06.

One More Chance.

One More Chance

Chapter 05.

.

Braakk....

“Ini semua dokumen yang kau perlukan.” Woohyun duduk di hadapan Sunggyu yang tengah membaca file lainnya. Ia mendongak kala menyadari sosok Woohyun ada di depannya. “Kau benar-benar ingin menikahi Tiffany dengan segera?”

Kerutan jelas tercetak di kening Sunggyu. Tanya mencuat di ekspresi Sunggyu. Ada apa dengan temannya ini? Kenapa ia tampak tak suka?

Yang ditatap hanya menampilkan sebuah senyum aneh setengah memendam rasa kesal. Baginya sikap Sunggyu itu memang keterlaluan. Waktu berpisah masih tergolong singkat; seminggu yang lalu. Tapi sosok ini begitu berani mempermainkan segalanya. Menikah lagi? Dengan Tiffany? Dan tanpa restu kedua orangtuanya? Nekat sekali ia.

Sunggyu mendesah pelan setelah beberapa saat berhasil mencerna maksud dari Woohyun. Ia paham jika teman kerjanya itu mungkin mengkhawatirkan Taeyeon atau bagaimana. Selama ini Woohyun termasuk salah satu orang yang aktif membuatnya lebih bisa melihat Taeyeon. Yah, walaupun pada akhirnya perceraian tetap saja terjadi. Senyumnya tak lama kemudian mengembang tipis.

“Ada yang salah? Aku sudah merencanakannya jauh-jauh hari.”

Hey!!”

“Kenapa?”

Woohyun menghembuskan nafasnya pasrah yang disusul hendikan kecil di kedua bahunya.

“Jangan bilang aku tega dan kejam!!”

Woohyun mendelik mendengar pernyataan Sunggyu. Belum sempat ia mengucapkan apa yang ia inginkan, Sunggyu lebih dulu mendiktenya.

Sunggyu tertawa pelan setelah menyadari perubahan ekspresi dari Woohyun. “Aku terlalu sering mendengarnya!! Ada apa dengan kalian? Ini hidupku, kenapa kalian begitu membenci jika aku hidup bahagia?”

“Bukan begitu masalahnya Gyu..” Sangkal Woohyun. Ia menegakkan tubuhnya lalu menatap serius dua mata sipit itu. “Apa kau tahu dengan baik siapa Tiffany?”

Sebuah tawa keras terdengar nyaring di telinga Woohyun; seolah tawa itu ejekan menghina yang sangat buruk bagi Woohyun. Meski ia tahu tanggapan Sunggyu akan seperti ini, namun mencoba memberi tahu tak ada yang salah kan? Toh, Woohyun tidak sembarangan berbicara. Kedua pasang lensa yang melekat di wajahnya pernah merekam kejadian itu.

“Kau menghinaku sungguh?” Sunggyu meregangkan ototnya sebelum bangkit dari duduk. Ia berjalan pelan menuju jendela dan menyender pada kayu yang membingkainya. “Aku mengenalnya lebih lama dari kau mengenalnya. Kenapa kau bisa menanyakan hal konyol itu?”

“Aku tahu... Tapi itu tidak menjamin bahwa kau..”

“Sudahlah!!” Sunggyu berjalan kembali ke mejanya semula. “Kau hanya perlu membantu apa yang aku butuhkan. Jangan lagi menceramahiku!! Itu membuatku kesal.”

Tak mau lagi berdebat, Woohyun memilih bungkam. Berada  di tempat ini bersama sosok yang keras kepala hanya akan menambah kerunyaman dalam otaknya. Lebih baik ia bangkit dan pergi. Toh, mau bagaimanapun namanya Sunggyu memang sukar dikasih tahu. Daripada ia harus menggenggam kekesalan lebih baik tubuhnya pergi dari sana.

Dan Sunggyu hanya menetapkan pandangan pada punggung Woohyun. Lelaki dengan mata sipit itu menarik sebelah bibirnya. Dalam hati ia merasa menang; lagi. Sosok Woohyun tak mengelak lebih dan berkata lebih yang mampu mendidih emosi Sunggyu.

Sekali lagi, Sunggyu selalu merasakan hal ini; meski ia telah merasa menang, namun Woohyun akan selalu menyihirnya untuk berpikir lagi setelah kepergian Woohyun. Mantan istrinya..

Otak Sunggyu secara tidak sengaja akan terisi oleh pemikiran tentang mantan istrinya. Apapun itu.. pasti.

“Sial!! Kau Nam Woohyun!!”

.

.

.

.

Hidup Taeyeon tinggal dua hari di Korea. Lusa, ia akan terbang ke Jepang dan tinggal selamanya di sana. Ijin telah diganggam; baik dari orangtua di Thailand maupun mantan mertua di Korea. Namun ia masih belum memberi kabar kepada adiknya di Jepang yang akan menampung dirinya selama proses perpindahan dimulai. Pembelian apartemen dan mempersiapkan isinya untuk ditinggali.

Saat ini ia masih tinggal di rumah tempatnya semula. Sunggyu, suaminya memilih bersemayam di apartemen miliknya daripada serumah dengan Taeyeon. Jangan berpikir apa-apa, kenapa Taeyeon masih berada disana. Si kecil Mingyu merindukan rumah dan masih banyak barang yang harus ia bereskan sebelum benar-benar pergi dari tempat ini.

