Fase 03

Katalisator

 

KATALISATOR

Fase 03/?

 

Sebuah senandung terdengar memenuhi ruang makan yang menyatu dengan dapur kecil itu seiring sesekali bunyi piring beradu dengan permukaan meja. Chan Yeol tengah mengambil dua buah mug besar dan menghampiri lemari berisi berbagai macam bahan makanan saat didengarnya langkah kaki mendekat. Tanpa menoleh pun pria ini tahu siapa yang datang. Karenanya, ia langsung bertanya sambil punggungnya tetap menghadap arah pintu.

“Kau mau coklat panas atau teh madu, Baekkie-ah?” tanyanya. Tubuh jangkungnya lalu diputar untuk menatap sosok yang baru datang itu. Sepasang kristal coklat terlihat sedikit melebar sebelum seulas senyum lembut terpampang di paras tampan itu.

“Kau sudah kembali,” ujarnya perlahan. Lebih berupa pernyataan dibanding pertanyaan. Yang ditanggapi dengan cengiran canggung dan anggukan pelan dari lawan bicaranya.

Baek Hyun menggaruk belakang kepalanya dengan salah tingkah sambil bergumam pelan, “Ah, i-iya… aku kembali,” ucapnya. Mengingat-ingat penjelasan  dari rencana Bo Eun padanya semalam.

Melihat teman satu flat-nya itu tampak canggung, Chan Yeol memecah ruangan dengan suara beratnya. “Jadi? Teh atau coklat?” tanyanya sambil mengangkat dua mug di tangannya.

“Ah. Teh madu saja,” sahut pemuda yang lebih tua tapi lebih imut itu sambil menghampiri pemuda satunya. Sedikit rasa lega menyelusup hatinya mendapati temannya yang satu itu tidak merubah sikap padanya meski…mengetahui soal…. kutukan keluarganya….

 

Sementara Baek Hyun membantu Chan Yeol menyiapkan makan malam mereka di dapur, sepasang kristal gelap lain menatap layar i-pad-nya dengan raut serius. Apa yang terpampang di media elektronik itu hanyalah pemandangan dapur dan meja makan beserta segala piring dan gelas yang berganti cukup cepat karena kamera yang merekamnya memang tengah bergerak dengan aktif. Meski begitu, yang sedang direnungkan oleh gadis ini adalah apa yang tertangkap kamera di sana dan diperlihatkan di layar di hadapannya beberapa saat lalu: senyum Park Chan Yeol.

Tidak, tidak. Kau tak boleh berprasangka Byun Bo Eun terpesona oleh senyuman lebar dan hangat itu. Tidak. Ia hanya berpikir…senyum itu terlihat…sedikit berbeda dengan apa yang dilihat oleh lensa matanya tadi pagi. Bukan. Bukan berarti senyum yang didapatnya seharian tadi tidak tulus. Meski enggan mengakuinya, Bo Eun bisa merasakan ketulusan di sana. Hanya saja, senyuman yang barusan itu….entah kenapa terasa lebih….bahagia?

Apa? Apa itu berarti Park Chan Yeol lebih senang melihat Baek Hyun dalam sosok sebagai namja? Sebagai Baek Hyun yang asli….

Tak tahu harus merasa bagaimana, Bo Eun memilih mencatat saja data itu dalam list analisisnya mengenai Park Chan Yeol. Menyingkirkan satu fakta yang positif tapi juga membuatnya sedih entah karena apa, yeoja bersurai panjang ini kembali memfokuskan perhatian pada tampilan di layar.

