Fase 02

Katalisator

 

KATALISATOR

Fase 02/?

 

Moon’s POV

Akhirnya aku bertemu dengannya.

Tidak, jangan bayangkan raut bahagia atau haru atas kalimatku itu. Iris coklatku tengah menatap tajam sosok di hadapanku ini. Menatap lekat postur tingginya yang memang menarik, seperti seorang model. Rasanya baju jenis apapun akan terlihat bagus jika ia yang memakainya. Pada surai coklat terangnya yang berantakan dan sepasang kristal penuh sinar yang kini menatapku dengan keterkejutan yang tak bisa diungkapkannya dalam kata-kata.

Aku berpura-pura baru tersadar atas maksud dari pandangannya dan berujar perlahan. “A-ah, maksudmu...soal ini...,” ucapku sambil menundukkan kepala dan bersikap canggung.

“Kau mau mengikuti suatu festival atau semacamnya hari ini?” tanya sebuah suara berat di hadapanku. Sepertinya orang bernama Park Chan Yeol ini mulai bisa mengendalikan kekagetannya.

“Anii... Bukan seperti itu,” sahutku dengan paras malu. Bibir bawahku kugigit perlahan, mengikuti kebiasaan Sun di saat tegang, yang sangat kuhapal.

Kedua bola mata namja tinggi di depanku itu lalu membulat dan mulutnya terbuka lebar saat sebuah kesimpulan tampaknya terbentuk di otaknya. “AH! Kau... Jangan-jangan kau sebenarnya adalah seorang yeoja?” tanyanya.

Aku mengerutkan alisku dan sedikit memiringkan kepalaku – kebiasaan Sun di saat ragu yang juga sangat kukenali. “Hemmm.. maaf aku menyembunyikannya darimu selama ini –“

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, namja bersuara rendah itu sudah memotongku dengan seruannya. “Haaa.... jadi memang benar??! Kau sebenarnya yeoja dan seperti di film To The Beautiful You itu kau sengaja berpura-pura menjadi namja demi menemui seseorang?”

Berisik.

Satu kata itu kucatat baik-baik dalam ingatan sebagai deskrip dari sainganku ini.

“Bukan begitu...”

“Tapi untuk apa kau menyembunyikannya? Kampus kita kan, bukan khusus laki-laki?” Lagi-lagi ia memutus ucapanku dan tampak berpikir sendiri dan bingung dengan kesimpulan ngaconya. Aku menatapnya dingin. Sudut bibirku berkedut perlahan melihat tingkahnya ini. Apa-apaan, kenapa Sun bisa sampai jatuh cinta pada jenis namja seperti ini?

“Bukan begitu, Yeollie~” ucapku kali ini lebih keras dan sengaja memanggilnya dengan panggilan yang menurut Sun adalah panggilan khusus darinya. Tampaknya itu berhasil karena kini tatapan dalam itu menatapku penuh. Menunggu kalimat lain meluncur dari bibir tipisku. “Sebenarnya... ini semacam kutukan... Secara turun-temurun menimpa keluargaku. Di usia ke-20, kami akan berubah gender dalam waktu yang tidak menentu,” jelasku. Keningku berkerut samar dengan ekspresi ragu yang tentu saja sudah kulatih baik dan penjelasan yang tentu saja bohong besar. Kugenggam ujung rok-ku dengan gelisah dan kularikan mataku ke sana-kemari. Memberi gestur tak tenang dan cemas.

Meski sebenarnya perasaan itu tidak sepenuhnya bohong. Karena memang aku sedikit cemas dengan apa reaksi yang akan diberikan namja ini. Akankah ia jadi...membenci Sun? Menjadi dingin dan menjauhinya? Jika benar begitu, maka aku bisa langsung berkesimpulan bahwa Park Chan Yeol ini tidak pantas untuk Sun-ku tercinta. Akan tetapi, hal itu juga berarti aku akan melukai Sun dan aku akan melihatnya hancur....

Pikiranku yang sedikit melayang terputus saat tiba-tiba saja tanganku ditarik dan suara bass dari namja itu kembai terdengar. “Kita bahas lagi soal ini nanti ya. Sekarang kita harus kejar kereta kalau tidak ingin diusir dari kelas,” ujarnya dengan seulas senyum lebar.

