Chapter 2

Just The Way You Are

Minseok terlonjak saat bangun tidur mendapat notifikasi email baru di Ipadnya, Luhan mengiriminya email. Tidak salah lihat kan? Gadis itu mengusap matanya lagi, dan itu memang benar dari Luhan. Rasa kantuknya hilang seketika.

Hi SnowBao

Bagaimana kabarmu?

Begitulah kira-kira awalan suratnya, “Hi Luhan”, wajahnya memerah, masih dengan piyama mickey mouse kesayangannya di atas kasur, dia membaringkan tubuhnya dengan nyaman.

Maaf lama tak membalas emailmu, akhir-akhir ini aku sibuk dengan pekerjaanku.

“Ya aku tahu itu…”, dia berbicara seolah-olah berhadapan langsung dengan si pengirim.

Aku akan datang ke Seoul minggu ini, semoga tidak mengganggu aktivitasmu. Sampaikan salamku pada Paman dan Bibi

Luhan

DEGG…!!

Untuk beberapa detik, rasanya jantung Minseok berhenti berdetak. Dia juga lupa bagaimana caranya bernafas dengan normal, sangat menyesakkan.

“Oh tidak.., bagaimana ini?!”, menarik rambutnya frustrasi, dia berjalan bolak balik di dalam kamarnya. Jika Luhan ke rumahnya, itu sama artinya Minseok selesai. Luhan akan tahu selama ini dia ada di Beijing, dan orang tuanya pasti akan menghukumnya karena berbohong soal short course yang pura-pura diambilnya. “Minseok berpikir.. ayolah ! Yaa.. Byun Baekhyun kenapa kau tak mengangkat teleponmu!”. Ini panggilannya yang entah keberapa puluh kali tapi sia-sia karena no di ujung sana tidak aktif.

Triing..triiing…

Hampir saja Minseok menjatuhkan ponselnya, saat nama Luhan tertera di layar. Telunjuknya sedikit gemetar untuk menggeser tombol hijau ke kanan, iya atau tidak. Tapi dia tidak punya banyak waktu untuk berpikir, akhirnya dengan mata terpejam ia menggeser tombol hijau.

“H-Halo?”,

“Minseok, selamat pagi..”, Dapat dirasakan kelopak mata Minseok membulat sempurna. Bahkan saat ini gadis itu tidak bisa bernafas dengan normal saat suara Luhan mengalun lembut menggetarkan gendang telinganya, dengan suara degup jantung yang berdetak kencang, mungkin cukup keras untuk didengar oleh Luhan di sana.

“Pagi…”,

“Kau sudah membaca emailku?”

“Sudah…”,

“Aku sudah memesan tiket hari Sabtu pagi, bisakah kau jemput aku di bandara sekitar pukul 10.00? Aku tidak tahu alamat rumahmu yang baru? Hallo Minseok? Kau mendengarku?”,

“…..”

“Hallo?”,

“A-Aku… begini Ayah dan Ibuku tidak ada di rumah minggu ini, ya kau tahu kan maksudku. Dan sepertinya aku juga ada acara hari Sabtu pagi”, Minseok menggigit bibir bawahnya berdoa semoga saja Luhan mengerti maksud perkatannya.

“Begitu? Tidak apa-apa Soeki, aku akan menginap di hotel. Kirim saja alamatnya, aku bisa ke rumahmu menggunakan taksi. Aku hanya ingin berbicara denganmu sebentar”, Damn… Minseok melempar tubuhnya ke atas kasur, menendang-nendang kakinya frustrasi.

“Bicara denganku?, sekarang saja Luhan. Aku mendengarkan..”,

“Tidak Minseok, aku ingin mengatakannya langsung”, kedua alis Minseok bertaut, perasaannya menjadi tidak enak.