Yang terlihat kini adalah makanan yang berkurang karena berpindah ke organ pencernaan si pembawa kamera dan sesekali menampilkan wajah Park Chan Yeol yang tertawa dan mengobrol dengan Baek Hyun-nya. Ya, ia bisa melihat apa yang terjadi di ruang makan itu. Tidak seluruh penjuru dapat ditangkap olehnya sih, hanya sebatas apa yang dilihat oleh Baek Hyun di ketinggian lehernya, sejak kamera kecil itu dipasangnya di kalung Sang Saudara. Kamera khusus berukuran kecil yang dipesannya dari temannya dari jurusan elektro. Penemuan besar yang belum terlalu tersebar di pasaran yang dapat merekam dengan kualitas tinggi dan langsung tersambung dengan i-pad-nya. Mampu merekam selama 24 jam nonstop. Yah, selama 1 minggu saja memang, dan begitu 1 minggu akan harus diganti dengan yang baru. Dengan harga yang tak sedikit, tapi tentu saja tidak ragu dikeluarkan Bo Eun demi kembarannya tercinta itu.

Ya, ia lakukan ini untuk Baek Hyun. Ia perlu mengamati bagaimana persisnya yang dilakukan Chan Yeol, bukan? Ia perlu menganalisis apakah sikap pemuda itu berubah padanya yang seorang yeoja dibandingkan dengan sosok namja Baek Hyun. Ia harus mengetahui semuanya. Dan tentu saja keberadaan kamera itu tidak pernah ia beritahukan pada mataharinya. Melanggar privasi? Hemm mungkin iya. Tapi kalau ke tempat-tempat ‘tertentu’, Bo masih tau diri dengan mematikan dulu i-pad-nya kok. Ia hanya akan meneliti saat Sang kembaran sedang bersama pemuda tinggi yang telah mencuri hati belahan jiwanya itu.

 

.

 

.

 

.

 

“Kau masih lapar?”

Suara berat yang mendadak terdengar di balik punggungnya itu membuat Baek Hyun kaget dan meluruskan tubuhnya di depan kulkas dengan sedikit terlonjak. Menoleh cepat, pemuda berparas imut ini menangkap ekspresi heran dan kaget di wajah teman satu flatnya.

“A-ah... iya... Untuk camilan. Hehe,” sahutnya sambil menampilkan cengiran tanpa dosa. Mendekap erat makanan yang baru saja diambilnya.

Chan Yeol hanya tertawa mendengar jawaban temannya. “Tidak kusangka kau jadi rakus. Apa masa pertumbuhanmu baru dimulai?” ujarnya sedikit menggoda temannya yang memang jauh lebih pendek darinya itu. Candaan yang tentu saja mengundang raut cemberut terbentuk di paras mulus Baek Hyun.

“Berisik kau, tiang listrik!” ucap Baek Hyun dengan bibir membentuk kurva bertitik puncak maksimum. Mata kecilnya menatap tajam pemuda tinggi itu, berusaha menunjukkan kalau ia tersinggung, meski ekspresi yang ditunjukkannya hanya membuat parasnya terlihat semakin imut dan menggemaskan.

“Jangan berekspresi seperti itu, kau jadi lucu,” ujar Chan Yeol sambil mencubit pelan pipi lembut Baek Hyun.

Pemuda yang beberapa tahun lebih tua itu menggoyangkan kepalanya, berusaha melepaskan jemari panjang Chan Yeol dari wajahnya. Tindakan yang lagi-lagi hanya membuat lawan bicaranya itu terkekeh semakin keras. Namun, tawa renyah itu mendadak terhenti saat sebuah pemikiran melintas di benak pemuda bersuara rendah itu.

“Ah. Apa... ini ada hubungannya dengan kutukan keluargamu?” tanyanya, kini paras tampannya menunjukkan raut serius.

Sepasang kristal Baek Hyun menatap Chan Yeol selama beberapa detik sebelum menangguk ragu. “I-iya.... Karena berubah...aku jadi...lebih cepat lelah dan lapar. Jadinya...” Tanpa sadar, pemuda manis ini menggigit bibir bawahnya. Sedikit ragu apakah yang diucapkannya ini akan sejalan dengan rencana Bo Eun untuknya. Semoga saja ia tidak merusak apa yang sudah dikalkulasikan saudaranya tercinta itu.

