Chapter 7

Just The Way You Are

Sehun mengemudikan mobilnya dengan gelisah, telunjuknya mengetuk-ketuk setir mobil sembari menunggu lampu hijau menyala, tak sabar untuk segera menginjak pedal gas. Dasinya terlihat dilonggarkan dengan satu kancing teratas yang dibiarkan terbuka, jas hitamnya ditumpuk begitu saja dengan tas kerjanya di jok belakang. Dan tepat saat lampu hijau menyala, Sehun segera melepas rem tangannya, melajukan mobil dengan kencang. Rute yang Sehun ambil kali ini pun berbeda dengan arah jalan pulang ke rumahnya, jika biasanya dia berbelok ke kanan maka kali ini dia terus lurus menuju ke arah Gyeonggi, rumah orang tua Minseok.

Mobilnya masuk perlahan ke halaman dan berhenti di depan garasi. Sehun menatap rumah bercat putih yang berdiri anggun di depannya, rumah berlantai dua itu tampak asri dengan pagar tanaman yang berjajar rapi di sepanjang jalan setapak yang menghubungkannya dengan teras utama, tak terlalu tinggi hanya sebatas pinggang orang dewasa. Ketinggiannya yang hampir sama rata menunjukkan bahwa pemilik rumah rajin merawatnya. Di dekat pagar besi depan rumah juga tumbuh beberapa pohon pinus yang tinggi menjulang, menjadikannya payung alami dengan bayangan panjang yang menaungi areal di sekitar sekitar rumah. Sehun mematikan mesin mobilnya, tapi niatnya untuk segera masuk ke dalam rumah terhenti saat seseorang memanggilnya.

“Sehun..!”, dia pun berbalik, mendapati Minseok yang tengah berjalan ke arahnya dari arah luar pagar. Tapi perhatian Sehun justru terfokus pada pria yang berjalan di sampingnya, wajah familiar yang sangat dikenalnya. Seseorang yang menjadi alasan kenapa Sehun terburu-buru datang ke sana.

“Hai Sehun..!”, sapa Luhan ramah, “apa kabar?”, Sehun hanya bisa tersenyum kaku membalas sapaan dari sahabatnya itu, pertemuan yang terasa canggung bagi keduanya, tapi tertutupi dengan akting yang baik. Keduanya saling berjabat tangan.

“Baik, kau sendiri bagaimana? Aku tidak menyangka kau akan datang ke Seoul, seharusnya kau memberitahuku, jadi aku bisa menjemputmu di bandara..”. Sehun memasukkan kedua tangannya di kedua saku celananya, masih mencoba mempertahankan sikap bersahabat selayaknya sahabat. Luhan pun tak jauh beda, berusaha keras untuk menjadi biasa.

“Ah tidak perlu, lagipula aku ke sini mau memberi kalian kejutan. Apa usahaku berhasil..?”, tawa Luhan. “Kau sepertinya baru pulang dari kantor, istirahat saja dulu.. makan malamnya belum siap, iya kan Soeki..?!”, melemparkan pandang ke arah Minseok yang dijawab dengan senyuman ringan, sepersekian detik mereka saling bertatapan. Entah kenapa di situasi seperti ini justru Sehun yang merasa menjadi tamu pengganggu, apalagi posisi mereka yang bersisian dengan kantong belanjaan di tangan Luhan. Dia juga tidak suka cara Luhan memandang istrinya yang diartikan Sehun sebagai pandangan mengagumi.

.

.

Satu hal yang Sehun syukuri saat ini adalah Minseok sekarang istrinya, jadi dia yang lebih berhak atas diri wanita itu jika Luhan berbuat lebih. Tapi fakta Minseok pernah mencintai Luhan dengan segenap perasaannya juga mengusik ketenangan batinnya, membuatnya merasa tidak aman apalagi yang Minseok tahu selama ini cintanya pada Luhan bertepuk sebelah tangan. Bagaimana jika dia tahu Luhan sekarang mulai menaruh rasa padanya? Apa perasaan Minseok padanya bisa berubah?

.

.