Sebuah tindakan yang jujur saja membuatku terkejut. Karena sebelumnya tak pernah ada seorang namja yang berani menyentuhku se-kasual ini. Tak ada yang berani mendekatiku. Tapi, Park Chan Yeol ini mengenggam pergelangan tanganku dengan ringan seolah itu adalah hal paling wajar di dunia. Alisku berkerut samar dan kembali mencatat dalam hati perlakuan namja ini. Begini jugakah sikapnya pada Sun?

 

.

 

.

 

.

 

Kereta di senin pagi. Ternyata benar, memang sangat padat dan penuh sesak. Park Chan Yeol harus menarikku lebih keras agar kami sempat masuk menyelip ke dalam alat transportasi yang didominasi oleh logam itu sebelum pintu tertutup. Sialnya, rok putihku yang halus terjepit pintu dan membuatku tak bisa beranjak jauh dari sana.

Namja tinggi itu menoleh heran saat disadarinya aku tak mengikuti langkahnya menuju bagian tengah kereta. Sepasang irisnya memandangku meminta penjelasan. Aku hanya menunduk dan menggigit bibir bawahku, ragu apa aku harus memberitahunya atau tidak. Namun, belum sempat aku berpikir jauh, ia sudah terkekeh pelan dan berbalik menghampiriku.

“Jangan bergerak, nanti robek,” ujarnya perlahan dengan cengiran jahil.

Tanpa sadar aku mengubah bibirku membentuk kurva negatif atas komentarnya. Meski begitu, ia berdiri di dekatku. Seolah... melindungiku dari tatapan mencemooh orang-orang?

Aish. Tunggu. Apa yang kupikirkan? Ia pasti hanya sedang cari kesempatan. Tidakkah di kereta biasa terjadi hal semacam ini? Memojokkan pada pintu supaya bebas melakukan pelecehan di tengah kepadatan penumpang kereta lain. Secara refleks aku memasang kewaspadaanku dan menyiapkan kuda-kuda sambil berpikir apa barang yang bisa kugunakan sebagai pengganti shinai (pedang bambu dalam ilmu bela diri kendo) untuk menghajarnya jika ia macam-macam.

Lewat ekor mataku, aku melihat ada cukup banyak pasangan yang juga ada dalam posisi ini. Di mana sang yeoja merapat pada pintu sementara sang namja berdiri begitu dekat di hadapannya dengan kedua tangan mengungkung menempel pada jendela di belakang. Tidak, tidak. Bukan kedua tangan yang mengungkung. Hanya sebelah karena sebelah yang lain menggerayang ke sana kemari. Cih. Aku memutar bola mataku dengan muak atas pemandangan yang tak sengaja tertangkap lensaku itu.

Ah, aku melihat pasangan dua namja di pojokan sebelah timur sana. Tidak jauh berbeda. Memanfaatkan dorongan dari kepadatan kereta untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin kuketahui.

Sebuah goncangan pada kereta yang penuh sesak itu membuatku oleng karena pikiran yang melayang. Bisa kulihat banyak tubuh tergeser seperti terkena efek domino akibat kelembaman. Aku mengeratkan rahangku untuk menyambut rasa sakit yang akan kurasakan saat terhimpit tubuh-tubuh besar itu. Akan tetapi, hal itu tak pernah datang. Daguku hanya bersentuhan halus dengan pundak pemuda bernama Park Chan Yeol yang melintangkan tangan panjangnya di sisi kepalaku itu.

Cengiran lebar adalah yang menyambutku saat kudongakkan kepala. “Gwenchana?” tanyanya sambil mengeratkan pegangannya pada jendela kereta. Aku termangu menatapnya. Apa yang baru saja dilakukannya? Melindungiku?

Saat itulah aku baru sadar bahwa tubuh tingginya memang seperti tameng di hadapan postur mungilku.

Beginikah ia selalu bersikap pada Sun? Selalu melindunginya dari hal-hal kecil seperti ini?

Aku enggan mengakuinya, tapi aku tak lupa menambahkan poin plus dalam catatan analisisku mengenai pria bernama Park Chan Yeol ini.

Menyadari aku sedang menatapnya, sepasang lensa coklatnya pun menunduk ke arahku. Kerutan alis susah payah tidak kumunculkan melihat gesturnya ini. Ini dia. Pasti dia akan mencuri kesempatan dengan.... entahlah, sudahkah ia merebut first kiss Sun?