“Hemmm.... kalau begitu lain kali akan kutambahkan porsi makanmu,” ujar Chan Yeol sambil menampilkan jempolnya. Baek Hyun hanya terkekeh menanggapinya. “Gomawo,” gumamnya sebelum beranjak menuju kamarnya.

 

Setibanya di kamar, Baek Hyun melepasan helaan napas panjang di balik pintu. Tindakan yang mengundang raut heran dari seseorang yang tengah berbaring di kasurnya dengan sebuah buku di tangan.

“Ada apa?” tanyanya sambil bangkit untuk duduk, heran melihat ekspresi pemuda manis yang baru masuk itu. Pertanyaan yang tentu saja hanya basa-basi karena Bo Eun tentu saja sudah tahu apa yang terjadi beberapa saat lalu pada kembarannya.

“Ah. Ani~,” sahut pemuda itu dengan senyum manisnya. “Mianhe, Moon-ah, kau jadi belum makan,” ucapnya kemudian sambil menyerahkan makanan yang dibawanya.

“Gwenchana. Aku sudah bawa stok juga, kok,” sahut yeoja berparas serupa dengannya itu sambil mengedikkan kepalanya ke arah tas besar di dekat lemari dan bungkus plastik roti di tempat sampah kecil di pojok ruangan.

“Aku tidak sempat bawa nasi. Nanti malam akan kuambilkan kalau Yeollie sudah tidur. Mianhe,” ucap Baek Hyun lagi, masih merasa bersalah pada sosok di hadapannya.

Bo Eun hanya tersenyum lembut mendapati perhatian Sang Kembaran padanya masih belum hilang. “Gwenchana, Sun-chagi. Aku akan ambil sendiri nanti. Tak perlu kau khawatirkan,” ujarnya sambil sebelah tangan terangkat dan mengacak surai halus pemuda manis di depannya.

“Aish! Kenapa kau perlakukan aku seperti adikmu, padahal aku yang lebih tua,” ujar Baek Hyun sambil menyingkirkan jemari lentik Bo Eun dari kepalanya. Yeoja cantik itu hanya terkekeh. “Itu karena kau terlalu imut, Sun,” sahutnya.

Namun, Sang Kakak tidak merespon tawanya. Raut manis itu terlihat berkerut sedih. “Mianhe, Moon-ah. Kau sampai harus jauh-jauh kemari dan menyembunyikan dirimu seperti ini gara-gara aku,” ucapnya. Menatap adik kembarnya dengan perasaan bersalah.

“Ini rencanaku dan keputusanku, Sun. Semua resiko sudah kuperhitungkan,” sahutnya dengan senyum lembut.

Baek Hyun duduk di samping satu-satunya keluarga yang dimilikinya itu. Balas tersenyum dengan manis. “Saranghae, Moon-ah. Gomawo,” bisiknya sambil memeluk yeoja berparas persis dengannya itu.

“Anything for you, My Sun,” tukas Bo Eun balas melingkari punggung kakaknya.

‘Tak akan kubiarkan kau jatuh ke tangan sembarangan orang, Sun-chagi. Kau adalah hartaku yang sangat berharga. Tak akan kuberikan pada seorangpun tanpa seizinku.’

 

.

 

.

 

.

 

“Chan Yeol-ah, tolong ajari aku soal perhitungan backwash filter ini,” ujar Baek Hyun sambil melongokkan kepalanya ke dalam kamar Chan Yeol yang dipenuhi alunan lagu dari mp3 playernya.

Pemuda tinggi penghuni kamar bernuansa rock itu mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar. “Kebetulan sekali aku juga sedang mengerjakan PR yang itu. Sini, sini. Kita kerjakan bersama,” sahutnya sambil melambaikan tangannya menyuruh teman serumahnya itu untuk masuk.

Menurut, Baek Hyun membuka pintu lebih lebar dan menghampiri Chan Yeol yang setengah tengkurap di lantai kamar. Tubuh mungil Baek sudah hendak memposisikan diri untuk duduk di sebelah Chan Yeol saat suara berat Sang Pemilik Kamar menghentikannya.

