You, Me and Clinic [Kai/Minah]

EXO 12 Love Stories Relay

 

 

Hampir semua sekolah negri di Korea pasti punya klinik sekolah, termasuk Paran High. Klinik Paran termasuk klinik yang sudah teruji kebersihannya dan sesuai dengan standar rumah sakit. Klinik Paran mempunyai satu dokter jaga, tetapi, karena jadwal yang cukup sibuk ia hanya bisa datang 3 kali seminggu. Untuk mengganti dokter jaga, sekolah membuka bagi siapa saja yang mau jadi petugas klinik.

Petugas klinik ini diambil dari murid kelas 1 dan 2 yang mengikuti serangkaian test. Terpilihlah 15 orang petugas dengan jadwal piket jaga setiap harinya. Untuk petugas klinik, mereka mendapat izin untuk meninggalkan kelas. Mereka juga harus bisa mengejar ketinggalan mereka.

Pekerjaan para petugas tidak terlalu sulit. Setiap hari, ada 3 orang yang piket di 3 jam yang berbeda. Tugas mereka: melayani jika ada keluhan, merawat, dan mengecek kelengkapan obat. Jangan lupa, juga menjaga kebersihan klinik.

Bang Min-ah, salah satu petugas klinik dari kelas 2-C ini baru saja menangani pasien bernama Tao. Min-ah kenal sekali Tao, karena termasuk pasien yang rutin masuk klinik. Min-ah sudah kedapatan 4 kali merawat Tao. Kebanyakan sih, luka babak-belur. Min-ah suka bingung dengan seniornya yang satu itu, kenapa tidak kapok-kapok untuk berkelahi.

Hari Senin dan Jumat adalah jadwal piket Min-ah. Senin jam 9 sampai jam 12, dan Jumat jam 7 sampai jam 9. Ini sudah hari senin, Min-ah sendiri baru mendapat satu pasien rutin yang suka pingsan setelah apel pagi.

Min-ah memegang kening pasien anak kelas satu itu. “Sudah tidak panas. Tidak pusing lagi, kan?” tanyanya. Pasien itu mengangguk,

“Mm, terima kasih Min-ah sunbaenim. Maaf merepotkan, ya?”

Min-ah terkekeh, “Bukan masalah besar. Sekarang kau bisa ke kelas untuk belajar!”

Pasien anak kelas satu itu pun pamit menuju kelas. Ckck, anak itu... pingsan setiap hari senin. Bagaimana rasanya pingsan sepert itu, ya... pikir Min-ah sambil menahan senyumnya. Saatnya mengecek obat! Batin Minah sambil membuka rak obat. Hingga ia berhenti di satu kotak yang kosong. “Aigoo, paracetamol-nya habis!” pekik gadis itu. Paracetamol emang sangat favorit, karena sering sekali yang menderita sakit kepala atau demam.

Kalau obat habis, petugas harus ke apotik terdekat. Apotik dekat sekolah memang sudah bekerja sama dengan sekolah. Jadi, jika butuh supply obat, mereka akan memberikannya dan dibayar setiap akhir bulan.

Setelah mengambil supply obat di Apotik, Min-ah kembali ke sekolah. Langkahnya terhenti saat pintu UKS terbuka. Eung? Ada yang masuk, kah? Tanya Min-ah. Penasaran, ia masuk ke dalam.

Sepi.

Min-ah mulai begidik, masa’ sih, hantu...? hiii...

Perlahan, Min-ah membuka tirai yang menutupi ranjang pasien. Min-ah melompat kaget saat melihat sosok tertidur disana. Seorang murid cowok. Minah mengerjap, fuuuh, syukurlah. Kukira hantu.

Minah mendekati murid itu, melihatnya dari atas sampai bawah. Blush! Minah merasakan pipinya menghangat saat melihat wajah murid itu. T—tampan... batinnya. Murid itu memberikan kesan pada Minah saat pertama kali melihatnya.

Kulitnya yang agak gelap dari orang korea biasanya, rambut dengan poni yang hampir menutupi matanya, badan yang atletis itu... Minah buru-buru menggeleng keras. Minah! Berhenti berpikir yang aneh-aneh! Tapi, Minah tidak kuasa untuk menahan, ia melihat lagi murid itu. Minah berhenti pada satu titik. Pelipis pemuda itu terluka!

