bonus chapter: The Only One that Matters

All About Us

Sebuah tangan meraih handphone yang terus berdering di tengah kegelapan malam. Butuh beberapa kali mencoba hingga akhirnya ia berhasil menyentuh benda yang telah berani-beraninya mengganggu tidurnya. Junmyeon membuka matanya dengan malas dan melirik jam di dinding kamarnya. Siapa yang meneleponnya jam empat pagi? Mana sedang liburan musim dingin pula.

Tanpa melihat nama peneleponnya, Junmyeon menekan simbol hijau di layar handphone-nya. "Mmm, halo?" gumamnya malas.

"Suho-yah?"

Junmyeon segera bangkit dari posisi nyamannya di tempat tidur. Suara itu terlalu familiar untuknya. Dan hanya satu orang yang memanggilnya Suho sejak kecil.

"Zitao?" Pemuda berambut kecoklatan itu berdeham, berusaha terdengar tidak mengantuk. "Hei, umm, apa kabar?"

"Buruk." Junmyeon tertawa kecil karena ia sudah bisa membayangkan wajah cemberut Tao di seberang telepon. "Aku merindukanmu."

"Aku juga, Tao. Tapi ini masih dini hari." Junmyeon melirik ke arah tempat tidur di seberangnya, berharap sepupunya yang sedang tidur tidak mendengarnya. "Kau tidak bisa tidur?"

"Mm-hm." Junmyeon tersenyum tipis, dan ia bisa merasakan wajahnya memerah mendengar kata-kata pemuda Cina itu. Tao merindukannya. "Nyanyikan sesuatu untukku, Suho-yah."

"Tidak bisa sekarang, Tao..." Pemuda yang dipanggil Suho itu melirik ke arah Kim Jaejoong, kakak sepupunya yang sialnya harus sekamar dengannya di vila milik keluarganya itu. "Kau ingat Jaejoong-hyung? Sepupuku yang kuliah di Jepang?" Junmyeon menghela napas saat Tao mengiyakan. "Dia sekamar denganku sekarang." And I'm stuck with this dork until New Year ends, tambahnya kesal dalam hati.

"Baiklah." Kali ini Tao menghela napas pasrah. "Bagaimana kalau kau bacakan suatu cerita untukku?"

"Kau yakin tidak mau mencoba tidur, Tao?" Junmyeon menahan keinginannya untuk menguap. Ia bukan tipe orang yang bisa bangun dini hari begini. "Ini masih jam lima pagi di Beijing kan?"

"Aku masih ingin mendengar suaramu."

Junmyeon tiba-tiba terbatuk, wajahnya menjadi semerah kepiting rebus. Ia langsung menoleh ke arah Jaejoong, yang untungnya hanya menggumam kecil di dalam tidurnya. Terdengar seperti, "Yunho-yah."

"Ke-kenapa...?"

"Bukankah sudah kubilang berkali-kali?" Nada bicara Tao terdengar santai, seakan itu hal yang paling mudah dikatakannya. "Aku menyukaimu, Suho-yah. Lebih dari sebagai seorang sahabat. Aku ingin kau jadi pacarku."

Putra bungsu keluarga Kim itu menggigit bibirnya gugup. Tao memang sudah menyatakan perasaannya pada sahabatnya sejak TK itu. Awalnya, sang Sekretaris OSIS nyaris pingsan karena gugup, tidak menyangka bahwa secret crush-nya akan mengatakan "suka" padanya, yang jelas-jelas bukan siapa-siapa dibandingkan Tao yang disukai banyak orang.

"Kau sudah pernah bilang soal ini—"

"Tapi kau tidak pernah menjawabnya kan?" Junmyeon terdiam dan menelan ludah dengan gugup. Ia tidak pernah mendengar suara Tao seserius ini dan ditujukan padanya. "Kau selalu diam setiap kali aku mengatakannya, lalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa."

"Tao..."

Junmyeon mendengar helaan napas panjang dari seberang telepon, kemudian hening. Jantungnya berdebar keras. Tao benar, ia tidak pernah memberi jawaban yang dengan tegas menyatakan respon positif atau negatif. Tapi itu semua bukan karena ia tidak memiliki perasaan yang sama pada atlet wushu muda itu. Ia hanya belum siap untuk memberi jawaban pada Tao.

