Favorite Color 2

Yellow Dandelion

Untuk beberapa detik, Shim Changmin hanya mampu mengedipkan matanya. Apakah hal yang dilihatnya bukan khayalan? Apakah kopi yang tadi ia minum tak cukup untuk mengusir kantuknya hingga ia harus bermimpi? Ataukah memang seseorang baru saja menjatuhkan sekaleng cat ke kepala salah satu murid di kelasnya?

"Kim Minseok!" teriaknya setelah berhasil mengidentifikasi pemilik rambut berwarna putih itu. Siswi yang disebut namanya hanya cengar-cengir salah tingkah, sementara teman-teman sekelasnya tertawa riuh. Changmin yakin sekali mereka tidak menertawakan Minseok, tapi menertawakan eskpresi kekagetan wali kelas mereka. Untuk beberapa saat Changmin, yang masih syok dengan pemandangan ajaib seorang murid di kelasnya, mengatur nafasnya dan berusaha menenangkan murid-muridnya. 

"Ya, Kim Minseok, apa yang kau lakukan pada rambutmu?" tanyanya. Ia yakin anggota Divisi Kedisiplinan pasti telah menginterogasi Minseok dan memberinya sanksi, tapi tetap saja, ia merasa bertanggung jawab atas ulah salah satu anak walinya. 

Minseok nyengir ragu, menggaruk kepalanya yang berwarna putih--oh Tuhan, rambutnya benar-benar seputih kertas, Changmin berusaha tidak menangis di tempat--dan menjawab pelan, "Aku mengecatnya." yang diiringi tawa teman-teman sekelasnya. Bahkan Kyungsoo, yang Changmin ketahui sebagai sahabat baik Minseok yang tak pernah tertawa, kali ini ikut mengikik mendengar jawaban Minseok.

Changmin ingin menjambak rambutnya sendiri atas jawaban polos Minseok, tapi kemudian ia sadar bahwa pertanyaannya lah yang salah. "Minseok, saat jam istirahat nanti kutunggu kau di ruang guru, mengerti?" ucapnya dengan lebih sabar. Minseok mengangguk.

...

Changmin tahu bahwa mata semua guru di ruangan tersebut pasti mengarah pada Minseok--atau lebih tepatnya pada kepala Minseok--yang duduk sambil menunduk di sampingnya. Setelah kertas terakhir selesai ia koreksi, Changmin memutar kursinya hingga ia berhadapan dengan Minseok. Ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Ia belum terbiasa dengan warna rambut Minseok yang menggemparkan itu. Walau sebenarnya ia harus mengakui, dengan postur tubuh Minseok yang kecil dan wajah yang seperti boneka serta rambut putih, Minseok benar-benar seperti tokoh anime Jepang. Aneh memang, warna rambut putih itu entah bagaimana tak terlihat terlalu aneh pada Minseok.

"Jadi, Minseok-ah," mulainya dengan lembut. "apakah kau tak tahu bahwa peraturan sekolah melarang muridnya mengecat rambut?"

"Maaf, aku lupa," jawab Minseok pelan seraya mengangkat wajahnya yang terlihat sedih.

Lupa? Changmin ingin sekali menjerit keras-keras karena halooo di sekolah manapun mengecat rambut itu pasti jadi larangan wajib. Kalau untuk warna-warna netral seperti hitam atau coklat, sekolah masih menoleransinya, tapi putih? Putih, sodara-sodara, mana ada sekolah formal yang memperbolehkan siswanya berambut seperti tokoh kartun Jepang! 

Changmin ingin sekali meluncurkan kalimat itu pada Minseok, tapi kemudian ia ingat posisinya sebagai guru wali kelas yang harus mengingatkan muridnya dengan baik. Lagipula selama dua bulan ia menjadi wali kelasnya, ia tahu bahwa Minseok tergolong agak bego lambat. Changmin menghembuskan nafas panjang untuk kesekian kalinya. 

