04.

One More Chance.

One More Chance

Chapter 04.

.

Di depan ruang ini wajah Taeyeon tak lagi tampak cantik. Kusam dengan bekas lelehan air mata yang seolah enggan menghilang. Diusap sekali namun kembali tercetak berulang. Bibirnya sulit membuka, tangkupan tangannya mengerat seiring dengan isakan yang tak lagi bersuara. Di dalam hati ribuan do’a ia panjatkan demi sosok yang tengah berjuang di dalam

Ada banyak rasa bersalah yang bersarang di dalam hati. Merutuki sikapnya yang kurang cepat menghentikan laju sang anak. Membiarkan tubuh kecil itu terbaring lemah dengan status yang masih mengambang. Belum ada kabar pasti tentang keadaan si kecil. Padahal tubuh lelah Taeyeon telah menunggu selama beberapa jam.

Bagaimana Taeyeon mengungkapkan tentang suaminya saat ini? Apa ia harus memaki lelaki itu dan mengatakan keparat atau kejam tak berperasaan? Entahlah, sekedar mengingat siapa Sunggyu membuatnya teriris perih. Akibat lelaki kejam itu anak semata wayang yang ia cintai harus berjuang dengan pesakitan di tubuhnya.

Ya, kejadian cepat yang tak bisa Taeyeon percayai akan terjadi begitu menyiksa dan melukai hatinya. Tubuh kecil Mingyu terhantam benda sekeras mobil di jalanan hingga tubunya terpantul ke tepi jalan. Beruntung Tuhan masih memberikan kesempatan hidup untuk Mingyu sehingga ia bisa dibawa ke rumah sakit dengan nafas masih terdengar. Hanya saja sepasang kelopak milik Mingyu tak terbuka setelah luka yang menganga bertaburkan darah di atasnya.

Dan sampai saat ini kabar Mingyu masih belum jelas. Bocah mungil itu masih tak sadarkan diri meski ribuan do’a telah dihaturkan Taeyeon untuknya. Dan sampai ini juga Sunggyu tak menampakkan diri di depan Taeyeon. Entah lelaki itu tahu atau tidak tentang kabar ini, Taeyeon tak peduli. Yang ia inginkan hanya kesadaran Mingyu segera.

Tangan Taeyeon menghangat seiring dengan genggaman Soojung. Ia menoleh pada sosok yang telah menggemannya. Wajah itu sama sekali tak menampakkan gairah hidup. Begitu memprihatikan hingga membuat istri Myungsoo menitikkan air mata.

“Kakak...”

Taeyeon menunduk lalu membiarkan cairan bening itu kembali turun.

“Kakak.. Yang sabar yaa..” Soojung segera memeluk Taeyeon seketika air mata Taeyeon jatuh turun.

“Soojung-ah... Kenapa Mingyu harus seperti ini?” Sahut Taeyeon dengan nada bercampur isakan.

“Kaak... Kakak harus bersabar.. Mingyu akan baik-baik saja di dalam sana...” Soojung menenangkan Taeyeon yang mulai gelisah.

Taeyeon menangis lirih di dalam pelukan Soojung. Wanita yang lebih muda hanya mengusap punggung Taeyeon dan membiarkan kakak iparnya melepaskan tangis. Ia tahu wanita kuat ini butuh sandaran dan saat ini Sunggyu suaminya tak tahu entah kemana.

Tak hanya Soojung saja yang ada disana. Keluarga dari pihak Sunggyu juga menemani. Sementara orangtua Taeyeon masih berada di Thailand dan akan tiba esok hari. Ibu mertua Taeyeon tak habis pikir dengan kelakuan sang anak. Ia sangat mengutuk sikap dingin yang ditunjukkan Sunggyu. Jika nanti ada apa-apa dengan Mingyu, ia akan marah besar pada Sunggyu. Andai saja tahu akan seperti ini, sejak dulu ia akan membiarkan Sunggyu berpisah dengan Taeyeon. Tapi sekali lagi siapa yang akan tahu hal ini? Tidak ada, tidak ada yang akan tahu hal itu terjadi.

Hal yang tak pernah sedikitpun terbayangkan. Siapa yang menginginkan musibah sebesar ini? Baik Taeyeon maupun Soojung dan keluarga tak menginginkannya. Namun Tuhan terlalu sayang kepada Taeyeon hingga menurunkan musibah yang entah bagaimana nanti Taeyeon menghadapinya.

.

.

.

.

.

“Kau bilang apa? Kau hamil? Bagaimana bisa?” Sunggyu memekik tak terima dengan desah kesal turut menyertai. Ia nyaris membanting apa saja yang ada di sekitar tanpa melihat sosok lain yang tengah meneteskan air mata.

Tubuhnya berjalan kasar mendekati sosok yang menunduk takut.

“Kenapa bisa?” Sontak kepala Taeyeon mendongak dan menatap pilu Sunggyu. Ia menggigit kecil bibir bawahnya sebelum berujar.

