Page7: Expectation

Hacker
Please Subscribe to read the full chapter

"Apa yang sedang kau rencanakan, Luhan?"

"Aku tidak merencanakan apapun. Kau mau tahu apa yang kupikirkan?" aku menatap Kris tenang berusaha untuk tidak gugup. Dia lalu melepas kepalan tangannya dari kerah baju seragamku. Namun, ia masih berdiri dengan tatapan tak ramah dihadapanku. Semuanya pun masih menoleh dan memerhatikan kami berdua tanpa suara. Ini terlalu tenang. Sehun, setidaknya kau mengeluarkan lelucon bodoh sekarang atau hey, Baekhyun, kau bisa menyalakan televisi dengan volume keras. Bukankah hari ini ada drama kesukaanmu?

"Tapi pertama-tama aku ingin meminta maaf pada Suho. Karena tadi, kalian mungkin tidak akan percaya, aku berencana untuk pindah ke Dongwoon minggu depan. Karena aku belum menemukan Ace di Daewoon."

"Hey! Itu 'kan sekolah yang aku cari untuk minggu depan ini! Aku sudah mengatakannya pada kalian semua termasuk kau! Bagaimana bisa kau berencana seperti itu?" sudah kuduga, Suho langsung berdiri dari kursinya karena terpancing emosi. Ia ikut menatapku berapi-api dan rasanya ingin memukulku.

Aku berhasil berbohong. Tidak heran, selama ini kami memang diajarkan berbohong.

"Kau kejam sekali, Suho sendiri yang mencari sekolah itu untuk hari Rabu mendatang. Aku tahu, karena kau belum mendapatkan sekolah untuk minggu depan lantas kau ingin masuk ke sekolah yang sama dengan Suho. Lagipula, tidak ada kemungkinan apapun bahwa di sana ada Ace." ujar Chanyeol dan hampir dari mereka semua mengangguk.

"Makanya aku meminta maaf. Selesai 'kan?" aku membalasnya, membela diri.

"Sekarang kau kembali ke kamarmu, kau bisa cari sekolah untuk minggu depan di internet dan minta daftar sekolah yang sudah pernah di masuki pada Chanyeol. Selesai." perintah Kris lalu mendorong bahu kananku.

"Ya, kupikir aku memang berencana seperti itu."

Aku pun segera berjalan pergi. Menuju ke kamarku dan ingin segera melakukan apapun yang bisa mengalihkan emosiku pada mereka. Setidaknya aku harus mulai berhati-hati dari sekarang.

***

Setelah mandi aku merasa lebih nyaman untuk tidur sekarang. Selama aku memakai lensa kontak cadanganku aku rasa ini lebih baik. Aku akan terus mengingat penjelasan Chanyeol. Bagaimana bisa? Ini benar-benar bodoh. Aku tidak merencanakan hal jahat apapun untuk mereka. Aku merencanakan kebaikan untuk diriku. Apa itu termasuk niat jahat? Jahat juga karena aku berniat meninggalkan mereka. Maksudku, menghianati mereka.

Tentu saja itu jahat.

"Warna merah jika merencanakan hal jahat, warna keemasaan menginginkan sesuatu dan melihat Ace. Jadi warna biru untuk apa?"

Aku berusaha mengingat-ingat penjelasan Chanyeol. Padahal itu tidak lebih dari setengah jam yang lalu. Kenapa setiap hal penting harus terlupakan olehku?

"Jadi, warna biru menginginkan sesuatu. Warna keemasaan melakukan Hackdevolve. Warna merah merencanakan hal jahat... Jadi kalau melihat Ace... merah atau biru? Eh! Aku tahu, warna keemasan melakukan Hackdevolve, dan biru melihat Ace, dan merah kalau merencanakan hal jahat dan menginginkan sesuatu! Tapi... warna apa yang akan berkontraksi dengan otak?" hening kuiisi untuk berpikir keras sekarang. "Tch, terserahlah." aku langsung mendecak lalu berhenti untuk berusaha menghafalnya. Entah kenapa aku tidak bisa mengingat dengan jelas penjelasannya. Padahal aku sudah mengangguk mengerti padanya. Ya, aku memang mengerti, tapi aku tidak ingat.

Bosan mata dan otakku yang tidak kompak untuk segera mengusir beban pikiran. Aku lalu memejamkan mata. Aku tahu aku memang bisa walau tidak tidur. Namun, kalau aku memejamkan mataku dan berniat melakukan hal itu, maka aku bisa saja tertidur. Setidaknya kami harus terlihat sedikit lebih normal di antara masyarakat luas. Apalagi tetangga rumah kami.

Setelah agak lama memejamkan mata, aku lalu melihat ke arah jam dinding yang menempel di sebelah lukisan sekelompok rusa di padang rumput.

Masih pukul delapan kurang.