Minah mendekat untuk melihat luka itu. Ada luka gores sepanjang satu senti. Darahnya sudah mengering sebagian. Oke, Bang Minah apa yang harus kau lakukan?

Minah pun mengambil kapas, alkohol dan obat merah. Dengan pelan, ia membersihkan luka pemuda itu. Ia berusaha sepelan mungkin, ia tidak ingin membangunkannya. Setelah membersihkannya, ia memberi obat merah.

“Uuugh...” saat menempelkannya, pemuda itu bergerak, yang membuat Minah diam di tempat. Tapi untungnya, pemuda itu masih tertidur. Minah yang takut sekali membangunkannya, akhirnya melupakan obat merah dan langsung memberi plester di kepalanya.

 

Kim Jongin terbangun dari tidurnya. Serba putih. Ah... putih... apa... aku berada di surga? Ah, Kim Jongin, tidak, kau ada di klinik... Jongin menguap sebentar, lalu menatap jam disana. Jam setengah 1, tandanya sedang istirahat makan siang. Kruyuuuk! Perutnya kebetulan sudah berbunyi. Oke, cacing cacing dalam perut! Ayo kita makan!!

Jongin bingung. Kenapa saat ia berjalan, orang-orang menatapnya. Tidak hanya itu, mereka juga menahan tawanya. Orang orang kenapa, sih? Ada yang aneh diwajahku? Batinnya bingung. Sebal, Jongin ingin cepat-cepat sampai kantin.

Di kantin, Jongin langsung duduk di depan temannya yang sedang asyik memakan sup dan nasi.

“Oi, Oh Sehun!”

Sehun mendongak, lalu menatapnya. “Omo, Jongin-ah. Puhahaha!” tidak seperti yang lain, Sehun blak-blakan tertawa depan Jongin.

“Ya! Kenapa semua orang menertawakanku, sih?!”

Sehun terkekeh, “Look at your forehead, you moron!”

Forehead? Jongin pun menatap kaca di sebelahnya. Wajahnya langsung memerah. Ini apa-apaan?! –aakh! Saat memegangnya, Jongin malah kesakitan. Sebuah plester bermotif hati  menempel manis di pelipis kirinya. Inilah yang membuatnya menjadi bahan tertawaan.

“Uuuh, kau ini... ternyata personality-mu itu cute, ya?” ledek Sehun.

“Y—ya! Shut up!

“Lagipula, darimana kau mendapatkannya? Kau luka apa memangnya?”

Jongin memutar balik semuanya. Luka ini mungkin didapat saat memanjat pagar sekolah karena ia terlambat. Lalu... ia bolos pelajaran dan tidur siang di klinik, lalu... ia mendapat plester ini.

“Oh... mungkin itu dari petugas klinik.” Jelas Sehun.

“Petugas klinik?”

“Mm! Mereka pengganti dokter jaga. Ya syukur deh, lukamu diobati.”

Jongin menghela napas, lalu memegangi plesternya itu. Baik sih, tapi tidak motif hati juga, kan?!

 

Penasaran siapa yang memberinya plester motif hati itu, Jongin kembali ke klinik. Kini ada petugas yang menjaga, tapi laki-laki. Jongin sekenanya menuduh, tapi laki-laki itu membantah,

“Aku baru saja masuk, kok. mungkin yang menempelkan itu Bang Min-ah.”

“Bang Min-ah?”

“Ya, dia piket sebelumnya.” Jongin meminta maaf, lalu keluar dari klinik. Jadi, Bang Min-ah, ya. Oke, siapa perempuan bernama Bang Minah ini?

 

Seminggu setelahnya, Minah menemukan pemuda yang sama di klinik. Tertidur. Minah mendekat untuk melihat luka pemuda itu. Ia ingin menyentuhnya, tapi...

“Boo!”

Pemuda itu bangun! Minah melompat kaget.

“Omona!”

Jongin bangun, lalu menatap gadis di sampingnya. “Kau... Bang Minah?”

Minah mengerjap, “B—bagaimana kau tahu?”

“Hebat kan? Aku membaca pikiranmu.”

“Yee? Benarkah?” Jongin menahan tawanya, gadis itu benar-benar percaya!

