A Wish + Choice = Mission

Pure Obsession
Please Subscribe to read the full chapter
Pure Obsession

 

 

 

A Storyline by KimMoon

.

.

.

A FanHan/KrisHan/KrisLu fanfiction (GS)

.

.

.

kissscene might everywhere/every chapters. if you feel disgust you better leave *smirk*

.

.

.

^^ Happy Reading ^^

 

 

Chapter 10 : A Wish + Choice = Mission

 

 

Luhan tengah berada dikamarnya, bersandar pada kepala ranjangnya. Dan sebuah laptop berada tepat diatas kedua pahanya. Luhan memasang wajah serius saat menyusuri beberapa portal yang menjelaskan tentang Self Harm. Luhan hanya tahu Self Harm sebagai tindakan menyakiti diri sendiri. Kerena itulah Luhan ingin memastikan sebenarnya apa itu Self Harm. Luhan mengklik salah satu tautan, dan membacanya dengan seksama.

Self injury atau self harm merupakan kelainan psikologis di mana seseorang dengan sengaja melukai diri sendiri. Aktivitas self injury dapat berupa mengiris, menggores, melukai, membakar kulit, dan mememarkan tubuh. Pada tingkat yang lebih akut, penderita dapat mematahkan tulang mereka sendiri dan menyuntikkan racun ke dalam tubuh.

Luhan bergidik membayangkan jika Yifan melakukan hal-hal ekstrem tersebut. Hatinya serasa nyeri tanpa ia minta. Kenapa rasa cemas ini muncul. Luhan kemudian melanjutkan membaca.

Dengan kata lain, self injury merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri yang digunakan seseorang untuk mengatasi rasa sakit secara emosional, kekosongan diri, kesepian. Dengan melukai diri sendiri, maka seseorang merasa rasa sakitnya berkurang, meskipun ia sadar bahwa itu hanya untuk sementara. Karena pelaku “menikmati” tindakan tersebut, maka self injury dilakukan secara berulang dan menyebabkan kecanduan.

“Tidak mungkin. Wu Yifan.” Luhan bergumam pelan sambil menatap nanar layar laptopnya.

Luhan sedikit terkejut saat dering ponselnya berbunyi, dia segera meraihnya dan dahinya berkerut melihat nomor yang tidak dikenalinya.

Luhan mengangkat panggilan tersebut, dan segera menyapa orang tak dikenal diseberang sana.

“Hallo?”

“Aku selalu suka suaramu. Sangat indah.”

Suara berat itu. Luhan akhir-akhir ini sangat familiar.

“Wu..Yifan?”

 “Yifan, dari mana kau tahu nomorku?”

“Itu bukan soal penting. Yang jelas aku ingin tahu, apa yang sedang kau lakukan sekarang, hm?”

“Aku, sedang ada dikamar.”

“Apa kau demam?”

“Tidak. Aku baik-baik saja.”

“Bagus. Kalau begitu, lain kali tentu kau tidak keberatan jika kita berciuman ditengah hujan lagi, kan?”

Bahkan Yifan bisa membuat Luhan merona hanya dengan sebuah obrolan ditelepon. Luhan bersyukur tak ada pemuda itu disini. Dia akan sangat malu jika pipinya memerah seperti ini.

“Yifan.”

Tidak ada jawaban disana.

 “Sebut namaku lagi, Luhan.”

“Tidak.”

“Demi Tuhan, aku sangat suka saat kau menyebut namaku. Dan aku sangat ingin kau selalu menyebut namaku. Atau mendesahkan namaku.”

Luhan tercekat, apa-apaan dia ini. Tidak sopan. Pria macam apa yang begitu terang-terangan pada seorang gadis yang bahkan belum pernah melakukan hal itu.

“Dasar mesum.” Pipi Luhan merona hebat. Sungguh dia sangat malu.

“Tapi kau suka, kan?”

“Yi—“ Luhan tidak jadi menyebut nama pemuda itu.

“Kenapa tak kau teruskan?”

Luhan diam sejenak, ia penasaran sebenarnya apa yang Yifan sedang hadapi, kenapa dia menyakiti dirinya seperti itu.

“Yifan?”

“hm,”

“Boleh, aku bertanya sesuatu?”

“Katakanlah.”

“Kenapa kau absen lama sekali kemarin?”

