Starting Line

1/2 Happiness

--------------------------------------------------------------------------------

"Mulai minggu depan kau akan ditugaskan untuk menjadi guru pengganti di SMA Guksang. Salah satu guru Bahasa Inggris mereka cuti hamil. Mungkin kau akan disana selama 6 bulan. Tergantung mereka bagaimana mengurus kontrakmu. Tapi yang pasti setelah selesai disana, kau harus kembali lagi ke sekolah ini.”

Hyunjae menatap surat tugas yang digenggamnya dengan lesu. Siang ini dia sudah harus kembali ke rumahnya dan mengurus kepindahan dari Busan ke SMA Guksang di Seoul. Baru satu tahun dia jadi guru di SMA Hongju, tapi sekarang sudah di tugaskan lagi, yang artinya dia harus beradaptasi lagi. Walaupun dia sudah dengar rumor keputusan ini, tetap saja dia berat meninggalkan Busan, kota kelahirannya. Dan diapun baru 2 tahun ada di busan setelah lulus dari Amerika. Sebenarnya ini salahnya juga. Karena sepupunya, Seokjin, meminta alamat email Kepala Kurikulum dan meminta ijin untuk hal ini. Namun tadinya Hyunjae pikir Bapak Kepala Kurikulum tidak akan mau dia keluar, karena Hyunjae merupakan salah satu guru potensial di SMA Hongju itu.

“Yang benar saja... aku kan capek pindah”

Satu per satu Hyunjae memasukan beberapa barang yang penting ke dus yang baru dia beli dari toko di sebelah. Yeoja itu hanya tinggal sendirian, orang tuanya masih di Amerika karena mereka punya bisnis restoran korea di Vancouver. Lelah, Hyunjae meluruskan kakinya dan menenggak soda yang ada di sampingnya.

“Ah...... Seokjin gila. Seenaknya saja.”

****

Sementara itu di SMA Guksang...

“Seonsaengnim Annyeonghaseyo!”

“Seonsaengnim joheun achimiyo~!”

“Seonsaengnim jal jinaesseoyo?”

Kim Seokjin jalan dengan santai sambil menebar senyumnya kepada para siswi yang menyapanya siang ini. Seokjin merupakan guru musik di bidang vokal di SMA Guksang. Penampilannya yang rapi, tampan, ramah dan masih muda, membuat banyak siswi menyukainya. Dengan percaya diri, Seokjin menghampiri siswa yang ada di depannya kemudian merangkulnya tiba-tiba.

“Good morning!”

Siswa yang dirangkulnya kaget dan segera melepaskan rangkulannya. Kim Taehyun, adik dari Seokjin.

“Hyung! Ani... seonsaengnim! Jangan perlakukan aku seperti ini disekolah!”

Seokjin mencoba menampakkan wajah sedihnya, pura-pura. “Wae? Aku kan hyungmu.. aku tampan. Kau ..... ya oke kau tampan. Lihat kan betapa beruntungnya kau mempunyai kakak dan guru seperti hyungmu ini hm??”

Taehyung mau tidak mau menatap sekelilingnya. Para siswa-siswi mulai berbisik-bisik dan tersenyum, beberapa bahkan seperti sedikit excited. “Lihatlah.. mereka akur sekali. Sama-sama tampan seperti malaikat!”

Taehyung menatap hyungnya tajam. “Pshh... kalau bukan karena dana darimu aku tidak bersedia sekolah disini dan diajarkan olehmu. Sana pergi! Dasar guru mesum!”

Namja itu menginjak kaki Seokjin sambil berlalu masuk ke kelasnya. Sementara sang hyung hanya menyeringai menahan sakit. “Dasar tidak tahu diri! Kim Taehyung!” umpatnya kesal.

“Seokjin Seonsaengnim!”

Seorang siswi menghampiri Seokjin dengan diikuti siswa lain di belakangnya.

“Ya? Ada apa Min Seulgi?” jawab sang guru, melihat nametag siswi itu.

“Ini, tadi dia kebingungan mencari ruang guru. Dia bilang kalau dia siswa pindahan.” Siswi itu mendorong namja yang ada di belakangnya.

Seokjin memperhatikan style yang melekat pada anak baru itu. Seragam yang belum diganti, dan wajah yang sedikit aneh. Lalu Seokjin teringat bahwa hari Jum’at kemarin guru bahasa jepang, Hwang Miyeon seonsaeng memberitahukan bahwa akan ada murid pindahan minggu depan, yang berarti hari ini.

