Chapter 5
Rain“Menyerahlah.” Jongin mengepalkan tangannya. Dipandanginya punggung Sehun yang berjalan didepannya. Jongin menghembuskan nafasnya berat. Kalimat Sehun membuatnya tertantang sekaligus takut.
Flashback
Jongin sedang didalam lapangan basket indoor, berlari sambil mendribble bola saat tiba-tiba suara Sehun memecah konsentrasinya.
“Kau menyukai Soojung?” tanya Sehun membuat Jongin menghentikan kegiatannya. Jongin berhenti dan menatap sekilas pada Sehun sebelum kemudian melemparkan bola pada ring. Berhasil. Jongin sangat puas. Jongin mengambil bola yang masih memantul kemudian melemparkannya pada Sehun.
“Kudengar kau sangat ahli dalam bermain basket,” Jongin menyeringai pada Sehun yang kini tengah memegang bola dengan kedua tangannya. “boleh kau tunjukkan padaku? Kurasa aku tidak ingin mengatakan apapun sebelum kau menang dariku.” Lanjut Jongin sangat sombong. Sehun tertawa sebelum akhirnya ia menurunkan bola yang ia pegang dan mulai mendribblenya. Jongin mengambil ancang-ancang untuk merebut bola dari Sehun. Pergerakan Sehun sangat lincah dalam menghindari hadangan dari Jongin. Jongin kali ini mengakui bahwa Sehun memang sangat mahir dalam olahraga yang satu ini saat Sehun dengan mudah memasukkan bola pada ring. Jongin tak ingin menyerah dan mulai melanjutkan aksinya untuk merebut benda bulat itu. Jongin bersiul ketika bola berhasil ia rebut. Ia tertawa sambil mendribble bola lalu berlari menembus pertahanan Sehun dan memasukkan bola dari jarak yang lumayan jauh. Sehun mengusap peluh didahinya dan mulai berkonsentrasi lagi dalam permainannya dan benar saja, Sehun kembali mencetak poin. Sehun tersenyum licik menatap Jongin, Jongin tertawa kemudian berjalan mendekat pada Sehun.
“Kau menang. Hmm. Tidak. Tapi aku mengalah lebih tepatnya,” Ucap Jongin dengan senyum meremehkan yang masih terpahat dibibirnya.
“Kenapa? Kau mengalah karna tidak ada yang bisa kau banggakan jika kau menang?” Sehun memberinya sebuah pertanyaan yang sebenarnya lebih mengarah agar pemuda berkulit tan itu lebih tertantang. Jongin mengangkat bahu yang berarti—mungkin. Sehun tersenyum licik.
“Jung Soojung. Kurasa gadis itu bisa menjadi hal yang paling tepat untuk kita pertandingkan.” Tawar Sehun membuat rahang Jongin mengeras.
“Kuharap kita tidak hanya bertanding basket tapi juga bertanding memperebutkan cinta dari seorang Jung Soojung.” lanjut Sehun membuat Jongin semakin panas. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan Soojung menjadi barang taruhan? Bagaimana mungkin ia akan mendapatkan Soojung hanya karna tidak ingin terlihat kalah dari Sehun? Ayolah Kim Jongin, Kau mencintai Soojung jadi kau harus mendapatkan Soojung dengan cara dan tujuan yang benar. Jongin hampir menolak tawaran Sehun tapi sebelum hal itu dia lakukan, Sehun tertawa merendahkan Jongin.
“Penawaran yang cukup menggiurkan.” Akhirnya itu yang keluar dari mulutnya. Ia punya firasat yang tidak baik jika harus membiarkan Soojung berakhir dengan Sehun. Jongin berjalan melewati Sehun dan segera meninggalkan lapangan itu.
Flashback end
“Soojung,” gumam Jongin pelan ketika melihat Soojung mulai menghilang dari tatapannya. “Maaf.” lanjut Jongin tak kalah pelan.
.
.
.
.
.
.
“Aku pulang..” teriak Soojung begitu masuk kedalam rumah. Soojung menyerngitkan dahinya karna tidak ada satu orang pun yang menyahut teriakannya. Gadis itu kemudian menuju dapur hendak mencari ibunya tapi sia-sia. Soojung kemudian berlari menuju kamar kakaknya namun sang kakak juga tak ada ditempat. Soojung kemudian mengambil ponsel, mencari nama kontak ibunya dan menekan tombol dial.
“Eomma dimana?” tanya Soojung begitu sudah tersambung dengan ibunya.
“Eomma dirumah sakit Soojung. segera lah kesini dan bawakan Eomma selimut.”