"Apa Divisi Kedisiplinan sudah menegurmu?" tanyanya yang dijawab dengan anggukan pelan Minseok. "Apa mereka telah memberimu sanksi?"

Minseok mengangguk lagi. "Joonmyeon-oppa sendiri yang memberiku hukuman."

Sekejap Changmin merasa kasihan. Semua orang di penjuru sekolah ini tahu Minseok adalah adik Kim Joonmyeon, siswa teladan yang juga menjabat sebagai Ketua Murid. Sementara sang Kakak berprestasi di bidang akademik dan menjadi ujung tombak kegiatan sekolah, Changmin heran dengan Minseok yang sering dihukum oleh guru karena sering tertidur atau melamun di kelas. Walau begitu, ia tahu betul bahwa Minseok adalah anak yang baik, ia yakin bahwa perilakunya kali ini hanyalah hasil dari kelambatannya berpikir dan ia pasti tak berniat melanggar peraturan sekolah.

Changmin memperhatikan wajah sedih Minseok. Hmm, mungkin ia menyesal, pikirnya, atau mungkin ia sedih karena kakaknya sendiri yang menghukumnya. "Kalau aku boleh tahu, kenapa kau mencat rambutmu, Minseok-ah?"

Minseok terlihat ragu-ragu menjawab pertanyaannya. Setelah menunggu beberapa saat, Minseok akhirnya menjawab pelan. "Apakah Guru berjanji tak akan menertawakanku?" tanyanya penuh harap.

Changmin menelan ludah. Dengan tatapan mata Minseok yang berbinar dan berkaca-kaca, ia menemukan dirinya tak sanggup menolak. Dengan berat hati ia pun mengangguk, toh ia juga penasaran.

"Aku dengar Luhan-sunbae sangat menyukai warna putih," ujarnya pelan. "Jadi kupikir, kalau rambutku berwarna putih maka ia akan memperhatikanku."

Oh.

Oh.

Ya ampun. Changmin tak tahu harus bereaksi apa. Ia bingung harus tertawa lega karena Minseok memang tak berniat menjadi inisiator pemberontak peraturan, atau menangis karena... demi apapun, alasannya adalah alasan paling tolol yang pernah ia dengar seumur hidup. (Bila bukan karena posisinya sebagai guru, ia pasti akan mendekap Minseok erat-erat seraya terisak dan berkata, "Minseok-ah, kau hanya perlu berjalan di depannya, Nak, berjalan di depannya! Laki-laki mana yang tak akan memperhatikanmu, Anakku...")

"Minseok-ah, kurasa aku berhak menasehatimu," katanya setelah menenangkan pikirannya yang berkecamuk gara-gara jawaban Minseok yang tak terduga. "Dengar, aku tahu Luhan memang menawan-" Changmin menghentikan Minseok yang memekik "ia memang menawan!" dan melanjutkan ucapannya. "-tapi kurasa ia akan memperhatikanmu kalau kau mendekatinya dengan cara yang err... agak normal."

"Apakah ini tidak normal?" Minseok menunjuk rambutnya. 

Iya, sangat!

Ingin sekali Changmin menjawab begitu, walau ia berhasil mencegahnya keluar dari mulut. "Maksudku, yang tidak melanggar tata tertib. Berjanjilah kau tak akan melakukan hal yang melanggar peraturan sekolah, mengerti?"

Minseok mengangguk. 

"Ngomong-ngomong, apa hukuman yang diberikan kepadamu?"

Agaknya pertanyaan terakhir Changmin kali ini salah, karena mata Minseok tiba-tiba meneteskan airmata yang sejak tadi sepertinya telah ditahannya. Changmin gelagapan meminta maaf, bertanya apakah pertanyaannya menyinggung Minseok. Ia dengan gugup mencari-cari kotak tissue, dan akhirnya memberikan sapu tangannya karena ia tak menemukan apa yang ia cari. Changmin bisa merasakan tatapan aneh para guru karena tiba-tiba murid perempuannya tersedu-sedu di depannya. Ia pun sekuat tenaga berusaha menenangkan Minseok.