“Tentang apa Luhan?”,

“Tentang kita..”, nada suara Luhan yang serius menjadi semacam ketakutan tersendiri bagi Minseok. Secepat inikah semuanya berakhir? Minseok tersenyum getir saat pandangannya mengabur, selapis bening tercipta di kedua kelopak matanya. Tanpa dia perlu berpura-pura menjadi orang lain toh akhirnya semuanya tetap akan terjadi. Ini lebih baik daripada terlalu lama menunggu tanpa kepastian, bukan?.

“Luhan, sebenarnya aku…”, susah payah dia menelan ludah agar suaranya terdengar biasa saja, “sebenarnya aku ada di Beijing”.

“Beijing? Benarkah?”.

.

Minseok menaikkan sweater hingga menutupi lehernya dengan sempurna. Seluruh badannya terasa nyeri sampai ke tulang, gadis itu sungguh sensitive dengan udara dingin. Kacamata bulat yang dia beli sejam lalu terlihat kebesaran hingga beberapa kali melorot, membuat telunjuknya harus bekerja ekstra membawanya naik ke pangkal hidung.

Kalau dipikir-pikir ini adalah salah Minseok sendiri yang membuat janji bertemu di Taman Xiangshan, padahal lokasinya 20 km di perbukitan sebelah barat pusat kota Beijing. Pantas saja dingin. Harapan sederhana Minseok, ingin melihat pemandangan indah ini bersama Luhan, setidaknya dia masih berstatus sebagai tunangannya, meskipun hanya sehari.

.

Luhan turun dari mobilnya di areal parkir, berlari kecil menuju pusat informasi terdekat. Perasaannya gelisah karena tak menemukan sosok Minseok diantara beberapa orang yang ada di tempat yang telah mereka sepakati.

“Ada yang bisa saya bantu?”, Petugas berseragam menyambutnya.

“Begini, tadi aku berjanji dengan seseorang bertemu di pintu masuk. Apa anda melihatnya, atau dia pergi menitipkan pesan? Dia seorang wanita”,

“Tadi sore, ada seorang gadis yang menitipkan tasnya di sini. Dia bilang ingin naik bukit sebentar tapi hingga pengunjung lain turun. Gadis itu tak kunjung terlihat. Kami sudah mengirim petugas untuk mencarinya, kalau tidak salah namanya…”, Bersamaan dengan itu, datang petugas lain membawakan ransel merah dengan gantungan kunci panda, tanpa babibu, Luhan langsung lari masuk ke taman. “Hei anak muda, namanya Kim Minseok, apa benar dia teman yang kau cari?”, teriak si petugas.

Luhan terus menaiki anak tangga yang rasanya tak berujung itu, keindahan bunga dan daun merah di sekitarnya tak sempat menjadi objek matanya. Yang ada di pikiran Luhan sekarang adalah menemukan Minseok secepatnya sebelum kabut malam benar-benar turun, khawatir gadis itu akan kedinginan. Dia berlari kesana kemari, sesekali mengusak rambutnya yang mulai basah karena keringat. Taman mulai kosong, beberapa lampu di sudut jalan setapak terlihat mulai dinyalakan. Tidak mungkin Minseok berjalan sejauh itu, teringat sesuatu Luhan segera kembali ke jalur setapak menuju tanah berumput yang tadi sempat dilewatinya.

“Minseok…”, panggilnya lembut. Luhan mendekati sosok yang tengah memeluk kedua lulutnya di atas sebuah kursi panjang, nyaris tak terlihat karena tertutup pohon jika tidak benar-benar mendekati. Mulut gadis itu mencoba bergerak tapi tak menghasilkan suara, hanya uap putih yang menguar bersama dengan udara malam. “Hey, apa kau baik-baik saja?”, Luhan menangkup pipi Minseok di kedua sisi yang terlihat pucat, dan DINGIN. Terjawab sudah pertanyaan itu dengan cepat. Minseok mengalami hipotermia. Melihat gadis itu menggigil menahan hawa dingin, Luhan segera melepas jaket dan memakaikan padanya. Tangisnya pecah saat Luhan merengkuhnya dalam pelukan. “Jangan khawatir, kau baik-baik saja sekarang. Kita pulang.!”, bisik Luhan.

.