Akan tetapi, lagi-lagi kecurigaanku salah. Ia hanya memandangku dengan raut berpikir sebelum suara beratnya terdengar perlahan. “Soal.... kutukan keluargamu ini.... Apa akan berlangsung selamanya? Sampai...kau tua?” tanyanya sedikit ragu. Seolah takut topik itu akan menyakitiku.

Aku mengangguk sebagai jawabannya.

“Berapa lama kau akan berubah?” tanyanya lagi.

“Aku tidak tahu. Waktunya tidak pasti. Durasinya tak menentu dan frekuensinya pun acak,” sahutku dengan kepala tertunduk.

“Ah.... begitu... Tidak ada obatnya?”

Aku menggeleng sedih dan kembali menggigit bibir bawahku. “Tidak tahu... Selama ini tidak ada yang berhasil mengatasinya....,” ucapku perlahan.

Setelah kalimatku itu, aku merasakan sebuah usapan hangat mampir di puncak kepalaku. Tangan besar yang sedikit mengacak-acak surai gelapku itu diiringi dengan kalimat yang diucapkan dengan suara dalam. “Tidak apa-apa. Nanti kita cari tahu,” ujarnya dengan seulas senyum lebar. Tindakannya ini membuatku tertegun. Aku menatapnya tanpa kata selama beberapa saat. Jujur saja, aku tak memprediksikan ia akan bersikap seperti ini. Maksudku, mendapati temanmu tiba-tiba berubah gender karena kutukan keluarga adalah hal tidak normal, bukan?

“Wae?” Sepertinya aku terlalu lama menatapnya dengan bengong sehingga ia bertanya dengan bingung.

“Ah! Ani.... Aku hanya... Kau... tidak membenciku? Dengan keanehanku ini...?”

Lagi, seulas senyum lebar adalah jawaban yang kuterima. “Kenapa aku harus membencimu?” sahutnya dengan kekehan pelan. Seolah apa yang kutanyakan adalah hal yang sangat aneh. Seperti aku mengatakan bumi itu datar padahal Galileo Galilei telah membuktikan bahwa bumi ini bulat.

“Gomawo,” gumamku sambil menarik sudut bibirku. Mengukir seulas senyum tipis untuknya. Senyum tulusku yang pertama kuberikan pada Park Chan Yeol.

 

.

 

.

 

.

 

 

Syukurlah kami tiba di KAIST tepat waktu. Sempat menarik napas sejenak sebelum dosen datang. Karena ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di universitas impianku ini, materi yang disampaikan dosen di depan sana tak terlalu kuperhatikan. Perhatianku terdistraksi untuk mengagumi desain ruangan yang indah ini. Tapi, tentu saja aku sudah memasang perekam suara pada handphone-ku sehingga nanti Sun bisa mendengarkan kuliahnya.

Saat aku sedang membereskan buku yang pada akhirnya tak melaksanakan tugasnya sebagai media pencatat, sebuah seruan yang begitu nyaring mencapai telingaku.

“YA! PARK CHANYEOL!! Tanpa kabar, tahu-tahu kau sudah punya yeojachingu yang super cantik saja!!” seru seorang namja bertubuh mungil dengan bola mata yang besar. Memukul punggung Chan Yeol yang duduk di sebelahku dengan cukup keras.

Sepasang kristalku melirik namja tinggi itu. Tentu saja aku sangat penasaran dengan reaksinya. Akankah ia memanfaatkan keadaan?

“Ha? Nugu?” Kalimat tanya bernada super polos itu adalah respon yang diberikan Chan Yeol. Jawaban yang jelas saja membuat temannya itu – mungkin harus kubilang sebagai teman Sun juga... dan temanku?  – berdecak kesal dan menunjukku secara terang-terangan.

“Ya! Kau jahat sekali. Padahal yeojachingu-mu masih di situ tapi sama sekali tidak kau anggap! Dasar playboy!” sembur namja itu. Celetukan yang membuat mataku yang sipit semakin menyipit karena memproses data yang tak sengaja masuk.

Playboy.

Poin itu sepertinya harus kuanalisis lebih jauh pada diri Park Chan Yeol.

“Aish! Kyung Soo pabo! Itu Baek Hyun!” sahut Park Chan Yeol sedikit kesal sambil menjitak kepala namja yang lebih pendek darinya.

“MWOYA!!!?? BAEK HYUN!!?? KAU SEORANG YEOJA??!!” Tak tanggung-tanggung orang itu meneriakkan kekagetannya sambil telunjuknya menyorot wajahku. Tindakan yang tak dapat dipungkiri membuat seisi kelas menjadi ramai. Berbagai desas-desus obrolan lokal terbentuk dan tak sedikit juga rekan sekelas yang datang mengerubungi kami. Mengerubungiku lebih tepatnya.