“Jangan duduk di situ, nanti dingin. Di sini saja,” ujarnya sambil menepuk kasurnya. Mengisyaratkan Baek Hyun untuk naik ke kasurnya dan duduk di sana, alih-alih menemaninya di lantai. Sadar diri tidak kuat dingin, lagi-lagi Baek pun hanya menurut dengan menaiki kasur Chan Yeol dan membuka catatannya.

“Nomor berapa yang tidak kau mengerti?” tanya namja tinggi itu sambil memutar tubuhnya menghadap Baek Hyun di kasurnya.

“Nomor 3. Aku bingung, untuk mencari nilai Cd ini......”

 

Melihat dua namja itu sedang sibuk mendiskusikan materi kuliah mereka, Bo Eun mengalihkan perhatiannya dari tampilan di i-pad itu dan ganti mencurahkan fokusnya pada laptop. Karena Sang Kembaran sedang mengerjakan tugas, sebaiknya ia juga kerjakan tugasnya. Membuat jalur distribusi air dengan program Epanet. Permintaan proyek yang baru untuk distribusi air minum di suatu daerah pegunungan di Indonesia.

 

Waktu berlalu dan Bo Eun baru saja selesai menghitung dana proyek untuk beberapa jalur alternatif distribusi yang dibuatnya saat irisnya kembali mengecek layar i-pad. Saat volume earphone yang dikenakannya dibesarkan, yang tertangkap indera pendengarnya adalah suara tawa di tengah tayangan televisi.

Sepertinya dua namja di kamar sebelah sudah menyelesaikan tugas mereka dan sedang menonton suatu film. Bo Eun hanya tersenyum mendengar tawa Baek Hyun di sana. Ia senang saudara kembarnya itu bisa tertawa demikian. Tentu, kebahagiaan Baek Hyun adalah prioritas utamanya. Kebahagiaan Baek Hyun adalah alasannya untuk hidup....

Saat objek yang ditangkap kamera berubah dari layar televisi ke sosok di depannya, Bo Eun meluruskan tubuh dan mengepalkan tangan. Pasalnya, apa yang terpampang di layar adalah sosok Chan Yeol yang menyandarkan kepalanya di paha Baek Hyun. Terlihat begitu nyaman menumpukan berat tubuhnya di sana sambil sesekali tawa kerasnya memenuhi ruangan.

Bo Eun mengeratkan gigi mendapati betapa sering fokus kamera teralih pada bagian belakang kepala Park Chan Yeol itu. Betapa sesekali jemari ramping yang begitu dikenalnya tampak di layar, berusaha menyentuh surai cerah di sana, namun selalu tertarik kembali sebelum kontak terjadi. Mengeratkan gigi, Bo Eun bisa merasakan rasa hangat yang ia tahu milik Baek Hyun mengaliri dadanya. Ya, katakanlah telepati saudara kembar.

Melihat hal itu, Bo Eun bisa merasakan keseriusan dari perasaan yang dimiliki mataharinya. Dan hal itu membuat hatinya sakit....

 

Malam semakin larut dan saat arah kamera mendadak menampilkan ruangan yang menjadi miring, Bo Eun tahu Sang Kembaran telah tertidur. Karena pemandangan itu menandakan pemilik kalung tempat kamera itu berada tak lagi duduk tegak melainkan berbaring.

Bo Eun mengerutkan alisnya dalam. Ini pertama kalinya ia mendapati mataharinya itu tertidur di hadapan orang lain. Ya, ia yang paling tahu betapa Baek Hyun sulit tidur di hadapan orang yang tak dekat dengannya. Ia yang paling tahu, meski terlihat lembut, Baek Hyun tak mudah mempercayai siapapun dan tak pernah mengizinkan dirinya terlihat lemah dan tanpa pertahanan di hadapan orang lain. Ia yang paling tahu bahwa mataharinya itu hanya akan melepaskan pertahanan dirinya di hadapannya – di hadapan bulannya. Apakah itu berarti sekarang sudah berubah?