Taeyeon menarik nafasnya dalam. “Kau tidak ingat apa yang kau lakukan beberapa hari yang lalu? Kau tak ingat? Kau mengajakku melakukannya tengah malam, apa kau tak ingat?” Ucapnya dengan air mata yang mengalir.

Sunggyu terdiam, otaknya memutar pelan memori itu. Ya, ia hampir lupa jika pernah melakukan hal yang tak ia inginkan bersama dengan Taeyeon. Ah, Sunggyu ingat saat itu ia berada dalam pengaruh obat perangsang yang diberikan oleh ibunya melalui minuman saat makan malam. Sunggyu mengacak frustasi surai kelamnya. Ia menatap tajam Taeyeon dengan penuh kebencian.

“Gugurkan janin itu atau aku tidak akan mengakuinya.” Tukas Sunggyu dingin penuh kebencian.

Taeyeon membulatkan matanya tak percaya. Apa yang baru saja ia dengar? Gugurkan? Gugurkan? Bagaimana mungkin ia tega menggugurkan janin yang tengah ia kandung? Ia tak setega itu dan ia tak memiliki keinginan itu. Taeyeon melemas, tubuhnya jatuh bertumpukan lutut sementara Sunggyu pergi meninggalkan Taeyeon.

Apa salahnya memiliki anak? kenapa Sunggyu begitu membenci anak ini?

Taeyeon mencelos perih kala ingatannya memutar kembali kenangan lima tahun yang lalu. Kabar yang seharusnya membahagiakan bagi pasangan suami istri nyatanya tak berlaku bagi keluarganya. Suami yang ia miliki tak menerima sang jabang bayi. Harusnya Taeyeon tahu hal itu akan berakhir seperti ini.

Ini merupakan bagian dari kabar baik sekaligus mengkhawatirkan, saat seorang istri berjuang dengan sepenuh jiwa demi sang jabang bayi yang akan menampakkan diri di dunia. Saat dimana peluh bercucuran demi sang jabang bayi yang akan menatap dunia. Saat dimana erangan kuat demi mengeluarkan di jabang bayi dari rahim ibunya. Saat-saat itu tengah dialami Taeyeon demi sang anak yang selama ini ia kandung.

Di saat Taeyeon begitu sakit berjuang, sosok Sunggyu tak ada di sisinya. Ia entah kemana tak ada yang tahu rimbanya. Bahkan kedua orang tua dan adiknya tak ada yang mengetahui. Seolah sosok itu ditelan bumi. Padahal saat seperti ini Taeyeon butuh support dari seorang suami.

“Uweekkkk...” Suara tangisan itu menenangkan gelisah dan rasa sakit yang mendera Taeyeon. Ia menatap haru sosok mungil yang berada dalam dekapan perawat.

Taeyeon mengedarkan pandangannya. Sorot mata itu tengah mencari sosok yang ia harapkan ada di sisinya. Tapi, memang kenyataan bahwa Sunggyu membenci jabang bayi itu benar adanya. Tak heran jika saat ini Taeyeon tak melihat Sunggyu. Taeyeon mendesah pelan lalu mengukir senyum pedih ketika ibu kandung dan ibu mertua saling memeluknya bahagia. Meski ada kekecewaan setidaknya masih ada yang menemaninya sampai saat ini.

“Anak Kak Taeyeon manis sekali.. Dia tampan seperti ayahnya.” Celetuk Soojung tiba-tiba saat tak mengetahui bagaimana perasaan Taeyeon saat ini.

Taeyeon mengulas senyum kecil. Kata-kata itu cukup membuatnya perih sebenarnya, tapi ia senang jika si kecil mirip dengan suaminya. Itu menandakan bahwa si kecil memang anaknya.

“Kau beri nama siapa?” Tanya Nyonya Kim ibu Sunggyu. “Seharusnya Sunggyu yang memberikan nama ini. Kenapa anak sialan itu?”

“Biarkan saja ibu..” Tenang Taeyeon.

Ibu Sunggyu mendesah pelan. “Maafkan Sunggyu ya nak. Jadi siapa namanya?” Nyonya Kim membalikkan topik pembicaraan.

Taeyeon tampak berpikir keras. “Kim Mingyu? Aku rasa namanya lucu.”

Sejak saat itu Mingyu lahir tanpa belas kasih dari ayahnya. Taeyeon tak menyangka jika kehadiran Mingyu malah membuat Sunggyu murka. Tak pernah sekalipun Sunggyu mau menoleh pada Mingyu, dan Taeyeon tak tahu mengapa ia begitu tahan dengan sikap Sunggyu bahkan masih berharap Sunggyu mau menerima si kecil. Seharusnya Taeyeon sadar sejak saat itu. Seharusnya...

Tangan Taeyeon terus menggenggam tangan Mingyu masih setia terpejam. Si kecil masih belum memiliki keinginan untuk membuka matanya. Taeyeon menitikkan air matanya. Mingyu begitu menyedihkan, kehidupan yang seharusnya dalam keadaan menyenangkan harus seperti ini. Bagaimana nanti jika ia sadar dan tetap tak mendapati sosok Sunggyu di dekatnya? Taeyeon menunduk, dada kiri ia remas kuat. Ia berdo’a semoga Tuhan memberikan pelajaran bagi Sunggyu.