Pemuda berdarah Korea itu tiba-tiba terpikir akan sesuatu. Jika ia berada dalam posisi Tao dan orang yang disukainya tidak pernah memberi respon yang tegas, ia pasti akan sangat terpukul. Sudah pasti ia mengharapkan jawaban positif, tapi penolakan akan lebih baik dibanding tidak ada jawaban tegas sama sekali.

Seakan perasaannya bukan hal penting dan bisa dibiarkan menunggu.

Tanpa sadar, air mata sudah mengalir di pipi Junmyeon, dan ia baru menyadarinya saat ia mendengar dirinya sendiri terisak.

"Junmyeon?" Tao memanggil nama aslinya dari seberang telepon. Suaranya terdengar cemas. "Hei, jangan menangis..."

"Maafkan aku..." Junmyeon menutup mulutnya dengan sebelah tangan untuk meredam suaranya, walaupun ia yakin mungkin Jaejoong sudah mendengarnya karena ia tidak bisa menahan isakannya. "A-aku tidak bermaksud menyakiti—"

"Sshh, tenanglah. Tidak apa-apa." Tao merasakan dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya seperti tercekik. Ah, jadi begini ya, rasanya ditolak? Rasanya, sekarang ia ingin ikut menangis bersama Junmyeon. "Jangan khawatirkan soal itu."

Junmyeon menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatinya. Sebentar, tadi dia bilang "maaf" pada Tao? Apa itu tidak berarti ia secara tidak langsung sudah menolak pemuda bermata sipit itu. Junmyeon buru-buru menyeka air matanya.

"T-Tao, maksudku tadi—"

"Sudah, tidak usah kaupikirkan lagi. Aku mengerti." Junmyeon mendengar nada kecewa dalam suara sahabatnya itu. "Aku tidak akan mengatakannya lagi—"

"Dengarkan aku!" Tao refleks terdiam. Bukankah tadi Junmyeon yang bilang sepupunya sedang tidur? Kenapa sekarang dia yang berteriak?

Di seberang telepon, Junmyeon berusaha mengatur napasnya. Kata-katanya seakan mengalir begitu saja tanpa bisa dihentikan lagi.

"Dengarkan aku baik-baik, karena selama ini kau tidak pernah tahu bahwa aku juga menyukaimu, Tao." Sebelum pemuda Cina itu sempat mencerna kata-katanya, Junmyeon melanjutkan, "sejak pertama kali kita bertemu waktu TK. Kau tidak tahu betapa aku menganggapmu sangat manis karena kau tidak lancar berbahasa Korea. Kau tidak tahu betapa sakit hatinya aku saat kita SMP kau bilang kau menyukai Mark Tuan. Kau tidak tahu kalau aku sangat kesepian saat kau kembali ke Cina. Kau juga tidak tahu betapa senangnya aku mendengar perasaanmu yang sebenarnya.

Kau tidak tahu apa-apa, jadi jangan memotong kata-kataku!"

Baik Tao maupun Junmyeon tidak tahu apa yang sedang terjadi. Di kamar Junmyeon, pemuda berambut kecoklatan itu membulatkan matanya saat ia menyadari apa yang baru saja ia katakan, dan ia melihat Jaejoong menguap dan mulai terbangun. Ya Tuhan. Junmyeon menutup mulutnya, dan ia merasakan tubuhnya gemetar hebat. Apa ia baru saja menyatakan perasaannya pada Tao dan memarahi pemuda panda itu dalam waktu yang sama?

"Suho-yah?" Suara Tao terdengar dari speaker handphone-nya, dan ia terdengar penuh harap. "Apa kau serius?"

Di detik berikutnya, Junmyeon memutuskan telepon mereka dan membenamkan wajahnya pada bantal terdekat. Ia mendengar Jaejoong melangkah mendekatinya, tapi itu tidak masalah. Jaejoong sudah dianggapnya seperti saudaranya sendiri, dan ia justru lebih dekat dengan pemuda tampan itu ketimbang kakak kandungnya. Sang Sekretaris OSIS merasakan tempat tidurnya berderit, dan ia tahu Jaejoong kini duduk di sampingnya.

"Kau tidak apa-apa?" Sebuah tangan yang hangat mengusap pelan rambut Junmyeon yang masih menangis di bantalnya. "Apa yang barusan itu Tao?"

