My Dancing Partner [Lay/OC]

EXO 12 Love Stories Relay

My Dancing Partner

 


 

 

Yixing menguap bosan di kamar apartementnya. Pertama, hari ini hari minggu—artinya tidak ada jadwal apapun. Handphone-nya terus saja berkedip tanda banyak chat masuk di akun LINE-nya. Dengan helaan napas, Yixing meraih iPhone-nya itu. Tch. Dari Suho, Suho, Suho, ah, Suho invite you to play LINE Pokopang? Ya ampun bocah satu ini! Sudah besar juga masih main Pokopang -_- pikir Yixing. Tidak hanya Suho, beberapa teman yang lain meng-invite Yixing untuk bermain Pokopang atau Cookie Run.

Saat mau menaruh iPhone-nya di meja, benda satu itu bergetar. Bukan undangan Pokopang, tapi chat dari salah satu Hoobae-nya.

 

Kai: Hyung! Ada waktu?

Lay: Huh? Ada apa, Kai-ah?

Kai: Min seonsaeng memintamu datang ke studio.

 

Lay menaikkan alisnya, huh?

 

Lay: Jigeum?

Kai: Eum, jigeum~

 

Pria dengan nama panggung Lay ini tampak berpikir sebentar. Yah, hari ini tidak ada jadwal, kenapa tidak? Lagipula, ia penasaran apa yang ingin kepala dari Dance School-nya ini mencarinya.

 

Lay: katakan pada Min seonsaeng, aku datang 1 jam lagi

 

Dari SMA sampai lulus kuliah ini Yixing memang les menari di Cheonsa Dance School, major Modern Dance dari beberapa major. Dari kecil, Yixing memang suka menari. Ia sengaja pergi dari China ke Korea hanya untuk belajar dansa. Jangan salah, skill Yixing tidak main-main. Ia adalah salah satu dancer terbaik di CDS, sering sekali memenangkan turnamen Dance Battle.

Kini Yixing duduk di ruangan kepala Min dengan mendengarkan lagu upbeat di iPod-nya. Mendengar lagu Ne-Yo – Miss Indipendend rasanya ingin sekali bergerak sekarang juga. Saking asyiknya, Yixing tidak sadar ada seorang wanita seumurannya masuk dengan wajah bingung.

“A...anu...”

Yixing masih tidak sadar bahwa wanita itu bicara padanya.

“H—Hello? Apa benar ini kantor Min seonsaengnim?” tanyanya ragu sambil mendekati Yixing. Melihat ada sepasang flatshoes baby pink di depan sepatunya, Yixing mendongak. Disana wanita dengan rambut lurus kecoklatan, kulit putih dan mata yang cukup lebar untuk orang korea berdiri menatapnya. Yixing melepas sebelah headphone-nya,

“Uh? Si...siapa?”

“Ah! Sorry, namaku Jung Ahri, salam kenal!” katanya gugup sambil membungkuk. Yixing buru-buru berdiri,

“Ah, namaku...”

“Lay! Ahri-ya~! Kalian sudah datang ternyata!”

Suara khas seorang bapak-bapak umur 50-an mengagetkan kedua insan itu. Mereka berdua langsung membungkuk memberi hormat pada guru besar mereka. Kepala Min pun langsung menyuruh mereka berdua duduk.

“Pasti kalian penasaran kan kenapa kalian berdua dipanggil?” tanya kepala Min sambil bersandar di kursinya. Yixing dan Ahri mengangguk bersamaan.

“Kalian tahu Korean Dance Competition yang diadakan 2 bulan lagi?”

Semua dari murid CDS tahu itu. Itu adalah kompetisi dance berpasangan yang sangat bergengsi di Korea Selatan. Tahun lalu, pemenang dari KDC adalah dari sekolah dance ini.

“Lalu... ada apa dengan kami? Uh, aku tidak meng-apply untuk masuk.” ucap Yixing bingung. Ahri juga tidak kalah,

“Mm! Aku juga... aku tidak meng-apply untuk itu.”

Kepala Min tertawa, “Hahaha, aku tahu... aku tahu. Begini, kami ada masalah. 2 tim terbaik dari CDS untuk kompetisi ini 2 minggu lagi akan kukirim ke Amerika untuk kompetisi internasional.”

Ahri berbinar, “W—wah! Benarkah? H—hebat!”

Yixing mengendus hal yang tidak beres, “Lalu?”

“Otomatis tidak ada tim untuk KDC. Itulah alasan kalian disini.”