Aku tidak pernah berharap memiliki suami seperti ini.. Dia kejam sekali Tuhan...

“Anda harus makan Nyonya Kim..” Suara lembut menyapa pendengaran Taeyeon ketika kedua mata itu nyaris terpejam akibat lelah menangis. Reflek kepalanya terangkat dan mendapati sosok tampan nan tinggi dengan senyum gummy mengulas. Sosok itu baru saja mengecek sekilas keadaan Mingyu.

Taeyeon menggeleng kecil. “Aku akan makan setelah Mingyu sadar.” Sahutnya lirih.

Sosok berpakaian ala dokter dengan name tag Lee Sungyeol itu tersenyum manis. “Mingyu tidak ingin melihat ibunya sakit saat dia sadar nanti.. Makanlah!! Wajah anda tampak pucat sekali.” Tukasnya lembut. Tampak sekali perhatian tersalur dari tutur katanya.

Senyum ikut menghiasi wajah pucat Taeyeon, gelengan masih ia berikan sebagai jawaban. “Aku tidak lapar.. Terima kasih telah mengingatkanku.”

“Anda harus sabar.. Sebentar lagi Mingyu akan sadar.. Saya mohon, jangan hilangkan senyum anda.. Anda tampak cantik dengan senyum yang terukir.”

Taeyeon terhenyak kecil kala mendengar pujian itu. Walaupun itu hal wajar yang diucapkan orang lain tapi entah mengapa penuh dengan kehangatan yang selama ini tak ia rasakan ketika bersama dengan Sunggyu. Lelaki ini begitu...

Bahkan Taeyeon tak menyadari sosok tampan itu telah menghilang dari lensa kelamnya.

“Kau mencari siapa kak?” Soojung tertegun melihat Taeyeon melengok keluar.

Taeyeon menoleh pada Soojung lalu menggeleng. “Tidak.. Aku baru tahu kalau dokter yang menangani Mingyu masih muda.” Ucap Taeyeon pelan.

Soojung terkekeh geli mendengar jawaban Taeyeon. Ia duduk di dekat Taeyeon setelah meletakkan buah-buahan yang ia bawa.

“Kemana saja kak? Kenapa baru tahu? Dokter Lee yang merawat Mingyu selama ini.”

“Aku tidak begitu memperhatikan orang-orang disini.”

Soojung mengangguk paham. Sebentar ia melihat sekitar sebelum bersuara. “Apa Kak Sunggyu belum menjenguk Mingyu?” Tanya Soojung hati-hati. Ia bisa melihat perubahan air muka dari Taeyeon. Wanita muda itu tampak lebih murung dari sebelumnya.

Kepalanya menggeleng, bibirnya ia gigit kecil.

“Kak..”

Taeyeon mendongak. Sorot lembut tertutup embun ia menajam.

“Kak Sunggyu juga tidak kembali ke rumah..”

“Biarkan saja.” Taeyeon mendesah pasrah. Hatinya terlalu sakit jika harus menanggapi sikap Sunggyu. “Dia memang tidak mengharapkan sosok Mingyu.”

“Kak..” Soojung memeluk Taeyeon erat. Wanita berstatus istri Myungsoo itu tak sanggup melihat wajah pedih penuh kepiluan dari Taeyeon. Wanita ini terlalu baik dan ia memiliki hati yang kuat. Seandainya saja Sunggyu bisa melihatnya.

Rumah tangga itu memang bermacam-macam. Soojung tak pernah membayangkan ada sebuah keluarga yang berjalan seperti ini. Jika dibandingkan dengan keluarga yang ia bina ini jauh berbeda. Myungsoo begitu mencintainya, sementara Sunggyu? Entahlah, Soojung selalu menghaturkan do’a untuk keluarga Taeyeon. Bila akhirnya mereka harus berpisah semoga semua akan berakhir dengan baik-baik saja.

.

.

.

.

.

Ini sudah pukul sepuluh malam dan tubuh Sunggyu masih terdiam di deretan kursi dengan kepala menumpu tangan. Ia tak berniat meninggalkan tempat yang tak tahu sejak kapan menjadi tempat nyaman baginya. Sudah beberapa lama ini Sunggyu selalu datang kemari demi menghilangkan penat yang ada.

“Kau tidak pulang? Kau sudah lama berada disini Sunggyu-ya..” Sunggyu hanya mengangkat sejenak kepalanya sebelum meletakkannya lagi. Kepalanya terasa pusing sekali hingga membuatnya tak mampu mengangkat.

“Hey!!”

Sunggyu mengangkat kepalanya lagi lalu menghela nafas keras. “Berikan aku satu botol soju.. Aku bosan dengan minuman yang kau tawarkan.” Tukas Sunggyu datar.

“Aku tidak menginginkan seorang pelanggan mabuk berat di kafeku.” Tolaknya sinis lalu duduk di sebelah Sunggyu. Tangannya menyisihkan surai Sunggyu yang ada di belakang telinga.