Ada banyak sekali kenangan yang ia torehkan di setiap jengkal sisi rumah ini. Taeyeon masih ingat bagaimana dulu pertama kali ia menjejakkan kaki di rumah ini. Saat itu Sungkyu bersikap lebih hangat dibandingkan sekarang. Lelaki itu berbicara sedikit lebih baik daripada sekarang. Bibir Taeyeon mengulas senyum getir. Ingatan tentang Sungkyu lagi-lagi mengoyak pertahanan yang telah ia bangun tinggi.

“Ibu...” Jerit Mingyu antusias ketika ia memainkan mobil-mobilan yang ada di rak lemari kaca.

Taeyeon mengerut terkejut melihat si kecil bermain dengan koleksi Sunggyu. Segera ia mendekati Mingyu dan melepaskan mobil itu dari tangannya. Mata indah Taeyeon menyorot lembut Mingyu agar mengerti dengan maksudnya.

“Sayang..” Taeyeon tak lupa mengecup puncak kepala Mingyu. “Ini milik ayah.. Ayah akan marah kalau kau menyentuhnya.” Ucapnya pelan. Dalam hati Taeyeon sangat tak ingin menyakiti si kecil.

Mingyu menunduk sedih. Keinginan untuk memainkan mobil-mobilan itu harus ia buang jauh-jauh ketika Taeyeon mengucapkan hal itu. Si kecil ingat saat terakhir kali Sunggyu nyaris membentaknya karena ia menyentuh koleksi mobil mini milik Sunggyu. Sedetik kemudian, ia mendongak. Kedua mata kecil yang berpendar sayu itu menatap penuh harap pada Taeyeon. Seakan ia tengah memulung belas kasih dari sang ibu.

Taeyeon jelas kalah dengan tatapan. Apa ia tega melihat si kecil begitu ingin bermain dengan ini dan ia harus merampas kebahagiaannya? Mau tak mau Taeyeon memberikan kembali mobil itu dan mengecup pipi gembulnya.

“Kau boleh bermain dengan ini asal jangan dirusak ya sayang.”

Dan Mingyu mengangguk kilat. Binar mata yang menunjukkan kebungahan menghangatkan hati Taeyeon. Reflek, ibu muda itu memeluk erat Mingyu. Tak apalah, toh Sunggyu juga tidak sedang di rumah.

Setelahnya, Taeyeon bangkit dan berjalan menuju ruang tengah. Ia  menghampiri ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ingin menyampaikan kabar kepada Kim Hyeyeon bahwa ia akan kembali ke Jepang lusa. Setidaknya setelah segala urusan di Korea diselesaikan oleh Minhyuk.

“Haloo, Hyoyeon-ah.”

“Oh, kakak.. Ada apa?”

Suara dari seberang menuntut Taeyeon menarik nafas dalam. Seolah ia tengah berbicara dengan sosok yang teramat penting. Taeyeon terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaannya.

“Aku akan tinggal di Jepang mulai lusa.” Jawabnya pelan.

Dari seberang terdengar suara terkejut yang kentara. Taeyeon paham, pasti akan seperti ini. Mengingat Taeyeon sama sekali tidak memberitahukan apapun tentang kabar rumah tangganya pada Hyoyeon di Jepang.

“Kenapa? Apa kalian akan tinggal di Jepang? Dengan Kak Sunggyu?”

Nyut.

Dada Taeyeon nyeri seketika. Lagi-lagi ia merasa sakit mendengar nama Sunggyu diucapkan. Kenapa hidupnya tak pernah lepas dari lelaki itu? Ah, Taeyeon memakluminya. Hyoyeon masih belum mengetahui jika ia bercerai.

Secanggih apapun teknologi, semaju apapun dunia ini, masih bisa menyembunyikannya bukan?

“Tidak. Hanya bersama Mingyu.”

Tes, sejak kapan air mata Taeyeon turun perlahan? Ia mengusapnya cepat.

“Hah? Ada apa denganmu kak? Kenapa hanya dengan Mingyu? Kemana Kak Sunggyu?” Jerit Hyoyeon dari seberang yang merasa bingung dengan pernyataan Taeyeon.

Taeyeon menunduk; memberikan jalan bagi air mata untuk terbebas. Isakan pelan yang ia lakukan cukup tak terasa ke seberang. Taeyeon wanita kuat, benar, ia wanita kuat. Tapi siapa yang akan bisa menahan rasa sakit berulang seperti itu?

“Kita...” Taeyeon menenangkan dulu dirinya. “Telah bercerai.”

“Apa? Kenapa bisa?”

“Kakak akan menceritakannya nanti.. Sudah dulu yaa.. Mingyu menangis ingin minta makan.” Ucapnya berbohong. Setelah itu Taeyeon tak memberikan kesempatan bagi Hyoyeon untuk berujar. Ia menunduk, menangis dalam dan dalam. Rasa sesak itu selalu berhasil membuatnya lemah dan lemah.

Ada rasa menyesal dalam hati kenapa tak dari dulu Taeyeon menceritakan kepada Hyoyeon saja. Toh, ia juga adiknya. Namun hal itu akan semakin membuat beban bagi Hyoyeon. Wanita muda yang tengah merintis karir di Jepang itu sedang sibuk-sibuknya. Taeyeon tak mau menambah beban baginya. Apalagi adik satu-satunya Taeyeon itu terkadang tidak bisa mengontrol emosinya.