Satu anggukan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan Jaejoong. Pemuda yang bekerja sebagai model itu menghela napas sambil mengelus punggungnya pelan. Kisah cinta adik sepupunya itu selalu membuatnya simpatik tidak hanya pada Junmyeon, tapi juga pada Tao. Ia sudah beberapa kali bertemu pemuda Cina itu, dan dari wajahnya saja sudah ketahuan bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Jaejoong menarik tangan Junmyeon agar pemuda itu bangun dan memeluknya erat. Junmyeon sudah seperti adik yang tidak pernah dimilikinya.

Saat Jaejoong masih sibuk menenangkan Junmyeon, ia merasakan sesuatu bergetar di samping tempatnya duduk. Ia mengambilnya dan memberikan handphone itu pada pemiliknya saat ia melihat nama Tao terpampang di layar handphone tersebut.

"Tuh, dia meneleponmu lagi."

"Tidak..." Junmyeon menggelengkan kepalanya, masih terisak dalam pelukan Jaejoong. Mana mungkin ia bisa bicara pada Tao setelah ia terang-terangan menyatakan perasaannya seperti tadi? Ingin rasanya ia ditelan bumi hidup-hidup detik ini juga. Jaejoong menghela napas sambil kembali menaruh gadget putih itu di tempat tidur. Sebesar apapun rasa kasihannya pada Tao, ia tidak berhak mengangkat telepon yang tidak ditujukan untuknya itu.

Layar handphone itu kembali berkedip, kali ini beberapa pesan masuk sekaligus. Jaejoong kembali melihat nama pemuda Cina yang disukai sepupunya itu perlahan tergeser ke bawah, disusul pesan baru lagi dari pengirim yang sama. Ia mengusap punggung Junmyeon dengan lembut.

"Sekarang dia mengirimimu pesan."

"Biarkan saja, kumohon..." Jaejoong langsung menutup mulutnya. Tangannya membetulkan rambut sepupunya yang berantakan karena bantal dan mengambilkan beberapa helai tisu untuk membersihkan wajah Junmyeon. Pemuda bertubuh tinggi itu baru saja akan kembali ke tempat tidurnya ketika tangan Junmyeon menahannya pergi.

"Jangan pergi, Hyung."

Jaejoong mengerti, dan segera merebahkan tubuhnya untuk tidur di samping sepupunya. Itu sudah menjadi kebiasaan mereka sejak kecil. Jika Junmyeon ada masalah atau hanya karena ia bermimpi buruk, ia akan mencari ketenangan dengan meminta kakak sepupunya untuk menemaninya tidur, dan hal yang sama berlaku jika pemuda yang sudah berstatus mahasiswa itu juga sedang menghadapi masalah.

"Junmyeon-ah?"

"Iya?"

"Kau sudah besar. Kau tahu apa yang harus kaulakukan kan?"

Junmyeon menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia tahu Jaejoong menyuruhnya untuk menghadapi masalahnya dengan Tao saat ia terbangun nanti, setakut apapun dirinya. Perlahan ia mengangguk, dan ia membiarkan tangan Jaejoong yang mengelus punggungnya mengantarnya ke alam mimpi, bersama dengan suara pemuda asal Cina yang didengarnya beberapa saat yang lalu.

"Aku menyukaimu, Suho-yah."

Saat Junmyeon terbangun nanti, ia akan memberi jawaban pada Tao.

Jawaban yang sudah ditahannya selama bertahun-tahun.

Aku juga menyukaimu, Tao.

 


 

 

"Sampai ketemu lagi di semester baru, Sehun-ah." Yixing tersenyum manis pada pemuda di hadapannya. Sebelah tangannya membetulkan posisi ransel MCM kesayangannya. "Jaga dirimu baik-baik."

"I-iya, kau juga, Yixing-ah..." Pemuda berambut pirang platinum itu menggaruk leher belakangnya gugup.

"Apa kau juga akan pulang ke rumah?"

Sehun mengangguk, berusaha terlihat antusias seperti kebanyakan anak-anak lain jika sudah membahas liburan ke rumah orangtua mereka. "Nanti malam ayahku akan menjemput di asrama."