Wajah tampan Park Chan Yeol kemudian tertangkap lensa kamera. “Baek Hyun-ah?” panggil suara berat itu perlahan. Seulas senyum lembut lalu terpampang di sana. “Lagi-lagi ketiduran,” gumamnya dengan raut geli. Namun, tak ada ekspresi mengejek di sana, sebaliknya, yang ada hanyalah rasa sayang yang terpancar di kedua maniknya.

Ekspresi yang membuat Bo Eun sempat tertegun.

Sebelum ia sadar bahwa Chan Yeol akan memindahkan kembarannya ke kamarnya. Yang berarti pemuda jangkung itu akan masuk ke tempat ia berada sekarang ini. Yang juga berarti gadis ini harus segera bersembunyi jika tidak ingin ketahuan.

Sedikit panik, Bo Eun membereskan barang-barang elektroniknya di atas kasur Baek Hyun dan mendekapnya sambil bersembunyi di belakang lemari. Menanti kedatangan Chan Yeol dengan Sang Saudara. Namun, beberapa menit berlalu, sama sekali tak ada tanda-tanda kedatangan namja itu. penasaran, Bo Eun kembali menyalakan i-pad-nya dan melihat kondisi di ruangan sebelah. Yang kini menampilkan kamar dengan cahaya temaram. Tak ada lagi suara televisi, dan paras Chan Yeol kembali muncul dengan gumaman lembut keluar dari kerongkongannya. “Selamat tidur, Baekkie-ah.”

 

Yeoja bersurai coklat panjang ini mengerutkan alisnya heran. Apa? Jadi Chan Yeol membiarkan mataharinya tidur di kamarnya? Di kasurnya? Dan mereka akan tidur bersama?

Sepasang iris coklat menatap tajam namja tinggi yang kini hanya terlihat bagian lehernya itu. gadis ini sedang memperkirakan jarak mereka saat ia menyadari tubuh namja tinggi itu semakin mendekat. Bo Eun mengeratkan genggamannya pada benda elektronik di tangannya. Mengeratkan gigi, berusaha keras menahan diri untuk tidak berteriak dan menyuruh namja itu menjauh dari mataharinya.

Jadi seperti ini? Jadi, Park Chan Yeol selalu menyerang Sun tercintanya saat ia tidak sadar? Dasar playboy! ert! Pengecut!

Berbagai umpatan mengalir lancar dalam hati Bo Eun sambil gadis ini menajamkan telinga untuk mencari tahu apa tepatnya yang dilakukan namja jangkung itu. Meski begitu, ia tak mendengar apa-apa. Tubuh tinggi itu juga tidak semakin mendekat pada layar kamera, yang berarti juga tidak semakin mendekat pada tubuh kembarannya. Yang tertangkap telinga Bo Eun hanyalah desah panjang kekalahan – seperti menyerah? – yang diikuti dengan menjauhnya sosok itu. Bo Eun sadar namja jangkung itu kini membelakangi Baek Hyun karena yang tertangkap lensa adalah punggungnya. Dan samar-samar, yeoja ini mendengar gerutuan frustasi.

Bisakah ia menyimpulkan bahwa Park Chan Yeol masih tak berani menyentuh mataharinya?

 

Meski begitu, Bo Eun masih percaya namja bersuara rendah yang sedikit bertolak belakang dengan wajahnya itu pasti akan berbuat macam-macam pada saudara kembarnya tercinta. Karenanya, yeoja ini berniat tak akan tidur untuk memastikan Baek Hyun tetap murni tak ternoda hingga pagi datang. Akan tetapi, saat disadarinya Chan Yeol telah terlelap dengan punggung masih menghadap kamera, Bo Eun tak kuasa menahan kantuk hingga ia pun tertidur. Dengan posisi yang tak menyenangkan karena masih setengah duduk di pinggir kasur Baek Hyun dan benda elektronik berseliweran di atas pangkuannya.

 

.

 

.

 

.