“Baiklah Eomma.” Soojung merasakan matanya memanas, perlahan butiran bening jatuh dipipinya. Soojung segera mengusapnya kasar dan langsung masuk kekamarnya.
.
.
.
.
Soojung berlari disepanjang koridor rumah sakit. Tak ia pedulikan tatapan dari orang –orang yang ia lewati, yang ada dipikirannya adalah cepat sampai diruang tempat kakaknya dirawat.
“Eomma, apa Eonni melukai dirinya lagi?” tanya Soojung begitu ia sampai didalam ruangan. Ibunya yang terlihat sedang menggenggam tangan kakaknya itu menggeleng lemah. Soojung menghembuskan nafasnya lega.
“Jadi apa yang terjadi dengaan Eonni?” Soojung berjalan mendekati ibu dan kakaknya.
“Suhu badannya sangat tinggi dan berkali-kali ia mengigau menyebut...” ucapan Nyonya Jung terhenti dan wajahnya terlihat sangat sedih.
“Jangan diteruskan Eomma. Aku tahu...” potong Soojung sambil berusaha memeluk Ibunya.
“Dan aku akan berusaha untuk menemukan kebahagiaan Eonni.” Tungkas Soojung bersungguh-sungguh. Nyonya Jung mengusap lembut rambut Soojung, “Terima kasih Soojung.” soojung mengangguk dan tersenyum pada Ibunya.
“Aku akan keluar sebentar Eomma.” Nyonya Jung mengangguk dan sedetik kemudian Soojung melangkahkan kakinya untuk keluar. Namun, baru selangkah ia berjalan dan memunggungi Ibunya butiran bening yang sedari tadi ia tahan jatuh bebas mengenai pipinya.
“Dimana aku harus mencari Kris Oppa? Usaha Appa saja gagal, apalagi aku?” air matanya semakin deras berikut dengan langkahnya yang semakin menjauh.
.
.
.
.
.
.
Soojung berjalan sangat pelan ketika memasuki gerbang sekolah. Jika biasanya ia akan berjalan dengan sangat ceria namun tidak dengan hari ini. Pikirannya sedang kacau, konsentrasinya bukanlah bagaimana caranya agar ia hari ini bisa mengikuti mata pelajaran Fisika dengan baik namun adalah bagaimana caranya agar ia bisa menemukan Kris. Ya. Hanya itu yang sekarang ia pikirkan.
Brukk..
“Maaf. Aku tidak melihat. Maaf.” Soojung berkali-kali membungkukkan tubuhnya tanpa memandang siaapa yang ia tabrak. Soojung kemudian mengangkat wajahnya ketika mendengar tawa yang ia yakini berasal dari orang yang berdiri didepannya.
“J-Jongin..” Jongin masih tertawa santai.
“Kau bisa melukai dirimu sendiri Soojung,” ucap Jongin ringan membuat Soojung tiba-tiba merasakan lega. Ya. Kehadiran Jongin entah mengapa sedikit membuatnya merasakan bahwa ia tak sendiri. Mungkin karna dulu Jongin selalu ada disisinya jadi kehadiran Jongin saat inipun masih membawa efek yang menenangkan.
“Untung aku yang kau tabrak. Bagaimana jika Park Jiyeon?” lanjut Jongin masih dengan senyum nakalnya. Imajinasi Soojung bekerja dengan sangat baik membayangkan bagaimana jika ia menabrak Jiyeon.
“Kurasa proses belajar mengajar hari ini tak kan berjalan dengan baik karna semua murid pasti akan membicarakan pertengkaran hebat antara Soojung dan Jiyeon.” Jawab Soojung masih dengan mata yang menerawang seolah benar melihat kejadian yang baru saja ia ucapkan. Jongin tersenyum kemudian berjalan mendekat pada Soojung, tangannya terangkat untuk menyentuh puncak kepala Soojung lalu mengacaknya gemas.
“Jangan melamun lagi. Berceritalah pada Seulgi atau Chanyeol jika ada masalah.” Ucap Jongin sebelum berjalan meninggalkan Soojung yang masih membeku, mencerna setiap tingkah dan perkataan pemuda berkulit tan itu.
“Lalu kenapa tidak denganmu, Kim Jongin?” tanya Soojung pada dirinya sendiri setelah berhasil mencerna satu kalimat terakhir dari Jongin.
.
.
.
.
.
.
.
Soojung menyangga dagunya dengan tangan kanan sambil memainkan pensil ditangan kirinya. Semuanya begitu menyita perhatiannya sehingga ia terpaksa harus mengesampingkan penjelasan Ji Hyun Songsaenim yang membahas Energi Potensial. Ya. Soojung tak ingin kepala
Comments