Sungguh, kalau bukan karena Yixing punya keluarga yang menantikan kepulangannya di Cina, Sehun pasti sudah menggunakan seribu cara untuk menahan pemuda berambut cokelat muda itu untuk naik pesawat dua puluh menit lagi. Ia memelototi Kris, Jongin, dan Kyungsoo yang sepertinya sedang menertawakan dirinya karena terlihat jelas bahwa pemuda yang biasanya berwajah stoic itu menunjukkan ekspresi gugup. Sialan.

"Ah, kalau begitu, kau harus cepat kembali ke asrama, Sehun-ah." Yixing dengan polos menambahkan, "dan terima kasih sudah membawakan koperku. Pasti berat sekali."

"Tidak masalah." Sehun mengangkat kedua bahunya, berusaha untuk terlihat cool selain dengan mengangkatkan koper ungu Yixing.

Sebuah suara mirip bel bergema di seluruh penjuru bandara, disusul dengan suara monoton seorang wanita yang mengumumkan panggilan untuk penumpang pesawat menuju Beijing, Cina. Yixing menoleh ke arah Sehun dan kembali tersenyum manis, menarik seluruh perhatian Sehun dengan dimples-nya yang imut.

"Baiklah, aku harus pergi sekarang." Pemuda berambut cokelat muda itu tersenyum. "Annyeong, Sehun-ah." Setelah sedikit membungkukkan tubuhnya, Yixing berjalan ke arah Tao (yang masih sibuk mendengarkan nasehat Junmyeon untuk berhati-hati) sambil menyeret kopernya. "Ayo, Taozi. Kita harus naik pesawat sekarang."

Tao mengangguk, lalu menepuk kepala Junmyeon yang masih cemberut. "Sampai nanti, Suho-yah. Nanti kuhubungi."

Sebelum keduanya menghilang di antara kerumunan orang-orang yang masuk ke gerbang Keberangkatan, Sehun, entah mendapat keberanian dari mana, memanggil nama pemuda yang disukainya itu.

"Yixing-ah!"

Yang dipanggil segera menoleh mendengar namanya dipanggil, dan ia sedikit kaget melihat Sehun tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Di sampingnya, Tao sudah menatapnya dengan senyum mengerti. "Iya, Sehun-ah?"

"A-aku..." Kegugupan kembali menguasai pemuda berambut pirang platinum itu. Tenang, Sehun. Tarik napas, dan katakan dengan tenang, seperti yang kaulakukan di depan cermin selama beberapa hari ini...

"Boleh minta nomor teleponmu?"

Hening.

Yixing berkedip polos, sementara wajah Sehun memucat. Itu benar-benar berbeda dengan skenario yang sudah dilatihnya di kamar asramanya. Ia merutuki sifat straightforward-nya dalam hati.

"A-anu, maksudku..."

"Tentu saja. Kenapa tidak?" Yixing tersenyum polos, lalu mengeluarkan handphone-nya dari saku jaketnya dan memberikannya pada Sehun. "Ini. Masukkan saja nomormu ke sini."

Pemuda berkulit putih itu memasukkan nomor teleponnya ke gadget putih tersebut (Sehun diam-diam menghabiskan waktu lebih lama karena home screen telepon genggam itu adalah selfie Yixing yang menurutnya sangat manis) dan mengembalikannya setelah memberikan missed call pada nomornya sendiri.

"Terima kasih." Sehun menunduk malu, matanya tidak lepas dari ujung jarinya yang sempat menyentuh tangan pemuda Cina itu selama sepersekian detik.

"Tidak masalah. Nanti kita mengobrol ya. Pasti menyenangkan!" Yixing melambaikan handphone-nya pada Sehun. "Daah!"

Mata Sehun tidak lepas dari sosok Yixing yang masih terlihat di jendela kaca sampai Junmyeon menepuk pundaknya dan mengajaknya pulang. Ekspresinya terlihat sedih—mungkin kira-kira sama dengan dirinya sekarang.

Di perjalanan pulang menuju asrama, Sehun sedikit menyesali kenapa ia tidak memakai waktu yang dimilikinya dengan baik untuk berusaha menarik perhatian Yixing. Mereka menempati gedung asrama yang sama, dan Yixing cukup dekat dengan Kris yang selalu bersama Kyungsoo—Hyung favoritnya dan Jongin.

Tapi kali ini, setidaknya ia punya nomor telepon Yixing. Ia tidak akan menyia-nyiakan liburan ini. Sehun akan tetap berusaha mendekati pemuda itu, dan membuat pemuda berambut cokelat muda itu tertarik padanya, walaupun tanpa harus bertatap muka.