“Ah... kau yang mengajukan surat pindah ke Hwang Miyeon seonsaengnim?” namja itu mengangguk. “Kaja, aku antar kau bertemu dia. Min Seulgi gomawo!”

***

“Taehyungi da! Taehyungi!”

“Kim Taehyung!”

Taehyung yang risih dengan semua panggilan dari luar jendela kelasnya, menaikkan volume musik yang sedang di dengarnya. Teman sebangkunya, Jeon Jongkuk yang sedang asik belajar merasa terganggu dan menuliskan pesan pada secarik kertas kecil utnuk Taehyung.

“Suruh mereka teriak pada saat kau di panggung, bukan di kelas. Mengganggu sekali!”

Jeon Jongkuk menatap Taehyung dengan tidak suka. Jujur, Taehyung juga tahu bahwa bukan hanya dia dan Jongkuk yang terganggu, tapi kelasnya juga. Dengan kasar namja itu beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu belakang kelas.

“Berisik sekali kalian! Sana pergi! Aku bukan artis!”

Didalam kelas, beberapa orang tertawa sinis karena seruan yang dikeluarkannya.

“Geurae..” sahut salah satu gadis yang dari tadi meneriakkan nama Taehyung “kau bukan artis, tapi setidaknya band indie-mu lebih berhasil daripada debut dramanya si aktor gagal Jeon Jongkuk.”

Jongkuk yang geram karena namanya di sebut-sebut, berdiri dari kursinya. Tangannya terkepal marah dan matanya menatap tajam.

“Nah nah... lihat dia. Marah pun tidak membuat orang takut. Sesange...”

“YA!!!!”

“Jeon Jongkuk Kim Taehyung!! Duduk!”

Gerombolan wanita penggemar Taehyung langsung pergi begitu Hwang Miyeon seonsaengnim masuk ke kelas mereka dengan membawa seseorang yang seragamnya berbeda dengan mereka yang ada di kelas itu. Seisi kelas langsung berbisik. Bukan karena pertengkarang Jongkuk dengan fans Taehyung, yang sudah hampir setiap hari terjadi, tapi karena orang disebelah Miyeon seonsaengnim itu begitu berbeda, tidak seperti mereka.

Miyeon seonsaengnim menghela napas ketika melihat Jongkuk dan Taehyung yang masih saling menatap benci. “Jeon Jongkuk! Kim Taehyung!”

Setelah satu nada di keraskan, keduanya baru duduk di tempat masing-masing.

“Ja... hari ini kita kedatangan murid baru dari SMA Hongju di Busan. Mulai hari ini dia akan menjadi anggota kelas 2.1 ini. Silahkan perkenalkan dirimu.

Anak baru itu menatap sekeliling. Beberapa berbisik-bisik – mungkin membicarakannya – beberapa tidak peduli, dan beberapa memperhatikan. Namja itu menelan semua rasa canggungnya.

“Annyeong. Aku pindahan dari SMA Hongju, rumahku dulu di Busan. Sekarang aku tinggal dengan tanteku. Aku suka musik. Namaku Jung Hoseok.”

Siswa-siswi kelas 2.1 langsung tertawa ketika mendengar nama yang keluar dari mulutnya.

“Hey anak pindahan, apa tidak ada nama yang lebih bagus lagi?”

Miyeon seonsaengnim menggeleng dan mengetukkan tongkatnya pada papan tulis karena pertanyaan itu cukup mengganggu.

“Okay okay yamete! Jung Hoseok, silahkan duduk. Kalian semua, ibu harap kalian bisa berteman dengan baik dan menunjukan kebaikan dari sekolah kita. Arasseo?”

“Ne...” koor mengiyakan menemani Hoseok berjalan ke dua baris dari belakang.

Baru saja Hoseok mau membuka mulut untuk memperkenalkan diri pada teman sebangkunya, perkataannya sudah di selak.

“Namaku Lee Sungjong. Dan kalau ingin bertahan duduk disini jangan berisik. Jangan mencontek. Jangan membuat ribut.”

Siswa baru itu hanya bisa memasang muka masam sambil menghela napas.

‘Wajahnya setampan itu. Aku kira dia orang yang ramah. Yang benar saja..’ gumamnya kesal.