Sunggyu menepis dan menahan tangan itu. “Apa aku pelanggan di matamu?” Tanyanya.

Uh? Kau lucu sekali.” Sahutnya dengan tawa pelan. “Kalau bukan pelanggan lalu apa?”

“Tiffany Hwang!! Aku datang bukan sebagai pelangganmu.”

“Lalu? Sebagai mantanku? Kau lucu sekali Sunggyu-ya.. Kenapa kau semakin gila seperti ini?” Sosok bernama Tiffany itu menggelengkan kepalanya heran.

Sunggyu menegakkan tubuhnya dan memandang sosok itu dalam. Kedua mata sipit itu memancarkan sorot yang entah apa artinya. Ia menggenggam tangan Tiffany dengan erat.

“Kau masih kecewa denganku?” Tanyanya penuh keseriusan.

Tiffany melengos lalu melepaskan genggaman Sunggyu. “Perlu aku mengulanginya lagi? Tidak bukan? Cepat pergi temui istrimu.. Bukankah anakmu tengah terbaring di rumah sakit?” Tanggapnya.

Lelaki dengan mata sipit itu berdecak pelan seketika keluarganya tersebut. Ia paling tidak suka ada orang lain yang menyinggung masalah rumah tangganya. Lantas ia bangkit dan menarik duduk Tiffany yang hendak pergi dari dirinya. Tatapan datar penuh aura dingin menghipnotis Tiffany agar menurut dengan keinginannya.

“Aku tidak mau melepasmu lagi.”

“Kau bajingan Gyu!! Kau bajingan!! Kau bisa bertindak seperti ini pada keluargamu.. Bagaimana denganku nanti?”

“Apa aku perlu menikahimu sekarang?”

Alih-alih menjawab, sebuah tamparan mengena pada pipi Sunggyu. Sunggyu mendesis lirih seraya menatap tak percaya pada Tiffany. Wanita muda itu begitu angkuh kala menyentuh keras pipinya.

“Kau seorang bajingan Gyu!! Aku tidak menikahi bajingan.. Datangi dulu anakmu, lihat keadaannya!!” Ucapan itu menjadi kalimat terakhir Tiffany sebelum melangkahkan kaki menjauh dari Sunggyu yang masih tak percaya dengan tindakan Tiffany. Ia menelengkan kepala seraya mengusap kasar pipinya yang terasa panas.

Mengunjungi anaknya? Apa perlu ia melihat pesakitan anaknya disana?

Sunggyu terpaku sejenak dengan arah mata memperhatikan sosok Tiffany yang ada di balik konter. Wanita itu tak lagi peduli dengan Sunggyu. Ada apa dengannya? kenapa tiba-tiba Tiffany begitu peduli dengan Taeyeon dan Mingyu? Bukankah wanita itu juga membenci sosok Taeyeon beberapa tahun yang lalu? Desah pelan memburu dari bibir tipis Sunggyu. Tiba-tiba ia teringat dengan anaknya. Semenjak dapat kabar bahwa Mingyu ada di rumah sakit, Sunggyu tak lagi menampakkan diri di rumah. Apalagi di rumah sakit. Hatinya masih belum terketuk untuk mengunjungi putranya itu.

.

.

.

.

.

Ini hari ketiga setelah kejadian tabrak lari yang dialami Mingyu. Si kecil masih belum memiliki keinginan untuk membuka matanya. Padahal Taeyeon tak pernah lelah berdo’a agar si kecil cepat sadar. Dan genggaman Taeyeon tak lepas dari tangan Mingyu. Seharian ia rela menggenggam dan mengusap lembut wajah si kecil yang tampak tenang dalam tidurnya.

Bibirnya ia gigit perlahan seiring dengan usapan lembut di tangan Mingyu. Berulang kali Taeyeon mengecup ringan pipi gembul itu berharap Mingyu merespon apa yang ia lakukan. Beberapa dilakukan sepertinya Taeyeon merasa ada pergerakan berbeda dari tangan Mingyu. Si kecil mulai menggerakkan pelan tangan itu dan membuat Taeyeon terkejut senang.

“Min..Mingyu-yaa..” Taeyeon menegakkan tubuhnya seketika kepala si kecil bergerak-gerak gelisah. Kelopak mata tipis itu perlahan membuka dengan pandangan bingung menyapa Taeyeon.

Taeyeon tersenyum senang. Ia mengecup berulang pipi Mingyu seraya mengusap surai kelamnya. Bahkan ia memeluk erat tubuh si mungil seolah enggan melepaskannya kembali.

“Sayang.. Kau sudah bangun sayang?” Seru Taeyeon diiringi tetes air mata.

“Ibu...” Lirih Mingyu bingung dengan sikap yang diberikan oleh Taeyeon.

Taeyeon melepas pelukannya dan mengecup pipinya lagi. Dengan segera ia memencet tombol di atas ranjang untuk memanggil dokter. Kebetulan ia tengah sendiri tidak ada yang menemani. Ucap syukur selalu menyertai setiap sentuhan yang ia lakukan pada Mingyu saat ini.