Hening. Hanya itu yang Luhan rasakan. Ia bahkan ragu apa Yifan masih disana. Luhan merasa menyesal, seharusnya ia tidak bertanya begitu. Mungkin Yifan tidak suka jika membicarakannya.

Baru Luhan membuka mulut untuk mengucapkan maaf, tapi suara berat itu sedetik lebih cepat.

“Aku takut bertemu denganmu.”

“Kenapa?”

“Aku takut, setelah kau tahu kau akan meninggalkanku. Aku tidak bisa jika kau jauh dalam jangakauanku. Aku hanya ingin kau terus berada disisiku, tidak meninggalkanku, percaya padaku, dan....mencintaiku.”

Luhan merasa ada sesuatu yang menyumbat, rasanya begitu sesak. Luhan memilih diam sejenak guna mengatur denyut jantungnya dan meredam rasa sesaknya. Luhan sudah tahu apa yang Yifan lalui. Wu Yifan, apa yang harus kulakukan padamu?.

“Lu,”  Yifan memanggil Luhan  dengan suara berat yang entah sejak kapan Luhan akui suara Yifan sangat y dan khas.

“Ya,”

“Apa kau mencintaiku?”

Lagi-lagi pertanyaan itu. Bagaimana Luhan mendeskripsikannya. Luhan sendiri bahkan tidak tahu isi hatinya sendiri.

“Lu?”

“Yifan, pasti bercanda, kan?”

“Aku tidak bercanda, Luhan.”

“Bagaimana bisa kau mencintaiku, bahkan kita baru saling mengenal. Dan kita tidak—“

“Luhan, aku tidak butuh teori untuk bisa mencintaimu. Pada kenyataannya aku memang jatuh cinta padamu. Kau membuatku gila dan aku memintamu untuk mencintaiku. Luhan.”

Luhan terdiam sejenak. Tidak. Tidak. Tidak. Jangan biarkan Yifan mempengaruhimu Luhan. kenapa Luhan merasa hatinya mulai memberontak antara dia yang mulai menyukai semua perlakuan Yifan atau Luhan hanya sedang bersimpati pada pemuda itu. Luhan tak bisa membedakan mana rasa simpati dan menyayangi.

“Lu?”

“kau masih disana?”

“Oh, Ya. Aku disini, Yifan.”

“Lebih baik kau tidur, aku akan menutup teleponnya.”

“Ah, iya. Uhm...”

“Kau ingin mengatakan sesuatu?”

“Tidak. Kalau begitu sampai jumpa.”

“Luhan,”

“Ya,”

“Aku mencintaimu.”

Sambungan terputus, namun Luhan masih tak merubah posisi. Ponselnya masih berada ditelinga bahkan saat nada putus-putus itu terus berbunyi. Baru setelah beberapa menit Luhan menurunkan ponselnya dengan lemas.

Dia selalu mengatakan itu. Apa Yifan bersungguh-sungguh?.

 

-Pure Obsession-

 

Demi apapun, Yifan sebenarnya masih ingin mengobrol dengan Luhan kalau saja seorang figur yang sangat ia benci tengah berdiri dengan tangan terlipat di depan dada di ambang pintu kamarnya.

Wu Yifan memutuskan sambungan teleponnya sambil menatap ayahnya dengan mata tajam yang siap menusuk siapa saja yang melihatnya.

Yongwen bergerak mendekati Yifan, dan disaat bersamaan Yifan berdiri hingga keduanya saling berhadapan seolah siap untuk saling menantang satu sama lain.

“Kudengar dari kepala sekolahmu, kau absen beberapa hari dari sekolah. Apa itu benar?”

Yifan menyunggingkan senyum berupa seringai tipis, “Si Tua Bangka itu bermulut besar rupanya.”

“Kenapa kau bolos Wu Yifan?”

Sepertinya Yifan harus mencatat ini, karena untuk pertama kalinya sejak-entah-kapan-itu ayahnya kembali bertanya hal seperti itu.

Saat hari dimana Yongwen menampar Yifan, dirinya langsung pergi keluar rumah. Hingga dia bahkan tidak mengetahui Yifan menyakiti dirinya. Karena itulah Yongwen tak mengetahui alasan apa yang membuat putra bungsunya absen dari sekolah.