Kembali pada Taeyeon yang menangis, ia pun bangkit. Mengusap pelan air matanya dan berjalan menuju pada Mingyu yang masih anteng di kursi roda. Reflek senyum akan melengkung kala manikan itu menangkap sosok yang ia cintai itu. Biarkan hatinya sakit akibat Sunggyu –lagi- namun ia bisa bahagia karena Mingyu.

.

.

.

.

“Aku benar-benar akan merindukanmu Taeyeon.. Kenapa kau tidak tinggal saja di Korea?” Ibu Sunggyu bersuara dengan tangan mengusap punggung Taeyeon. Saat ini Taeyeon berada di rumah mantan mertua atas keinginan Nyonya Kim. Ibu Sunggyu ingin menghabiskan waktu bersama sebelum ia harus berpisah dengan Taeyeon dan Mingyu. Begitu juga dengan Taeyeon, ia ingin berpamitan secara khusus dengan Keluarga Kim yang selama ini menyayanginya.

Taeyeon tersenyum lembut. Cahaya yang sempat menguar dari wajahnya telah kembali sedikit demi sedikit. “Tidak ibu, Korea terlalu kejam untukku.” Sahutnya dengan nada bercanda.

“Maafkan Sunggyu nak.” Timpal Ibu Sunggyu merasa bersalah atas kelakuan anaknya.

“Ibu..” Desah Taeyeon lalu memeluk tubuh mantan ibu mertuanya itu. “Jangan meminta maaf atas kesalahannya. Aku sudah mengikhlaskan semuanya.”

Selalu seperti itu setiap kali Ibu Sunggyu berujar minta maaf. Bagi Ibu Sunggyu, Taeyeon merupakan mutiara yang terlalu berharga untuk disakiti. Jika memang Taeyeon akan bahagia dengan pilihannya, Ibu Sunggyu pun akan melepaskannya walau berat. Toh, status mereka saat ini juga tak bisa memperngaruhi satu sama lain. Apa kuasa dari seorang mantan? Tidak ada kan?

Kalau saja Ibu Sunggyu bisa mengutuk, maka ia akan mengutuk Sunggyu jadi batu. Ia kepalang kecewa dengan anak sulungnya itu. Bagaimana bisa memiliki hati kejam seperti itu?

Merasa Ibu Sunggyu lebih baik dari sebelumnya, Taeyeon melepaskan pelukan dan menatap wajah sayu dari wanita paruh baya itu. Bibirnya melengkung kecil dengan sorot teduh dari dua kristalnya.

“Aku akan pergi lusa ibu, tapi aku janji akan menemui ibu tiga bulan sekali.”

“Tiga bulan sekali? Itu sangat lama.”

Taeyeon menggeleng. “Tidak ibu, tiga bulan tidak lama. Takutnya nanti aku akan sangat sibuk ketika mulai bekerja di Jepang.” Sanggahnya kemudian.

Ibu Sunggyu hanya mengangguk lemah. Sekali lagi ia tak bisa menahan Taeyeon untuk tidak pergi. Jangankan dirinya, ibu Taeyeon sendiri tidak bisa mencegah Taeyeon ke Jepang. Mereka menginginkan Taeyeon untuk tetap tinggal di Korea atau menetap di Thailand. Namun demi kebaikan Taeyeon, keduanya pun memutuskan untuk melepas Taeyeon dan Mingyu. Toh, Jepang juga sepertinya cukup baik untuk keduanya.

Ketika mereka mulai sibuk berbincang ini itu, wanita cantik masuk ke dapur dengan senyum mengembang. Taeyeon ikut mengembang manakala mendapati sosok itu duduk di sebelahnya.

“Kakak, ijinkan aku dan Myungsoo untuk mengantar kakak ke bandara lusa. Kakak akan berangkat dari mana?” Soojung, wanita itu bertanya demikian. Sebenarnya ia juga tak setuju Taeyeon tinggal di Jepang, tapi mau bagaimana lagi? Itu sudah pilihan. Sempat ia beradu argumen dengan Taeyeon sebelumnya juga tak mampu mempengaruhi pilihan Taeyeon.

Anggukan kepala Taeyeon menjadi jawaban. “Gimpo, baiklah.. Kakak akan berangkat sore.” Jawabnya senang.

Soojung pun berhambur memeluk tubuh Taeyeon. Wanita muda yang telah memiliki anak satu itu pasti akan merindukan mantan kakak ipar yang selama ini menjadi panutannya. Sesosok wanita tegar dalam hidup ini. Selalu dipanjatkan do’a untuk Taeyeon, semoga ia mendapatkan kebahagiaan yang dicari saat tinggal jauh di Jepang.

Dan satu do’a yang terus Soojung haturkan setiap kali ia menjejakkan kaki di Gereja.

Semoga kakak iparnya itu sadar, dibalas Tuhan dan terluka seperti apa yang dialami oleh Taeyeon.

Semoga.

.

.

.

.

.

Telepon yang baru saja tersambung itu dimatikan sengaja setelah ada ucapan cinta dari masing-masing pihak. Senyumnya mengulas lebar dengan mata yang menyipit bahagia. Jelas, siapa lagi kalau bukan Sunggyu. Menghitung hari pada pernikahannya dan Tiffany mulai begitu perhatian dengannya; menelpon setiap siang dan memberikan kejutan-kejutan yang tak terkira. Hal itu semakin membuat Sunggyu yakin untuk menikahi Tiffany.

