Pagi
re·mem·brance#Every place you hide away
I’ll always gonna guest it
‘Cause you’re predictable#
Xiumin membuka pintunya. Dia mendapati cewek itu berdiri di depan pintunya dengan segepok surat di tangannya.
“Ini udah kesekian kalinya ya surat lo nyasar ke pos gue. Bisa kan lo bilang ke Pak Posnya kalau lo udah pindah apartemen?”, tanyanya. Xiumin keluar , dia ngambil surat yang dipegang cewek itu.
“Sorry, gue…”
“Apaan? Lagi shift malem terus jadinya pagi lo tidur dan nggak sempet ketemu sama Pak Posnya? Keluarga terus temen-temen lo taunya alamat lama lo? Apaan lagi apaan?”, cewek ini bahkan udah apal dengan alasan-alasan yang Xiumin kasih.
“Nah tuh tau”, tawa Xiumin.
“Nggak lucu. Secepatnya lo kasih tau Pak Pos dan temen-temen lo kalo lo pindah alamat atau surat-surat dan kiriman dari keluarga lo di kampung bakal berakhir di tong sampah”, ancamnya.
“Iya gue bakal bilang secepatnya”, kata Xiumin. Cewek itu lalu pergi, Xiumin melihatnya sampai dia menyebrang ke apartemennya yang terletak tepat di seberang gedungnya persis. Usai memastikan dia masuk ke dalam apartemennya, Xiumin masuk. Dia berjalan ke arah kalendernya, membulati tanggal hari ini.
“Euuuaahhhh, good morning”, dan paginya dimulai.
***
“Selamat siang, pesanannya?”, tanya Xiumin.
“One ice americano”, kata cewek itu dingin sambil memberikan membership cardnya.
“One Ice Americano”, kata Xiumin langsung pergi ke belakang untuk membuat pesanan cewek itu. Padahal cewek itu belum nyebutin namanya. Selang beberapa menit Xiumin kembali dengan Ice Americano milik cewek itu, dan satu blueberry muffin.
“One Ice Americano untuk Hani”, katanya sambil tersenyum. Cewek itu bingung, dia kan belum pernah ngasih tau namanya.
“Gue nggak mesen blueberry muffin”, kata Hani.
“It’s on the house, sorry buat tadi pagi”, kata Xiumin. Hani menaruh blueberry muffinnya di counter.
“Thanks, tapi yang gue butuh adalah lo bilang ke Pak Pos soal alamat lo so gue nggak perlu capek-capek jalan ke gedung lo Cuma buat nganterin surat”, Hani lalu pergi tanpa noleh ke Xiumin lagi. Dia menyeruput ice Americanonya, rasanya ada yang aneh. Bukan karena nggak enak, tapi karena rasanya yang somehow lebih familiar dari pada coffee shop yang di kantornya sendiri. Kayak dia udah minum itu bahkan dari dia belajar minum kopi. Dia nengok ke arah coffee shop itu, cowok itu yang tadi jadi barista. Cowok nyebelin yang bikin dia naik ke gedung apartemennya demi ngasih surat-suratnya. Cih, nggak ngaruh walau dia jago bikin kopi sekalipun. Nyebelin mah nyebelin aja.
***
Hani berjalan ke mejanya, dari kejauhan dia bisa ngeliat tumpukan karangan bunga, parcel, boneka teddy bear dan sebagainya. Semua bertuliskan “Get Well Soon”. Dia menghembuskan nafas panjang, membereskan barang-barang tersebut buat ngasih dia lapak.
“Woaaahhh cokelat gue cup ya Ceu!”, pekik Dea langsung ngambil cokelat yang berbentuk hati.
“Ama bonekanya juga gih tuh, gue nggak suka boneka”, katanya. Usai membereskan barang-barang berlabel “Get Well Soon”, Hani duduk di bangkunya.
“Kecelakaan setahun lalu, masih aja gue dapet karangan bunga. Beneran pada ngarepin gue buat “get well soon” atau sebaliknya?”, gumamnya sambil ngebaca surat dari salah satu rekan bisnisnya, well kata rekan lebih bagus ketimbang kata “musuh dalam selimut” lah ya?
“Ya tapi kan emang lo belom 100% sembuh Ceu”, kata Dea. Tiba-tiba Hani bangun, dia nyari sesuatu di tumpukan kartu ucapan di dalem kardus.
“Nyari apaan sih lo?”, tanya Dea.
“Kartu ucapan”, jawab Hani.
“Dari siapa?”, lagi semangat-semangatnya nyari Hani berenti. Dia langsung bangun.
“Nggak tau, gue nggak tau dari siapa”, katanya sambil kembali duduk. Kadang dia bingung, tanpa dikomandoin tubuhnya jalan sendiri buat ngubek-ngubek tumpukan kartu ucapan itu. Ada satu kartu yang dia cari tanpa sadar, tapi gil
Comments