Minseok hilang kesadaran, dokter yang memeriksanya menyarankan untuk membuatnya tetap hangat, agar suhu tubuhnya kembali normal. Tak banyak yang bisa Luhan lakukan kecuali duduk diam di tepian tempat tidur, terlihat dalam matanya pancaran kekhawatiran. Apalagi saat Minseok panik tidak bisa menggerakkan kakinya yang kram, hingga Luhan perlu menggendongnya agar bisa membawanya turun. Membuatnya sempat terkejut betapa ringan gadis itu dari terakhir kali mereka bertemu, juga saat ibunya menyuruh pelayan memakaikan sweater hangat miliknya yang jelas sekali kebesaran di tubuhnya. Sesekali Luhan menggenggam tangan mungil Minseok jika gadis itu mulai gelisah dalam tidurnya. Seharusnya Minseok tidak perlu mengalami ini, andai Luhan datang tepat waktu jam tiga sore, bukan jam lima.

“Maafkan aku, membuatmu menunggu terlalu lama…”, ucapnya sambil mengusap kening Minseok yang mulai berkeringat, suhu tubuhnya mulai normal. Kini Luhan bisa bernafas lega. Hari sudah mendekati pukul lima pagi saat salah satu pelayan datang menggantikan Luhan berjaga.

.

Minseok terlihat lebih segar keesokan paginya, Tuan dan Nyonya Xi menyambutnya dengan gembira dan memperlakukannya dengan baik. Menginap sehari lagi di rumah keluarga Xi bukan bagian rencana Minseok jika saja Nyonya Xi tidak memaksanya tinggal. Bahkan Luhan tidak banyak bicara, malah terkesan menghindar selama ia berada di sana.

“Kau bisa mengatakannya sekarang, Lu…”, Minseok berkata di tengah perjalanan mereka ke apartement Minseok.

“Lain kali saja aku mengatakannya..”, menoleh sekilas pada gadis itu dan meneruskan konsentrasi pada jalanan.

“Aku akan segera pulang ke Seoul”. Minseok  meremas ujung jaketnya dengan gelisah. “Tak ada bedanya sekarang atau nanti. Jika aku memohon padamu, apa kau tetap tidak mau mengatakannya?”.

Luhan menghela nafas berat, kemudian membanting stir ke pinggir jalanan yang sepi. Sebelum menepikan tepat di sebelah halte bis.

Suasana menjadi hening setelah mesin mobil dimatikan.

“Kita akhiri saja pertunangan kita”, kalimat yang terlontar dari mulut pria itu bagai godam yang menghantam hati Minseok, meremukkan perasaannya yang ia jaga selama bertahun-tahun dalam sekejap. Sebaik apapun Minseok menyiapkan mentalnya, rasanya tetap menyakitkan. Berbagai rasa bergejolak, dia tidak tahu harus marah atau menangis saat itu.

“Aku mengerti”, tenggorokannya tercekat.

“Minseok, sungguh.. aku minta maaf..”, untuk beberapa saat mereka saling bertatapan namun tak berselang lama Minseok memalingkan wajahnya, menolak untuk kembali menatapnya.

“Jangan terlalu merasa bersalah denganku, tidak apa-apa.. Aku menghargai keputusanmu”, kepalanya tertunduk, dapat dirasakan kelopak matanya melebar tergenang cairan bening yang dalam hitungan detik bisa saja meluncur. Luhan menatapnya dengan perasaan perih dan langsung memeluknya erat.

“Ku mohon berbahagialah. Kau pantas mendapat yang lebih baik”, lihat bagaimana air mata itu akhirnya jatuh dengan bebasnya sebagai jawaban betapa sakit perasaannya. Tak hanya Minseok, Luhan justru lebih sakit karena dia baru saja melepaskan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.

Hari itu keduanya memutuskan pertunangan, tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka. Luhan berjanji dia yang akan menjelaskan pada mereka jika saatnya tiba. Tak ada penjelasan lebih jauh alasannya memutuskan pertunangan secara sepihak, Luhan hanya mengatakan Minseok tak ada ikatan lagi dengannya.

