Lovesick

All About Us

Kris tidak pernah merasa secemas ini sebelumnya.

Siapa lagi penyebabnya kalau bukan pemuda bermata besar dan berkulit putih yang tidak lain adalah Do Kyungsoo.

Sejak tadi pagi, sebelum bel pelajaran pertama berbunyi, Kris tidak mendengar telepon genggamnya mengeluarkan suara sedikitpun. Suatu hal yang tidak wajar karena biasanya Kris selalu mendapati setidaknya satu pesan teks dari Kyungsoo, walaupun cuma berisi ucapan selamat pagi atau rencana mereka di jam makan siang—Kyungsoo mulai aktif di klub memasak dan Kris dengan sedang hati mencicipi semua masakan buatan Kyungsoo yang untungnya selalu enak. Terkadang juga, Kyungsoo akan menanyakan apakah luka Kris dari insiden tiga hari yang lalu masih terasa sakit. Yang terakhir itu yang selalu berhasil membuat Kris terkekeh kecil sambil menggelengkan kepala.

Tapi, tidak hari ini.

Kris menghela napas sambil mengunci kembali layar handphone-nya di bawah meja. Ia terlalu mudah cemas belakangan ini, berbeda jauh dengan dirinya yang dulu yang lebih mempedulikan dirinya sendiri ketimbang orang lain. Tapi ia tidak pernah merasa keberatan memikirkan Kyungsoo. Setiap kali wajah kekasihnya itu muncul di benaknya, sebuah senyum di wajahnya segera muncul seperti bunga yang sudah menemukan cahaya mataharinya—

Wajah Kris memanas. Sejak kapan pula ia menjadi se-cheesy itu?

Tentu saja jawabannya hanya satu: sejak ia sadar bahwa hatinya sudah jadi milik seseorang. Wajahnya memanas. Benar juga.

Ia, Wu Yifan, jatuh cinta pada Do Kyungsoo.

Kris menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan tangannya. Bagus, pikirnya. Sekarang ia tidak bisa lagi berpikir jernih karena kini wajah pemuda bermata bulat itu memenuhi kepalanya. Kris menggelengkan kepalanya, berusaha fokus pada soal matematika yang kini sedang dibacakan Kim Taeyeon, guru magang baru di sekolahnya yang telah sukses menarik mata dan hati para siswa sekolahnya, bahkan beberapa guru lainnya. Walaupun Kris memang harus mengakui bahwa Taeyeon cantik, hatinya sudah tertambat pada seorang pemuda berkulit putih dan bermata besar yang mungkin saat ini wajahnya sedang berubah menjadi serius karena sedang fokus belajar, dengan mata besarnya yang indah mengikuti setiap deret kalimat di bukunya dan—

"Yifan-sshi."

Kris menundukkan kepalanya saat mata seluruh teman sekelasnya tertuju padanya setelah Taeyeon memanggil namanya. Ia dapat merasakan tatapan bingung dari teman-teman sekelasnya karena tidak biasanya dirinya kehilangan fokus di tengah jam pelajaran.

"Tolong maju ke depan dan kerjakan soal nomor 3 dengan rumus yang kuajarkan tadi."

Mata Kris melirik papan tulis di belakang gurunya. Tidak ada sesuatu seperti sederet rumus seperti yang dikatakan gurunya itu. Ia melihat buku catatannya, sedikit berharap bahwa rumus tersebut ada di antara catatannya pagi itu—tunggu. Sejak kapan ia menulis nama Kyungsoo dalam Hangul, Hanja, dan alfabet Latin dan bukannya mencatat pelajaran? Dengan tinta merah pula.

"Kenapa? Tidak bisa?" Taeyeon hanya menghela napas melihat wajah kebingungan Kris. Sudah pasti sang Ketua OSIS tidak menyimak penjelasannya, terlalu fokus dengan lamunannya sendiri. Dasar anak SMA. "Khusus untuk PR-mu, kutambahkan lima nomor lagi. Kumpulkan di pertemuan kita berikutnya besok pagi."

Oh .

 

-----------------

 

Kris tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat ia melihat Kyungsoo dan teman-temannya di kantin. Setelah membeli makan siangnya—satu hamburger dan satu jus jeruk supaya tidak membuang waktu—Kris segera mengambil tempat duduk di samping Kyungsoo, yang menoleh ke samping saat tempat duduk di sebelahnya tiba-tiba terisi.

"Sibuk ya?" Kris tersenyum pada kekasihnya itu, dan Kyungsoo membalas senyumannya.

"Tidak juga kok." Kyungsoo memalingkan wajahnya yang sedikit merona. Bahkan Kris yang sedang mengunyah hamburger pun terlihat begitu mempesona baginya. "Setelah ini di kelasku ada ulangan bahasa Mandarin, jadi—Jongin-ah, tulisanmu kurang satu garis di bagian ini..."

