I Don't Know

Karamput

Gelap. Sunyi. Sepi. Sendiri.

Badan gue udah mulai terkendali. Gue masih ingat dengan jelas kejadian barusan, dan gue mulai bangun. Tapi gue berada di suatu lorong yang gelap dan sempit, dengan kesunyian yang berisik. Sepi jadi teman setia gue saat ini. Gue ga ngerti gue ada dimana sekarang. Gue berjalan terus lurus kedepan. Meskipun lorong ini gelap, gue bisa liat di ujung sana ada setitik cahaya.

Tiba-tiba aja cahaya itu makin deket-deket-deket dan, gue kembali ngeliat langit-langit rumah sakit. Oh, itu cuma mimpi ternyata. Di sekeliling gue banyak orang-orang. Lebih tepatnya orang-orang yang tadi ngedatengin gue, mungkin keluarga gue. Tangan mereka mengepal satu sama lain, dan mulut mereka ga bisa berhenti komat-kamit. Mungkin ngedo'ain gue. Setelah beberapa lama gue melek, akhirnya mereka sadar kalo gue udah melek dan menyambut ke-melek-kan mata gue dengan suka citta dengan langsung manggil dokter.

Dokter tua yang rambutnya udah hampir ubanan semua itu dateng nemuin gue. Seinget gue, dokter yang nanganin gue itu dokter muda, ganteng lagi. Pengen gue nikahin sekarang rasanya -eh- gue jadi inget, sebelum kegelapan yang menerpa itu kan... Gue epilepsi? Gimana jadinya sekarang gue kaya gini.

Gue pusing.

Pusing.

Gue gabisa denger apa yang mereka omongin. Gue berasa nonton pelem tanpa volume. Mulut mereka gerak, tapi ga ada suaranya. Yang ada hanya suara samar-samar yang makin bikin gue pusing. Masa... Kuping gue tuli? Engga-engga mungkin. Ini engga mungkin. Kemungkinannya, karena epilepsi tadi fungsi telinga gue jadi kurang optimal. Dan butuh waktu agak lama untuk mengembalikannya. Entah dari mana gue bisa tau itu. Yang jelas itu yang gue inget. Ohya, guekan lagi amnesia, kenapa bisa inget ya? Gatau gue gatau. Oke, Ayya positif thinking. Positif thinking.

Gue akhirnya memutuskan untuk merem lagi. Dengan berharap semua fungsi organ tubuh gue bisa kembali bekerja optimal.

---

Gue tidur cukup lama kayanya, karena jendela itu menampakkan sinar. Terakhir gue liat, dibalik jendela itu cuma ada kegelapan. Mungkin ini pagi, atau siang? Gue gatau jelas. Karena gue gabisa liat jam. Gue muter-muterin bola mata, olahraga mata, mengedarkan pandang keseisi ruangan, pegel juga mata gue merem terus dari tadi.

Meskipun gerakan gue terbatas, tapi gue tetep gamau diem gitu aja. Ohya, gue jadi inget, tadi tangan kiri gue kan nyampar tiang infus. Gue mencoba mengangkat tangan kiri gue pelan-pelan. Perih. Dan gue mendapati luka lebam dibagian pergelangan tangan kiri yang sedikit tertutup jarum infus dan handsaplasnya.

Sakit.

Bisa dibilang gue ini udah jatuh dari jurang masih ketimpa pohon beringin, double-triple-multiple sakitnya. Gue ga ngerti lagi harus gimana. Tapi hal ini mengajari gue, kalo gue harus lebih hati-hati dalam berkata dan berdo'a. Hati-hati.

"Eonnie..." Tiba-tiba suara familiar itu memecah lamunan gue. Dan gue menengok ke kanan-arah suara itu berada- dia remaja perempuan yang katanya adik gue, menundukan kepalanya. Terlihat jelas di air mukanya, dia bener-bener sedih tak terkira. Padahal gue yang sekarat gini aja biasa aja kok. Hepi-hepi aja.

"Ne.. Waegeuraeyo?" Tanya gue sambil mengembalikan tangan kiri gue pada tempatnya. Kini gue harus melakukan segala aktifitas dengan sangat pelan, karena rasanya kulit gue diterpa udara aja sakit ga karuan.