.

.

Cicit suara burung kecil yang melompat dari satu dahan ke dahan lain mewarnai indahnya pagi yang cerah, di antara rimbunan daun terdengar tetesan air sisa embun semalam, sinar mentari yang hangat menembus celah di antara tirai yang belum sepenuhnya tersibak, mengusik seseorang yang mulai beringsut menggerakkan kepalanya yang silau.

Tak seperti hari-hari kemarin, kali ini Sehun langsung bangun begitu alarm berbunyi. Prestasi baru dalam hidupnya, dia menyeringai dalam cermin sambil memasang dasi di leher kemejanya. Mengagumi ketampanan yang sudah diakui banyak orang. OK, Sehun benar dalam hal ini. Siulannya terdengar begitu bersemangat, dalam sekali gerakan dia menyatukan kedua sisi jasnya yang terlihat mahal.

“Selamat pagi semua…!”, membuat tiga orang di ruang makan terpana melihatnya. “Selamat pagi Ayah, Ibu… Selamat pagi kakakku tercinta…”, langsung mengambil tempat di sebelah orang yang barusan di panggil kakak, Kyuhyun namanya. Anak tertua di keluarga Cho, parasnya tak kalah tampan dengan adiknya Sehun. Jika Sehun mewarisi kulit putih dan cantik ibunya, maka Kyuhyun mendapatkan sorot mata tajam dari ayahnya. Keduanya punya sisi devil yang bisa muncul kapan saja di balik tampang malaikat mereka. Bedanya, Kyuhyun sudah lebih dewasa dalam bersikap.

“Apa kepalamu terbentur tadi malam?”, ejek Kyuhyun, mengingat sifat malasnya untuk bangun pagi apalagi berangkat ke kantor tepat waktu.

“Tidak kakak…”, Sehun tersenyum hangat menanggapi kata-kata sarkastik milik Kyuhyun. Mengoles selai cokelat pada lembaran rotinya dengan tenang. “Aku akan mulai serius bekerja”.

“Tidak mungkin”, cibir Kyuhyun

“Ayah, senang mendengarnya Sehun”, ayah Sehun tersenyum, mengangguk-angguk bangga. “Sepertinya pekerjaanmu di perusahaan Luhan berjalan lancar”.

“Begitulah Ayah..”. kemudian memanggil pelayan untuk dibuatkan secangkir kopi hangat.

“Sejak kapan kau suka kopi untuk sarapanmu, Sayang?”, ibunya bingung dengan kebiasaan baru anaknya.

“Sejak hari ini Bu, masa dari bayi minum susu terus”. Kyuhyun hampir menyemburkan susu putih yang ada di mulutnya, menyekanya segera dengan tisu. Sialan adiknya itu, menyindirnya ugh?

“Jika progress pekerjaanmu bagus. Ayah akan mengijinkanmu kembali bekerja perusahaan kita, untuk memimpin salah satu kantor cabang”. Perlu diingat, asal muasal Sehun bekerja di perusahaan Luhan adalah sebagai bentuk hukuman dari ayahnya. Anak itu menghabiskan banyak uang untuk hal tidak penting, dan sejak beberapa bulan lalu Sehun diwajibkan untuk bekerja di sana. Ayahnya hanya memfasilitasinya dengan satu mobil mewah, selebihnya dia harus mengandalkan gaji yang diterima sebagai pegawai di perusahaan Luhan. “Bagaimana?”.

Terkejut mendengarnya, Sehun buru-buru menggerakkan kedua tangannya di depan dada, “Tidak..tidak… aku senang bekerja di perusahaan Luhan. Maksudku untuk sementara biarkan aku di sana. Lagipula hari ini aku mulai bekerja sebagai manager pusat”.

“Aku tidak percaya..”, potong Kyuhyun

“Kau bisa memastikannya sendiri”.

“Orang yang memilihmu pasti buta”.