Tak butuh waktu lama Sungyeol, dokter Mingyu datang dengan raut wajah senang. Segera  ia mulai memeriksa tubuh mungil si Mingyu. Mingyu tampak mengerut kecil. Ada yang berbeda dari si kecil. Ia ingin bangkit namun kesusahan.

“Kau baik-baik saja Mingyu-ya? Apa ada yang sakit?” Sungyeol bertanya seraya mengusak surai kelam milik Mingyu. Si kecil hanya menatap Sungyeol dengan pandangan bingung.

“Mingyu sepertinya baik-baik saja. Suhu tubuhnya juga normal. Mungkin hanya beberapa luka yang belum mengering. Tapi...” Sungyeol ragu ingin mengatakan hal itu. Ia memang telah memprediksikannya, hanya saja itu cukup rawan dikatakan.

Mingyu berusaha bangkit dan dibantu oleh Sungyeol. Dokter muda itu memperhatikan ekspresi Mingyu yang sedikit aneh dengan tubuhnya.

“Ibu...”

Taeyeon mendekati Mingyu dan mengecup pipi si kecil. “Ada apa sayang?” Tanya Taeyeon dengan bibir terus mengecup pipi Mingyu.

“Kaki Mingyu tidak bisa bergerak..”

Deg....

Taeyeon tersentak kaget mendengar penuturan polos dari Mingyu. Apa yang didengar tidak salah ‘kan? Kaki Mingyu tidak bisa digerakkan? Kenapa? Kenapa tidak bisa?

“Be-benarkah itu? Coba Mingyu gerakan.” Seolah tak mempercayai apa yang diucapkan Mingyu, tangan Taeyeon memaksa kaki mungil Mingyu untuk bergerak.

Dan gelengan menjadi jawaban bagi Taeyeon. Seketika dada Taeyeon sesak nyaris tak sanggup lagi bernafas. Ia mendelik tak kuasa menahan keterkejutannya. Bahkan saat itu juga air mata turun tak terbendung. Apalagi kenyataan yang harus ia terima? Kenapa? Kenapa ia harus diberikan ujian yang begitu berat? Hatinya nyeri jika harus menerima kenyataan ini.

Melihat sang anak bersusah payah menggerakkan kaki kirinya membuat Taeyeon melemas dan nyaris pingsan. Kenapa harus Mingyu? Kenapa harus Mingyu?

Jika Taeyeon terkejut bukan main dengan kabar ini dan Mingyu yang seolah tak tahu apa-apa dengan wajah polos penuh kebingungan,  Sungyeol hanya bisa mendesah dan menggigit bibir bawahnya. Ini yang ia prediksi dari awal bahwa ada jaringan yang rusak di kaki Mingyu. Jaringan itu menghambat gerak otot Mingyu sehingga menyulitkan si kecil untuk bergerak. Awalnya ia ragu dengan apa yang ia temukan, namun setelah melihat Mingyu ia mempercayainya.

“Mingyu.. Bagaimana bisa!! Dokter, bagaimana dengan Mingyu? Bagaimana bisa Mingyu jadi seperti ini?” Jerit Taeyeon tak kuasa menerima kenyataan dan pesakitan yang ia rasakan. Taeyeon memijat-mijat berulang kaki Mingyu seakan dengan begitu Mingyu bisa bergerak lagi. “Mingyu!! Mingyu bisa bergerak ‘kan? Bisa bergerak ‘kan?” Seru Taeyeon dengan linangan air mata yang mengalir deras. Tangannya mendekap erat Mingyu.

Mingyu yang tengah berada di dekapan Taeyeon lantas ikut menangis. Ia tak mengerti apa-apa ikut menangis ketika wajah menyedihkan Taeyeon terekam jelas di lensa kecilnya. Mingyu memeluk tangan Taeyeon yang mendekapnya dengan tangis bertambah keras menyertai lirihan Taeyeon.

“Tenanglah!! Nyonya Kim!! Tenanglah!! Mingyu hanya sementara mengalami lumpuh ini.. Dia bisa sembuh asal melakukan terapi.. Tenanglah...” Sungyeol menyentuh pundak Taeyeon dan memaksa si pemilik menenangkan diri.

Taeyeon lantas menoleh dengan tangan mengusap air matanya. Sorot mata itu berisikan pengharapan atas ucapan Sungyeol. Mengerti dengan tatapan Taeyeon, dokter muda dengan senyum menawan itu mengangguk pasti. Memang apa yang ia katakan benar adanya.

“Percayalah... Mingyu bisa kembali lagi dengan terapi..” Tukas Sungyeol dengan senyum lembut mengembang.

Taeyeon merasa sedikit lebih lega. Ia memeluk Mingyu lagi yang masih menangis dan menghujani keningnya dengan ciuman hangat. Setidaknya ada harapan bahwa Mingyu akan segera sembuh. Dalam hati ia takut Mingyu tak bisa hidup normal seperti yang lainnya. Ia takut Mingyu harus hidup dalam kepedihan jika sampai dewasa tetap dalam keadaan lumpuh.