"Eonnie... Gwaenchanasseumnikka?" Tanyanya dengan lembut sambil terus menunduk menatap lantai. Dia berkata dengan kata-kata formal, wah. Entah mengapa gue ngerasa anak satu ini dulu seringnya ngomong pake banmal ama gue. Daebak! Gue bisa inget. Tapi masih samar sih, dan kepala gue langsung nyut-nyutan.

"Ne. Tentu saja eonnie baik-baik saja! Bwa, baik kan?" Tanya gue dengan suara bahagia yang dipaksakan. Jangankan buat ngomong, ngedipin aja susahnya setengah idup.

"Ne... Mianhae eonnie..." Tanyanya menunduk. Eum? Kenapa minta maaf. Tuhkan, dia sukanya pake banmal. Berati ingetan gue bentar lagi berangsur-angsur membaik. Syukurlah. Kalo ga inget gue lagi amnesia gini, gue udah jitak kepalanya karena ngomong pake banmal. Tapi gapapalah, gue berbaik hati aja untuk saat ini. Mengingat kondisi gue yang masih didalem jurang ini.

"Eum? Buat apa?" Tanya gue heran. Heran, kenapa dia minta maaf.

"Jwoseonghamnida eonnie " kata dia dan gue tau banget ada isakkan yang dia tahan dalam dadanya.

"Wae.. Wae.. Wae...?" Tanya gue kebingungan. Ada apa sih ini anak sebenernya.

"Mianhaeyo... Aku membuat eonnie celaka 2 kali. Maafkan aku eonnie.. Maki dan hujat aku saja..." Katanya lirih. Dia ga berani melihat muka gue.

Kasian.

Gue mencoba meraih pipinya yang ga jauh dari tangan kanan gue. Gue ngerasa air mulai mengalir lewat tangan kanan gue. Dia nangis dan masih di tahan-tahan. Tapi buat gue jadi makin penasaran. Emangnya apa yang terjadi sih sama gue? Emangnya gue kenapa? Apa yang sebenarnya nimpa gue?

"Memangnya ada apa ? Memangnya kamu melakukan apa?" Tanya gue lemah lembut. Dia diem beberapa detik. Sebelum akhirnya mulai membuka mulut.

"Begini... Malam saat eonnie kecelakaan, aku ke supermaket depan komplek karena males denger mama yang marah-marah karena eonnie belum pulang juga..." Oh begitu. Mungkin, mama gue yang itu kaliya? Entahlah.

"Lalu? Apa yang terjadi? Jadi....... Eonnie kecelakaan apa?" Tanya gue heran. Gue bingung. Malem?

Kecelakaan?

Gue emang kemana keluyuran sampe malem gitu, yang kayanya emang udah malem banget?

"Nah... Aku juga gatau gimana kronologisnya eonnie bisa sampe kecelakaan. Intinya, aku sehabis dari supermarket mau ke taman deket sekolah eonnie itu loh... Dan pas aku hampir sampe di perempatan, aku denger ada suara kaya orang tabrakan lah, aku langsung lari ngeliat dan kaget kalo ternyata itu eonnie. Aku kaget banget."

Oh, What? Gue tabrakan?

"Sebelum dua ahjussi yang badannya gede-gede bersiap ngegotong eonnie masuk dalam mobil sedan hitam, aku langsung teriak minta tolong. Dan dua ahjussi itu langsung pergi, diikuti sama mobil yang nabrak eonnie. Jadi, Eonnie korban tabrak lari. Dan kayanya, eonnie emang sengaja ditabrak............." Oh. Gue cukup kaget denger penjelasan dari dia. Kepala gue yang sedari tadi nyut-nyutan, jadi makin nyut-nyutan, mungkin bisa dibilang jadi nyot-nyotan?

Gue gangerti.

Yang gue ngerti kepala gue pusing banget. Tapi gue berusaha tetep sadar. Gue mau tau, apa yang sebener-benernya nimpa gue.

"Oh begitu.. Tapi, Eonnie tidak bisa mengingat apa-apa..." Jawab gue dengan senyum pait. "Maafkan aku eonnie" jawabnya. Dia masih aja nunduk. Yasudahlah, mungkin dia masih merasa bersalah mendapati kakaknya seperti itu.