 

Gelombang cahaya dari arah jendela bersamaan dengan aliran nyeri di kaki membuat Bo Eun tertarik dari dunia mimpi dan terbangun dengan wajah meringis. Jemari rampingnya refleks memijat betisnya yang kram karena kedinginan. Sementara tangannya yang lain menekan-nekan urat lehernya yang tertekuk tak wajar karena salah posisi tidur. Bo Eun mengerang pelan. Berusaha mengingat-ingat apa yang terakhir ia lakukan sebelum tidur hingga berakhir dalam posisi tidur tak menyenangkan dan tak sehat seperti itu saat yeoja ini akhirnya tersadar di mana ia berada dan apa yang direncanakannya semalam.

Dengan panik, Bo Eun menyalakan i-pad dan kegelapan adalah yang menyambut layarnya. Bukan, bukan benda itu yang rusak. Bukan juga karena kehabisan baterai atau karena kehabisan memori. Ada sesuatu yang menghalangi kamera itu sehingga gadis ini tak bisa melihat apapun.

Semakin panik dengan berbagai pikiran melantur memenuhi benaknya, Bo Eun turun dari tempat tidur, keluar kamar, dan berjingkat ke kamar di sebelahnya. Begitu perlahan ia membuka pintu kayu yang tertutup rapat itu. Bersyukur pemiliknya tidak menguncinya dari dalam dan irisnya lagsung menyapu tajam ruangan di dalam.

Pemandangan yang tersaji di sana membuat gadis ini terpaku. Membeku di tempat mendapati matahari yang begitu disayanginya bergelung nyaman di antara lengan panjang Park Chan Yeol. Wajah manisnya yang terlelap menyentuh damai pundak namja yang juga masih berada di alam mimpi.

Rasa sakit di dadanya membuat Bo Eun tersadar dan memaksa indera penglihatnya menarik diri dari pemandangan itu. Dengan tubuh gemetar, yeoja ini memasuki kamar mandi dan menyalakan shower. Membiarkan air dingin yang menggigit membasahi seluruh tubuhnya yang masih berpakaian lengkap. Memejamkan mata, pemandangan di ruangan tadi tergambar jelas di pelupuk matanya. Seiring rasa sesak mendorong kelenjar di balik bola matanya untuk mengekskresikan cairan bening.

Kau tidak membutuhkanku lagi, Sun....

 

.

 

.

 

.

 

Angin dingin yang berhembus membelai kulitnya membuat Chan Yeol terbangun dari alam mimpi. “Dingin,” gumamnya sambil melirik bingung pintu yang terbuka. Seingatnya semalam ia sudah menutup pintu kayu itu. Tentu, untuk memastikan Baek Hyun yang menginap di kamarnya tidak kedinginan.

Melirik namja mungil yang masih terlelap di sampingnya, seulas senyum tipis terukir di bibir pemuda tinggi ini. Jemari panjangnya membenarkan posisi selimut yang sedikit terjatuh akibat gerakannya.

Merasakan proses metabolisme di dalam tubuhnya telah mengekskresikan air dan mineral yang cukup banyak, Chan Yeol bergegas turun dan menuju kamar mandi. Saat di dengarnya suara shower menyala di balik ruangan kecil yang tertutup itu, pemuda ini mengerutkan dahinya dalam. ‘Siapa yang ada di kamar mandi?’ batinnya heran.

Mengetuk pintu, suara beratnya memanggil ragu. “Baek Hyun-ah? Kau di dalam?” tanyanya. Bingung sendiri dengan pertanyaannya. Tapi, siapa lagi kalau bukan Baek Hyun? Di rumah ini hanya ada dia dan namja manis itu.... kan?

“Baek Hyun-ah! Aku kebelet. Cepat gantian,” serunya lagi sambil mengetuk pintu lebih keras. Meski masih bingung dengan pikirannya, dorongan ekskresi tubuhnya sudah tak bisa ditahan lagi. Karenanya, ia kembali mengetuk pintu dengan sedikit tak sabar. “Baek Hyun ah!”