Manik kembarku melirik sekitar dan secara cepat berusaha meneliti berbagai ekspresi yang tercipta pada raut-raut tak kukenal itu. Sebenarnya memang aku belum memutuskan akan meminta Chan Yeol untuk membantuku menjaga rahasia atau tidak.... Meski aku cenderung tak perlu dirahasiakan, tapi tetap saja aku khawatir rencanaku ini akan merusak imej Sun....

“Kau benar seorang yeoja, Baek Hyun-ah??!”

“Jadi selama ini kau berpura-pura jadi namja?”

“Kau bukannya sedang cross dress, Baek Hyun-ssi?”

“Mau ikut acara cosplay?”

Berbagai pertanyaan simpang siur itu mampir sejenak di telingaku. Jujur saja, aku bingung harus menjawab pertanyaan yang mana lebih dulu.

“Tapi kau benar Baek Hyun? Byun Baek Hyun??”

“Ya! Jangan-jangan Chan Yeol hanya membodohi kita supaya tidak merebut yeojachingu-nya.”

“Aish! Sudah kubilang dia Baekkie, bukan yeojachingu-ku!”

Di tengah berbagai seruan dan dengungan heboh itu masih bisa kudengar suara rendah Chan Yeol yang sedikit panik. Dibandingkan memperhatikan respon orang-orang, reaksi namja tinggi itu lebih menarik perhatianku. Tentu, dia lah alasanku melintasi lautan dan datang kemari. Selain itu, caranya dalam menyanggah kata ‘yeojachingu’ itu.... Apakah aku salah lihat atau dia memang terlihat.... tersipu?

“Tapi kalau dilihat-lihat yeoja ini memang Baek Hyun versi cewek. Aigoo... Baek Hyun-ah~ kau memang cantik!”

“Kenapa selama ini kau menyembunyikan jati dirimu?”

“Kau terlibat skandal atau rencana sesuatu?”

“A-ah... tidak, bukan begitu....,” aku menyahut dengan alis bertaut bingung. Respon seperti ini memang bukannya di luar dugaan. Sangat wajar malah. Akan tetapi, tidak kusangka akan sebanyak ini yang mengerubungiku. Sun tak pernah berkata apa-apa bahwa ia populer di kelas.... Well, meski sebenarnya kondisi begini bukannya tak asing bagiku. Hanya saja.... aku belum memutuskan akan membiarkan ‘orang-orang biasa’ mengetahui rahasia ini sejauh mana. Karena yang kupikirkan hanya rencana untuk Park Chan Yeol, jujur saja persiapanku memang kurang...

Sebelum aku sempat mengucapkan apa-apa lagi, suara berat Chan Yeol tiba-tiba membelah dengungan ribut itu. “AH! Sebentar lagi masuk kelas Infrastruktur Sanitasi!!” serunya sambil melirik jam tangan dan detik berikutnya meraih pergelangan tanganku dan menyeretku ke luar dari kerumunan. Kelabakan, aku meraih acak barang-barangku dan mengikutinya ke luar kelas.

“YA! Chan Yeol! Jangan memonopolinya sendiri!!”

“Kau berhutang penjelasan pada kami, Baek Hyun-ah!”

Teriakan kesal teman-teman sekelas Sun itu samar terdengar seiring langkahku tak berhenti mengikuti langkah panjang Park Chan Yeol. Namja tinggi itu baru berhenti setelah kami melewati beberapa kelas. Ia langsung berbalik dan menunjukkan cengiran penuh rasa bersalah.

“Mian tiba-tiba menyeretmu. Kupikir kau tidak ingin memberitahu mereka.... Aish! Salahku juga langsung memberitahu mereka bahwa itu kau,” ucapnya kesal sambil menjitak kepalanya sendiri. “Mianhe... apa sebenarnya kau berencana menyembunyikannya?” Kali ini ia bertanya dengan cemas. Khawatir celetukannya di kelas tadi akan membahayakanku – membahayakan Sun.