Untuk apa tidur? Aku berkata pada diri sendiri dalam pikiranku dan segera bangkit dari posisiku. Aku lalu berdiri dan langsung menyambar posisi tempat duduk pada meja belajar yang sama sekali tidak pernah berfungsi untuk kupakai sebagai meja untuk belajar. Dengan semangat, aku langsung menyalakan laptop putih yang selalu berada di tempatnya ini.

Sambil menunggu benda ini menyala, aku lalu bersandar pada kursiku sejenak. Sekarang tidak tahu apa yang sedang kupikirkan.

Mungkin hal pertama yang akan kubuka sekarang, segera setelah aku menyalakan koneksi internet, adalah membuka website itu. Tidak perlu me-log in karena aku tidak pernah bisa log out darinya. Karena di laptop inilah aku pertama kali membuat akun bodoh itu.

Karena, kalau dibuang dan membeli yang baru sama saja, atau jadinya akan seperti Baekhyun. Aku tidak ingat pasti tapi waktu itu dia sempat membuang ponselnya dan menggantinya dengan laptop baru. Dan ketika ia membuka jenis browser manapun selalu akan muncul notifikasi yang menyuruhnya memasukkan nomor urutan dia menjadi Hacker. Lagipula, selama mengabaikan notifikasi itu ia menjadi stres dan depresi sendiri. Apalagi aplikasi Hacker akan selalu muncul pada ponsel atau komputernya. Dan parahnya, tidak bisa dihapus. Ya, agak menjengkelkan.

Maka dari itu aku tidak pernah membuka website Hacker di tempat lain selain dari laptop dan ponselku. Dan yang membuatku bisa sedikit lebih tenang bahwa aku tidak memiliki aplikasi website bodoh itu.

Lagipula jika aku membuka website ini pada ponsel orang lain, itu malah akan berbahaya. Kalau terjadi sesuatu pada orang yang kupinjam ponselnya, siapa lagi sasarannya kalau bukan aku? Orang yang telah membuka website Hacker pada ponselnya. Setahuku, aku tidak bisa menghapus riwayat pencarian kata kunci Hacker atau pun menghapus riwayat pencariannya dalam bentuk apapun. Website ini benar-benar.

Saat laman benar-benar berhenti memuat, aku lalu mengecek apa-apa saja yang telah terjadi.

Hacker masih 12 orang.

Ace masih 4 orang. Namun di sini ditulis dengan Doll.

Teddy belum mengeluarkan berita baru atau pesan apapun. Memuakkan.

 

 

—Theyo's POV—

Aku dan Taehyun dalam perjalanan pulang ke rumah. Dia membiarkan kap mobilnya terbuka. Memberi kebebasan pada tanganku melambai pada angin yang menepisnya di atas jembatan sungai Han. Hal seperti ini sungguh jarang dalam beberapa hari terakhirku. Entah kenapa aku merasa Taehyun sengaja membawaku melewati jembatan ini. Aku begitu menyayanginya yang benar-benar peduli dan peka padaku.

Dan karena hal itu, tanpa komando, Taehyun pun selalu melakukan hal yang membuatku merasa lebih baik dalam segala hal. Mentraktirku atau jalan-jalan.

"Oppa,"

"Kau suka makan di restoran tadi?"

Aku menoleh ke arahnya tapi tetap bersandar pada jok mobilnya. Menyadari bahwa kami berbicara pada saat yang hampir bersamaan.

"Ah, bicaralah duluan." ucapnya kembali.

Saat kami akan mulai berbasa basi, ingin rasanya mengulur waktu semoga sampai ke rumah lebih lama. Sambil berpikir hal yang baik-baik di kepalaku, aku pun kembali menoleh keluar mobil dengan tangan terlipat. "Bukan apa-apa. Aku hanya ingin memanggilmu."

"Hm? Itu aneh. Apa kembali ada sesuatu di sekolahmu? Mengenai murid baru itu?"

Aku menghela nafas berat. "Iya, dia semakin menyebalkan." jawabku. Tentu saja langsung memutar bola mataku jengkel.

Hening sejenak, kecepatan dan suara angin yang menembus gendang telingaku. Hanya diisi suara lajunya akibat cepatnya mobil ini bergerak.

"Aku suka restorannya, lain kali kau juga harus mentraktir ayah dan ibu." ucapku setelah keheningan yang kami biarkan itu. Dia tetap terdiam. Tidak bereaksi. Kukira, biasanya dia akan dengan cepat merespon perkataanku.

"Oppa,"

Aku kembali memanggilnya. Dia tetap terdiam. Menyadari keanehan ini, aku lalu memutar tubuhku dengan gerakan yang terbatas akibat sabuk pengaman yang melilitku dan menghadap ke arahnya. Memandanginya yang terfokus pada jalan. Entah kenapa aku merasa sedang mencari perhatian darinya. Habis, beberapa hari ini selain beban pikiran tentang... rrr jangan diungkit lagi. Beberapa hari ini anggap saja aku merasa bagaikan manusia yang hampir kehilangan harapan hidup. Bosan menghantui segalanya. Buku-buku tebal yang menjadi camilan sehari-hari pun hampir tidak bisa tertelan otakku. Jadi, wajar kalau waktu luang Taehyun yang agak langka ini aku mau menghilangkan semua pikiran dan beban itu.

