Unexpected Past

1/2 Happiness

Seokjin baru pulang ke rumah saat dia melihat pintu kamar Taehyung terbuka. Dentuman keras musik terdengar mengalun dari celah terbuka itu. Seokjin menutup telinganya dan segera berlari menghampiri adiknya.

“Kim Taehyung! Sudah jam berapa ini?? Kau tau tidak kalau suara dari kamarmu terdengar sampai halaman depan?? Kim Taehyung!”

Dengan malas Taehyung menoleh ke arah Seokjin dan memutar volume menjadi sedikit lebih pelan. Seokjin mendengus kesal.

“Kenapa kau tidak tidur?? Malah menyetel musik keras begitu. Apa kau gila?? Bagaimana kalau tetangga mengusir kita??”

Taehyung hanya melengos, ‘mana mungkin mereka berani mengusir kita. Kenal pun tidak..’. Namja itu menunjuk tumpukkan buku yang ada di hadapannya.

“Aku sedang belajar.” Jawabnya datar.

Seokjin yang serba salah kemudian mundur selangkah. “Keluarlah, aku bawa sashimi.”

Adiknya masih mengetukkan pensilnya ke meja saat Seokjin menutup pintu kamar namja itu. Menghela napas berat, Seokjin masuk ke kamarnya yang ada tepat diatas kamar Taehyung. Sudah beberapa minggu Seokjin dan Taehyung tidak pernah bicara layaknya sebagai adik dan kakak.

Taehyung tidak seperti dulu lagi, yang walaupun masih ada orang tuanya, namun minta dibelikan apapun ke Seokjin. Saking dekatnya mereka, Taehyung dibiarkan memanggil Seokjin dengan sebutan Jin Hyung. Karena Seokjin baginya seperti gennie atau jin yang sanggup melakukan apapun untuk Taehyung. Bocah itu menyukai sashimi. Sejak kecil, makanan kesukaan Taehyung tidak pernah berubah. Namun dia jadi jarang memakan itu karena uang jajan yang diberikan Seokjin tidak cukup. Akhirnya Taehyung hanya bisa menunggu sampai Seokjin membelikannya, sebulan dua atau tiga kali.

Selesai mandi dan berganti piyama, Seokjin turun untuk menonton televisi sambil menikmati sashiminya. Sepertinya Taehyung benar-benar sibuk sampai tidak mau mengikutinya ke meja makan tadi. Namun yang dia lihat ketika turun dari kamarnya adalah adiknya yang sudah lebih dulu melahap sashimi di depan televisi, dan musik sudah berhenti.

“Setelah ini kau tidur saja. Jangan belajar sampai larut malam begini.”

Seokjin melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 1 malam sambil mengambil dua kaleng minuman soda untuk dia dan Taehyung. Namja itu duduk sambil menggosokkan rambutnya yang basah ke handuk yang ada di punggungnya.

“Tadi siang aku  bertemu Hyunjae nuna di sekolah.”

Taehyung tanpa basa basi, sambil melahap sashiminya, melontarkan pernyataan. Seokjin tidak merespon, hanya terus mendengarkan.

“Dia bilang, dia bekerja di sekolah kita, untuk kelasku, atas rekomendasi darimu Hyung. Apa itu benar?”

Seokjin hanya mengangguk. Dia mengambil potongan sashimi pertamanya.

“Wah... kau tidak bisa di percaya. Apakah harus sampai seperti itu? Aku satu sekolah denganmu saja apa itu tidak cukup?”

Nada bicara Taehyung sudah sedikit berbeda. Adiknya membuka kaleng sodanya dan menenggak sampai hampir setengahnya.

“Taehyung-a.. Kenapa kau berpikiran seperti itu?” tanya Seokjin penasaran, masih tenang.

“Hyung.”

Taehyung berdiri.

“Aku bukan anak kecil. Aku tidak punya kelainan mental. Aku tidak bodoh. Aku tidak idiot. Dan aku bisa menentukan hidupku sendiri. Apa kau harus sejauh ini sampai menjadikan Hyunjae nuna sebagai guru di kelasku?? Untuk mengawasiku??”