“Untuk apa kau bertanya? Bukankah kau memang tidak pernah peduli padaku? Atau...” Yifan menggantungkan kalimatnya. Mata Yongwen menyipit tajam menatap sang putra.

“Atau kau sedang berusaha menjadi orang tua yang baik, hm?”

“Wu Yifan! Kau!” Yongwen mengangkat tangan kanannya ke udara, namun tertahan disana dengan amarah yang juga tertahan di atas kepalanya.

“Kau ingin menamparku lagi. Lakukan saja. Bagiku kesempatanmu menjadi orang tua yang baik sudah hilang saat kau mengusir ibuku.”

“Wu Yifan, kau tidak tahu apapun. Jaga mulutmu.”

Yifan menatap ayahnya tanpa rasa takut. Ia sudah terlanjur kecewa dengan sikap ayahnya. “Jangan menatapku seperti itu Yifan. Kau sungguh berbeda dengan kakakmu.”

“Jangan samakan aku dengan keparat itu.”

“Dia kakakmu.”

“Aku tidak peduli.”

“Dan kau, jangan pedulikan urusanku. Urus saja jalang-jalang mu itu.”

Yongwen tercekat dengan ucapan Yifan. Sejak kapan Yifan bisa sefrontal ini. Mungkinkah rasa sakit karena sang ibu masih tersimpan dibenaknya. Dan putra bungsunya semakin keterlaluan.

“Yifan, kau menyebut Lilian sebagai jalang. Kita lihat, apa kau akan masih semudah itu mengatakan seorang wanita sebagai jalang jika kau datang ketempat ini.”

Yongwen menyodorkan secarik kertas yang menunjukan sebuah alamat. Dan Yifan hanya menatap itu tanpa berniat mengambilnya. Dan Yongwen melepas kertas itu, membiarkannya jatuh dilantai.

“Kau rindu dengan ibumu, bukan? Maka datanglah dan lihat sendiri.”

Yongwen meninggalkan Yifan yang masih berdiri mematung ditempatnya. Kepalan tangan Yifan mengeras saat melihat kertas yang sudah tergelatak dilantai tepat dibawah kakinya. Tempat apa itu? Ia begitu penasaran. Dan kenapa ayahnya menyebut soal ibunya.

Yongwen berdiri diambang pintu, dan memutuskan menoleh sekali lagi pada Yifan. “Kau tahu Yifan, aku membiarkanmu tetap disini karena kupikir kau akan dapat meneruskan bisnisku. Tapi, kau berbeda dengan Changmin, kau tak dapat kukendalikan. Jadi lakukan sesukamu.”

Setelah pintu tertutup rapat, Yifan segera mengambil kertas tersebut. Ia tengah berpikir memangnya ada apa dengan tempat ini? Apakah ibunya berada dialamat ini? Yifan menjadi sangat penasaran, jika apa yang ayahnya bilang tadi memang benar-benar menyangkut ibunya, maka Yifan harus memastikannya sendiri.

Sialan. Yifan memaki disaat membayangkan jika sampai ayahnya hanya mengada-ngada.

 

-Pure Obsession-

 

“Luhan, tumben sekali kau membawa bekal? Dan lagi kau membuatnya dua, untuk siapa itu?” Bibi Huang yang tengah sibuk menyiapkan sarapan penasaran saat melihat Luhan yang nampak serius dan hati-hati menata kotak bekalnya.

“Ah...ini...” Luhan menggigit bibir bawahnya, berpikir jawaban seperti apa yang bisa diterima sang Bibi tercinta. “Te..temanku meminta untuk dibuatkan bekal, karena kemarin aku kalah taruhan.” Luhan tahu dia telah salah karena berbohong, tapi dia juga belum mau bercerita tentang Yifan.

“Taruhan apa itu?”

“Uhm, ini urusan para gadis Bi,”

“Kau pikir Bibi bukan seorang gadis, huh?”

Luhan terkikik melihat ekspresi Bibi Huang yang tengah berkacak pinggang sambil menatap tajam yang dibuat-buat. “Maksudku, ini adalah urusan para gadis remaja.”

“Aish,” Bibi Huang mencubit hidung Luhan yang diiringi oleh pekikan Luhan. “Sejak kapan Xiao Lu yang manis ini bermain rahasia-rahasiaan, hm?”