Kris memperhatikan saat kekasihnya itu sibuk mengajari Jongin dan Sehun yang masih mengeluh tentang kenapa Kyungsoo tidak sekalian memberinya contekan saja. Kyungsoo terlihat seperti seorang ibu yang sabar dan perhatian pada anak-anaknya yang tidak bisa diatur. Kris membayangkan kehidupannya sepuluh tahun ke depan. Hmm, berarti usianya nanti 27 tahun. Mungkin ia sudah bekerja di suatu perusahaan, sudah bisa membeli rumah dan mobil pribadi, dan mungkin sudah menikahi—

Stop! Kris mengambil gigitan besar dari hamburgernya. Otaknya semakin tidak beres belakangan ini, terutama kalau sudah menyangkut kekasih mungilnya itu. Entah sudah berapa kali ia memikirkan kemungkinan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, ia dan Kyungsoo akan selalu bersama. Kris menggelengkan kepalanya, berusaha untuk tidak terlalu larut dalam mimpinya itu. Bagaimanapun, baik dirinya maupun Kyungsoo sama-sama baru pertama kali berpacaran. Ia tidak boleh memaksakan keinginannya pada Kyungsoo.

"Kyungsoo-hyung, kau kenapa?"

Kris segera menoleh ke arah kekasihnya yang kini sedang memegangi kepalanya sendiri, dan wajahnya terlihat kesakitan. Jongin, yang duduk di sebelah Kyungsoo, menempelkan telapak tangannya di kening Kyungsoo, dan matanya membulat. "Kau sakit, hyung?"

Pemuda bertubuh jangkung itu segera menarik Kyungsoo lebih dekat. "Soo? Kau tidak apa-apa?"

"A-aku tidak apa-apa," Kyungsoo tersenyum kecil, walaupun rasanya penglihatannya seperti berputar-putar. Tanpa mereka sadari, tiba-tiba suasana kantin itu menjadi hening. Kris, Kyungsoo, dan semua yang duduk di meja itu menatap seorang siswa yang sedang berdiri di atas salah satu meja makan sambil membawa sebuah buket bunga kecil. Kris menatapnya bingung. Apa yang dilakukan Lu Han di sana?

Lu Han, yang masih berdiri di atas meja, menatap ke arah Minseok yang sedang duduk di meja makan di seberangnya sambil tersenyum, sementara Minseok masih melihatnya seakan Lu Han akan berubah wujud di hadapannya.

"Kim Minseok." Pemuda berambut bubble gum itu tersenyum percaya diri. Sambil menuruni meja yang dinaikinya, kedua tangannya yang memegang buket bunga di belakang punggungnya kini terulur ke arah pemuda berwajah chubby di hadapannya yang masih belum bisa memproses apa yang sedang terjadi. "Maukah kau menjadi pasanganku dalam winter dance saat Natal nanti?"

Seluruh siswa di kantin bersorak ramai, terutama Jongin yang kebetulan junior Minseok dan Lu Han di klub sepakbola sekolah mereka, seakan lupa bahwa teman sekelasnya sedang sakit. Pemuda berkulit tan itu berteriak kepada Minseok bersama dengan siswa-siswa yang lain di kantin tersebut, berusaha meyakinkannya—atau lebih tepat jika dibilang memaksa—sang senior pecinta kopi itu untuk memberi jawaban positif pada Lu Han.

"Umm," sebuah gumaman kecil keluar dari mulut Minseok, dan seisi kantin segera meredam suara mereka, sementara wajah Lu Han mengeras dalam antisipasi. Kris, Kyungsoo, dan teman-teman mereka pun ikut terdiam, entah sejak kapan menjadi ikut penasaran dengan kejadian yang sudah pasti akan menjadi gosip terpanas sampai perayaan Natal sekolah mereka dimulai.

"A-aku mau..." Minseok berbisik kecil. Henry, sesama siswa kelas tiga yang kebetulan sedang duduk di sebelah Minseok, menyikutnya pelan. "Jawab lebih keras, bodoh. Mana mungkin ia bisa dengar. Dan ambil bunganya." Kris menahan tawanya, kata-kata murid pindahan dari Kanada itu sudah bisa ditebaknya.

"Maaf, bisa ulangi lagi? Suaramu terlalu kecil." Dan Lu Han malah mendadak tuli di saat seperti ini. Sama sekali tidak membantu.