“Jangan bersedih!!” Entah dapat keberanian dari mana, dokter muda itu mengusap punggung Taeyeon lembut. “Jika anda menangis, Mingyu akan menangis. Anda tahu, anak anda juga akan sedih melihat anda bersedih.” Sekali lagi senyum yang tampak di wajah manis Sungyeol menenangkan getar hati Taeyeon. Kapan terakhir kalinya Taeyeon melihat senyum ini selain dari Sungyeol?

Taeyeon menggeleng kecil lalu mengukir senyum tipis. Ia mengangkat tubuh Mingyu berniat memangkunya. Setelah itu, Taeyeon memijat lembut kaki-kaki mungil itu.

“Saya permisi dulu!! Jika ada apa-apa, panggil kembali saya.” Taeyeon mengangguk dan mempersilahkan Sungyeol pergi.

“Ibu...”

Eumm?”

“Ayah mana?”

Deg...

Untuk kesekian kalinya dada Taeyeon dihantam bebatuan dan diremas kuat. Kekuatan yang selama ini ia bangun demi si buah hati kembali hancur hanya karena pertanyaan Mingyu. Kenapa si kecil masih memanggil ayahnya yang telah membuatnya seperti ini?

“Ayah mana ibu?”

Taeyeon ingin sekali membekap mulut kecil Mingyu agar tak lagi menyebutkan ayahnya. Hatinya sakit sekali jika harus mengingat sosok yang entah kemana saat ini. Kenapa Mingyu sulit sekali melupakan Sunggyu? Hal ini malah membuat Taeyeon ingin membunuh Sunggyu saat ini juga.

Lalu? Ia harus mengucapkan apa?

“Ayah mana?” Taeyeon mencelos melihat eskpresi Mingyu yang hendak menangis. Si kecil benar-benar ingin bertemu dengan ayahnya.

Taeyeon menghirup nafasnya dalam lalu memeluk tubuh mungil Mingyu. Tangisnya tak sanggup ia tahan lagi. Mau tak mau hal itu membuat wajah bingung Mingyu semakin sembab.

“Ayah masih sibuk sayang..” Ucap Taeyeon tercekat.

“Kenapa selalu sibuk?” Saat itu juga mata mungil Mingyu membasah seketika.

Taeyeon tak bisa apa-apa selain menenangkan si kecil. Ia bersumpah akan mengakhiri semuanya bersama dengan Sunggyu. Ia tidak akan memaafkan Sunggyu. Lelaki itu yang telah membuat semuannya seperti ini. Lelaki itu yang menyebabkan Mingyu harus menderita seperti ini. Lelaki itu yang telah membuat pesakitan begitu dalam di hati Taeyeon. Nanti setelah Mingyu keluar dari rumah sakit, Taeyeon akan membawa Mingyu pergi dari Seoul.

.

.

.

.

.

“Kau masih bisa tertawa saat mendengar keadaan anakmu?”

Sunggyu tersenyum miring mendengar bentakan dari seberang. Temannya yang satu itu begitu kukuh ingin meruntuhkan egoisme Sunggyu.

“Setidaknya datangi anakmu.. Lihat keadaannya sebentar saja. Bagaimanapun kau ayahnya.”

“Ayahnya?” Sunggyu tertawa lagi setelahnya. Ia tak suka mendengar dirinya disebut ayah. “Aku tidak pernah menganggapnya sebagai anakku.”

“Kau kejam Gyu!! Kau kejam sekali..”

“Sudahlah..” Lelaki bermata segaris itu bangkit dan  berjalan menuju jendela apartemen miliknya. Ia memandang luar jendela dan memaku sorot itu pada sebuah taman yang tak jauh dari sana. Sunggyu mengerut sejenak sebelum kembali berkomentar. “Kau tidak bisa menilai kejam.” Ia menajamkan kedua mata itu pada objek yang tengah ia lihat. “Kalau kau bilang aku kejam bagaimana dengan orangtuaku?”

Dari seberang hanya terdengar decakan lidah kasar sebelum tangan Sunggyu secara naluri mematikan sambungan telepon itu. Sunggyu menarik ujung sebelah kanan dengan pandangan mengerikan pada luar jendela. Entah bagaimana, ia merasa senang dengan kejadian ini. Setidaknya ada imbalan bagi anak yang tak ia harapkan.

Kabar ini cukup mengejutkan bagi Sunggyu awalnya, tapi setelah itu tawa setan menguar begitu saja dari bibir Sunggyu. Kemenangan telah ia rampas. Otaknya mengintruksi kebahagian kala sosok kecil itu telah kehilangan sebelah kakinya. Walaupun hanya bersifat sementara.

Sekali lagi Sunggyu mengangkat sebelah bibirnya. Lembaran ingatan dimana sang ibu mengabari hal itu tersingkap pelan dan beradu dengan pernyataan milik Woohyun. Mengunjungi Mingyu? Mengunjungi Mingyu? Sepertinya menyenangkan. Ia bisa melihat bagaimana kedua sosok yang ia benci itu menderita.