***

Hyunjae baru saja sampai di Seoul saat jam menunjukkan pukul 6 malam. Sambil memasukkan pakaiannya ke lemari kecil di samping tempat tidurnya, dia menatap Seokjin yang juga sedang merapikan piring dan gelas dari dalam kardus. Sepulang dari sekolah pukul 6 tadi, Seokjin langsung menelepon Hyunjae untuk membantunya merapikan apartemen barunya.

“Seharusnya kau tidak usah datang.. nanti kalau tunanganmu mencarimu bagaimana?”

Seokjin tertawa kecil, “Dia sedang di Jeju. Ada pemotretan di salah satu majalah.” Jawabnya tenang. “Lagipula kenapa kau menyewa apartemen sendiri seperti ini? Kau kan bisa tinggal di rumahku bersama Taehyung..”

Yeoja itu melipat kardus yang sudah kosong dan menghampiri Seokjin untuk menaruh peralatan makan di dapur. “Kau tau kan, Taehyung tidak pernah langsung pulang ke rumah setelah selesai sekolah. Setelah selesai mengajarpun aku malas kemana-mana. Rumah sepi begitu saja. Kalau kau tinggal disana mungkin akan jadi lebih ramai.”

Hyunjae tersenyum mengingat Taehyung. Sudah 3 tahun dia tidak pernah melihat sepupu kecilnya itu. Karena Hyunjae tinggal di luar negeri, hanya bisa berhubungan dengan Seokjin. Ketika pemakaman paman dan bibi, ayah dan ibu dari Seokjin dan Taehyung pun, Hyunjae tidak bisa melihat Taehyung. Dan Hyunjae tidak bisa lama-lama di Korea. Bertemu Seokjin pun baru 6 kali, selama dia pindah lagi ke sini.

“Aku akan sering main. Lagipula nanti apa kata April kalau aku tinggal di rumah tunangannya.” Hyunjae terkekeh. Seokjin mencibir.

“Siapa peduli.. kau kan sepupuku. Seperti dia tidak tahu saja.”

“Aku sebenarnya.. agak gugup.” Perkataan Hyunjae terputus saat dia mencoba mengeluarkan mac ‘n cheese yang dibuatnya dari dalam oven untuk makan malam.

Seokjin menghampiri meja makan dan duduk di depannya. “Gugup kenapa? Karena akan satu sekolah dengan sepupu-sepupumu yang tampan?”

Wajah yeoja itu seketika terlihat masam. Diambilnya garpu sebelum mengetukkannya ke dahi Seokjin.

“Bukan itu!” sepupunya meringis kesakitan. “Kau tau.. aku paling tidak suka beradaptasi. Dan aku malas beradaptasi. Apalagi kalau aku harus ada di tengah-tengah lingkungan yang separuhnya mengenalku, dan separuhnya tidak. Itu sangat susah.”

Seokjin terkekeh.

“Tenang saja, kau akan menemukan siswa-siswi yang bisa kau ajak berteman. Apalagi kau cantik. Maksudku, kita merupakan gen yang bagus. Aku pun disukai para siswi. Hahaha”

Hyunjae membiarkan sepupunya narsis sambil mengunyah macaroni yang sudah di buatnya.

“Besok rencananya kau akan kemana?”

“Aku?... tidak tau. Belum ada rencana. Mungkin akan tidur seharian. Kalau aku gugup biasanya aku tidur.”

Seokjin menatap sinis sepupunya, “Eish... kau ini.”

***

Hyunjae sedang berjalan-jalan di sekitaran kota Seoul, agak jauh dari apartemennya. Hari ini sudah hari ketiga musim gugur. Musim gugur di Seoul sangat berbeda dengan yang ada di Amerika. Korea terlihat lebih indah dan romantis, tapi sekaligus sendu. Sayang sekali Hyunjae berjalan sendirian sore-sore begini. Tadinya Seokjin mau mengantarnya berkeliling, tapi Hyunjae menolak. Karena semalaman Seokjin menemaninya mengobrol dan baru pulang ke rumahnya jam 2 pagi. Seokjin siang ini pun mungkin masih tidur.

“Ah... nalssi johta!” ujarnya senang.

Ini memang bukan pertama kalinya Hyunjae ke Seoul. Tapi semuanya terlihat berbeda hari ini, entah mengapa. Mungkin yeoja itu sedang mencoba menaikkan moodnya karena lusa dia sudah harus ada di sekolah baru.

Menjadi anak tunggal membuatnya susah untuk beradaptasi. Kecuali di Vancouver, karena memang banyak orang yang penasaran padanya; pada budaya Korea Selatan terutama. Hyunjae yang tidak begitu suka keramaian, tidak punya begitu banyak teman. Bahkan hingga dewasa. Yeoja itu saja sudah lupa nama sahabatnya di SMP dulu.