Menghempaskan beberapa peringatan yang diberikan Woohyun.

Dan malam ini Sunggyu akan merayakan segalanya bersama Tiffany. Ah, ia baru saja mendapatkan kabar bahwa sang ayah akan melaksanakan pernikahannya. Setelah Sungkyu mengancam akan keluar dari susunan keluarga. Siapa yang mau Direktur utama yang terkenal cukup kompeten itu harus undur diri dan meninggalkan masalah setelahnya? Sepertinya Sunggyu perlu bersyukur atas semua yang ia peroleh. Serasa ia adalah pemenang saat ini.

Sungkyu merapikan pakaiannya sekali lagi. Ia ingin tampil lebih istimewa di hadapan Tiffany. Kabar baik yang ia genggam harus segera disalurkan pada Tiffany. Ia sengaja tak memberitahukannya tadi agar menjadi kejutan yang luar biasa. Setelah semuanya siap, Sunggyu segera berangkat. Ia ingin mengejutkan Tiffany yang tengah ada di kafe.

“Kau mau kemana?” Sunggyu menghela nafasnya saat suara itu terdengar. Tubuhnya berbalik dan tatapan tak suka itu menghujam pada sosok di depannya.

Woohyun mengangkat sebelah alisnya. “Menemui Tiffany? Dimana?”

“Di kafe, kenapa? Ada apa denganmu sampai kau mencari Tiffany?” Tanya Sunggyu malas dengan tingkah Woohyun.

Alih-alih menjawab, Woohyun malah tertawa keras. “Kafe? Kau yakin dia ada di kafe tidak di klab?” Tanya Woohyun dengan nada menyindir.

“Apa maksudmu? Aku baru saja menelponnya dan dia bilang ada di kafe.”

“Aku baru bertemu dengannya dan di ada di klab malam.”

Sunggyu menggeram pelan. Mata sipitnya menatap tajam sosok Woohyun yang tampak santai. Dari cara Woohyun berbicara, sepertinya lelaki ini tidak berbohong. Apa mungkin Tiffany benar ada di klab malam? Tapi, kenapa ia bilang tengah di kafe? Lalu?

“Kau melupakan semua peringatanku Gyu!!”

Sunggyu tak peduli dengan apa yang diucapkan oleh Woohyun setelah itu. Kakinya dibawa pergi dengan cepat menuju parkiran mobil dan mengendarainya. Ia ingin membenarkan ucapan Woohyun bahwa Tiffany ada di klab. Atau ia ingin menyangkal ucapan Woohyun bahwa Tiffany bukan jalang seperti apa yang selama ini diucapkan.

Kecepatan Sunggyu mengendarai cukup berbahaya. Pernyataan Woohyun terus berulang kali berputar di otak Sunggyu. Ini bukan kali pertama Woohyun mengatakannya, tapi kenapa Sunggyu merasa janggal dengan semuanya? Jika memang ada yang salah dengan hal ini, Sunggyu tak akan pernah memaafkan Tiffany. Tapi kenapa tiba-tiba Sunggyu mempercayai Woohyun? Kenapa ia tak menyangkalnya seperti sebelumnya?

Sesampainya Sunggyu di klab malam, mata sipitnya mengedar; mencoba memindai isi yang ada. Banyak pasangan yang saling bercumbu atau sekedar berdansa bersama. Segara ia masuk ke klab lebih dalam agar bisa membuktikan ucapan Woohyun. Satu dua kali kepalanya berputar masih belum ada tanda-tanda. Hingga matanya beredar kesekian kali, ia melihat dua sosok yang mencurigakan. Mata sipitnya memicing dalam keremangan mencoba mengamati wajah wanita itu. Beberapa detik berselang, geraman dilakukan Sunggyu. Lekas ia mendekat pada dua sosok itu.

Yaa!!” Sunggyu menarik tangan Tiffany yang mengalung indah di leher seorang lelaki. Amarah Sunggyu begitu kuat memancar. “Apa yang kau lakukan disini Tiffany?”

Wanita itu terkejut melihat kehadiran Sunggyu. Dengan cepat ia menjauhkan tubuh pada lelaki di depannya dan mengusap bibirnya. Kedua matanya menghindari tatapan tajam dari Sunggyu.

“Apa yang kau lakukan Tiffany?” Tangan Sunggyu hendak menampar wajah Tiffany namun sebuah tangan lebih dulu menariknya. “Apa? Ini urusanku dengan Tiffany!!”

“Jangan kau menyakiti wanita ini!!” Sentaknya penuh amarah.

“Siapa kau beraninya menyentuh kekasihku?”

“Kekasihmu?” Lelaki itu tertawa keras. “Dia adalah tunanganku!! Jadi jangan pernah mengganggunya lagi.”

Deg~

Sunggyu tak percaya dengan apa yang didengar, tunangan? Tunangan? Apa maksudnya tunangan? Ia menatap tajam Tiffany yang hanya menunduk lemah. Detik selanjutnya ia mengalihkan tatapan pada lelaki yang mengaku tunangan Tiffany.

“Kenapa? Kau tak percaya? Silahkah tanyakan pada Tiffany? Aku bahkan bisa mencium Tiffany disinis sekarang juga!!”