"Ku-kubilang aku mau!" Pemuda penyuka kopi itu mengambil paksa buket bunga tersebut dari tangan Lu Han, yang hanya bisa menatap Minseok dengan mata membulat tidak percaya. Kepalanya seakan mendadak kosong mendengar jawaban Minseok yang kini wajahnya tersembunyi di balik buket bunga darinya. Lu Han tersenyum lega, mengabaikan keramaian di sekitarnya dan mendekatkan wajahnya pada Minseok yang bahkan tidak sempat menghindari apa yang akan dilakukan pemuda Beijing tersebut.

Sebuah ciuman kecil mendarat di pipi senior berambut cokelat itu. Lu Han tersenyum penuh kemenangan melihat wajah Minseok yang hampir seperti orang yang akan segera pingsan. Sambil mengedipkan sebelah matanya, pemuda Cina itu menarik Minseok ke dalam pelukannya. Minseok tidak berontak.

Kris tidak menyangka ia akan menyesali keputusannya memilih bersekolah di sekolah khusus pria dua tahun yang lalu hanya karena kebisingan yang kini menjadi semakin intens di sekitarnya. Sekumpulan siswa kelas tiga segera mengangkat Lu Han tinggi-tinggi dan menggiringnya ke lapangan sambil bersorak ramai—dan entah sejak kapan, Jongin sudah ada di antara mereka. Saat ia merasa keramaian yang membuat kepalanya hampir berdenging itu mulai mereda, Kyungsoo tiba-tiba terjatuh lemas tepat ke sampingnya. Kris refleks menangkapnya.

"Soo?" Pemuda bertubuh jangkung itu menepuk pipi Kyungsoo, dan mengumpat pelan saat ia merasakan suhu tubuh Kyungsoo yang jauh di atas normal dan wajahnya yang memerah. "Kyungsoo, hei." Tidak ada jawaban. Kris mengabaikan pertanyaan-pertanyaan cemas dari Tao, Junmyeon, dan Sehun, dan segera mengangkat tubuh kekasihnya itu ke ruang kesehatan.

Kris sama sekali tidak mempedulikan tatapan dari orang-orang di sekitarnya saat ia menerobos keramaian kantin tersebut dan nyaris berlari ke ruang kesehatan kalau saja ia tidak ingat bahwa berlari hanya akan membuatnya menjatuhkan Kyungsoo. Yang ia tahu, Kyungsoo sedang sakit dan butuh bantuan.

Ia membutuhkan Kris, dan Kris akan lebih dari rela untuk menyelamatkan pangeran kecilnya itu.

 


 

"Soo..."

Ah, Kyungsoo mengenal suara itu.

"Bangunlah, kumohon. Jangan membuatku cemas terus."

Yifan. Kyungsoo bergerak sedikit dalam keadaan tidak sadarnya. Ia ingin membuka matanya, menjawab panggilan suara yang paling disukainya itu. Tapi tubuhnya seakan tidak bertenaga sama sekali, dan sekujur tubuhnya terasa panas.

"Kyungsoo."

Kyungsoo berusaha meraih sumber dari suara itu. Tangannya meraih sesuatu—tangan seseorang yang juga ia yakini sebagai pemilik suara yang paling disukainya.

 

-----------------

 

Sepasang mata bulat dengan iris berwarna gelap terbuka perlahan sambil berusaha menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya terang yang menyambutnya. Kyungsoo mengusap kedua matanya, dan pemandangan pertama yang menyambutnya adalah wajah cemas Kris yang sedang duduk di samping tempat tidurnya. Kyungsoo berkedip polos.

"Yifan? A-apa yang—" Kyungsoo berniat bangkit dari tempat tidurnya, tapi Kris dengan hati-hati membaringkannya kembali.

"Kau butuh istirahat, Soo. Aku tidak percaya kau bisa sakit seperti ini." Kris menghela napas, berusaha memasang wajah kesal walaupun jantungnya berdebar keras di dalam dadanya, dan ia takut Kyungsoo bisa mendengarnya. Pemuda bertubuh kecil di hadapannya melihat penampilannya sendiri, dan wajahnya sontak merona melihat pakaiannya. Ia kini mengenakan celana piyama bermotif kotak-kotak dan kaus polos berwarna putih, bukan seragam sekolahnya.

"S-siapa yang mengganti bajuku?"

Kris menelan ludah. Akhirnya, pertanyaan yang sudah ia antisipasi. Kris berusaha untuk melihat ke arah lain selain ke arah kedua mata bulat yang sedang menatapnya penasaran itu. "Aku." Kris menggumam pelan dan menutup matanya, sudah siap dengan lemparan bantal atau mungkin tendangan kesal dari kekasihnya itu. Pasti Kyungsoo akan menganggapnya terlalu lancang karena berani menggantikan pakaiannya tanpa seizin kekasihnya itu.

Tidak. Kris tidak ingin Kyungsoo menganggapnya telah berbuat yang tidak-tidak. Dengan suara yang dihiasi nada panik yang terlalu jelas, Kris melanjutkan.