“Aku haus...”

Hyunjae melangkahkan kakinya ke salah satu toko bubble tea terbuka di seberang jalan. Cool :D.

‘Nama toko yang aneh.. apa bacanya..’ gumam gadis itu.

“Selamat siang, bisa tolong sebutkan pesanannya?”

Seorang penjaga salah satu kasir segera melayaninya begitu Hyunjae datang ke sisinya.

“Hm... satu Happiness Shake dengan topping pudding, please.”

“Baik, mohon ditunggu.”

Nama menu minuman disini aneh-aneh. Ada Sorrow Tea, Happiness Shake, Bitter Smile Shake, Milk Cheerful Tea. Dan sepanjang waktu menunggu, Hyunjae menyibukkan matanya untuk membaca menu yang ada. ‘Sepertinya mereka membuat menu sesuai dengan mood pelanggan ya.. kreatif juga.’

“Happiness Shake topping puding, harganya 3500 won. Silahkan..”

Hyunjae menerima minuman sebelum kemudian membayarnya. Dengan bahagia yeoja itu menusukkan sedotan di atas penutup mika gelas minumannya. Dia melanjutkan perjalanannya, melangkah keluar toko.

‘Hmm... tidak heran namanya Happiness Shake! Ini enak sekali!’

“KALAU KAU TERUS BEGINI LEBIH BAIK KELUAR!!!”

Suara seorang ahjussi yang berteriak mengagetkan Hyunjae sampai harus berhenti di gang kecil sebelah toko bubble tea tadi. Gadis itu melihat ada seorang pria kecil yang memakai seragam sama dengan kasir toko tadi sedang menunduk dan seorang yang lebih besar dengan seragam yang sama bertampang seram.

“Mi-mianhaeyo.. aku tidak akan mengulangi lagi. Tolong berikan aku kesempa-“

“KESEMPATAN ITU SUDAH AKU BERIKAN DUA KALI PADAMU LEE SUNGJONG!! MULAI DETIK INI KAU BUKAN PEGAWAIKU LAGI!!”

Ahjussi itu masuk ke salah satu pintu yang ada di gang, meninggalkan pria kecil bernama Lee Sungjong sendirian. Hyunjae kaget sampai-sampai tidak bisa menutup mulutnya. Namja itu duduk lalu menunduk, entah menangis atau apa. Tiba-tiba Hyunjae merasa iba dengan bocah itu. Mungkin dia masih seumuran anak sekolah.

Baru ingin menghampiri namja itu, pintu yang sama terbuka lagi dan ada tas yang melayang ke atas kepalanya. Singkatnya; kepalanya dilempar tas.

“BAWA BARANG-BARANGMU!! DASAR TIDAK TAU DIUNTUNG!!”

Hyunjae membuka mulutnya kesal. Dia sangat ingin menusuk ahjussi itu dengan tongkat baseball yang dia punya. Bagaimana bisa seseorang jahat seperti itu pada anak kecil?? Bah!

“Hey.. apa kau baik-baik saja?”

Hyunjae menghampiri namja yang hampir tidak bergerak setelah di lempar tas tadi.

Namja itu mengangkat kepalanya dan menatap Hyunjae.

“Siapa...kau? Apa yang kau lakukan disini?”

Hyunjae menggigit bibirnya, ‘aku malaikat, aku datang menolongmu. Ayo ikut denganku maka kau akan merasakan kebahagiaan!’, gumamnya berkhayal.

“Aku hanya lewat tadi.. lalu aku melihatmu. Pipimu... baik-baik saja kan?”

Lee Sungjong meringis menyeka pipinya yang ternyata membiru. Dia menggeleng.

“Pergilah, siapapun kau. Aku baik-baik saja.”

Hyunjae tertawa sinis, “Bagaimana bisa kau baik-baik saja? Pipimu biru dan hidungmu berdarah begitu. Manusia macam apa yang bisa melakukan hal seperti ini?? Astaga...”

Sungjong menyeka darah yang keluar dari hidungnya.

“Ayahku.”

Hyunjae kaget.

“Pria itu ayahku.”

Namja itu berdiri dan memunguti semua benda yang berserakan dari tasnya tanpa sepatah katapun. Tanpa disadari, Hyunjae menatap Sungjong dengan nanar dan airmatanya jatuh. Sungjong mengernyitkan dahinya ketika dia melihat respon Hyunjae.