Sunggyu menggeram kesal. Bagaiman bisa lelaki itu berkata demikian? Apa benar yang dikatakannya? Sunggyu benar-benar emosi, ia ingin menampar Tiffany namun diurungkannya. Melihat Tiffany hanya diam memberikan spekulasi bahwa pernyataan lelaki itu benar. Ia menghembuskan nafasnya keras dan mengumpat kasar pada Tiffany. Dalam hati Sunggyu benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Tiffany dan memilih pergi setelah Woohyun menariknya. Ia ingin sekali menampar wajah Tiffany juga lelaki itu yang seolah tak merasa bersalah sama sekali. Kepalanya pusing seketika mengingat betapa bodohnya ia. Bagaimana bisa semuanya seperti ini?

Selama ia bersama Woohyun, Sunggyu bisa mendengar tawa menghina dari sosok itu. Mengejek Sunggyu dengan tatapan dan tawa puas. Sementara Sunggyu hanya bisa bungkam lalu menegak berulang minuman beralkohol itu. Bahkan iaguan dan racauan penuh umpatan mengiringinya. Ia bagaikan lelaki yang hina. Merasa dibodohi oleh wanita yang ia cinta. Mengapa selama ini ia tak melihatnya? Mengapa? Kenapa Tiffany sosok yang ia cintai begitu tega? Kenapa? Dada Sunggyu begitu perih mengingat pernyataan itu. Segera ia menenggelamkan diri dengan minum-minuman keras.

.

.

.

.

.

Binar cahaya bulan merembes masuk ke dalam kamar yang telah tertutup tirai tipis itu. Dingin angin juga turut menyertai. Taeyeon tak tahu mengapa malam ini terasa sedikit berbeda. Lekas ia bangkit setelah memastikan bahwa Mingyu telah terlelap dengan memberikan sebuah kecupan kilat di kening Mingyu.

Taeyeon berdiri tenang di jendela. Tirai yang menutup itu telah ia singkirkan setengah. Kedua mata cantiknya menyorot lemah pada hamparan kota di Seoul. Pemandangan yang cukup memberikan ketenangan dalam batin. Taeyeon menghembuskan nafas pelan perlahan. Tangannya dibiarkan melipat di depan dada dan bibir tergigit kecil. Suasana ini tak akan ia rasakan esok hari. Ini adalah malam terakhir ia di Korea.

Ketika ia sibuk menelanjangi kota Seoul, sesuatu terekam kedua inderanya. Sebuah mobil masuk ke dalam perkarangan rumah. Mobil siapa itu? Apa Sunggyu? Bukan, otak Taeyeon menampiknya. Ia hapal betul bagaiman rupa mobil mantan suaminya lalu siapa? Segera ia turun untuk membuka tamu di malam seperti ini.

“Sia-, Sung-Sunggyu..” Taeyeon terkejut saat melihat siapa yang datang. Sunggyu, dibopong seseorang yang tak Taeyeon kenal dalam keadaan mabuk. Reflek, Taeyeon meminggirkan tubuh dan memberikan jalan bagi sosok yang membawa Sunggyu ke rumah.

Taeyeon menatap datar Sunggyu yang dibaringkan di ranjang kamarnya sejenak sebelum mengantarkan sosok itu keluar rumah.

“Tuan Sunggyu memberikan alamat ini untuk diantarkan ke rumah.” Taeyeon menerima uluran itu dan membacanya. Ternyata Sunggyu memberikan alamat rumah ini dibandingkan apartemennya. “Saya permisi dulu.”

Taeyeon mengangguk. “Terima kasih.” Sahutnya dengan bungkukan dalam.

Setelah sosok itu pergi, Taeyeon mendesah pelan. Kebimbangan mulai menyergapnya. Apakah ia akan membiarkan Sunggyu dalam keadaan seperti itu atau merawatnya. Ada rasa kasihan ketika melihat keadaan Taeyeon. Walaupun hatinya sakit atas sikap Sunggyu tapi tetap saja. Taeyeon ragu untuk menggerakkan tubuh keluar dari kamar dan memilih terus menatap sosok Sunggyu yang tampak kacau. Walaupun ia tak begitu mencintai Sunggyu, ia cukup tahu bagaimana sikap dan kebiasaan Sunggyu. Lelaki itu tidak akan menyentuh benda memabukkan kalau tidak memiliki masalah yang berat.

Lalu apa yang menjadi masalah dalam hidup Sunggyu? Bukankah ia telah terbebas dari segala beban yang mengungkungnya?

Sedikit ragu, Taeyeon mendekati Sunggyu yang bergerak gelisah. Menggelinjang ke kanan dan ke kiri dengan keringat mengalir dari keningnya. Taeyeon menggigit bibir bawahnya sebentar lalu mulai menyentuh tubuh Sunggyu. Ia melepaskan jaket yang membungkus tubuh Sunggyu juga sepatunya. Entah mengapa tangan Taeyeon gemetar ragu kala akan mengganti pakaiannya. Jika boleh jujur, ini kali pertama setelah kejadian yang tak diinginkan oleh Sunggyu beberapa tahun lalu.

Pada akhirnya Taeyeon hanya melepas pakaian atas Sunggyu yang menguarkan aroma busuk kas orang mabuk. Ia mulai menyeka keringat dari kening Sunggyu dan meyiapkan minuman dingin di sebelahnya. Saat tangan Taeyeon sibuk merawat Sunggyu, bibir tipis Sunggyu berucap dalam ketidaksadarnya.