Aku menatapnya diam. Sebenarnya memang tadi ia terlalu blak-blakan. Celetukannya memang sedikit mengejutkanku. Ternyata ia tipe yang suka keceplosan begitu. Tipe yang tak bisa menjaga rahasia? Kalau begitu, syukurlah aku merencanakan untuk tidak merahasiakan soal kutukan ini. Karena sebenarnya menyembunyikannya malah akan lebih sulit daripada membiarkan orang-orang tahu. Meski, tentu, lagi-lagi aku mempertaruhkan imej Sun....

“Gwenchana. Cepat atau lambat mereka juga pasti akan tahu,” ujarku dengan senyum tipis. Kelegaan terlihat jelas mulai tampak di antara kecemasan dan ketakutan yang sejak tadi membayang di iris cerah namja tinggi itu.

“Mianhe,” ujarnya perlahan.

“Kita ada kelas di mana?” tanyaku kemudian, berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Ah. Kau kan, tidak ada kelas setelah ini, Baekkie-ah. Tunggu lah di kantin, nanti aku menyusul. Sampai nanti~” ujarnya sambil menepuk pundakku sebelum akhirnya tubuh tingginya melintasi lorong dan menaiki tangga. Meninggalkanku terbengong sebentar sebelum mengecek jadwal kuliah Sun dan baru sadar bahwa selama 2 jam kedepan aku tidak memiliki jadwal kelas.

Apa tadi mata kuliah yang disebutkan Park Chan Yeol itu? Infrastruktur sanitasi? Kupikir Sun akan selalu mengikuti semua jenis mata kuliah yang diambil Chan Yeol agar bisa selalu bersama. Rupanya tidak sampai ke tahap itu, eh? Baguslah.

Mengedikkan bahu, aku pun membawa kakiku melintasi lorong ke arah berlawanan dan mencari letak kantin.

 

.

 

.

 

.

 

 

Ini memang kesempatan bagus bagiku untuk menjelajahi kampus yang kudambakan. Meski begitu, aku memilih berdiam diri di kantin setelah menemukan tempat itu. Karena sejujurnya aku masih jet lag.

Kantin masih sepi. Hanya ada beberapa meja terisi segelintir orang yang sibuk dengan buku tebal di hadapan atau berkutat dengan laptop. Hal yang wajar mengingat ini masih tergolong pagi dan belum waktunya makan siang. Aku mengambil satu spot tak jauh dari meja kasir. Belum sempat aku melepas tas ransel, handphone-ku bergetar dan tanpa melihat pun aku tahu siapa yang ada di ujung sambungan.

“Moon-ah! Bagaimana kondisimu? Kau baik-baik saja, kan?” Seruan panik itu adalah yang menyambutku begitu sambungan kuterima.

Aku terkekeh pelan. “Kau mengkhawatirkanku atau Park Chan Yeol-mu itu?” tanyaku sedikit menggodanya.

“Aish. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu, Moon. Pagi ini dingin sekali dan di kelas biasanya AC-nya cukup kuat. Kau tidak apa-apa, kan?” tanyanya lagi. Kusadari ada rasa khawatir yang tulus tergambar dari suaranya.

“Ne, gwenchana,” sahutku dengan seulas senyum lembut. Ucapkan terimakasih pada Sun yang memaksaku memakai baju berlapis sehingga aku tidak kedinginan.

“Sun, tadi....”

Cerita mengenai apa yang terjadi sejak aku bertemu Park Chan Yeol sampai detik perpisahan barusan kuungkapkan secara rinci pada Sun. Reaksinya, ucapannya, gesturnya. Sun mendesah lega waktu kuceritakan Park Chan Yeol menyatakan tak membencinya.

“Syukurlah, kupikir sikapnya akan berubah setelah ini,” gumam Sun di sebrang sana. “Dia baik, kan, Moon?” Kali ini ia bertanya dan aku bisa membayangkan ia tengah memasang senyum lembutnya.

Aku hanya ber-“Hmmm” panjang sebagai jawaban. Kekehan Sun terdengar di gendang telingaku. “Akuilah Moon. Kau pasti akan jatuh hati padanya~” ujarnya.

“Yaah, kesan awalnya memang tidak buruk,” sambil mengedikkan bahu aku terpaksa mengakui. “Oh. Kau yakin kau ingin aku jatuh cinta padanya, Sun? Rencana utamaku adalah membuatnya jatuh cinta padaku,” ujarku kemudian dengan nada dingin.

Meski begitu, Sun hanya kembali tertawa pelan. Tentu, ia sangat tahu bahwa membuatku jatuh cinta pada namja lain adalah hal yang sangat mustahil. Tentu, Sun yang paling tahu bahwa aku hanya mencintainya....