“Apa yang kau pikirkan?”, lamunan Sehun buyar, kembali sadar jika sekarang mereka ada di kamar Minseok di lantai atas. Sehun sendiri duduk di pinggiran tempat tidur mengawasi Minseok yang sedang membuka lemari, memilihkan baju ganti untuk dirinya. Mereka memang sengaja meninggalkan beberapa baju di rumah ini, jadi ketika sewaktu-waktu mereka menginap tidak perlu membawa banyak baju lagi. “Aku tidak menyangka kau akan langsung ke sini, tadi kan aku bilang untuk pulang dulu ke rumah untuk istirahat sebentar. Ini kau mandi dulu ya, setelah itu turun ke bawah..”, meletakkan setumpuk pakaian dengan handuk baru di pangkuannya.

“Tunggu..!! Jangan pergi..”, Sehun menahan tangan Minseok saat akan beranjak dari hadapannya , persis seperti anak kecil yang merajuk tidak mau ditinggal ibunya di hari pertama sekolah. Pandangan Minseok tertuju pada tangan Sehun yang menggenggam erat tangannya, lalu beralih pada wajah gelisah suaminya dengan pandangan bertanya.

“Apa lagi ?”. Sehun menilai ekspresi wajah Minseok, apakah istrinya benar-benar telah melupakan cinta yang dulu sangat dipujanya. Benarkah tak ada lagi debar, meski Luhan begitu dekat dengannya? Apa istrinya juga bersandiwara dengan berpura-pura mencintainya, satu tahun adalah waktu yang terlalu singkat untuk melupakan seseorang apalagi jika sebelumnya dia mengambil peran besar dalam hidupmu. Terbersit untuk mengungkitnya kembali tapi apa semua akan baik-baik saja setelahnya? Bagaimana jika rasa penasarannya hanya akan merusak keharmonisan mereka. Untuk kali ini Sehun akan percaya pada kesetiaan dan rasa cinta Minseok untuknya. Sehun menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

“Aku tidak akan lama, bisa kita turun berdua nanti..? Tunggu aku sebentar saja, ya..ya..ya~”, Sehun mengayun - ayunkan lengan Minseok sambil memasang wajah memelas, mulutnya mengerucut dengan mata menyipit. Minseok mengangkat sebelah alisnya, tak mengerti dengan kelakuan absurd suaminya yang sangat tidak sesuai dengan tubuh besarnya. Sehun menggaruk kepalanya, menunggu tanpa melakukan apapun pasti sangat membosankan bagi Minseok. Saat matanya bergerilya mencari jawaban, sebuah ide terlintas di benaknya. “Begini, sambil menungguku, kau rapikan kamar saja ya.. Ini.. Ini.. lalu ini juga”. Minseok tak sempat mencegah saat Sehun mulai membuang selimut, menarik seprei dan melepaskan sarung bantal. Tujuannya agar Minseok semakin lama berada di kamar untuk merapikan semuanya.

“Yakk..!! Apa yang kau lakukan?!”, seru Minseok kesal, tangannya refleks memungut selimut yang jatuh di dekat kakinya. Tak berhenti dengan tempat tidur, Sehun juga membuang kemeja putih yang baru dibukanya sembarang tempat, mengekspos bagian atas tubuhnya yang seputih susu dengan otot perut yang rata dan berisi. Apalagi ditambah sinar mentari kemerahan yang menembus jendela kamar dan menerpa tubuhnya, menjadikan tubuh Sehun begitu sempurna untuk ukuran pria dewasa.

Posisi Minseok yang berdiri membelakanginya dan sibuk dengan acara melipat selimutnya masih tak sadar dengan apa yang suaminya lakukan. Barulah suara resleting yang dibuka membuatnya tertegun dan menoleh cepat, dimana terlihat suaminya sedang membuka celana panjangnya. Mata kucingnya hanya bisa membola menyaksikan bagaimana celana itu jatuh tak berdaya ke lantai menyisakan sebuah celana pendek hitam yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Rasanya jantungnya berhenti berdetak saat itu, oksigen di sekitarnya juga menghilang, membuatnya kesulitan untuk bernafas untuk beberapa detik. Otak Minseok menjadi lamban untuk berpikir, rentetan kalimat makian yang sudah di ujung lidah, menguap begitu saja.

“Terpesona denganku, Nyonya Oh..?!”, Sehun menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya sambil mengerling seduktif pada istrinya. Masih dengan posisi mematungnya, mata Minseok mengerjap bingung dan sedetik kemudian semua darah mengalir naik ke wajahnya. Rasanya kepalanya mau meledak, dan tanpa peringatan Minseok meraih bantal dan melemparkannya sekuat tenaga pada wajah Sehun. Sialnya dengan gesit pria itu menangkapnya, dan kini tengah tertawa menggodanya.