Taeyeon menegang manakala nama Tiffany berulang kali terdengar. Matanya memanas dan memaksa sang kelopak untuk mengerjab. Kepalanya mendongak dengan tangan masih mengompres kening Sunggyu. Sekuat hati ia menahan rasa pedih yang tiba-tiba datang. Taeyeon memejam sejenak, mencoba menetralkan rasa yang menyakitinya. Ia yang memilih merawat Sunggyu, sehingga ini adalah konsekuensinya.

Dengan rasa pedih yang luar biasa, Taeyeon segera mengakhiri perawatan yang ia berikan. Ia meninggikan selimut Sunggyu dan meredupkan cahaya lampu. Setelahnya ia bangkit dan pergi dari kamar itu.

.

.

.

.

Begitu kedua kelopak mata Sunggyu terbuka, ia merasa pusing luar biasa. Berulang kali ia menggeleng-gelengkan kepala demi menghilangkan rasa itu. Setelah dirasa cukup lebih baik, ia mulai menyamankan pandangan pada sekitar. Keningnya mengerut begitu menyadari dimana saat ini ia berada. Lekas ia bangkit dan menyadari hal lebih; pakaiannya telah berganti dan ada gelas air di sebelahnya juga baskom sisa kompresan. Sunggyu menggeratkan rahangnya dan menajamkan pandangan pada lantai.

Sekelebat pikiran terbang di otaknya. Mungkinkah Taeyeon merawatnya? Sunggyu mendesah pelan, rasanya ada sesuatu yang menonjok di dalam ulu hati. Sesuatu itu begitu mengganggunya tiba-tiba. Kenapa? Sunggyu mengerang pelan sebelum memilih berjalan keluar kamar.

Dan Sunggyu harus kembali merasa aneh ketika mata kelam nan sipit itu memandangi sekitar. Ini rumahnya, kenapa ia merasa asing? Diam, untuk sesaat ia biarkan terdiam dan memperhatikan sekitar. Otaknya tak tahu tengah berpikir apa. Terlalu random; ia sedang terbayang adegan Tiffany dan lelaki itu atau sosok Taeyeon yang merawatnya. Meski Sunggyu tak begitu yakin namun tetap saja.

 Langkahnya ia buat sepelan mungkin dan mendekat arah dapur. Ia bisa melihat jelas sosok itu tengah mengaduk masakan di panci. Sunggyu kembali diam dan memaku pandangan pada sosok itu. Pikirannya bergerak liar, ia bingung hendak bertindak bagaimana? Apakah ia lebih baik pergi begitu saja? Tapi..

“Kau sudah bangun?” Taeyeon menyadari kehadiran Sunggyu dan mulai bertanya dengan nada dingin. Sebuah nada yang tak pernah Sunggyu dengan sebelumnya. “Duduklah, aku membuatkanmu sarapan.”

Sunggyu masih tak bergeming dengan penawaran Taeyeon. Ia tahu, sangat tahu bahwa Taeyeon membencinya. Tapi Taeyeon masih memiliki sebidang hati yang lembut dan itu membuat Sunggyu merasa sesuatu yang entah bagaimana Sunggyu mengungkapkannya.

“Kau tampak buruk, setidaknya makanlah sebelum kau pergi.” Masih dengan suara dingin yang menyentak pendengaran, Taeyeon berujar. Wanita itu tak tahu mengapa ia bisa bersikap begitu tenang pada sosok yang telah menyakitinya.

Sunggyu hanya mematung dengan kalimat yang terdengar telinga. Sikap yang ditunjukkan Taeyeon membuatnya bingung. Kenapa ia jadi seperti ini? Saat Sunggyu akan menurut pada ucapan Taeyeon –perutnya telah keroncongan-, sebuah panggilan memaksanya menoleh.

“Ayaaaahh!!”

Sunggyu mengamati sosok yang mendekat padanya dengan kursi roda. Anak ini, anak yang tak Sunggyu inginkan masih saja memanggilnya.

“Ayaaahh!! Kenapa ayah tidak membangunkan Mingyu?”

Sunggyu hanya diam –untuk kesekian kalinya- membiarkan Mingyu mendekat dengan susah payah. Tak ada keinginan untuk membantu si kecil. Sementara Taeyeon masih sibuk menata sarapan. Selama Sunggyu tak berbuat kejam, ia akan membiarkannya.

Adegan ini seakan mereka masih dalam satu bingkai keluarga.

“Ayaahh..” Panggil Mingyu ketiga kalinya.

Sunggyu mendesah berat. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana. Ingin sekali kaki itu berbalik, namun ada sesuatu yang menahannya. Mau tak mau Sunggyu tetap berada di tempat, seolah ia tengah menunggu Mingyu mendekat.

Namun beberapa langkah jarak keduanya, Sunggyu melebarkan mata. Ada yang menarik dan mengambil alih perhatiannya. Itu bukan Mingyu bukan, melainkan.

“Apa yang kau lakukan dengan koleksi itu Mingyu!!” Bentak Sunggyu seraya mendekat ke arah Mingyu begitu menyadari ada sebuah mobil berada di pangkuan Mingyu.

Mingyu yang terkejut dengan bentakan Sunggyu menghentikan laju kursi rodanya. Ia menegang dengan wajah berubah sendu.