Seokjin kaget melihat adiknya marah.

“Mwo?? Maksudku bukan itu Taehyung-a tapi-“

“APAPUN maksudmu, hyung.. aku tidak suka. Satu sekolah denganmu saja sudah menyusahkanku. Sekarang?? Kau memindahkan Hyunjae nuna kesini untuk mengawasiku karena kau tidak mengajar di kelasku, begitu??”

Seokjin terdiam.

“Geurae...” Taehyung membuang napas, “Kau selalu menganggapku anak kecil. Tapi hyung tidak pernah berkaca dan melihat siapa yang lebih seperti anak kecil!”

Taehyung pergi meninggalkan Seokjin ke kamarnya. Namja itu membanting pintu dengan keras dan menguncinya. Musik keras terdengar lagi dari ruangan itu. Sementara itu Seokjin terdiam sebelum kemudian menghempaskan bahunya ke sofa. Dia tidak pernah menyangka adiknya akan semarah itu. Walaupun tujuannya membawa Hyunjae kemari bukan tentang menjaga Taehyung, tapi sepupunya itu hanya kebetulan menggantikan guru yang ada di kelas Taehyung.

Seokjin mendecak dan meraih ponselnya di meja.

“Ya, ada apa?” tanya suara di seberang.

“Hyunjae ya... apa aku boleh menginap di rumahmu??” tanya Seokjin pasrah.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Hyunjae masih di sisi Seokjin, menjadi sandaran bahu dari sepupunya yang sedang menangis itu.

Ya, Seokjin mendatangi Hyunjae dan minta menemaninya minum Soju. Hyunjae hanya minum dua botol, sementara Seokjin sedang memegang botol ketiganya. Dari tadi, Seokjin hanya cerita dan mengeluh tentang Taehyung. Bagaimana perubahan sikap Taehyung padanya, dan hal-hal yang sekarang menjadi sangat berbeda.

“Dia bahkan tidak berterimakasih atas sashimi yang ada di perutnya itu! Jashik!”

Baru sekali ini Hyunjae melihat Seokjin menangis karena Taehyung. Seokjin tidak pernah dengan sengaja menangis. Jika dia sedih, dia akan diam. Terakhir kali gadis itu melihat Seokjin menangis secara sadar adalah saat ayah dan ibunya di makamkan. Setelah itu seolah tidak terjadi apa-apa, Seokjin hidup dengan penuh senyuman. Hyunjae mengerti, mungkin Seokjin mencoba menghipnotis dirinya sendiri bahwa dia juga masih bisa bahagia hidup bersama Taehyung. Tapi kenyataan bahwa adiknya sendiri tidak begitu peduli pada sikapnya, itu sangat menyakitkan.

Menyakitkan sampai membuat Hyunjae juga ikut meneteskan air mata.

“Otteohke Hyunjae ya...dowajwo.. (tolong..)”

Air mata Seokjin merembes ke piyama yang di pakai Hyunjae. Gadis itu mengelus rambut Seokjin dengan penuh kasih sayang. Selama ini dia juga merasa bagian dari keluarga Seokjin. Menjadi anak tengah yang seharusnya bisa berbaur dengan kakaknya dan adiknya juga.

“Aku akan melakukan sesuatu, oppa. Bagaimanapun.. Taehyung juga adikku.”

Mendengar kata adik, isakan Seokjin bertambah lagi.

“Aku kakak yang buruk... apa aku kakak yang buruk, Hyunjae ya? Apa benar?..”

Mereka berdua menghabiskan sisa malam itu dengan menangis bersama.

***

Hoseok sampai di sekolah lebih pagi dari yang lain. Karena semalaman tidak bisa tidur, namja itu memutuskan untuk berangkat sekolah lebih awal. Sekolah akan di mulai pukul 9 namun namja itu sudah ada di sana pukul 7 lebih. Kelas pun belum di buka. Jadi dia memutuskan untuk duduk-duduk di pinggir lapangan basket sambil mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.