"Tapi sungguh, Soo, aku hanya menggantikan bajumu. A-aku tidak melihat atau menyentuh apapun yang tidak pantas—" Bull. Kris masih dapat membayangkan pemandangan indah yang dilihatnya tadi: kulit putih Kyungsoo yang terasa begitu lebut di bawah sentuhannya, dada Kyungsoo yang bergerak naik dan turun perlahan ketika ia bernapas, gumaman-gumaman kecilnya ketika tidur, dan—ayolah Wu Yifan, tahan dirimu!

"Lihat juga tidak apa-apa kok."

Kris segera mengatupkan mulutnya. Apa yang Kyungsoo katakan tadi?

"Maksudmu...?" Kris berusaha untuk tidak menaruh harapan terlalu tinggi. Tapi jangan-jangan...

"Kita kan sesama laki-laki. Kau tidak perlu malu seakan kau baru saja menggantikan pakaian perempuan, Yifannie." Kyungsoo tertawa kecil saat ia sengaja memakai nama panggilan imut Kris yang didengarnya dari Lu Han. Kris menyentil pelan kening Kyungsoo.

"Berhenti memanggilku begitu." Hanya itu yang Kris katakan sebelum ia berbalik untuk mengambilkan makanan untuk Kyungsoo. "Kau terlalu banyak bergaul dengan Baekhyun." Tapi Kyungsoo hanya menanggapinya dengan tawa singkat yang terdengar begitu manis di telinga Kris

Terkadang, Kyungsoo terlalu polos. Dan itu tidak pernah membuat apapun menjadi lebih mudah bagi Kris.

Kris membawakan sebuah nampan dengan semangkuk bubur dan segelas jus jeruk untuk Kyungsoo. Ia baru saja akan memberikan mangkuk tersebut pada Kyungsoo, tapi kekasihnya itu menggelengkan kepalanya. Kris menghela napas. "Soo, kau harus makan."

"Tidak mau." Kyungsoo menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.

Sejak kapan Kyungsoo jadi keras kepala begini? Kris menepuk (sepertinya paha) Kyungsoo pelan. "Soo, ayolah. Kau ini—"

"Suapi aku."

Hening.

"A-apa?" Kris tidak mempercayai pendengaannya sendiri. Kyungsoo kini menurunkan selimutnya sampai setinggi lehernya, dan wajahnya memerah, entah karena demam atau hal lain yang hanya diketahui olehnya sendiri. Kyungsoo menatapnya kesal.

"Jangan pura-pura tidak dengar. Kubilang, suapi aku."

Kris segera mengangguk sambil mengaduk pelan bubur tersebut. Sejak kapan pula Kyungsoo jadi manja seperti ini? Tapi hei, Kris tidak akan berbuat bodoh dengan menolak melakukan apa yang Kyungsoo mau. Kapan lagi sang ketua OSIS bisa menyuapi kekasihnya yang sedang sakit? Kris menyendokkan sedikit bubur dan mulai menyuapi Kyungsoo setelah meniupnya pelan.

"Enak?" Kris melirik kekasihnya ragu.

"Mm-hm," Kyungsoo mengangguk. "Siapa yang membuat ini?"

"Aku minta petugas kantin membuatkannya. Shim-seonsaengnim juga sudah memberi obat untukmu." Kris menunjuk ke arah beberapa bungkus obat yang ada di meja belajar Kyungsoo. Pemuda bertubuh jangkung itu berkedip polos saat Kyungsoo hanya menatapnya tanpa menanggapi perkataannya. "Soo?"

"A-ah, maaf," Kyungsoo segera menundukkan kepalanya. Sepertinya ia terlalu lama menatap kekasihnya itu. "T-terima kasih, Yifan."

"'Terima kasih'? Untuk apa?" Kris mengambil sehelai tisu dan menyeka mulut Kyungsoo sambil mengangkat sebelah alisnya saat menatap pemuda yang sedang sakit itu.

"Terima kasih karena sudah... peduli padaku." Kyungsoo menunduk. "Maaf, sudah merepotkanmu. Kau jadi bolos kelas gara-gara aku..."

Kris rasanya ingin menertawakan perkataannya. Apa perhatiannya pada Kyungsoo selama ini tidak cukup untuk membuat pemuda bertubuh kecil itu sadar bahwa ia lebih dari peduli pada Kyungsoo? Tunggu, Kris terdiam. Apa mungkin... ini pertama kalinya Kyungsoo dimanjakan seperti ini? Kris memang pernah dengar bahwa orangtua Kyungsoo sibuk bekerja—Kris tidak begitu tahu tentang ayahnya, tapi ia pernah dengar Kyungsoo mengatakan bahwa ibunya seorang penari—dan kakaknya selalu sibuk dengan kegiatan klub.