“Yakk..!! DASAR MESUM..!!! Cepat mandi sana..!!”, teriaknya semakin kesal, Minseok yakin suaranya bisa didengar semua orang di rumah ini bahkan mungkin tetangganya. Sehun sendiri langsung kabur masuk ke dalam kamar mandi begitu melihat Minseok mengambil bantal lagi. Ya, walaupun Minseok harus mengakui dia menyukai tubuh atletis milik suaminya, tetap saja hal seperti itu membuatnya merasa marah sekaligus malu.

Minseok kembali berbalik menghadapi tempat tidurnya yang berantakan, tangannya menepuk-nepuk kedua pipinya untuk menetralisir rasa panas yang menyerang wajahnya.

“Oh iya Sayang..”, panggil Sehun, melongokkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi. Minseok menoleh. “..kau mau mandi denganku..?!”.

BUKKK…

Sebuah guling sukses berteleportasi dari tangan Minseok ke depan pintu kamar mandi.

.

.

Luhan mendudukkan dirinya dengan canggung di tengah Keluarga Kim, meskipun dia mengenal keluarga ini sejak lama tapi mereka jarang bertemu. Dia bahkan bisa menghitungnya dengan jari, apalagi dengan Kim Jongin, adik laki-laki Minseok yang sekarang ada di tahun ketiga bangku kuliah. Secara fisik pemuda itu sungguh berbeda dengan Minseok dan kedua orang tuanya yang putih, dia berkulit tan dan berpostur tinggi dengan rambut hitam, membuat siapapun yang melihat harus bertanya dua kali apakah mereka berdua benar kakak beradik. Tapi jika melihat silsilah keluarga, kita bisa tahu jika Jongin mewarisi gen dari kakeknya.

Meskipun Luhan sering mendengar cerita dan melihat fotonya tapi bertemu secara langsung ini adalah kali kedua, pertemuan mereka yang pertama yaitu saat pertunangannya dengan Minseok, itupun saat Jongin baru berumur sekitar sepuluh tahun dan tidak terlalu banyak berinteraksi. Jadi tak heran saat tadi bertegur sapa Jongin tak mengenalinya dan menjadi aneh saat mereka mencoba memulai percakapan.

Komunikasinya dengan Minseok beberapa tahun yang lalu pun berlangsung satu arah dan bisa dibilang tidak terlalu baik. Luhan tidak akan mengirim email terlebih dahulu kecuali Minseok yang memulai atau seringnya Luhan hanya membaca emailnya dan membalasanya jika dia sempat atau di lain waktu saat dia ingat. Meskipun untuk beberapa tahun pertama mereka rajin bertukar hadiah ketika ulang tahun, lambat laun Luhan merasa bosan dan menjadi lupa. Ah Luhan tersadar betapa tak pedulinya dia dulu, mengabaikan Minseok dan keluarganya yang ternyata begitu baik padanya.

.

Kehangatan sebuah keluarga bisa Luhan rasakan di sini, saat semua anggota keluarga berkumpul di depan TV setelah makan malam. Jongin bahkan dengan santai duduk bersila di atas karpet sambil memainkan remote di tangannya, dimana satu channel tidak akan bertahan lebih dari lima menit. Nyonya Kim datang membawakan mereka cemilan dan minuman hangat, lalu duduk di sebelah suaminya. Tuan Kim sendiri sedang mengajak Luhan bicara, tapi sepertinya dia tak terlalu fokus karena perhatiannya justru tertuju pada keberadaan Minseok dan Sehun yang ada di sudut rumah yang lain, meskipun terhalang lemari kaca tapi dia masih bisa melihat mereka. Sehun tampak memeluk Minseok dari belakang, entah apa yang dia bisikkan di telinganya karena setelahnya Minseok tertawa sambil memukul perut Sehun dengan sikunya. Rasa panas di dadanya berubah menjadi rasa sakit. Sebahagiakah itu mereka? Bukankah itu posisi yang dia miliki sejak awal? Sebagai anak menantu Keluarga Kim, suami Minseok dan kakak ipar untuk Jongin?

Luhan mengembalikan perhatiannya pada Ayah Minseok saat menyadari mereka berdua berjalan ke arah ruang keluarga.