Kejam.

.

Yang ia lihat benar adanya bukan? Kedua sosok itu tampak begitu menyedihkan dengan iringan mata yang mengalir pelan. Ah, salah!! Mata segarisnya hanya menangkap satu sosok dengan wajah sembab penuh dengan bekas air mata. Sedangkan satu sosok terlelap dalam usapan tangan lembut itu. Tanpa disadari ujung bibir itu kembali terangkat sadis.

Pelan-pelan, ia menggeser pintu kaca yang sempat menghalanginya. Langkah itu tampaknya mampu terekam indera pendengaran Taeyeon sehingga wanita itu menolehkan kepalanya. Sontak hal itu membuat Taeyeon berdiri dan menatap tajam Sunggyu.

“Bagaimana kabar Mingyu?” Tanpa berbasa-basi, Sunggyu bertanya keadaan anaknya.

Plakk...

Bukan jawaban yang diterima Sunggyu, melainkan tangan halus Taeyeon yang lebih dulu mengambil alih dan mengukir bekas merah pada pipi Sunggyu. Emosi yang membuncah dalam hati tak bisa ia tahan seperti sebelumnya. Kali ini benar-benar mata indah itu tertutup kilat amarah.

Sunggyu hanya meringis kecil seraya mengusap pipinya. Ia tak menyangka bahwa wanita yang selama ini bersikap lembut padanya menampar wajahnya untuk pertama kali. Ia bisa melihat emosi yang menyelimuti wajah itu.

“Kau brengsek!! Sunggyu!! Kau kejam!! Kau memang lelaki kejam!! Kau jahat!! Kau tega membuat anakmu seperti ini!!”

Bukan hanya kilatan amarah yang menutup kedua mata indah Taeyeon, air mata juga turut menyertai. Ia tak sanggup lagi membendung semuanya. Bibirnya bergetar lirih seiring dengan isakan yang ia lakukan. Tangannya mengepal selama menunggu tanggapan Sunggyu.

“Bukankah kau tahu aku kejam dari dulu?” Jawab Sunggyu dingin.

Taeyeon meremas kedua mata sipitnya, tangisan itu semakin lama semakin dalam namun ia harus tampak kuat di depan Sunggyu. Ia tak mau diremehkan dan disakiti lagi dan lagi.

“Aku akan mengabulkan keinginanmu!! Kita akan bercerai.” Lirih Taeyeon nyaris tenggelam pada isakannya.

Sunggyu tertawa pelan. “Akhirnya kau tidak mengutamakan keegoisanmu Kim Taeyeon!!”

“Egois?” Taeyeon menatap dalam kedua mata milik suaminya itu. “Kau bilang egois? Aku hanya ingin mengabulkan keinginan Mingyu yang mengharapkan kasih sayang darimu!! Mingyu terus mencarimu!!” Sejenak ia menyeka air matanya dan menarik nafas dalam. “Tapi kekejamanmu tidak bisa aku toleransi lagi dan aku tidak tahan denganmu!! Aku akan pergi meninggalkanmu!! Seperti apa yang kau inginkan!! Dan, jangan pernah muncul lagi di hadapanku.”

Sunggyu hanya terdiam tak bergeming memperhatikan ekspresi wajah penuh kepedihan dan pesakitan dari Taeyeon yang beradu dengan emosi. Baru kali ini ia melihat raut wajah dari wanita itu. Wajah itu begitu...

Apa karena batas kesabarannya telah habis? Separah itukah kepedihan dan pesakitan yang selama ini dirasakan oleh Taeyeon? Raut wajah itu seolah mengatakan semuanya. Atau karena ia jarang memperhatikan wajah Taeyeon? Wajah yang selama ini menahan pesakitan akibat dirinya.

Sunggyu mengerjab setelah memperhatikan wajah Taeyeon yang menunduk itu.

“Aku berdo’a semoga Tuhan menyadarkanmu!! Memberikan apa yang terbaik untukmu nantinya.” Getar suara Taeyeon menutup percakapan keduanya. Meski kebencian tertanam dalam hati dan berdampingan dengan kekecewaan, Taeyeon masih bisa mengucapkan hal baik untuk Sunggyu. Ia lantas berbalik dan menelungkupkan wajahnya pada ranjang Mingyu. Sunggyu masih bisa melihat getar tubuh sejalan dengan isakan yang tak berhenti.

Melupakan kenyataan yang baru saja ia lihat, Sunggyu tersenyum menang. Keinginannya bebas dari ini semua akan segera terwujud. Dan kehidupan baru Sunggyu akan dimulai dari sekarang.

.

.

.

.

.

TBC.


Hay hay.. Wahhhh... Saya senang loh sama responnya...

Iya gak papa kok hujat aja itu si Sunggyu di FF ini.. Hanya di FF ini saja loh yaa...

:D

Gimana? Boleh minta komennya lagi?

Terima kasih... peluk cium dari saya... ({})

.

.

.