“Jadi kau bilang kalau Luhan itu buta?”,

“Aku tidak mengatakan seperti itu…”, sanggahnya

“Yakk… kau tidak bisa memujiku sedikit ya?”, mulai terpancing. “Kau pasti iri denganku kan?”, tunjuknya.

“Aku bahkan tidak tahu kau punya sesuatu yang bisa dibanggakan”.

“Tentu saja aku punya, aku itu.. uhmm…aku…”, matanya berkedip lucu saat berpikir. “Ah sudahlah”, mengibaskan tangan di antara mereka “Aku tidak punya waktu berdebat denganmu.. Aku bisa terlambat ke kantor”. Usai menelan potongan roti terakhir dan menghabiskan setengah kopinya, dia berangkat. Tak lupa memeluk kedua pipi orang tuanya dan mendengus kesal pada Kyuhyun.

“Kyu, kenapa kau suka sekali mengganggu adikmu sih”. Ibunya menegur saat suara mobil Sehun terdengar menjauh. Pelayan datang merapikan sisa piring kotor.

Kyuhyun tertawa, “Hidupku hampa jika tidak berdebat dengannya sehari, Bu.. Baiklah, aku juga sepertinya harus berangkat ke kantor. Akan ku cari tahu kenapa adikku tiba-tiba berubah manis seperti itu”.

.

Minseok mematikan layar komputernya, merapikan sejumlah berkas ke dalam map, mencopot memo warna warni di sekitar monitor dan meletakkan barang-barang pribadinya ke dalam kardus kecil. Terakhir, Minseok memasukkan lipatan kertas yang sebelumnya sudah ia tanda tangani ke dalam amplop putih. Surat pengunduran dirinya. Niatnya sudah bulat untuk mengajukan percepatan magang meskipun tinggal satu minggu lagi. Pun tidak ada alasan untuknya tetap tinggal. Ibunya juga sudah menyuruhnya pulang ke Seoul, Nyonya Xi langsung menelepon ibunya tempo hari saat Luhan membawanya pulang dalam keadaan sakit.

.

“Xiumin…”, Sehun tersenyum sumringah saat mendapati Minseok yang sedang berjalan ke arahnya. “Xiumin, kau mau kemana?”, setengah berlari ia menghampirinya.

“Oh hai Sehun..”, segera menyembunyikan amplop putih ke dalam sakunya. Kau sendiri, mau kemana?”,

“Tadi aku mencarimu ke pantry, ku kira kau ada di sana”,

“Aku bukan office girl, Sehun. Bagaimana bisa kau mencariku di sana?”,

“Ah benar juga”. Minseok tertawa melihat Sehun menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Oh iya apa kau ada waktu sepulang kerja nanti?”, ekspresi wajah gadis itu berubah murung. “Aku ingin merayakan sesuatu, kau mau…”, tanya Sehun penuh harap.

“Apa kau sedang berulang tahun?”, Sehun menggeleng

“Sebentar saja… makan malam mungkin?”.

Minseok berpikir sejenak, setidaknya itu bisa menjadi salam perpisahan dengan teman barunya itu. “Baiklah, tapi aku harus pergi sekarang”.

“Tunggu..! bagaimana aku menghubungimu, aku tidak tahu no ponsel dan ruang kerjamu?”, cegah Sehun karena Minseok akan berlalu. Minseok tersenyum, mengeluarkan sebuah ponsel dan memberikan padanya. Sehun yang mengerti langsung mengetik no ponselnya sendiri dan menekan tombol dial. “Terima kasih, sekarang ponsel kita sudah terhubung”, mengembalikannya lagi pada Minseok.

“Sama-sama, sampai nanti Sehun”.

 

Author's Note

Maaf ceritanya mengalami banyak perubahan, di luar rencana awal hehe... Entah kenapa Author lebih tertarik Xiuhan Vs Xiuhun dibanding fokus ke Xiumin/Minseok. Hmm.. masih belum diputuskan juga soalnya Minseok menjatuhkan hatinya pada siapa nanti. Di awal sih masih cinta banget ma Luhan.. 