“Hai Jong Out..”, Sehun mengusak rambut Jongin saat melewatinya, lalu duduk di sebelah Luhan. Sementara Minseok memutari sofa dan mengambil tempat di samping ibunya sambil memeluk lengan ibunya manja. Untuk sesaat Luhan mencuri pandang melihat wajah Minseok yang asyik menonton tayangan TV pilihan adiknya. Wajahnya kelihatan begitu serius dengan alis yang saling bertautan, Luhan menyukai ekspresi itu.

“Sembarangan.. namaku itu Jong In..!!”. Jongin menendang kaki Sehun dengan kakinya.

“Tapi Jong Out terdengar seksi lho..”, semua yang ada di sana tertawa puas, termasuk Luhan meskipun hanya senyuman terkulum. Di sini memang hanya Jongin yang tersakiti.

“Appa, Sehun Hyung menggangguku lagi..!!”, adunya pada ayahnya, berharap mendapat pembelaan tapi Tuan Kim hanya menanggapinya dengan gelengan kepala disertai kekehan, tubuhnya yang agak tambun ikut berguncang pelan. Terlalu sering melihat pertengkaran di antara mereka, jika bukan Sehun yang memulai pasti Jongin yang memulai, kasih sayangnya untuk mereka hampir sama tanpa membedakan antara menantu dan anak sendiri.

Luhan menundukkan kepalanya, diam-diam merasa iri dengan kedekatan Sehun dan Jongin.

“Oh iya Luhan, tadi kau menanyakan tentang rumah atau apartemen untuk disewa kan? Bagaimana kalau kau tinggal di sini saja?”, ujar Tuan Kim setelah teringat pembicaraannya dengan Luhan yang sempat terpotong. “Ya mungkin tidak sebesar atau semewah rumahmu tapi kami akan sangat senang kalau kau bisa tinggal di sini. Itupun kalau kau tidak keberatan dan terganggu dengan tingkah Jongin”.

“Aku lagi, memangnya aku kenapa?”, gerutu Jongin, mencibirkan bibirnya lalu kembali dengan tayangan TV di depannya, tidak tertarik untuk mengikuti pembicaraan orang dewasa.

Lain halnya dengan Sehun yang kini berubah serius, dia sedikit terkejut tentang keinginan Luhan untuk tinggal lebih lama di Korea. Tadinya dia berpikir pria itu datang hanya untuk berlibur atau urusan bisnis yang singkat. Tapi menyewa rumah, bukankah itu sesuatu yang penting, sejuta pertanyaan berputar di kepalanya membuatnya merasa pening. Sehun memijit keningnya. Dia cukup tahu diri, bukan saatnya menyela pembicaraan mereka.

“Apa itu tidak merepotkan, Paman dan Bibi?”, tanya Luhan

“Sama sekali tidak Luhan, kami sudah menganggapmu seperti anak kami sendiri. Keluargamu juga pernah mengijinkan Minseok tinggal selama di Beijing kan, kami sangat berterima kasih karena kalian sudah menerima dan menjaga Minseok saat itu. Anggap saja kami membalas budi baik keluarga kalian dan lagi kalau kau mau tinggal di sini, panggil kami Appa dan Eomma, tidak perlu sungkan..!”, ujar Nyonya Kim, Tuan Kim sendiri tampaknya mendukung apa yang diucapkan istrinya karena dia merepon dengan anggukan.

“Ibuku sangat menyukai Minseok, justru aku yang berterima kasih karena Minseok sempat menemani Ibuku sehari-hari di rumah dibanding aku yang anaknya”, nada suara Luhan berubah lirih, rasa penyesalan jelas tergambar dari kalimatnya. “Ibu terlihat lebih bahagia ketika ada Minseok di sampingnya, karena itu saat kepulangan Minseok ke Seoul tahun lalu membuatnya begitu kesepian. Berkali-kali Ibu mengajakku datang ke sini karena dia rindu pada Minseok, tapi aku selalu menjanjikannya lain waktu dengan alasan sibuk dan begitu seterusnya sampai Ibu tidak punya waktu selamanya. Aku sangat menyesal untuk itu..”.

Sehun menangkap gerakan Minseok yang memalingkan wajah ke arah lain, dia tahu istrinya sedang menangis atau mungkin mulai menyalahkan dirinya sendiri karena sudah meninggalkan Ibu Luhan untuk menikah dengannya. Dia tahu istrinya tipe orang yang sensitif, apalagi cara Luhan yang bercerita dengan sesekali menatap ke arahnya tadi. Sungguh, jika tidak dalam keadaan seperti ini mungkin Sehun akan menegur Luhan untuk lebih menghargai perasaan istrinya juga. Tidak tahukah dia saat Nyonya Lu meninggal, Minseok menangis seharian tanpa henti setelah pulang dari pemakaman, bahkan setelah kembali dari Beijing Minseok terus bersedih sampai beberapa hari tanpa berselera makan. Tak hanya Keluarga Lu yang terluka, Minseok pun begitu apalagi dia sudah menganggap Ibu Luhan seperti ibunya sendiri.

Luhan menegakkan punggung sambil menepuk kedua lututnya, “Ah maaf, kenapa aku jadi seperti ini, sepertinya aku merusak suasana…”,

“Tidak apa-apa Luhan, kami mengerti..”, senyum ibu Minseok. “Tinggal saja di sini untuk sementara, sampai kau menemukan rumah atau apartemen yang kau sukai”. Luhan mengangguk

.

Meskipun malam telah larut, Sehun tetap memaksa untuk pulang ke rumah, menjadikan alasan materi penting untuk rapat besok pagi tertinggal di rumah jadi mereka tak bisa menginap. Sehun pulang bersama Minseok tentu saja, bukankah itu tujuannya yang sebenarnya. Dia tak akan membiarkan istrinya terlalu lama berada di sekitar Luhan. Entah untuk alasan apa tapi Sehun merasa kedatangan Luhan tak berniat baik terutama untuk hubungan pernikahannya dengan Minseok.

.

Luhan mengiringi mereka sampai ke depan garasi, sementara kedua orang tua Minseok hanya memperhatikan dari teras rumah.

“Aku kira kalian akan menginap. Apa rumahmu jauh dari sini?”,

“Tidak juga, hanya sekitar dua puluh menit jika tidak macet.. Ah terima kasih..”, ucap Minseok saat Luhan mendahului Sehun untuk membukakan pintu mobil untuknya. Sehun mulai terlihat kesal dengan apa yang Luhan lakukan, setengah berlari dia memutari depan mobil untuk mencapai sisi yang lain.

“Kalau begitu, apa aku boleh mampir lain kali?”, sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Minseok di dalam mobil.

“Tentu, mampir saja..”, ujar Minseok bersemangat. Sehun yang di sudah duduk di sebelahnya menggeleng tak senang, tapi dia bisa apa? melarang Luhan datang hanya akan membuatnya terlihat kekanakan karena ketakutannya yang tak jelas “Ajak Jongin bersamamu atau kau bisa menghubungi Sehun untuk menjemputmu, iya kan Hunnie..?”.

“Hah, apa?!”, Sehun berpura-pura tak mendengar, dalam hati dia merasa senang Minseok memanggilnya dengan nama itu di depan Luhan. Minseok mengulangi kalimatnya. “Oh iya tentu.. Kau bisa menghubungiku kapan saja.. itupun kalau kau masih menyimpan nomerku..”, sindir Sehun, dia tahu persahabatannya dengan Luhan sedikit merenggang sejak Sehun melamar Minseok. Dan Luhan yang tak menghadiri acara pernikahannya atau sekedar mengirim ucapan selamat bisa menjadi bukti jika pria itu jelas tak menyukai pernikahannya dengan Minseok. Sehun dan Luhan memang tak terlihat bermusuhan tapi sorot mata keduanya menyiratkan sebuah persaingan. “Maaf Luhan tapi kami harus segera pulang..”, mengisyaratkan tangan Luhan untuk menyingkir dari jendela mobil.

Luhan melemparkan senyum sinis sekilas pada Sehun sembari mengambil satu langkah mundur begitu Sehun menutup jendela mobilnya setengah.

“Luhan, kami pulang dulu ya..”. Minseok melambaikan tangannya. Luhan mengangguk sebagai balasan sebelum jendelanya benar-benar tertutup sepenuhnya dan dia hanya memandangi pantulan dirinya di jendela gelap itu. Tak lama suara klakson terdengar saat mobilnya mulai melaju perlahan, berbelok ke luar pagar dan menghilang dari pandangannya.

Rahang Luhan mengeras dengan kedua tangan yang terkepal, nafasnya naik turun seperti menahan amarah. Perasaan itu baru saja muncul begitu kuat di hatinya, terutama saat Sehun dengan sengaja menyalakan lampu di dalam mobil dan mencium bibir Minseok tepat di hadapannya sebelum menjalankan mobil.