Best Regards

.

.

~Denovia~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Adeeee #1
Chapter 8: Kakaaaakk, hello. Salam kenal. Penasaran banget sama kelanjutannya. Aku dari awal baca nggak tegaan sama Taeyeon. Sunggyu-nya juga jahat sih, huhu. Tapi jangan pisahin Mingyu dong Kak, dari Sunggyu (Taeyeon juga, kalo bisa balikan lagi). Sakitnya Mingyu dibikin agak parahan aja, plus rindu bapaknya. Jadi dia lagi sakit (dengan mata merem setengah tidur) tapi manggil2 "ayah, ayah, ayah, ayah" gitu. Ngerengek terus. Terus si Sunggyu mimpi buruk tentang Mingyu. Biar agak tobatan sikit itu si sipit. Terus ke Jepang deh dia-nya, jengukin Mingyu.

Oke. Ini udahlah request, panjang pula. Maaf kali ya Kak. Hahhaha. Terserah Kakak sih. Itu cuma ekspektasi aku. Nggak rela kalo si Taeyeon sama Sungyeol, hehe.
Anashim #2
Chapter 8: sebenernya ini cerita bagus, dulu wkt blm pny akun selalu cek apa udh update..
tp trahir baca sampe skrg, baru 1 chapter update pdhl udh lama bgt, trahir update okt.
amaharanin #3
Chapter 7: Bentar yah aku intermeso dulu. Aku sebagai readers disini liat viewers sama komen ff tuh gak pernah sinkron. Viewers nya banyak tapi yg komen itu2 aja :'( :'( author tetep semangat yah. Aku yg liat aja sedih gimana author, bikin karya kan susah apa salahnya sih kalian2 yg baca kasih aplause buat authorny. Komen doang gak minta pulsa, maafin tapi aku ngerasa sedih. Semangat authorrr :D :D
Feel ceritanya sedikit beda dari part awal, gak tau dimana kurang atau gimananya tapi aku ngerasa beda. Sepertinya author lagi kena writeblock yah? Beda aja fellnya, kalo pun author sibuk jangan di paksain
Andai aku berasa gutuin bgt hari ini, maafinnnn. :D samangat terussss authorrrr
amaharanin #4
Chapter 6: Sepertinya udh gaya penulisan author, ttep bagus kok biar rada lambat juga pas awal2. Tapi pas abis ketemu Tiffany di bar itu alur ya jadi bagus. Juara lah!
Ini aku bacanya sambil nnton standup comedy jadi gak fokus antara mau ketawa dan nyesek maksimal. Hihihi abisan nyesek , bagus bgt authorrrr . Aku nungguin terus lah update an nya. Juara lah!
Dan seneng aja si mbak e udh strong , gitu atuh jangan mau kalah molo. Si abang juga kena karma kan ? Wkwk aku bahagia sekali sumpah, puas gitu
Makasihbb authorr
NadiaExoGangerKim
#5
Chapter 6: Karma for you sunggyu!

Seneng banget karena akhirnya karakter taeyeon yang suka ngalah berubah menjadi melawan. Jadi gak terlalu tersiksa :3

ada apa denganmu, gyu? Kenapa kau jadi seperti itu di hadapan taeyeon? Mulai merasa kasihan? Mulai sadar kalau selama ini kamu kejam? -_-

untuk alur, jangan dipaksa dipercepat thor, kerjain aja sesuai keinginan author. Mau lambat atau cepet, yang penting updatenya jangan lama dan ditunggu saat2 dimana sunggyu menderita haha *ketawaevil

next chap ditunggu ya thor, keep writing. Fighting..
({}) xoxo :-*
pororiahajima #6
Chapter 6: lanjuuuuuut
amaharanin #7
Chapter 5: Masih masalah sama alur sih dari chapter selanjutnya , masih lambat :D feelnya masih juara gak sanggup !
Mbok nya si cewenya jangan di bikin lemah bgt thor , kesel sumpah hargat martabat mbaaa elah . Nyesel da pasti itu
NadiaExoGangerKim
#8
Chapter 5: Feelnya gak hilang, masih ada kok. Ini aku bahkan nangis lagi baca chapter 5nya :-(

kesel ih sama sunggyu! Baru aja cerai udah mau nikah lagi sama cewe lain :3

mingyu-nya kasihan :-(

taeyeon sama mingyu mau ke jepang? Lah, makin penasaran sama next chapnya. Update soon ya <3
irfa_as #9
chapter 4: wah ceritanya bikin orang jadi nangis aja,,,
jadi tambah penasaran dengan lanjutannya,,
amaharanin #10
Chapter 4: Sumpah kerasa bener loh nyeseknya . Tapi kenapa yah kalo kata aku alurnya terlalu lambat , apa emang aku nya aja yg gak sabaran . Bacanya tuh yah sambil nyesek sambil deg deg an juga kalo liat tulisan TBC T.T author kenapa ? Kenapa nyesek bgt ceritanya , feelny juara sumpah . Tapi alurnya di percepat yah dikit :) menurut aku sih heheehe