"Jangan memandangiku, jelek. Aku tahu aku tampan. Jangan memujiku dalam hati, ya."

Aku langsung bergidik, mengerutkan satu sisi hidungku sambil menatapnya sinis akibat ucapan kepedean itu. Agak terdengar jijik di telingaku memang kalau ia sudah menyandangkan namaku dengan kata jelek sedangkan dia tampan—ya, ya, aku tahu dia cuma bercanda. Namun suaranya tadi itu  terdengar rendah dan di telingaku itu adalah suara pria paling seduktif yang pernah masuk ke telingaku. Aku menyukai suaranya. Aku menyukai nada bicaranya yang mengalun seperti musik pada saat seperti ini. Nada bicaranya saja. Apa isi dari yang ia bicarakan itu membuatku mual. Yea, menemukan  dirinya memuji diri sendiri di depanku itu bukan hal langka.

Beberapa saat kemudian, dia pun menolehkan kepalanya ke arahku, membalas tatapan mataku. Entah apa yang sekarang tersirat pada tatapanku sekarang padanya selain rasa jengkel akibat kalimat candaannya tadi.

Setelah terhanyut dalam wajah tampan itu, aku pun jadi terus memandangi setiap inci keindahan wajahnya. Juga ekspresinya yang menunjukkan rasa angkuh karena aku harus bangga memiliki saudara setampan dia dengan masa depan menjanjikan sepertinya. Aku yakin kami berdua memikirkan sesuatu yang jelek-jelek di benak masing-masing. Tapi tidak—aku memikirkan nada bicara dan wajah tampannya, jangan-jangan dia yang menjelek-jelekkan aku dalam hatinya.

Beberapa saat kemudian, ia kembali terfokus pada jalanan.

Mengutuk diri sendiri karena, sial, aku menyukai tatapannya. Aku menyukai ekspresinya apalagi senyum berlesung itu. Aku menyukainya. Dan tidak salah lagi aku juga menyayanginya. Sebagai oppa-ku. Karena dia lebih baik dari siapapun.

"Aku baru-baru ini mendengar berita tentang sebuah website, kau tahu website apa?" entah kenapa dia malah membicarakan hal itu denganku. Aku jadi tidak bersemangat berbicara dengannya membahas hal itu.

"Yea... Ain't gonna talk about this any further..." jawabku kali ini bersandar lemas dan menatap kosong ke depan.

"Kau pernah membukanya? Kudengar itu berbahaya," memang Taehyun... memang... Aku punya kejadian dengan website bodoh itu.

"Yeah... What a great websites we had these days," jawabku sebelumnya memutar bola mataku semakin sebal. Tidak adakah yang lebih menarik selain membicarakan hal ini? Seperti misalnya novel baru terbitan perusahaan tempatnya bekerja?

"Ahh... Kau tidak melakukan apa-apa 'kan?"

Pertanyaannya membuat alisku menyatu. Memangnya dia tahu sesuatu?

Jawabannya, karena aku penasaran, tentu aku membukanya. "Tidak."

"Kau yakin?"

"Bisakah oppa bicarakan hal lain selain it

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Riaa_Osehhlovu #1
Chapter 48: Antara ecxited sama sedih tokoh utamanya ganti :')
Tapi tetep bakal nunggu sekuelnya koks
ChanCartSoo #2
Chapter 48: Save offline nya di disable ama authornya


Bgst
ChanCartSoo #3
Chapter 48: Q suka lah ni cerite
zaa29b_byeol
#4
Chapter 47: Ini aku belum baca ya? Ah bodo amat. Bagus, bloom! Great one!
crunchymiki
#5
Chapter 47: ane nyengir-nyengir sendiri bacanya anjjayyy >\\\\<
alterallegra #6
Chapter 47: Wow.. Great ff Story i have read ever..
Jongin-ahh #7
Chapter 47: Endingnya gantung bgt gitu authornim T.T
Jongin-ahh #8
Chapter 47: Gue senyum2 sendiri baca ini T.T lebih sweet dr es krimnya theyo ini mah:3
Jongin-ahh #9
Chapter 44: Gue baca dari awal masa T.T chapter ini menggemaskan ><
keyhobbs
#10
Chapter 47: wwoahh!!!author jjang! Gmana bisa endingnya sekeren ini, ya ampun, dan Taehyun akhirnya sama Dara yeyy!! Terus terus Theyo sama Luhan, awalnya aku lebih suka kalo Theyo sama Baek tpi pas baca scene yg mereka jadian jadi ikutan seneng juga, jdinya bingung-_- sebenernya aku suka Theyo-Luhan atau Baek-yo hihi, tpi y sudahlah ya, yg penting pada akhirnya semuanya bahagia,hihi!