Kakinya menghentak, mengikuti alunan lagu yang terdengar dari earphone-nya. Satu lagu yang agak lama berjudul Be My Love yang di aransemen ulang oleh indie band Korea, J.Rabbit.

Hoseok suka lagu itu karena seseorang. Dia ingat, dulu ketika kelas satu, di sekolah lamanya, Hoseok di bully oleh teman-temannya karena dia bersuara jelek tapi senang bernyanyi. Sampai pada akhirnya ada guru yang menemukannya sedang menangis di belakang sekolah, dekat tempat pembuangan sampah.

Guru itu menasihati Hoseok supaya tidak takut pada ejekan teman-temannya. Bahkan memintanya untuk menyanyi bagaimanapun suaranya. Maka Hoseok menyanyi lagu yang biasa ia nyanyikan jika sedang sendirian.

“Jal handa..” ujar guru itu, dengan senyum sambil mengusap kepala Hoseok dengan kelembutan.

Guru itu kemudian mengirimkan sebuah lagu ke ponsel Hoseok dan meminta Hoseok menyanyikan itu jika mereka bertemu lagi nanti. Hoseok berjanji sebelum dia diminta untuk kembali ke kelasnya.

Sampai saat ini, Hoseok masih sangat mengingat dengan jelas bagaimana guru itu memperlakukannya dengan sangat baik. Senyum guru itu, Hoseok masih bisa mengingat dengan sangat jelas.

Mengingat masa lalu, Hoseok tersenyum kecil. Guru itu adalah alasan mengapa Hoseok sekolah di sini. Dia mati-matian mencari alasan kepada kedua orang tuanya supaya dia bisa dipindahkan disini. Karena Hoseok tidak ingin kehilangan cinta pertamanya.

Ya, mungkin ini terdengar gila bagi siapapun yang tidak percaya. Tapi semenjak kejadian itu, Hoseok terus mencari sosok guru itu di sekolahnya. Sesekali Hoseok sempat melihat, namun tidak pernah punya kesempatan untuk bertemu atau sekedar mengucapkan terimakasih padanya. Hoseok berpikir bahwa dia menyukai guru itu. Apalagi dia dengar umur guru itu masih muda. Tentu saja, ada kesempatan untuknya menjadi yunhanam (pacar yang lebih muda) walaupun pemikiran itu agak sedikit gila.

“Oh, oi murid pindahan! Apa yang kau lakukan pagi-pagi disini??”

Hoseok yang tidak sadar kalau dia diperhatikan, menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

Namun tiba-tiba hatinya berdegup kencang.

“Ya... kau rajin sekali ke sekolah sepagi ini? Eoh?”

Hoseok tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan seseorang yang ada di sebelah guru laku-laki itu.

“Oi, daedab anhae? (tidak menjawab?) eish... yasudah terserah kau saja!” guru itu memegang kepalanya, “Aigoo Hyunjae ya kaja... kepalaku pusing sekali.. harusnya aku tadi tidur saja di rumahmu.”

Seokjin.

Kim Seokjin seonsaengnim. Merangkul Kim Hyunjae seonsaengnim.

Kata-kata dan imajinasi yang terlalu banyak membuat Hoseok pusing dan terduduk. Matanya masih terus tertuju kepada kedua manusia yang sedang jalan berdekatan itu, seperti layaknya couple. Hoseok menghela napas berat sambil memperhatikan Hyunjae yang dari jauh terlihat sedang tersenyum.

Jung hoseok menurunkan volume musiknya dan mematikan ponselnya. Membuang napas sebal.

“Kim Hyunjae seonsaengnim, annyeong haseyo.. masih ingat denganku?”

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Filuu-chan #1
Chapter 5: Aduh si Miyeon, suka nya ngeledekin jungkook terus. Awas ntar jadi suka kan bahaya. Wahahaha...
Filuu-chan #2
Eonni... kenapa ini nggak dilanjut2 chapter nya. Ohiya, pake bahasa inggris aja eon... ♡ eottae??