"Ohya, lalu... Kali keduanya apa? Katanya kamu mencelakakan eonnie 2 kali? Ha ha ha" tanya gue diiringi ketawa yang maksa banget.

"Oh itu.. Maaf eonnie.." Kembali lagi, dia meminta maaf.

"Semalam adalah shiftku untuk jaga eonnie karena papa harus pergi ke Singapore untuk bisnisnya, dan mama harus jaga Jaelu. Tau kan, kalo Jaelu itu gabisa berlama-lama dirumah sakit..." Jaelu? Nugu? Namanya terdengar kiyut.

"Ah, eonnie pasti lupa Jaelu siapa." Kamvret. Tapi emang bener sih, gue lupa -gatau- Jaelu siapa.

"Jaelu adalah adik eonnie yang ke-2, umurnya masih 3 tahun..." Oh, mungkin yang waktu itu manggil-manggil gue 'nyunna' kaliya. Pantesan imut gitu. Adik gue.

"Oh.. Terus?" Tanya gue sambil manggut-manggut lemah. Gatau juga sih keliatan apa engga kalo gue lagi manggut-manggut. Kepala dan leher gue masih belum bersahabat.

"Nah... Akukan bosen jaga dikamar sendirian. Belum lagi eonnie yang terus tidur. Aku jamin juga eonnie lupa sama aku. Jadi aku memutuskan untuk nyari angin seger diluar..." Jawabnya dengan suara yang kian lama kian melemah seakan dia berbicara dengan lari menjauh.

"Seingatku, aku cuma pergi ga sampe 10 menit. Karena aku baru aja sampai di lobby rumah sakit, dan menyadari kalo aku lupa bawa handphone, handphoneku ada di kantong jaket yang satunya. Habis itu, aku balik ke kamar dan aku kaget......... Eonnie kejang-kejang ga karuan. Busa nyembur dari mulut eonnie. Aku ketakutan luar biasa. Aku fikir, aku yang bikin eonnie kaya gitu. Setelah ku inget-inget, engga juga kok." Fine, gue shock. Gue inget banget kejadian itu. Gue emang sendirian dikamar. Gelap. Tiba-tiba ada dokter yang ngasih suntikkan ke infus gue. Tapi gue tahan untuk ngomong itu ama adik gue. Kayanya dia masih belum tuntas ama penjelasannya.

"Aku akhirnya manggil dokter, nah dokter muda yang nanganin eonnie itu ternyata lagi Gwangju untuk private treatment salah satu pasiennya yang rawat jalan disana dari kemarin, setelah kesini melihat eonnie. Jadi, dokter itu gabisa kesini..." Gue tercekat. Hampir berteriak. Trus, siapa dokter-muda- yang nyuntik gue malem itu? Oh Tuhan... Gwangju-Seoul gabisa ditempuh kurang dari 10 menit.

Gue gatau.

Gatau.

Bagaimana jadinya gue inget kejadian berapa belas jam lalu, yang berakhir kaya gini.

Gue semakin liar dengan pikiran gue yang menguasa ini. Ditambah, penjelasan dari adik gue yang begitu.

Ga tau.

Gue bahkan ga bisa membayangkan apa yang akan terjadi sama gue beberapa detik-menit kedepan.

Gue ga tau.

 

---

 

 

-Sudut Pengetahuan-

- Waegeuraeyo = Ada apa? (Banmal)

- Gwaenchanasseumnikka? = Apakah Anda baik-baik saja (Formal)

- Mianhae/Mianhaeyo = Maafkan aku (Banmal)

- Jwoseonghamnida = Maafkan aku (Formal)

- Banmal = Tingkatan bahasa dalam bahasa Korea yang digunakan oleh orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda, atau orang yang sudah sangat akrab seperti teman ke teman, atau juga orang muda kepada orang tua yang dianggap lebih rendah jabatan, kekuasaan dan derajatnya.

- Formal = Tingkatan bahasa dalam bahasa Korea yang digunakan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, atau orang tua kepada orang muda yang dianggap lebih rendah jabatan, kekuasaan dan derajatnya atau orang yang baru pertama kali dikenal untuk menjaga kesopanan.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet