Chapter 9

Take My Hand
Please Subscribe to read the full chapter

Mimpi itu terasa nyata. Dengan napas tersengal, Wonwoo bangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi wajah dan kausnya. Manik matanya bergerak-gerak gelisah lalu melirik ke arah jam di atas meja belajar. Masih pukul tiga pagi, tapi ia sudah terbangun karena mimpi buruk. Di dalam mimpinya, ayahnya datang dan membawa ibunya pergi. Ia ditinggal sendiri dan menangis ketakutan. Jantung Wonwoo rasanya ingin berhenti kalau mengingat mimpinya barusan.

Ia mencoba kembali tidur, tapi sialnya tidak bisa. Matanya kembali terbuka lebar sesaat setelah ia memejamkan mata. Karena tidak berhasil kembali tidur, ia pergi keluar kamar, ingin mengambil segelas air. Langkahnya berhenti ketika ia melewati kamar Mingyu. Pintu kamar Mingyu tidak tertutup sempurna. Ada celah yang dapat digunakan Wonwoo untuk mengintip ke dalam. Mengapa kamar Mingyu sering dibiarkannya tidak terkunci?

Dengan hati-hati Wonwoo membuka pintu kamar Mingyu lebih lebar. Kamar Mingyu gelap, ia tidak bisa melihat apa pun di sana. Tapi, ia dapat mendengar Mingyu bicara. Suaranya sangat pelan bahkan hampir menyerupai bisikan. Meskipun begitu, Wonwoo yakin kalau ia menangkap jelas apa yang Mingyu katakan. Jantungnya berdegup lebih cepat dan entah mengapa perasaannya menjadi tak karuan.

“Maafkan aku, Yah. Jangan pergi. Jangan.. jangan..”

Cepat-cepat Wonwoo menutup kamar Mingyu dan kembali ke kamarnya. Niatnya untuk mengambil minum ia batalkan. Ia ingin segera kembali bergelung dengan selimutnya dan kembali tidur. Perasaannya tidak baik dan ia ingin cepat melupakan ini.

Wonwoo pun berhasil kembali tidur satu jam kemudian.

 

Kaki panjangnya menuruni tangga dengan cepat. Seragamnya yang belum melekat rapi di tubuhnya tak dihiraukan. Setengah jam lagi ia akan terlambat, masa bodoh dengan seragam yang acak-acakan dan tas yang masih terisi buku pelajaran kemarin, yang penting ia belum terlambat masuk sekolah. Sebenarnya Mingyu tidak peduli kalau ia terlambat, ia bisa saja bolos sekolah. Tapi, kemarin ia dan Seokmin melakukan taruhan yang terlambat masuk ke dalam kelas Guru Jung harus menraktir yang tidak terlambat. Mingyu selalu kalah taruhan dnegan Seokmin, maka ia tidak boleh kalah sekarang.

Baru akan menginjak anak tangga terakhir, langkahnya melambat. Keberadaan Wonwoo di sofa ruang tengah membuatnya terkejut. Biasanya Wonwoo sudah berangkat, tapi sekarang ia masih duduk di sofa dengan pandangan kosong. Mingyu ingin bersikap tidak peduli tadinya, tapi melihat wajah Wonwoo yang agak pucat membuatnya sedikit kasihan. Ia sudah berjanji untuk berubah.

“Kau belum berangkat?”

Wonwoo menoleh ke arahnya. Laki-laki itu lalu mengangguk. Tidak mengucapkan sepatah kata pun.

“Kau kenapa?” Tanya Mingyu sambil menggaruk belakang kepalanya yang mendadak gatal.

“Tidak apa-apa,” jawab Wonwoo lemas.

“Baiklah. Aku berangkat duluan.”

Mingyu membertulkan letak ransel di pundaknya lalu mulai berjalan menuju pintu. Ketika tangannya sudah ingin membuka pintu, Wonwoo menarik ranselnya pelan.

“Kenapa?” Bukannya kesal, Mingyu malah heran. Wonwoo menarik ranselnya tiba-tiba bukanlah hal biasa.

“Boleh aku berangkat sekolah denganmu?”

 

***

 

Berkali-kali Mingyu harus menahan tubuh Wonwoo ketika laki-laki itu hampir jatuh ketika bus berguncang. Kondisi bus yang padat membuat keduanya harus berdiri. Wonwoo kelihatan tidak sehat dan jujur itu mmebuat Mingyu menjadi agak khawatir. Mungkin kalau ini terjadi dulu, Mingyu tidak akan khawatir apalagi mau kesusahan menahan tubuh Wonwoo yang hampir terjatuh.

“Kau yakin kuat? Sebentar lagi kau turun.” Mingyu menatap Wonwoo. Wajah laki-laki itu bermandikan keringat.

Wonwoo mengangguk, terlalu lemas untuk bersuara.

“Oke.”

“Hati-hati,” ujar Wonwoo sambil memberikan senyum tipisnya.

Mingyu mengangguk lalu berkata,

“Hati-hati—”

 

 

“Hyung.”

 

***

 

Seokmin sampai lebih dulu. Kelas masih sepi, bahkan di koridor pun sama sekali tidak ada orang yang lewat. Merasa bosan, ia memutuskan untuk keluar kelas. Tapi, ketika kakinya baru akan melewati pintu, Yuju lewat di depannya. Keduanya sama-sama terkejut. Bahkan Yuju menghentikan langkahnya.

Yuju cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan kembali berjalan. Tapi, tangan Seokmin yang menahan lengannya membuatnya mau tak mau berbalik.

“Kurasa kita memang harus bicara.” Suara Seokmin memecah keheningan di antara mereka.

“Tidak ada yang harus dibicarakan, Seokmin. Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa. Aku sudah memiliki Seungcheol.”

Genggaman tangan Seokmin melonggar sedikit ketika mendengar ucapan Yuju. Tapi, ia meyakinkan dirinya bahwa memang ada yang salah di sini. Ada sesuatu yang harus mereka selesaikan. Seokmin yakin, Yuju terpaksa menerima Seungcheol waktu itu. Ia memang tidak memiliki bukti untuk mengatakannya, tapi keyakinannya seratus persen kalau Yuju tidak mencintai Seungcheol.

Terkadang Seokmin geli sendiri. Apa yang dimengerti oleh anak ingusan seperti mereka tentang cinta? Bahkan usia mereka belum mencapai sembilan belas tahun. Tapi seolah-olah paham akan makna cinta. Ia belum tentu dapat mendefinisikan arti cinta dengan tepat, tapi selalu mengatakan bahwa ia mencintai Yuju.

“Aku tahu ada sesuatu yang tidak kuketahui di sini.”

Yuju diam. Ia tetap pada posisinya.

“Karena itu. Kumohon jelaskan padaku. Aku seperti orang bodoh di sini. Aku tahu alasanmu meminta hubungan kita berakhir bukan karena kau mencintai orang lain. Aku yakin kau bukan orang yang seperti itu.”

Mata keduanya bertemu. Yuju dapat melihat adanya rasa kecewa di sana. Tatapan Seokmin mengatakan semuanya. Jujur, Yuju ingin kembali pada Seokmin. Ia ingin memperbaiki hubungan mereka. Ingin kembali menjadi Yujunya Seokmin.

“Kumohon, Yuju.”

Yuju melepaskan genggaman tangan Seokmin di lengannya. Seokmin tidak menahannya. Melihat Yuju yang berbalik tanpa memberikan jawaban membuat Seokmin kecewa bukan main. Ia merasa gagal. Tapi ketika langkah Yuju berhenti tepat di depat pintu kelasnya, harapannya kembali muncul.

“Besok. Jam sebelas pagi. Di Soul Cafe.” Setelah mengatakannya, Yuju masuk ke dalam kelas.

Senyum mengembang di wajah Seokmin. Ia yakin seribu persen, Yuju masih mencintainya.

 

***

 

Kepalanya sakit bukan main. Wonwoo sendiri tidak mengerti kenapa kepalanya bisa sakit seperti ini. Padahal ia tidak salah makan atau melakukan apa pun yang berat. Rasanya ingin pulang saja sekar

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Nandaaulia #1
Chapter 9: Oh my—
Wooocie12 #2
Chapter 9: ????? next dong
annaswanluv5 #3
Chapter 9: Sedih banget sama nasib wonu dan gyu.. Mohon cepat lanjut update nya plisss
oohtea #4
Chapter 9: yaampun sedih banget ntar berarti tinggal berdua doang dong udah malah gaada yang bisa masak masa mau delivery terus kasian :"(
fikafiko11 #5
Chapter 9: mereka udah makin deket
fikafiko11 #6
Chapter 9: mereka udah makin deket
Bunnygirls #7
Chapter 9: Seneng karena meanie udah mulai deket satu sama lain :")
LifeisSushi #8
Wow big fan
gyujin
#9
Chapter 8: nemu ini diantara ratusan ff meanie berbahasa inggris :^) alurnya bagus, lambat tapi pasti/? plotnya jg beda dari yg lain dan ku suka! you got my subscribe!
btw author kepikiran buat ngepost di ffn ga? secara kalo disana pasti lbh banyak baca. hehe
keyhobbs
#10
Chapter 8: whahaha kan,kan,kan.... hubungan mingyu sama wonwoo udah mulai ada kemajuan ayolah ayolah jadi makin akrab ajj biar seru... by the way, soonyoung kenapa??? duuhh jngan sampe ada apa-apa deh..mudah2an cuma sakit biasa, kan kasian...-_-