At last, makasih ya udah mau baca cerita yang jauuuuh dari kata sempurna. Review juga kalau berkenan

Bye, see you next chapter....

e)(o

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mineseu3101 #1
Senengnya ff ini updateee. Luhan lagi nyesel bgt ya, emang penyesalan selalu datang belakangan. Skrg giliran udah jadi istri org malah bru ngakuin kalo suka & kembali memperjuangkan. Kdng ngeselin jg liat luhan, haha.

Tp gimanapun jalannya ff ini, selagi castnya ada xiuhan aku tetep nikmatin kog. Ditunggu kelanjutannya ya. Fighting! :)
angga_xyu18
#2
Chapter 7: waahh persaingan makin ketat aja ya..salah ndiri lu-ge napa situ ga bisa mensyukuri apa yg ada aja sih..malah pengen yg aneh" yg lebih.

buat sehun,minseok itu istrimu kamu perjuangin aja dia buat kamu. buktiin ke luhan kalo dia udah salah dulu pernah buang minseok.

buat minseok, ga usah noleh ke belakang, liat apa yg ada di depan aja. belakang itu masa lalu, sekarang waktunya menata masa depan.
flottemo #3
Chapter 7: CIA CIA CIA TIRAN!LUHAN DETECTED!!!!

xiuhunhan bahasa indonesia jarang banget, syukur deh ketemu fic ini hehe, kok liat luhan jijik ya, salah lo udah nganggep minseok angin lalu eh pas nyesel kok malah pengen ngembat bini orang lol.

ciee sehun laki idaman banget neh, udah ganteng, perhatian, siap siaga jaga istri dari predator macam lu-nyebelin-han, sayang si minseok kok bego banget kayanya ya, doi terlalu friendly sama ngga was-was keadaan ato emang centil pengen nge-poliandri sehun sama luhan wkwk

ini bakalan ke xiuhun apa xiuhan sih? kalo xiuhun, ngga seru dong itu-itu aja, ga panas bahtera rumah tangganya, tapi kalo xiuhan ntar kasian minseok kok dapet orang nyebelin jadi suaminya, engga bisa apa xiuhunhan gitu wkwk. Hwheu maaf malah bacot ya ngga usah di tanggepin kok terserah mba malaikatnya mau bikin gimana pokoke aku bakalan tunggu update selanjutnya!!
angga_xyu18
#4
Chapter 7: Chapter7 : oke ini bikin galau binggits..aku cinta xiuhan tapi ini pertama kalinya aku pengen xiuhun happy ending. Jarang bgt aku nemuin ff xiuhun yg happy ending.
Tapi aku juga ga tega liat luge kuh sakit ati..gegana banget..

Oke fix aku mau xiuhun...xiuhun...xiuhun...xiuhun
angga_xyu18
#5
Chapter 6: Chapter6: no comment
angga_xyu18
#6
Chapter 5: Chapter5 : kyaaaaaa mau xiuhuuuun hueee,aku kok malah nyesek ya bacanya,,
Aku ga peduli ah ama luge maunya kek gimana, yg penting xiuhun!
angga_xyu18
#7
Chapter 4: Chapter4 : hahaha terus aja bikin luhan panas, aku memang xhs hardcore, tapi aku kadang suka gemes liat luhan suka ngasih kode ambigu, panasin aja terus si luhan.. aku bahagia, biar tau rasa dia haha (senyum_evil)
(Aku nistain biasku sendiri)
angga_xyu18
#8
Chapter 3: Chapter3 : kyaaaaaa.... Andweeee kenapa mesti barengan gitu ketemuannya. Ga kuat aku mau baca next chapter, kira" bakal ada apa ya?
Aku udah deg"an duluan nih....
angga_xyu18
#9
Chapter1 : bagus banget, aku suka ceritanya, lagi bingung pengen baca ff xiuhan eh, nemu ini, ada xiuhun momen lagi aaaaw sukaaa bgt.
Sip lah
ohahayu
#10
Chapter 7: Xiuhun please