 

Sementara di dalam, Bo Eun menatap horor selapis pintu yang membatasinya dengan namja tinggi di luar itu. Tubuh kecilnya membeku. Tak tahu harus berbuat apa. Sementara percikan air dari shower masih membasahi kulitnya dan membuatnya mulai menggigil.

Apa yang harus dilakukannya? Kalau ia keluar sekarang, gagal lah semua rencananya!!

 

.

 

.

 

.

 

.

 

A/N: Oke, jadi di fase ini yang ingin ditonjolkan adalah sisi posesifnya Bo Eun~ <3

Anw adu mulutnya BaekYeol itu mengalis sendiri tanpa kurencanakan loh~~ Aiih, memang BaekYeol feels is real!! >////

Comments are very welcome~

Please, let me know what do you think about this story... :”>

Thank you for reading~

Regards,

Allotropy

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
zahranyzahra #1
Authoorrr-nim
daebak banget...
Tapi kenapa udah hampir 2 tahun ga update2..
sayang lho.. ff daebak kaya gini kalo discontinued :(
Masih banyak pertanyaan di otak aku bakal kaya apa chanbaek di ff ini...
Terus berkarya thor! Karena aku baca beberapa ff author yang lain dan emang author emang bakat banget jadi penulis!
suka sama gaya bahasa author sama teka teki di setiap ff karya author yang bikin cerita itu susah buat ketebak gimana endingnya..
Saking demennya ama ff ini aku sampe begadang sampe jam 3 pagi buat nyelesein ff ini karena aku orangnya kalo nemu ff bagus, pasti bikin nagih terus bakal sampe gatau waktu bacanya kalo belum selesai..
Eheheh
keep writing thor!
aikokataika #2
Chapter 2: Bo Eun? Nama yang cocok kalo Baek Hyun bener-bener jadi perempuan ><

Aduh, Park Chanyeol itu sebenernya mahluk apaan, sih?! Kok polos amat. Jadi pengen makan orangnya /apalah/ /digebukin/
aikokataika #3
Chapter 1: Ah, keren!
Sebelumnya aku udah bosen gara-gara daritadi cuma tulisan surat-suratnya 'si saudara kembar' :D
Tapi pas lanjut baca, langsung yakin fic ini bakal keren banget!!! ><
baekhyunlove599 #4
Chapter 8: Y ampun thor,frustasi aku jdinya. Emosiku bnr2 d uji,mulanya ku sebal sw si boo eun tp ke blkg ny ku mlh sebel sm kris,dan chanyeol jg. Aku cm berharap boo eun bs membantu baekhyun mengatasi masalahnya stdkny jd lah ibu peri untuk baek. Daebak thor bkn emosiku naik turun bc ny
AikoByun #5
Author, ini fanfic nya masi lanjut kan? Semoga iya. Updatenya cepetan ya thor. Uda penasaran banget ni.
Nisa_Park
#6
Chapter 8: apa ff ini masih lanjut author? Padahal ini ceritanya seru loh,, :( aku readers baru soalnya..
ChanBaekpants
#7
Chapter 8: Wahhh udah 2 bulan thor gak update O.O
Lanjut dong thor, aku penasaran tingkat dewa nih, demi cinta chanbaek padaku lanjutin ya thor T.T
Anddddd aku penasaran gimana ChanBaek ntar....
Trus kayaknya Kris suka deh sama Luhan wkwkwkwk
Lanjut ya thor :)
kkamJUN #8
Chapter 8: hueeeeee..lanjut thor lanjut !!
Penasaran !
TT
kkamJUN #9
Chapter 7: /pingsan kejang/
aaaaaaakk..author-nim !? Jinjjaaa !!
Asdfghjklzmxnvnblpoq !!
Sumpah yaah shock setangah mampus..gilak bener..kris !!
Argghh..
kkamJUN #10
Chapter 6: /pingsan/
aaaaaa..demi apa ini part yg menegangkan !!
><
aduuh yixing km tu ala2 pujangga cinta gitu yak.. XD
/bletak/
keren thor..lanjut !!
:D