 

.

 

.

 

.

 

“Kau belum pesan?” Suara berat yang tiba-tiba terdengar di sela suara halus Sun membuatku mendongakkan kepala dengan cepat. Baru menyadari namja tinggi yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan kami rupanya sudah hadir.

“A-ah.. aku menunggumu,” sahutku sambil menampilkan senyum manis.

“Aigoo... padahal kau pesan duluan saja,” ujarnya. “Biar kupesankan kalau begitu. Menu biasa, kan?” tawarnya sambil bergerak ke arah meja pemesanan. Aku hanya mengangguk meski tak tahu apa yang ia maksud dengan ‘menu biasa’ itu.

Sun menyadari bahwa Park Chan Yeol sudah bersamaku dan mengakhiri hubungan. Aku mengedarkan pandanganku pada kantin yang kini penuh dan kusadari banyak celetohan dan jeritan tertahan diiringi lirikan pada namja tinggi yang sudah kembali ke bangku di hadapanku.

“Aku ada survey untuk tugas infrastruktur sanitasi sore nanti, jadi sepertinya aku akan pulang terlambat. Kau duluan saja,” ujarnya sambil menarik satu kursi dan duduk di sana. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban dan menerima piring yang disodorkannya.

“Survey apa?” tanyaku iseng sambil mulai menyendokkan nasi.

Penjelasan mengenai survey itu hanya kutangkap sebagian-sebagian. Tentang sewerage, sampah, kondisi existing, desain dan usulan rancangan.... Fokusku lebih terpusat pada orang-orang di kantin ini. Karena berbagai desisan penuh kebencian kurasakan membakar punggungku.

“Itu Baek Hyun, kau tahu?”

“Jadi gosip itu benar? Dia sebenarnya yeoja?”

“Jangan-jangan ia memang sengaja begitu untuk menggaet Chan Yeol.”

“Cih. Licik. Padahal sebagai namja aku menyukainya, tapi kalau ternyata dia yeoja.. puih. Pantas saja ia begitu lengket pada Chan Yeol.”

Lewat ekor mataku, kulirik tajam gerombolan yeoja bermake-up tebal itu. Tidak kusangka beritanya akan menyebar secepat ini. Rupanya Sun cukup populer, eh? Atau pria bernama Park Chan Yeol ini yang populer?

“Tapi selama ini ia terlihat seperti namja asli.”

“Barangkali ia transgender? Demi mendapatkan Chan Yeol?”

“Atau dia..hemafrodit? Hahahaha!”

“Berkelamin ganda! Menjijikka–“

Segala cibiran dan cemoohan itu mendadak saja terputus dan tak lagi bisa mencapai telingaku karena sebuah benda secara tiba-tiba tersaampir di pinggir kepalaku dan menghalangi gelombang bunyi untuk masuk. Aku menoleh cepat pada namja yang baru saja melepaskan tangannya dari headphone yang ia pasangkan di kepalaku itu.

“Ada lagu yang ingin kuperdengarkan padamu,” ujarnya dengan seulas senyum lebar. Jemari panjangnya lalu sibuk menggeser layar i-pad di tangannya, mencari-cari sesuatu. “Aku sedang mempelajari melodi gitarnya. Nanti akan kumainkan untukmu kalau sudah berhasil kupelajari.” Ia memberikan cengiran lebarnya dan berseru girang ketika akhirnya menemukan apa yang dicari.

Hingga alunan musik mencapai indera pendengarku, aku hanya menatapnya termangu. Apa yang sedang dilakukannya ini? Ia menyadari bahwa aku tak mendengarkan ucapannya dan sedang menguping obrolan yeoja-yeoja di meja sebelah itu? Apakah ia.... berusaha melindungiku?

“Lagunya bagus,” ujarku perlahan dengan seulas senyum tulus kembali mampir di parasku.

Mungkin kalau dia...bisa melindungi Sun....

 

.

 

.

 

.

 

.