Berbeda jauh dengan dirinya. Lahir sebagai seorang anak tunggal dalam sebuah keluarga yang berkecukupan, Kris selalu mendapatkan apapun yang diinginkannya sejak kecil, bahkan tanpa perlu meminta. Ibunya tidak perlu bekerja, dan tentu saja wanita itu akan semakin memanjakannya saat ia sakit. Ayahnya akan segera menyuruh ibunya untuk membawa dirinya yang saat itu masih kecil ke rumah sakit dan mendapat perawatan terbaik sampai ia sembuh. Kris meletakkan mangkuk yang sudah kosong di pangkuannya. Ia tidak bisa membayangkan Kyungsoo yang masih kecil menyelimuti sekujur tubuhnya karena kedinginan—Kris bisa membayangkan bahkan Kyungsoo yang masih kecil pun tidak akan mau membuat keluarganya cemas—berharap orangtua atau kakaknya akan segera pulang karena ia pusing dan kelaparan—

"Yifan?" Kyungsoo melambaikan tangannya di depan wajah Kris, dan tindakannya sukses membuyarkan Kris dari lamunannya yang membuatnya frustasi sendiri. "Kau kenapa?"

"Tidak, aku tidak apa-apa." Kris mengeluarkan suara seperti sebuah tawa yang terdengar canggung dan segera berdiri untuk mencuci peralatan makan Kyungsoo di kamar mandi. Di dalam sana, Kris berusaha memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk membuat Kyungsoo merasa lebih baik. Handphone-nya tiba-tiba bergetar singkat, dan Kris segera mengeluarkan gadget tersebut untuk membaca pesan teks yang baru saja masuk tersebut.

'From: Huang Zitao

Apa Kyungsoo-yah tidak apa-apa? Jongin dan Sehun terus-terusan menanyakan soal dia, tapi mereka pasti berisik kalau kubiarkan menemuinya. Junmyeon, Yixing, Chanyeol, dan Baekhyun juga mencemaskannya. Kalau kau butuh bantuan, hubungi saja aku. Mereka semua titip salam untuknya.

P.S. Maaf mengganggu :P'

Wajah Kris sedikit memerah membaca kalimat terakhir pesan teks dari teman sekamarnya itu. Dasar, pasti Tao sudah berpikir yang tidak-tidak saat Kris mengatakan bahwa ia sendiri yang akan merawat Kyungsoo di kamarnya beberapa jam yang lalu. Kris baru saja akan mengantongi telepon genggamnya kembali saat sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepalanya.

Oh, dia harus berterima kasih pada Tao nanti.

 

-----------------

 

Kris kembali duduk di samping Kyungsoo setelah mengambilkan obat untuk kekasihnya itu. Sambil memperhatikannya wajah Kyungsoo yang terlihat tidak menyukai obatnya sama sekali (Kris menahan diri untuk tidak mencubit pipi Kyungsoo karena kekasihnya itu masih bisa terlihat imut dengan wajah cemberut), Kris memberanikan diri untuk mengangkat tangannya dan mengusap rambut hitam legam kekasihnya itu. Kyungsoo refleks segera menoleh ke arahnya.

"Sudah lebih baik?" Kris tersenyum lembut pada Kyungsoo, yang menanggapinya dengan senyum yang sama lembutnya sambil mengangguk. Kris kemudian mengambil telepon genggamnya dari sakunya. "Tao tadi bilang padaku bahwa Jongin dan Sehun mencemaskanmu."

"Eh?" Kyungsoo membulatkan matanya saat ia ingat bahwa dirinya pingsan saat jam makan siang, dan saat itu Jongin dan Sehun sedang bersamanya. "Benar juga. Di mana handphone-ku? Mereka pasti mencariku karena ujian—"

"Sshh, aku belum selesai. Dan handphone-mu ada di mejamu." Kris menaruh telunjuknya di depan bibir Kyungsoo, lalu kembali melirik layar handphone-nya. "Yang mencemaskanmu tidak hanya mereka berdua, kau tahu?"

Kyungsoo berkedip polos. "M-maksudmu?" Kris tersenyum.

"Tertulis di sini bahwa Junmyeon, Baekyun, Yixing, Chanyeol, dan tentu saja Tao juga mencemaskanmu." Kris sengaja menyembunyikan bagian "maaf mengganggu" atau kekasihnya yang polos itu akan menanyakan apa artinya dan Kris harus mencari cara untuk menjelaskan tanpa membuat dirinya terdengar mencurigakan. "Dan kau tidak bisa bayangkan sekaget apa aku waktu kau pingsan tadi." Wajah pucat Kyungsoo terlihat sedikit lebih cerah mendengar kata-kata Kris.