“Kau!! Sudah ayah bilang jangan pernah menyentuh koleksi mobil mainan ini!!” Bentakan Sunggyu dua kali lipat lebih tinggi seraya mengambil mobil itu. “Kau ini!!” Saat tangan Sunggyu akan memukul kepala Mingyu lebih dulu Taeyeon menamparnya.

Plak!!

Tamparan kedua dirasakan oleh pipi Sunggyu. Lelaki bermata sipit itu menatap tajam pada Taeyeon yang tampak emosi.

“Kau!! Kau berani sekali membentak anakku!!”

Sunggyu tersenyum miring. “Anakmu? Kenapa aku tidak berani? Anakmu yang salah!!” Desis Sunggyu. “Kau sebagai ibu tidak becus mendidiknya.”

Taeyeon mencelos perih, pernyataan Sunggyu benar-benar menyakitinya.

“Tidak becus? Kau bilang tidak becus? Lalu selama ini apa yang kau kerjakan? Kau bahkan sebagai ayah tidak pernah mendidik Mingyu!! Ah, tidak perlu aku mengungkit itu!! Percuma!!” Taeyeon menyenggol tubuh Sunggyu sebelum menggendong Mingyu. “Pergilah!! Kau sudah cukup baik untuk pergi.”

Alih-alih menuruti apa yang diucapkan Taeyeon, ia malah tertawa keras. “Pergi? Kau mengusirku dari rumahku sendiri? Yaa!! Seharusnya kau yang pergi!! Kau tidak punya hak untuk tinggal disini!! Dasar tidak tahu diri!!” Umpat Sunggyu.

Dada Taeyeon benar-benar sakit mendengar umpatan Sunggyu. Ia membenamkan wajah Mingyu yang mulai menangis dalam pelukannya. Sementara ia menahan segala emosi yang memuncak. Dengan keberanian yang ia kumpulkan, ia berbalik menatap sengit pada Sunggyu. Tangannya terangkat lalu satu tamparan kembali diterima Sunggyu.

“Mungkin tamparan itu tidak akan pernah bisa mengganti sakit yang kau berikan Gyu!! Tapi terima kasih untuk semuanya!!” Setelah satu kalimat itu terucap, Taeyeon melangkah pergi dengan linangan air di kedua pelupuknya. Taeyeon berusaha penuh untuk bisa tampak kuat di mata Sunggyu agar lelaki itu tak lagi menghinanya.

Sementara Sunggyu, ia hanya mengerang perih pada kedua pipinya. Bekas tamparan itu. Tapi, melihat bagaimana Taeyeon berujar ia seolah melihat ada sosok lain yang hinggap di tubuh itu. Sosok itu bukan Taeyeon yang ia kenal selama ini. Atau seperti itu kah sosok yang kecewa?

Ah, Sunggyu memegang dadanya tiba-tiba. Ingatan tentang Tiffany terngiang jelas di otaknya. Reflek ia mengusak surainya dan menjerit keras. Rasanya sungguh menyiksa. Atau ia mulai merasakan bagaimana perasaan Taeyeon yang telah ia sakiti?

Sunggyu hanya berdiri di ruang tengah mana kala Taeyeon menyeret kopernya dan Mingyu berada di kursi roda. Sunggyu bisa melihat raut menyedihkan dari Taeyeon. Wajah itu jelas sekali menyimpan beribu luka. Sunggyu hanya diam dan membisu. Ia bahkan tak tahu akan pergi kemana Taeyeon setelah ia mengusirnya. Sejenak ia melirik jam yang menggantung, pukul sebelas pagi. Lelaki itu hanya diam dan tak memiliki niatan untuk menghentikan Taeyeon.

“Ayah!!” Dan Taeyeon meremas dadanya kuat saat suara lemah Mingyu memanggil ayahnya. Si kecil tak bisa membenci Sunggyu yang begitu kejam kepadanya. “Ayaah..”

“Kita harus pergi sekarang Mingyu!!” Taeyeon mendorong kursi roda Mingyu dan menyeret koper keduanya.

Mingyu menangis. “Ayah!!”

“Mingyu!!” Seru Taeyeon yang mulai hilang kesabaran. “Berhenti memanggil ayahmu!! Dia bukan ayahmu!!”

Deg..

Dada Sunggyu bagaikan dihantam sesuatu. Entah mengapa rasanya perih sekali mendengar pernyataan dari Taeyeon. Gemuruh dan gejolak yang menggodanya membuat ia mematung. Ada apa? Bukankah sudah biasa ia tak menganggap Mingyu anaknya? Tapi mengapa ketika bibir Taeyeon mengucapkan itu dengan nada dingin menimbulkan rasa perih? Kenapa?

Entah dapat dorongan darimana, Sunggyu mendekat ke arah mereka.

“Kau akan pergi kemana?”

“Ayah!!” Mingyu masih merengek ketika menyadari Sunggyu berdiri di depan keduanya.

Taeyeon menatap tajam Sunggyu dengan kilat emosi yang kentara. “Bukan urusanmu!!”

“Yaa!! Kim Taeyeon!!” Tangan Sunggyu menarik paksa lengan Taeyeon.

“Ada apa denganmu Sunggyu? Lepaskan tangan menjijikkanmu itu!!”

Dan setelahnya Sunggyu melepas tangan Taeyeon. Ia benar-benar tak tahu siapa sosok yang ada di hadapannya ini. Apakah benar ia Taeyeon? Tapi kenapa ia begitu dingin? Tidak seperti dulu?