Hening sebentar. Yixing dan Ahri bertatapan... lalu... “EH?!”

“Wait! Jadi... maksudmu... kami berdua... satu tim? Berpasangan? Dansa?!” tanya Yixing tidak percaya. Wajah Ahri terlihat panik,

“Tapi... aku kan major Ballet!”

“Ah! Benar! Aku juga kan major modern dance!” protes mereka berdua. Kepala Min terkekeh,

“Justru disitu menariknya. Aku sudah diskusikan dengan beberapa guru ballet dan modern dance. Katanya, kalianlah yang terbaik. Lagipula, ini kan sama-sama dance. Kalian hanya tinggal memadukan antara keduanya... dan BOOOOM! Kalian menang kompetisi!”

Ahri berdiri, “A—aku menolak!”

“Jung Ahri.”

“Min Seonsaeng, please... ballet dan modern dance? Itu... tidak mungkin!”

“Apa kalian pernah mencobanya?” pertayaan dari kepala Min membuat mereka diam. “Nah, percayalah padaku. Latihan mulai senin jam 8 pagi! Akan ada guru khusus untuk kalian. Jika kalian menang, aku akan berikan sesuatu yang spesial.”

Kini Ahri dan Yixing tampak tertarik. Kepala Min membuka lacinya, lalu mengeluarkan dua brosur yang berbeda.

“A...apa ini?” tanya Yixing.

“Scolarship untuk belajar dance di Amerika. Dua sekolah tinggi berbeda. Satu untuk ballet, satu untuk modern dance. Bagaimana?”

Yixing merasakan dadanya berdegup kencang. I... ini impianku! Batinnya. Sudah lama sekali ia memimpikan ini. Untuk mendapat beasiswa ini, sangat sulit! Kini mereka bisa mendapatkannya dengan mudah! Hanya memenangkan kompetisi...

“Jung Ahri, aku tahu kau sangat menginginkan ini. Ya kan?” ucap kepala Min pada Ahri. Ahri mengangguk cepat. Ini... mimpiku selama ini... batin Ahri bergetar.

“Nah, apa kalian mau mengambil penawaran ini? Atau jatuh ke tangan ke orang lain...”

“Kami mau!” seru Yixing dan Ahri bersamaan.

“Kalau begitu, kalian siap untuk latihan besok.”

 

2 orang, 2 bulan, 1 dance, 1 kompetisi. Ahri masih tidak yakin ini akan bekerja. Seumur hidupnya, ia hanya melakukan ballet. Ia... tidak terpikir untuk ke modern dance. Menurutnya, modern dance gerakannya kasar dan tidak beritme. Tidak lembut sepeti ballet. Ahri yakin, pria bernama Lay itu juga berpikiran yang sama.

Ahri memasuki studio tari, dimana sudah ada Lay dengan kaos oblong, celana training dan sepatu kets-nya, sedang menari. Lagi-lagi, pria itu tidak menyadari kehadiran Ahri. Dalam diam, Ahri memperhatikan gerakan Yixing. Ge...gerakannya...

“Oh? Jung Ahri. Sejak kapan disitu?” Ahri tidak sadar bahwa musik sudah berhenti lalu Yixing menatapnya sambil streching. Ahri mengerjap,

“Eh? Ba...baru kok!”

“Oh, kalau begitu ngapain berdiri disitu?”

Wajah Ahri memerah dan masuk ke dalam studio. Tak lama, Guru Lee masuk.

Untuk pelajaran pertama, mereka diberitahu step step dan etika jika berdansa berpasangan. Mereka diajari waltz dan semacamnya. Cukup awkward bagi mereka berdua, karena otomatis tubuh mereka akan berdekatan satu sama lain. Untuk percobaan pertama: tidak ada kemajuan. Mereka masih egois.

 

3 minggu setelahnya.

“Ya, ya! Bagus! Tapi... kalian masih dance sendiri sendiri. Dengar, dance berpasangan itu... pertama, kalian harus percaya satu sama lain. Kedua, kalian harus menyatukan emosi kalian berdua. Bagi penari berpasangan, kalian itu satu. Jadi, jika hanya diri kalian saja, namanya setengah. Oke?” nasihat guru Lee.

“Ne...”

“Istirahat!”

Yixing langsung membaringkan tubuhnya di atas matras. Matanya terpejam. Sial, ini lebih lelah dari modern dance... Tak lama, Yixing merasakan sesuatu yang dingin menempel di pipinya. Wanita itu.

“Ini. Minumlah. Kau terlihat sangat lelah.”