Di sebelah Sehun, Jongin melirik ke arah sahabatnya sejak kecil dan tersenyum. ia belum pernah melihat Sehun tertarik pada seseorang sebelumnya, dan sesuportif apapun dirinya terhadap pilihan Sehun, ia juga tidak rela ketinggalan momen di mana ia bisa mengerjai sahabatnya itu. Hei, tidak masalah selama ia tidak berlebihan kan? Toh, ia sedang tidak punya pacar. Tidak ada salahnya sedikit menghibur diri dengan mengerjai pemuda berwajah stoic yang sedang jatuh cinta di sampingnya itu.

This is gonna be interesting.

 

 


 

 

A/N:

Halo, ketemu lagi dengan si author malas :D #sorrynotsorry

Ehem. Yah, pokoknya semoga kalian menikmati bonus chapter untuk merayakan chapter ke-10 \o/

Tadinya mau nambahin xiuhan, tapi entah kenapa mentok nulisnya. Tapi kalo kalian berminat, nanti kutambahin di chapter ini XD

Gatau kenapa makin lama makin gatel pengen bikin bromance sekai. Mereka manis banget kalo lagi ketawa-ketawa berdua sama jokes mereka sendiri <3 dan maaf buat slight angst di bagian sutao. Gatau kenapa iseng masukin nama Mark dari GOT7 sebagai gebetan Tao waktu SMP, dan Suho yang mengalami mental breakdown karena keceplosan *berdasarkan pengalaman pribadi* Maaf juga buat family fluff Jaejoong/Suho yang kelewat fluff. Aku seneng sama hubungan sepupu yang deket begitu, dan ups ada yunjae sedikit :P semuanya bener-bener mengikuti selera pribadi orz

Chapter ini paling cepet dibuatnya. Wah ternyata bisa juga ya kalo lagi lancar. Semoga ke depannya begini terus deh =w=

Seperti biasa, comment, subscribe, dan upvote jika berkenan. Sampe ketemu di chapter berikutnya muah muah :*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
theworstisnotbehind
[All About Us; 141003] writer's block and homework attacked. Patience, my loves :*

Comments

You must be logged in to comment
coisulli #1
Chapter 11: maaf sebelumnya, aku chanbaek shipper, dan kaisoo shipper, disini gaada chanbaek sama sekli dan ternyata krisoo tapi aku msh bisa suka sama ceritanya. Beneer bener daebak;-; kebawa banget feel nya;-; aku jg suka ada xiuhan disini (kebanyakan hunhan) tp yg agak sedih ga ada chanbaek nya. Tp gapapa twtep bagus lanjutkan ditunggu chap selanjutnya!!
VidyZu #2
Chapter 10: Aaaaaaa first kiss mereka.... OMG
VidyZu #3
Chapter 9: So sweet.... Wuah makin banyak couple yang terungkap... Krisoo number one...
VidyZu #4
Chapter 7: Huuuhh... Tegang juga tadi... Tapi tak apa, kisah cinta mereka yang manis ini selalu membuatku tersenyum...
Eh? Apa ini? #terbawasuasana
VidyZu #5
Chapter 6: Krisoo forever ever ever... Haaa jangan sampai tim basketnya kalah gegara mikirin kyungsoo....
VidyZu #6
Chapter 5: Oohhhh manisnya couple ini.....
VidyZu #7
Chapter 4: Ya ampun... Seneng banget ma ff ini... Maafnya chap sbelumnya gak komen... Tapi tetep semangat ya bikinnya...
VidyZu #8
Chapter 4: Ya ampun... Seneng banget ma ff ini... Maafnya chap sbelumnya gak komen... Tapi tetep semangat ya bikinnya...
VidyZu #9
Chapter 3: Walaupun aku gak terlalu suka ff shounen ai (boyxboy/) atau apalah itu namanya.... Tapi aku suka ff ini...

Lanjutkan thor... *Krisoo shiper :)
BabyBuby #10
Chapter 11: OMG. sy g bs berhenti baca ff ini dr awal smp chap 10... sweet manis bgt g ketulungan smp linu gigi sy.. wow.. sy akan subscribe supaya kl ipdate lgnsng tw deh..