“Ra-ha-sia.” Luhan tertawa kecil, puas menggoda sang Bibi. Dalam hati Bibi Huang, dia senang karena Luhan mulai banyak bicara. Lalu dia beralih memperhatikan Luhan yang kembali melanjutkan mentata bekalnya.

Luhan memasukkan beberapa sayuran dan grilled fish dengan lelehan saus teriyaki diatasnya. Begitu menggiurkan dan kelihatan sangat lezat.

“Xiao Lu, kau membuat Bibi lapar. Sepertinya itu sangat enak.”

Luhan tersenyum ke arah Bibi Huang, berharap masakannya selezat penampilannya. “Terima kasih, Bi.”

 

Luhan masih menatap dua tumpuk kotak bekal yang berada dipangkuannya. Ia ingat saat tadi pagi dia memutuskan untuk membuat bekal ini untuk Wu Yifan. Terdengar lucu memang, untuk apa Luhan repot-repot melakukan itu? Bukankah dia justru berniat menjauh dari pemuda itu. Dan Luhan sepertinya tidak bisa menafsirkan perasaannya sendiri jika itu menyangkut si Ice Prince Wu Yifan.

Dengan menarik napas yang Luhan yakini bisa menghilangkan segala keraguan dan menormalkan debaran jantungnya, dia berdiri dari kursinya dan melangkah ke tempat dimana Yifan duduk.

Luhan menyembunyikan dua kotak itu dibalik punggungnya, dia menggigit bibir bawahnya saat Yifan menatapnya penuh selidik. Jangan menggigit bibirmu seperti itu Luhan. Kau membuatku sulit bernapas. Sial. Yifan yang sibuk menggerutu tidak sadar jika Luhan sudah memanggil namanya sebanyak dua kali tapi mata pemuda itu masih tetap tak berkedip memandang wajahnya.

Dan yang untuk ketiga kalinya Luhan menyebut namanya. “Yifan,”

Yifan mengerjapkan matanya, tanda dia telah kembali ke dunia nyata. Dan dia menelurusi tubuh Luhan dari atas ke bawah dengan matanya.

“Yifan, aku ...” Luhan sungguh malu untuk mengatakan ingin mengajak Yifan makan bersama.

“Ada apa Xi Luhan?” Yifan membuat senyum smirk yang menggoda. Membuat Luhan merutuk karena dia nyaris terpesona.

“Ayo makan bersama.” Ajaknya dalam sekali tarikan napas.

Yifan bersumpah bahwa pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Jadi dia sudah sangat yakin bahwa Luhan baru saja mengajaknya makan bersama. Tapi, seperti sebuah mimpi jika Luhan melakukan hal yang biasanya hanya ada dalam khayalan pemuda i

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
sendulce #2
ini apaaa? setelah hampir setahun hiatus baca ff dan nemu ff ini itu rasanyaaaa~~ selamat membuat saya bavver sebavvernyaa haha
kannykim
#3
Chapter 12: Weh si yipan pikirannya naena mulu nih -_-

Tadi kenapa gak lanjutin aja coba? ^^ *plakk
yupsyupi
#4
Chapter 11: Ahhh jia itu maminya yifan, tp jia sendiri lupa? Gt kah.

Aduh gatel bgt sm zitao yg cemburuan sm luha. Udah sih lo udah banyak harta juga.

Lhah kan kebawa emosi... Hahahha
kannykim
#5
Chapter 11: Baca epep ini berasa lagi nonton drama2 china. Ke inget film never gone jadinye. Dibayangan gue settingannya kek ntu film. Gak berasa koreanya. Biasanya gue klo baca epep pasti kebayangnya drakor2 gitu. Baru kali ini deh, nuansanya beda bgt. Mungkin gara2 pemainnya namanya china semua kali ye. Hehehe
Tapi gapapa ane ttp suka. Lanjut juseyooo~
kannykim
#6
Chapter 10: Next author~
Suka deh tiap ipan mau nyium lulu ^^
kannykim
#7
Chapter 10: Yifan frontal aned pen naenaan ama lulu -_-
Pan lulu jadi atut pan
sparklingyeollie #8
Chapter 1: oh tidak ini gs..
ricayong #9
Chapter 9: Next ditunggu
kannykim
#10
Chapter 9: Semoga likun kagak jahat ye kesananye -_-

Btw epep deal with love nya ditunggu loh kelanjutannya ^^