“Kenapa kau jadi menangis??”

Hyunjae menyeka air matanya, “Aku tidak tau b-bahwa ada ayah seperti itu.. ak-aku—”

Namja itu menatapnya dan menghela napas.

“Ayo kita pergi dari sini sebelum ayahku keluar lagi.

Sungjong mengajak Hyunjae ke sebuah taman yang sepi. Hanya ada beberapa anak kecil yang bermain, itupun jauh dari tempat mereka berada. Selama 15 menit duduk disana, mereka berdua hanya bisa diam. Sungjong sedang mengompres pipinya yang bengkak dengan es yang dibelinya di perjalanan, sementara Hyunjae mengobati matanya yang sembap akibat menangis, menggunakan Happiness Shake yang dia beli.

“Aku tadi beli ini..” ujar Hyunjae lirih.

“Geurae? Minum sebelum es nya habis. Kalau kau minum itu, kau bisa langsung bahagia.”

Hyunjae menatap minuman itu dan memberikannya ke Sungjong. Wajahnya bertanya-tanya.

“Kalau begitu kau yang minum. Kau bisa terlihat lebih baik nantinya.”

Sungjong sekali lagi menatap Hyunjae sebelum meminum Happiness Shake yang diberikan gadis itu. Menyesapi rasanya, rasa manis itu juga merupakan rasa pahit yang ada ketika dia melihat sang ayah. Rasa sakit ketika melihat ibunya. Segala rasa berkumpul di hadapan Sungjong dan tumpah dengan air mata.

“Ibuku.. sudah meninggal. Dia membuka toko itu supaya aku bisa mendapatkan uang jajan dari sana. Dia tau kalau aku suka membuat minuman dengan rasa yang aneh. Tapi... ibuku meninggal karena ayah. Ibu melihat ayah dengan wanita lain. Ibu bunuh diri dan—“

Bahu Lee Sungjong terguncang. Hyunjae tidak tahan untuk tidak mengusap punggungnya dan menangis bersamanya.

“Ayah mengambil alih toko ibu. Aku diperlakukan sebagai budaknya, bukan pegawai. Bukan kali ini saja ayah mengusirku. Tapi kalau aku benar-benar di usir, aku tidak punya rumah lagi.”

Hyunjae menggigit bibir, “rumahmu?”

Sungjong tersenyum kecut, “Ketika ayah ada di toko, aku bisa di rumah. Tapi ayah memindahkan semua barangku ke toko. Ayah bilang harus ada yang menjaga toko kalau malam. Jadi aku tidur di toko sendirian.”

Namja itu menghela napas menghapus airmatanya.

“Maaf aku sudah banyak bicara padahal kau orang asing.”

Hyunjae tersadar dan menghapus air matanya juga, “A-aniya.. tidak apa. Aku juga sering bicara dengan orang asing.”

Namja itu merapikan baju dan tasnya, “Sepertinya kau lebih tua dariku. Maaf kalau aku memperlakukanmu seperti teman seumuran. Wajahmu tidak terlihat tua. Terimakasih atas waktunya dan maaf mengganggumu.”

Sungjong menunduk mengucapkan salam dan berlalu dari hadapan Hyunjae dengan segera.

“Ani---- ya! Kau sekolah dimana??! Ya Lee Sungjong!!”

Yeoja itu sudah berusaha memanggil namun Sungjong tidak menoleh. Hyunjae hanya bisa menghela napas, berefleksi atas apa yang sudah di alaminya seharian ini.

Dia pun jadi teringat ayahnya di Vancouver, teringat ayah Seokjin, pamannya—yang bisa dibilang tegas pada Seokjin dan Taehyung—dan teringat ahjussi ayah Sungjong tadi. Apa ada ayah sejahat itu.. 

“Aish... harusnya tadi dia memberikan nomor teleponnya! Aku kan bisa memberikan dia pekerjaan!”

Hyunjae menggerutu dan kembali melanjutkan perjalanannya.

Hari yang berat sebagai orang baru di Seoul, dimulai....

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Filuu-chan #1
Chapter 5: Aduh si Miyeon, suka nya ngeledekin jungkook terus. Awas ntar jadi suka kan bahaya. Wahahaha...
Filuu-chan #2
Eonni... kenapa ini nggak dilanjut2 chapter nya. Ohiya, pake bahasa inggris aja eon... ♡ eottae??