Akhirnya masih dengan dengan terisak-isak, Minseok menjawab, "Joonmyeon-oppa... Oppa menyuruhku membersihkan halaman belakang sepulang sekolah dan... dan-" Ia berhenti sebentar untuk menangis kemudian melanjutkan lagi. "dan ia menyuruhku mengecat kembali rambutku menjadi hitam, ka-kalau tidak aku tidak boleh... tidak boleh masuk sekolah lagi."

"Oh, Minseok-ah." Changmin menepuk-nepuk lengan Minseok, berusaha menenangkannya. "Maafkan aku karena bertanya. Kau pasti bersedih karena kakakmu yang menghukummu, kan?" Walau tidak menyuarakannya, Changmin juga yakin Minseok frustasi karena harus menyapu halaman seluas itu. Melihat latar belakang keluarga Kim yang kaya raya dengan harta yang tak akan habis sampai kiamat menjelang, tak heran kalau putri keluarga itu tidak terbiasa melakukan kegiatan rakyat jelata.

"Bu-bukan..." Minseok menggeleng kuat-kuat, alisnya bertaut dengan mata menunjukkan ketidaksetujuan. "Aku belum sempat menunjukkan rambutku pada Luhan-sunbae, padahal... padahal kesempatanku bertemu dengannya hanyalah sepulang sekolah saat ia berlatih sepak bola..." Ia kembali menangis keras, tidak mengacuhkan Changmin yang lagi-lagi terpana tak berdaya mendengar jawabannya.

"Bagaimana ini... ba-bagaimana ini, padahal besok rambutku harus sudah kembali lagi..." Minseok masih meracau. "Pak Guru, tolong aku, hari ini Luhan-sunbae harus melihat rambutku, pokoknya harus sempat melihat rambutkuuuu..."

Changmin ingin menangis. Oh Minseok, kurasa akulah yang harus minta pertolongan kepala sekolah agar tidak lagi menjadi wali kelasmu... 

...

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
puuuuun
#1
Chapter 7: it will be good if that boy not luhan
dan cowok itu jadi suka atau mulai ngedeketin minseok
biar luhan cemburu gitu
(kalau luhannya beneran cemburu siapa tau dia malah bodo amat ahhahaha)
Miochin
#2
Gueeee ngaaaakaaak guling guling baca ini cerita super dah
kajujul
#3
Chapter 7: AKHIRNYA UPDATEEEE
HOMINA
HAIL QUEEN MINSEOK
Navydark
#4
Chapter 7: Kalo punya adek kayak minseok mah dipelukin tiap hariii, tiap jam bahkan menit. Trus dibeliin bakpao biar dia gak ngambek dipelukin terus. Hehe
Apakah itu luhan? Apakah akhirnya luhan menyadari keberadaan minseok? Woaaaaa
Navydark
#5
Chapter 2: Kyaaaaa, minseok ah kamu unyu bangeeet. Kalo punya temen gini udah gue uyel-uyel pipinya. Gemesiiiiiin
ZhaRezha
#6
Chapter 7: aaahhhhhcowo yg di toilet itu luhan kan. luhan kan.
minseok sama luhan bakal ketemu kan. aaaaaa
mamski #7
Chapter 7: Ya ampun minseookk,perjuanganmu luar biasa nak....sampe abangmu sakit kepala mikirin kelakuanmu...
Tp tunggu,kalo cowok di toilet itu bang luhan,berarti dia g tau minseok dong?minseok kudu piye.,.minseok mulai lelah..haha
Chyeraa
#8
Chapter 7: Jangan bilang laki-laki itu si Luhan.. Gyaaaa~ >.<
Astaga joonmyeon over sekali.. Tapi kalo liat kepolosan minseok eonnie... Yah wajar kalau dia gitu kkk~
Chyeraa
#9
Chapter 6: astagaaa lucu banget ahahaha sepertinya minseok emang lg sial ya gagal mulu kkk xD