‘Kau yang membuatku ingin segera memulai permainan ini Hun... Aku hanya ingin mengambil apa yang seharusnya menjadi kebahagian dan milikku sejak awal.. Jika aku tak bisa membuatmu melepaskan Minseok, akan ku buat Minseok yang melepaskan diri darimu..’,

.

.

.

.

NOTE

Mianhae telat banget updatenya, TT_TT

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mineseu3101 #1
Senengnya ff ini updateee. Luhan lagi nyesel bgt ya, emang penyesalan selalu datang belakangan. Skrg giliran udah jadi istri org malah bru ngakuin kalo suka & kembali memperjuangkan. Kdng ngeselin jg liat luhan, haha.

Tp gimanapun jalannya ff ini, selagi castnya ada xiuhan aku tetep nikmatin kog. Ditunggu kelanjutannya ya. Fighting! :)
angga_xyu18
#2
Chapter 7: waahh persaingan makin ketat aja ya..salah ndiri lu-ge napa situ ga bisa mensyukuri apa yg ada aja sih..malah pengen yg aneh" yg lebih.

buat sehun,minseok itu istrimu kamu perjuangin aja dia buat kamu. buktiin ke luhan kalo dia udah salah dulu pernah buang minseok.

buat minseok, ga usah noleh ke belakang, liat apa yg ada di depan aja. belakang itu masa lalu, sekarang waktunya menata masa depan.
flottemo #3
Chapter 7: CIA CIA CIA TIRAN!LUHAN DETECTED!!!!

xiuhunhan bahasa indonesia jarang banget, syukur deh ketemu fic ini hehe, kok liat luhan jijik ya, salah lo udah nganggep minseok angin lalu eh pas nyesel kok malah pengen ngembat bini orang lol.

ciee sehun laki idaman banget neh, udah ganteng, perhatian, siap siaga jaga istri dari predator macam lu-nyebelin-han, sayang si minseok kok bego banget kayanya ya, doi terlalu friendly sama ngga was-was keadaan ato emang centil pengen nge-poliandri sehun sama luhan wkwk

ini bakalan ke xiuhun apa xiuhan sih? kalo xiuhun, ngga seru dong itu-itu aja, ga panas bahtera rumah tangganya, tapi kalo xiuhan ntar kasian minseok kok dapet orang nyebelin jadi suaminya, engga bisa apa xiuhunhan gitu wkwk. Hwheu maaf malah bacot ya ngga usah di tanggepin kok terserah mba malaikatnya mau bikin gimana pokoke aku bakalan tunggu update selanjutnya!!
angga_xyu18
#4
Chapter 7: Chapter7 : oke ini bikin galau binggits..aku cinta xiuhan tapi ini pertama kalinya aku pengen xiuhun happy ending. Jarang bgt aku nemuin ff xiuhun yg happy ending.
Tapi aku juga ga tega liat luge kuh sakit ati..gegana banget..

Oke fix aku mau xiuhun...xiuhun...xiuhun...xiuhun
angga_xyu18
#5
Chapter 6: Chapter6: no comment
angga_xyu18
#6
Chapter 5: Chapter5 : kyaaaaaa mau xiuhuuuun hueee,aku kok malah nyesek ya bacanya,,
Aku ga peduli ah ama luge maunya kek gimana, yg penting xiuhun!
angga_xyu18
#7
Chapter 4: Chapter4 : hahaha terus aja bikin luhan panas, aku memang xhs hardcore, tapi aku kadang suka gemes liat luhan suka ngasih kode ambigu, panasin aja terus si luhan.. aku bahagia, biar tau rasa dia haha (senyum_evil)
(Aku nistain biasku sendiri)
angga_xyu18
#8
Chapter 3: Chapter3 : kyaaaaaa.... Andweeee kenapa mesti barengan gitu ketemuannya. Ga kuat aku mau baca next chapter, kira" bakal ada apa ya?
Aku udah deg"an duluan nih....
angga_xyu18
#9
Chapter1 : bagus banget, aku suka ceritanya, lagi bingung pengen baca ff xiuhan eh, nemu ini, ada xiuhun momen lagi aaaaw sukaaa bgt.
Sip lah
ohahayu
#10
Chapter 7: Xiuhun please