 

A/N: Jadi, adakah yang berhasil menebak siapa sebenarnya Moon dan Sun itu? :))

Benar, Sun adalah Baek Hyun dan Moon adalah... Byun Bo Eun (OC). Mari kuperkenalkan~

Byun Bo Eun adalah adik kembar Baek Hyun yang karena masalah kesehatan dan trauma di usia 10, tak bisa tinggal di negara dengan empat musim. Itu sebabnya sejak usia 12 tahun ia tinggal di negara tropis, Indonesia, tepatnya di Bandung. Sangat cerdas dan telah berkali-kali loncat kelas. Karena itu, meski seumur dengan Baek Hyun, Bo Eun sudah meraih gelar Sarjana Teknik dari jurusan Environmental Engineering di Institut Teknologi Bandung. Meski usianya masih muda, ia saat ini merupakan konsultan lepas yang sering mendapat proyek penting dalam pembangunan water treatment plant di berbagai industri. Sangat posesif terhadap Baek Hyun. Meski dia adalah sang adik, tapi karena memiliki pengalaman yang lebih banyak, pemikirannya lebih rumit dan sifatnya lebih dewasa dari Baek Hyun. Tipe yang manis dan anggun di luar tapi sebenarnya keras di dalam. Merupakan seorang kendoka Dan 2. Menganggap Chan Yeol sebagai saingannya dan orang yang ia anggap musuh karena dirasa akan merebut Baek Hyun darinya.

Maafkan penyampaian cerita dan deskrip yang payah ini TuT

Terimakasih banyak sudah bersedia membaca~

Komentar dan saran sangat dinanti~

Regards,

Allotropy

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
zahranyzahra #1
Authoorrr-nim
daebak banget...
Tapi kenapa udah hampir 2 tahun ga update2..
sayang lho.. ff daebak kaya gini kalo discontinued :(
Masih banyak pertanyaan di otak aku bakal kaya apa chanbaek di ff ini...
Terus berkarya thor! Karena aku baca beberapa ff author yang lain dan emang author emang bakat banget jadi penulis!
suka sama gaya bahasa author sama teka teki di setiap ff karya author yang bikin cerita itu susah buat ketebak gimana endingnya..
Saking demennya ama ff ini aku sampe begadang sampe jam 3 pagi buat nyelesein ff ini karena aku orangnya kalo nemu ff bagus, pasti bikin nagih terus bakal sampe gatau waktu bacanya kalo belum selesai..
Eheheh
keep writing thor!
aikokataika #2
Chapter 2: Bo Eun? Nama yang cocok kalo Baek Hyun bener-bener jadi perempuan ><

Aduh, Park Chanyeol itu sebenernya mahluk apaan, sih?! Kok polos amat. Jadi pengen makan orangnya /apalah/ /digebukin/
aikokataika #3
Chapter 1: Ah, keren!
Sebelumnya aku udah bosen gara-gara daritadi cuma tulisan surat-suratnya 'si saudara kembar' :D
Tapi pas lanjut baca, langsung yakin fic ini bakal keren banget!!! ><
baekhyunlove599 #4
Chapter 8: Y ampun thor,frustasi aku jdinya. Emosiku bnr2 d uji,mulanya ku sebal sw si boo eun tp ke blkg ny ku mlh sebel sm kris,dan chanyeol jg. Aku cm berharap boo eun bs membantu baekhyun mengatasi masalahnya stdkny jd lah ibu peri untuk baek. Daebak thor bkn emosiku naik turun bc ny
AikoByun #5
Author, ini fanfic nya masi lanjut kan? Semoga iya. Updatenya cepetan ya thor. Uda penasaran banget ni.
Nisa_Park
#6
Chapter 8: apa ff ini masih lanjut author? Padahal ini ceritanya seru loh,, :( aku readers baru soalnya..
ChanBaekpants
#7
Chapter 8: Wahhh udah 2 bulan thor gak update O.O
Lanjut dong thor, aku penasaran tingkat dewa nih, demi cinta chanbaek padaku lanjutin ya thor T.T
Anddddd aku penasaran gimana ChanBaek ntar....
Trus kayaknya Kris suka deh sama Luhan wkwkwkwk
Lanjut ya thor :)
kkamJUN #8
Chapter 8: hueeeeee..lanjut thor lanjut !!
Penasaran !
TT
kkamJUN #9
Chapter 7: /pingsan kejang/
aaaaaaakk..author-nim !? Jinjjaaa !!
Asdfghjklzmxnvnblpoq !!
Sumpah yaah shock setangah mampus..gilak bener..kris !!
Argghh..
kkamJUN #10
Chapter 6: /pingsan/
aaaaaa..demi apa ini part yg menegangkan !!
><
aduuh yixing km tu ala2 pujangga cinta gitu yak.. XD
/bletak/
keren thor..lanjut !!
:D