"Be-benarkah?" Kyungsoo menundukkan wajahnya malu. "Maaf, Yifan. Dan t-tolong katakan pada mereka semua kalau aku minta maaf karena—"

"Kau tidak perlu minta maaf, Soo." Kris menarik pundak Kyungsoo dan membiarkan kepala kekasihnya itu bersandar di dadanya. "Yang ingin kukatakan adalah mereka semua sayang padamu. Kalau mereka mencemaskanmu bukan berarti kau merepotkan mereka." Kris mengelus rambut Kyungsoo, dan pemuda bertubuh mungil itu merasa begitu aman dalam dekapan Kris.

"Mm, baiklah. Tolong katakan pada mereka semua: terima kasih." Kyungsoo tersenyum saat ia dapat merasakan anggukan singkat Kris menjawabnya. Pemuda bermata besar itu mengangkat wajahnya yang entah kenapa kembali memerah—Kris menebak mungkin demamnya belum turun, tapi bagaimanapun, kekasihnya itu selalu manis.

"Untukmu juga, Yifan, terima kasih."

Kyungsoo tiba-tiba menaruh kedua tangannya di pundak Kris dan mendekatkan wajah mereka berdua, dan Kris merasa sekujur tubuhnya menjadi kaku saat ia sadar apa yang sedang terjadi.

Kyungsoo mencium pipinya.

Sesaat, Kris mengira Kyungsoo hanya akan mengecupnya sekilas, karena kecupan singkat saja sudah membuat wajah Kris serasa terbakar. Tapi Kyungsoo tidak juga beranjak dari wajahnya. Kris melirik ke arah kekasihnya (dengan sangat hati-hati karena jantungnya bisa meledak kalau bibir mereka sampai bersentuhan), dan segera menahan senyum ketika mendapati kekasihnya itu kini tertidur pulas dalam dekapannya. Ia tidak tahu harus berterima kasih pada kecepatan kerja obat dari dokter asramanya atau tidak karena membuat Kyungsoo tertidur saat menciumnya.

Perlahan, Kris membaringkan tubuh Kyungsoo dengan benar di tempat tidurnya. Ia tersenyum kecil saat ia mendapati sebelah tangan Kyungsoo menggenggam bajunya erat dan memutuskan untuk berbaring di samping Kyungsoo sampai pemuda itu terbangun, walaupun ia sendiri tidak tahu kapan. Ia tidak masalah berapa lamapun Kyungsoo tertidur. Kris akan dengan senang hati menunggunya.

Karena ia akan ada di sisinya saat Kyungsoo terbangun. Sekarang, sepuluh tahun lagi—dan mungkin selamanya.

 


 

Extra

 

"Kris tidak membalas pesanku."

Jongin segera men-pause game di iPad-nya sambil bertukar pandang dengan Sehun yang sedang iseng memegangi dompet seseorang yang tergeletak di kamar itu mendengar pernyataan Tao. Pikiran-pikiran yang terlalu berlebihan segera menghantui otak kedua sahabat itu. Jangan-jangan Kris dan Kyungsoo sedang...

"Ayo kita ke sana, Jongin."

Satu anggukan, dan kedua pemuda itu segera meraih tas mereka dan Tapi sebelum kedua sahabat Kyungsoo itu sempat meraih pintu kamar Kris dan Tao, pemuda bertubuh jangkung itu segera menghalangi mereka. Jongin menatap Tao kesal. Ia tidak punya waktu untuk mencari kecoa untuk dilempar ke wajah atlet wushu muda itu.

"Menyingkirlah, Tao. Kami ingin melihat Kyungsoo-hyung."

"Jongin benar. Bagaimana kalau Kris berbuat yang aneh-aneh pada Kyungsoo-hyung? Kau tega membiarkannya?"

Tao menghela napas. Bisa-bisanya mereka berdua berpikiran yang tidak-tidak di saat seperti ini. Belum lagi sikap overprotektif mereka yang sudah terlihat seperti penggemar berat Kyungsoo yang membuat Tao makin kesal. "Apapun yang kalian pikirkan di otak kotor kalian itu, lupakanlah. Kris bisa-bisa pingsan sebelum ia sempat mencium Kyungsoo."

Jongin maupun Sehun kembali bertukar pandang. Tao mulai merasa mungkin mereka berdua anak kembar di kehidupan sebelumnya.

"Kau yakin?"

"Ayolah, aku kenal Kris sejak tes penerimaan masuk ke sekolah ini, dan aku sekamar dengannya hingga sekarang. Dia sangat menyayangi hyung kesayangan kalian itu." Tao melirik kedua pemuda itu. "Kau bisa pegang kata-kataku."