Yixing terenyum, lalu bangkit, “Oh, thanks.”

“Yeah. Hei, Yixing.”

“Eung?”

Ahri memainkan jarinya, “A... aku memikirkan kata-kata dari guru Lee. Mm, kukira...kenapa kita masih belum bisa bersatu karena kita belum saling mengenal. Benar tidak?”

Yixing menaruh botol minuman dekat kakinya, “Hm, benar juga. Yang aku tahu darimu hanya namamu.”

“Benar, kan! Aku juga sama. Mm... ada baiknya jika kita mengenal satu sama lain?”

Yixing mengerjap, lalu menahan senyumnya. Wajah wanita itu terlihat malu-malu. Yixing pun memeluk lututnya, “Oke, ayo kita lakukan! Siapa duluan?”

Setelah suit, akhirnya Yixing yang kebagian pertama menjelaskan semua hal tentangnya. Ahri diam dan mendengarkan. Ia jadi tahu bahwa Yixing adalah orang China, menyukai dance dari kecil, kuliah di Fakultas Sastra (sudah lulus), anak tunggal, tidak suka pedas dan menyukai tteokpokki.

Begitu juga Yixing, saat wanita itu mulai bercerita, Yixing begitu menikmatinya. Ahri punya seorang adik, lalu menyukai cokelat panas dengan marshmallow, benci musim dingin dan serangga, jatuh cinta pada Ballet dari umur 3 tahun, semester akhir di fakultas Hukum (kebetulan sidang skripsinya sudah selesai) dan suka vocal group Monday Kiz.

“Hukum? Kenapa tidak jadi pengacara saja?” tanya Yixing penasaran.

Ahri menghela napas, “Itu kemauan almarhum Ayah... awalnya aku terpaksa... tapi saat tahu itu permintaan terakhirnya, aku meneruskannya sampai lulus. Setidaknya aku dapat gelar S.H. dibelakang namaku nanti.”

“Juga balerina,” timpal Yixing, yang membuat wanita itu tersipu. Setelah mengenal bebih dalam, guru Lee kembali memulai latihannya. Ajaibnya, mereka ada kemajuan.

 

1 Minggu sebelum Kompetisi.

Kini Ahri percaya, bahwa ballet dan modern dance bisa dipadukan. Dan itu menjadi sangat...sangat indah. Menurutnya, mereka berdua sudah melakukannya dengan baik. Kini, Ahri berada di jalan dengan Yixing menuju halte bis.

“Hey, Ahri.”

“Ng?”

“Jika kita menang nanti... apa kau akan mengambil beasiswamu?”

Ahri menatap Yixing aneh, “Tentu saja! Memangnya kau mau merelakan beasiswamu itu?”

Langkah Yixing terhenti. Pertanyaan Ahri membentur hatinya yang paling dalam. Sudah beberapa hari ini, Yixing jadi galau sendiri dengan pilihannya. Entah kenapa... ia jadi tidak mau pergi. Ia ingin disini saja... bersama Ahri. Karena jika ia mengambilnya, ia... ia tidak akan bertemu dengan Ahri lagi.

“Yixing?”

“Eh? Ah! Tentu saja tidak! Hahaha!”

Ahri tersenyum lalu meraih tangan Yixing yang membuat pria itu memerah, “Ayo, Lay! Kita menangkan kompetisi ini!”

“I... iya!” Entahlah, Ahri. Aku sendiri tidak yakin.

 

Hari H Korean Dance Competition.

Sungguh, sungguh luar biasa. Yixing tidak percaya bahwa kompetisi ini sangat spektakuler! Acara ini diadakan di Lapangan Bola yang super besar, ditonton oleh ribuan orang dari berbagai daerah di Korea. Media lokal maupun internasional pun datang! Ia menatap Ahri yang disebelahnya yang terlihat sangat-sangat gugup.

“Ahri-ah? Gwaenchana?”

Mata wanita itu mengkilat-kilat, “Uhhh... aku... aku ke toilet dulu!”

Yixing melihat Ahri yang terbirit-birit menuju kamar mandi.

Di kamar mandi, Ahri mulai mengeluarkan seluruh isi perutnya. Muntah. Ia tidak bilang pada Yixing bahwa ada satu penyakit yang ia idap. Jika Ahri sangat gugup, ia akan muntah. Oh god, Jung Ahri, jangan sekarang, please? Jangan terulang lagi!

Saat membuka pintu kamar mandi, sudah ada Yixing dengan wajah cemas.