“Bercanda. Mana ada orang yang bisa membaca pikiran orang. Hm, aku hanya tahu... jadi kau yang menempelkan plester hati di keningku ya?”

Pipi Minah menghangat, “Ng... uh, iya... maaf! Pelipismu terluka aku jadi—“

“It’s okay. Terima kasih, ya. Tapi... kenapa harus motif hati? Memangnya kau tidak punya motif yang lain?”

Minah menyemburkan tawa, yang membuat Jongin bingung. “Hey! Kok tertawa?”

 

Minah pun menunjukkan koleksi plester yang ada di rak obat. Ada beberapa motif lucu disana. Bintang, bunga, binatang, roket, juga ada yang tidak bermotif. Jongin protes kenapa tidak memilih yang roket. Tapi jawaban Minah sederhana, karena yang motif hati lucu. Jongin memang tidak mengerti perempuan.

 

Setelah kejadian itu, setiap senin antara jam 9 sampai jam 12 adalah pertemuan rutin mereka. Minah memarahi Jongin karena ternyata Jongin datang untuk bolos atau tidur siang. Jongin tidak peduli, ia memang benci pelajarannya. Tapi, dalam hati Minah senang karena adanya Jongin di klinik.

“Hey, Bang Minah” panggil Jongin suatu siang di klinik.

“Hm?” tanya Minah yang sedang merapikan ranjang pasien.

“Memangnya kau mau jadi dokter, ya?”

Minah berhenti lalu menatap Jongin, “Dokter? Hm, tidak. Aku inginnya jadi perawat.”

“Kenapa?”

“Tidak ada alasan khusus, sih. Dari dulu, aku senang sekali merawat orang. Mungkin karena aku sering merawat adikku. Dulu, Mama dan Papa bekerja. Aku dan adikku selalu sendirian di rumah. Kalau adik sakit, aku yang merawatnya.”

Jongin tersenyum, “Wah... semoga terwujud, ya. Amin!”

Minah tersenyum senang, “Terima kasih, amin! Kalau kau?”

Jongin menghela napas, “Aku ingin menjadi dancer hebat! Sekarang aku sedang mengikuti les di dance school. Hanya saja...”

Raut wajah Jongin berubah murung. “...hanya saja... Appa tidak menatapku sama sekali.” Tanpa ditanya, Minah sudah mengerti. Pasti ayahnya memandang Jongin sebelah mata, tidak mendukung mimpinya... Minah menyentuh pundak Jongin.

“Jongin-ah, semangat! Aku yakin, ayahmu pasti bangga kok. yang perlu kau lakukan, tunjukkan pada Ayahmu bahwa ‘inilah aku! Ayah, lihat aku!’ begitu!”

Jongin tersenyum lalu mengacak rambut Minah pelan, “Gomawo, Min-ah-ya.”

Minah hanya menahan senyumnya dengan semburat merah di pipinya.

 

Seminggu berikutnya, Jongin tidak pernah datang lagi. Begitu juga 2 minggu berikutnya. Minah terus menerus bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia tidak pernah datang lagi? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah? Apa ia membenciku? Jongin benar-benar hilang seperti ditelan bumi. Di sekolah pun Jongin tidak pernah terlihat. Entah kenapa... aku... merindukannya...

Kini Minah berada di depan kelas 2-F, kelas dimana Jongin berada. Kelas 2-C sudah bubar duluan, jadi Minah menunggu kelas 2-F keluar. Setelah menunggu cukup lama, kelas itu keluar juga. Tapi anehnya... tidak ada Jongin. YA ampun... Jongin... kemana kau?

“Ah! Bang Minah, ya?? Bang Minah, kan?!” kini seseorang dengan sosok tinggi menunjuk Minah. Minah melebarkan matanya,

“Eh?”

 

Minah pulang dengan perasaan tidak menentu. Ia baru saja dari taman, dimana ia diajak bicara oleh Oh Sehun, teman dari Jongin. Tanya tentang Jongin, ya? Tch, benar-benar deh anak itu. Seminggu pertama memang tidak mengatakan apa-apa padaku. Tapi setelahnya, ia memberitahukan lewat LINE bahwa dia sedang ada di Inggris, mengikuti kompetisi dance internasional. Hebat lho! dia perwakilan dari Korea Selatan! Karena lolos terus, ia di karantina dan tidak tahu kapan kembali dari London. Aaaakh, aku iri sekali padanya! Ia bahkan mengirimiku fotonya yang sedang menonton Chelsea di Stamford Bridge Stadium!