"Baiklah, aku percaya padamu." Jongin menggumam setelah berbisik singkat pada Sehun. "Tapi kalau sampai ia membuat Kyungsoo-hyung sedih, akan kupastikan ia menyesalinya."

"Iya, iya. Kalian cerewet—" Kata-kata Tao terputus saat pintu di belakang punggungnya mendadak terbuka, dan seorang pemuda berambut cokelat menyelipkan kepalanya ke balik pintu.

"Taozi, apa kau lihat dompetku?" Yixing menatap teman sekelasnya itu panik. "Sepertinya tertinggal di sini. Boleh aku masuk dan mencarinya sendiri?"

"Ah, tentu saja, Xing. Masuklah." Tao membukakan pintu untuk temannya sambil menggelengkan kepalanya. Entah sudah berapa kali barang-barang yixing tertinggal di kamarnya dan Kris. Bahkan Yixing pernah hampir meninggalkan gitarnya kalau Kris tidak segera mengejarnya dan mengembalikannya—sebuah pekerjaan yang melelahkan karena gedung asrama Yixing berbeda dengan mereka. Pemuda asal Changsa itu memang ceroboh.

Jongin melirik ke arah Sehun yang menunduk dengan wajah sedikit memerah karena kedatangan Yixing yang begitu mendadak. Ia menyikut sahabatnya. "Apa yang kau tunggu? Bantu dia, Bodoh."

Sehun mengangguk singkat, mengatur napasnya, dan memasukkan satu tangannya ke dalam sakutnya. Ia dapat merasakan dompet cokelat berbahan kulit itu dalam genggamannya, tapi ia terlalu sibuk memikirkan bagaimana ia harus memanggil Yixing karena mereka berdua belum pernah berbicara sebelumnya. Sial, kenapa menentukan panggilan saja susah sekali? Sehun hampir mengacak rambutnya frustasi

"Yixing-ssi." Sehun menggumam pelan, tapi kamar itu tidak terlalu besar sehingga perhatian ketiga pemuda lain di ruangan itu segera tertuju ke arahnya. Sehun menelan ludah saat Yixing menatap matanya langsung.

"Ah, kau teman Kyungsoo-yah kan? Sehun-ssi?" Yixing menebak, dan tersenyum saat Sehun mengangguk. Ia tipe orang yang pelupa, dan mengingat nama orang yang belum pernah diajaknya bicara adalah sesuatu yang membuatnya bangga. "Ada apa?"

"A-aku menemukan dompetmu tadi..." Pemuda bertubuh tinggi itu merogoh sakunya dan mengulurkan dompet tersebut pada pemiliknya. Ia mendelik saat Jongin menahan tawanya. "Maaf, aku tidak bermaksud mengambilnya—"

"Wah, terima kasih!" Yixing segera mengambil dompet itu dan membungkukkan tubuhnya sopan. Sehun menatap ujung jarinya yang tadi sempat menyentuh Yixing se sepersekian detik. "Aku kira dompetku benar-benar hilang kali ini. Kau benar-benar penyelamat, Sehun-ssi!" Yixing memberinya senyuman termanis yang pernah dilihatnya seumur hidup. Bahkan, lebih manis dari Kyungsoo yang selalu dikaguminya. "Kamsahamnida!"

"P-Panggil aku Sehun saja. Tidak usah formal begitu." Sehun menggaruk kepalanya dengan canggung, berusaha untu tidak terlihat gugup.

"Baiklah, Sehun-ah. Panggil aku Yixing saja." Pemuda Cina itu segera mengantongi dompetnya dan membungkuk singkat ke arah Jongin yang sudah dikenalnya sebagai sesama anggota klub dance. "Kalau begitu, aku permisi dulu. Maaf sudah mengganggu, Taozi."

"Santai saja, Xing." Tao, yang sejak tadi menyaksikan semuanya dalam diam, mengalungkan sebelah lengannya di leher Yixing sambil mengikuti pemuda itu keluar. Setelah menutup pintu, Tao langsung menunjuk wajah Sehun. "Apa itu barusan?"

"A-apanya?" Sehun tidak ingin mengakuinya, tapi wajah kesal Tao cukup membuatnya takut. Ia tidak ingin pemuda Cina itu tiba-tiba menyerngnya dengan wushu dan mengincar wajahnya.

"Kau suka pada Yixing, huh?" Tao memicingkan matanya. Ia belum begitu mengenal Sehun, dan ia tidak tahu apakah Sehun layak mendekati sahabatnya itu. "Sejak kapan?"

"Bukan urusanmu, Mata Panda. Ayo, Jongin." Sehun menarik tangan sahabatnya itu dan buru-buru berjalan meninggalkan kamar Tao dan Kris sebelum pemuda itu mengejarnya. Tapi itu tidak terjadi. Tao hanya menghela napas dan menutup pintu kamarnya. Terlalu banyak yang terjadi hari ini.

