Hayi— Terus, lo mau ngambil kelas apa, Hay ? Gimana kalau kelas rapp aja ? Biar kita barengan terus!” saran Jennie.
“Wah, bener tuh ! Pasti seru kalau lo masuk kelas rapp. Lo bakal sering ketemu sama GD&TOP Sunbae loh” Bobby menyetujui saran Jennie, mengiming-imingi Hayi dengan kehadiran pengajar favorit para siswi YAH.
Hayi menggeleng,”Nggak usah sok lupa gitu deh ! Kaliankan tahu gue parah banget kalo ngerapp. Tiap noraebang (karaoke) part rapp kalian pasti selalu ngakak kan ?”
“Hayi itu ... itu” Jennie dan Bobby teringat kembali momen noraebang bareng dan tawa keduanya meledak.
“Benar, lebih baik lo jangan pernah ambil kelas rapp. Jahat banget kalau gue ajak lo masuk ke sana, hanya karena gue pengen kita bertiga selalu bareng” Jennie bersikap bijak.
“Nah, gue udah mikirin. Gue mau ambil kelas desain. Gimana ?” Hayi memint
Comments