Lalu kenapa kau jadi seperti ini Gyu?

.

.

.

.

TBC

.


.

Hy, bagaimana? Komennya readers, maaf banget kalau jadi aneh gini.

Trus alur, aku coba nyepetin masih gagal dah kayaknya yaaa...

Maaf deh, silahkan di komen.. terima kasih.. ^^,

.

.

Best Regards

.

.

~Denovia~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Adeeee #1
Chapter 8: Kakaaaakk, hello. Salam kenal. Penasaran banget sama kelanjutannya. Aku dari awal baca nggak tegaan sama Taeyeon. Sunggyu-nya juga jahat sih, huhu. Tapi jangan pisahin Mingyu dong Kak, dari Sunggyu (Taeyeon juga, kalo bisa balikan lagi). Sakitnya Mingyu dibikin agak parahan aja, plus rindu bapaknya. Jadi dia lagi sakit (dengan mata merem setengah tidur) tapi manggil2 "ayah, ayah, ayah, ayah" gitu. Ngerengek terus. Terus si Sunggyu mimpi buruk tentang Mingyu. Biar agak tobatan sikit itu si sipit. Terus ke Jepang deh dia-nya, jengukin Mingyu.

Oke. Ini udahlah request, panjang pula. Maaf kali ya Kak. Hahhaha. Terserah Kakak sih. Itu cuma ekspektasi aku. Nggak rela kalo si Taeyeon sama Sungyeol, hehe.
Anashim #2
Chapter 8: sebenernya ini cerita bagus, dulu wkt blm pny akun selalu cek apa udh update..
tp trahir baca sampe skrg, baru 1 chapter update pdhl udh lama bgt, trahir update okt.
amaharanin #3
Chapter 7: Bentar yah aku intermeso dulu. Aku sebagai readers disini liat viewers sama komen ff tuh gak pernah sinkron. Viewers nya banyak tapi yg komen itu2 aja :'( :'( author tetep semangat yah. Aku yg liat aja sedih gimana author, bikin karya kan susah apa salahnya sih kalian2 yg baca kasih aplause buat authorny. Komen doang gak minta pulsa, maafin tapi aku ngerasa sedih. Semangat authorrr :D :D
Feel ceritanya sedikit beda dari part awal, gak tau dimana kurang atau gimananya tapi aku ngerasa beda. Sepertinya author lagi kena writeblock yah? Beda aja fellnya, kalo pun author sibuk jangan di paksain
Andai aku berasa gutuin bgt hari ini, maafinnnn. :D samangat terussss authorrrr
amaharanin #4
Chapter 6: Sepertinya udh gaya penulisan author, ttep bagus kok biar rada lambat juga pas awal2. Tapi pas abis ketemu Tiffany di bar itu alur ya jadi bagus. Juara lah!
Ini aku bacanya sambil nnton standup comedy jadi gak fokus antara mau ketawa dan nyesek maksimal. Hihihi abisan nyesek , bagus bgt authorrrr . Aku nungguin terus lah update an nya. Juara lah!
Dan seneng aja si mbak e udh strong , gitu atuh jangan mau kalah molo. Si abang juga kena karma kan ? Wkwk aku bahagia sekali sumpah, puas gitu
Makasihbb authorr
NadiaExoGangerKim
#5
Chapter 6: Karma for you sunggyu!

Seneng banget karena akhirnya karakter taeyeon yang suka ngalah berubah menjadi melawan. Jadi gak terlalu tersiksa :3

ada apa denganmu, gyu? Kenapa kau jadi seperti itu di hadapan taeyeon? Mulai merasa kasihan? Mulai sadar kalau selama ini kamu kejam? -_-

untuk alur, jangan dipaksa dipercepat thor, kerjain aja sesuai keinginan author. Mau lambat atau cepet, yang penting updatenya jangan lama dan ditunggu saat2 dimana sunggyu menderita haha *ketawaevil

next chap ditunggu ya thor, keep writing. Fighting..
({}) xoxo :-*
pororiahajima #6
Chapter 6: lanjuuuuuut
amaharanin #7
Chapter 5: Masih masalah sama alur sih dari chapter selanjutnya , masih lambat :D feelnya masih juara gak sanggup !
Mbok nya si cewenya jangan di bikin lemah bgt thor , kesel sumpah hargat martabat mbaaa elah . Nyesel da pasti itu
NadiaExoGangerKim
#8
Chapter 5: Feelnya gak hilang, masih ada kok. Ini aku bahkan nangis lagi baca chapter 5nya :-(

kesel ih sama sunggyu! Baru aja cerai udah mau nikah lagi sama cewe lain :3

mingyu-nya kasihan :-(

taeyeon sama mingyu mau ke jepang? Lah, makin penasaran sama next chapnya. Update soon ya <3
irfa_as #9
chapter 4: wah ceritanya bikin orang jadi nangis aja,,,
jadi tambah penasaran dengan lanjutannya,,
amaharanin #10
Chapter 4: Sumpah kerasa bener loh nyeseknya . Tapi kenapa yah kalo kata aku alurnya terlalu lambat , apa emang aku nya aja yg gak sabaran . Bacanya tuh yah sambil nyesek sambil deg deg an juga kalo liat tulisan TBC T.T author kenapa ? Kenapa nyesek bgt ceritanya , feelny juara sumpah . Tapi alurnya di percepat yah dikit :) menurut aku sih heheehe