Jadi Sehun menyukai Yixing. Tao berpikir sejenak. Yah, dalam segi fisik, Sehun memang unggul dengan tubuh tinggi dan wajahnya yang bahkan Tao akui cukup tampan (walaupun tidak ada yang setampan Junmyeon dan dirinya). Dari sikapnya, walaupun sepertinya otaknya tidak jauh berbeda dengan Jongin, sepertinya ia bisa mempertimbangkan pemuda berwajah stoic itu untuk mendekati Yixing. Dan ia sudah mendapat poin plus karena Yixing bisa mengingat namanya padahal mereka belum pernah berbicara sebelumnya. Berarti Yixing menganggapnya cukup worthy untuk diingat.

Tao tersenyum kecil pada dirinya sendiri. Sepertinya kemampuannya sebagai matchmaker bisa berguna dalam waktu dekat, dan tidak hanya untuk Kris dan Kyungsoo.

 


 

A/N:

Halo, semuanya!

Pertama, mohon maaf atas update yang super ngaret ini *bows* selain lagi sibuk kuliah (dan self-teaching bahasa Jerman dengan pronouncation Asia yang sangat susah dihilangkan), the whole Kris issues telah sukses menghancurkan hatiku tiap kali ngetik nama Kris (dan sialnya, temen sekelasku namanya juga Kris), dan butuh waktu lama untuk menghilangkan writer's block. Gak perlu nanya aku ada di pihak siapa. Kalo aku terus-terusan nulis cerita tentang Kris, udah cukup jelas kan? Aku gak nyalahin siapa-siapa. Kris akan selalu jadi Duizhang bagi kita semua, dan aku gabakal ninggalin cerita ini sampe selesai. We are ONE!

Daaan mohon maaf buat ending dan judul yang abal. Tadinya Kris yang mau aku buat sakit, tapi kayanya Kris terus yang terlihat vulnerable. Dan sedikit XiuHan dan ing karena sepertinya saya makin terobsesi sama kedua pair ini. Buat yang suka HunHan dan SuTao, silakan baca Frozen (walaupun belom ada pairing yang keliatan) *shameless self-promo*

Oke deh, sudah jam satu malam, dan di kamar sebelah ortuku lagi nonton film horor, jadi sebaiknya saya beranjak tidur. Makasih udah baca subscribe dan upvote (demiapaadayangupvoteaaa). Komennya ditunggu loh. Ayo kita mengobrol. Saya kesepian ramah kok ;w;

 

[tumblr]  [instagram]

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
theworstisnotbehind
[All About Us; 141003] writer's block and homework attacked. Patience, my loves :*

Comments

You must be logged in to comment
coisulli #1
Chapter 11: maaf sebelumnya, aku chanbaek shipper, dan kaisoo shipper, disini gaada chanbaek sama sekli dan ternyata krisoo tapi aku msh bisa suka sama ceritanya. Beneer bener daebak;-; kebawa banget feel nya;-; aku jg suka ada xiuhan disini (kebanyakan hunhan) tp yg agak sedih ga ada chanbaek nya. Tp gapapa twtep bagus lanjutkan ditunggu chap selanjutnya!!
VidyZu #2
Chapter 10: Aaaaaaa first kiss mereka.... OMG
VidyZu #3
Chapter 9: So sweet.... Wuah makin banyak couple yang terungkap... Krisoo number one...
VidyZu #4
Chapter 7: Huuuhh... Tegang juga tadi... Tapi tak apa, kisah cinta mereka yang manis ini selalu membuatku tersenyum...
Eh? Apa ini? #terbawasuasana
VidyZu #5
Chapter 6: Krisoo forever ever ever... Haaa jangan sampai tim basketnya kalah gegara mikirin kyungsoo....
VidyZu #6
Chapter 5: Oohhhh manisnya couple ini.....
VidyZu #7
Chapter 4: Ya ampun... Seneng banget ma ff ini... Maafnya chap sbelumnya gak komen... Tapi tetep semangat ya bikinnya...
VidyZu #8
Chapter 4: Ya ampun... Seneng banget ma ff ini... Maafnya chap sbelumnya gak komen... Tapi tetep semangat ya bikinnya...
VidyZu #9
Chapter 3: Walaupun aku gak terlalu suka ff shounen ai (boyxboy/) atau apalah itu namanya.... Tapi aku suka ff ini...

Lanjutkan thor... *Krisoo shiper :)
BabyBuby #10
Chapter 11: OMG. sy g bs berhenti baca ff ini dr awal smp chap 10... sweet manis bgt g ketulungan smp linu gigi sy.. wow.. sy akan subscribe supaya kl ipdate lgnsng tw deh..