Minah hanya berdoa segala yang terbaik untuk Jongin.

 

2 minggu setelahnya, Minah sudah mulai terbiasa tanpa kedatangan Jongin walaupun ia sangat merindukannya. Kini, Minah akan kembali bersemangat untuk piket (sebelumnya, Minah begitu tidak bersemangat sampai suasana klinik menjadi horor di setiap hari senin).

“Kau sudah baikan, jangan lupa istirahat saat sampai rumah ya!” Minah baru saja mendapat pasien rutinnya, si-pingsan-hari-senin, begitu teman-temannya menamai si pasien anak kelas satu.

Setelah pasien itu pergi, pintu kembali terbuka.

“Selamat da—“ Minah terhenti saat seorang pemuda langsung masuk dan berbaring di ranjang, lalu menutup matanya. Minah membeku. Entah mau senang atau marah atau...

Minah menatap sebal Jongin yang kini berbaring.

“Kim Jongin, bangun.”

Tidak ada respon.

“Ya Kim Jongin, bangun, oh?! Bagaimana bisa kau seenaknya berbaring disini!”

Masih tidak ada respon.

Dengan cepat, Minah menggelitik tubuh Jongin, yang membuat tubuh Jongin menggeliat dan terbahak, “—Hahahah! Iya, iya! Aku bangun! Ya! Bang Minah! Bagaimana bisa kau begini pada pasien yang sakit!”

Minah melipat tangannya, “Sakit? Sakit kau bilang? Kau kesini Cuma bolos—“

“Bogoshippo.”

Wajah Minah memerah semerah tomat. “A...apa maksudmu...”

“Maaf ya, pergi tanpa bilang-bilang. Aku dengar dari Sehun, kau mencariku, ya?”

“Mm, i... iya... bagaimana... kompetisinya?”

“Juara 3, hehe!” Jongin menunjukkan 3 jarinya sambil menyengir lebar.

“Waaah! Selamat! Aku tahu kau pasti bisa! Itu juga berkat doaku, tahu! Hehehe! Oh iya, lalu ayahmu...?”

Jongin meraih tangan Minah, “Ayah menatapku, Minah-ya. Akhirnya.”

“D—daenghida... Chukhae, Kim Jongin.”

Lagi lagi, Jongin mengacak rambut Minah. Setelah itu, Jongin kembali berbaring.

“Ya! Kim Jongin, kembali ke kelas sana. Sudah banyak tidak masuk, pakai bolos pula...”

“Kan sudah kubilang, aku sakit... aku tidak bisa tidur, memikirkan seseorang bernama Bang Minah. Hey, ibu suster, aku minta obatnya!”

Minah menggembungkan pipinya, “Mana ada penyakit seperti itu! Itu juga tidak ada obatnya! Kalau kau memikirkan Bang Minah, tatap saja orangnya!” Minah menunjuk dirinya sendiri.

Jongin bangkit, “Benar juga. Wah, ibu suster pintar. Tapi menatapnya saja tidak cukup.”

“Lalu kau mau apa, pasien Kim Jongin?”

Jongin tersenyum, lalu menunjuk pipinya. Minah memerah,

“Ya!!”

“Oi, suster Bang Minah! Wajahmu merah sekali! Demam, ya?”

“Kim Jongin, keluaaaaar~!”

“Hahahahaha! Ampun, suster Minah!”

 

***FIN***

 


 

cheap title :( Who's ship Kai x Minah? hahahaha I dunno, I just thinking they're cute together. But Im shipping Kaieun nowadays~

 

Next will be the last chapter!! *dancing*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mika_lou #1
Chapter 3: Krismi ❤
Mutingiss #2
Chapter 1: hiyaaa! ini singkat tapi sweet bangeeeett!! aku sukaa
AriesRising
#3
Chapter 4: This is so good! I rarely read ff in bahasa, but this one was written cleverly.
Well done!
Sehooney
#4
Chapter 9: yeah chorong sama d.o, bikin lanjutannya dong author atau ga bikin pairing baru lagi buat chorong hihi ^^
erikakook #5
Chapter 8: harusnya ada ceritanya chorong sama siapa gitu