“Y—Yixing?”

“Jung Ahri! Kau tidak apa-apa? Kau muntah, kan? Ada yang kau belum beritahu padaku!”

Melihat mata Yixing yang begitu khawatir, Ahri menyerah. Ia menjelaskan semuanya. Aku punya satu penyakit aneh. Jika aku demam panggung, aku akan muntah. Tidak hanya itu, jika aku sangat gugup, aku juga akan muntah. Saat itu... ada kompetisi nasional Balerina. Saat menari, aku tiba-tiba berhenti dan muntah begitu saja. Haha... itu sangat—sangat memalukan. Aku langsung dibopong medis, aku di diskualifikasi dan menjadi bahan omongan selama hampir 1 tahun.

Yixing langsung meraih tangan Ahri yang sangat dingin lalu berkata, “Hey, Jung Ahri. Tatap mataku.”

“Uh?”

“Just... trust me, okay? Jangan lihat kemana-mana, hanya aku. Lihat saja mataku. Kau akan baik-baik saja.”

Kata-kata Yixing membuat Ahri tenang. Tangannya mulai menghangat. Percaya, aku harus percaya padanya.

Tibalah giliran mereka. Ratusan ribu pasang mata kini menatap mereka. Dari tribun, Kepala Min dan Guru Lee menatap mereka cemas. Yixing mulai meraih tangan Ahri, lalu berbisik, ingat apa kataku tadi? Percaya padaku. Tatap mataku.

Dan Ahri melakukannya. Hasilnya? Tidak ada kesalahan sama sekali. Penampilan mereka memukau juri, juga penonton. Sesuadahnya, Ahri langsung memeluk Yixing.

“Kita berhasil!”

“Haha, iya... kita berhasil. Good job, Jung Ahri.”

 

Juara dua. Mereka mendapat juara dua. Yixing sudah sangat senang pencapaian itu, tapi bagaimana dengan Ahri? Bukankah ia menginginkan beasiswa itu? Tapi Yixing tidak melihat raut kesedihan diwajah wanita itu, begitu juga matanya.

“Wah, wah... juara dua, ya?” kata kepala Min, satu hari setelahnya.

Yixing dan Ahri membungkuk, “Ma...maaf.”

“Tidak apa-apa... tapi penampilan kalian benar-benar memukauku. Jha, ini.” Kepala Min menyodorkan dua formulir ke depan mereka berdua. Beasiswa.

“Lho? kita kan tidak menang?” tanya Ahri kaget.

“Kata siapa juara dua bukan pemenang? Lagipula, dari dulu aku ingin memberikan ini pada kalian. Bagaimana?”

Yixing menoleh Ahri, yang kini terlihat... senang? Entahlah, ia tidak bisa membacanya. Dengan satu tarikan napas, Yixing mendorong lagi formulirnya. Hal itu membuat Ahri juga kepala Min kaget.

“Yi...Yixing-ah...”

“Aku tidak mengambilnya. Hehe. Aku kira aku belum siap, aku juga lebih suka disini.”

Min terkekeh, “Begitu? Tidak ada kesempatan kedua, lho, Zhang Yixing.”

Yixing mengangguk mantap. Yah, mungkin ini memang takdirnya. “Ya. Aku tidak menyesal.”

Kini kedua mata menatap Ahri, “Bagaimana denganmu, Jung Ahri?”

Ahri menatap ragu formulir, lalu menatap lagi Yixing... ah, michigenne!

“A...aku menerimanya.”

Yixing mengulas senyum. Kejar mimpimu, Jung Ahri.

 

Saat keluar ruangan, Ahri mengejar Yixing yang berjalan lebih dulu darinya.

“Ya! Zhang Yixing!”

“Apa?”

Mata Ahri berklilat, alisnya turun, marah. “Apa maksudmu tidak mengambil beasiswa?!”

“Lho, kita kan tidak menang. Lalu...”

“Tapi kepala Min memberinya juga, kan!? Bu... bukankah ini mimpi kita?”

Yixing tercengang, lalu terkekeh, “Jung Ahri, ini mimpimu. Aku tidak... tidak menginginkannya lagi.”

“Kenapa?!”

“Mungkin... mungkin karena mimpiku sudah berubah?”

“Berubah? Berubah jadi apa?? Huh?”

Yixing menghela napas, “Aku hanya ingin menari dengan seorang Jung Ahri, oke? Itu mimpiku sekarang! Jika aku mengambil itu, aku tidak bisa menari denganmu lagi.”

Ahri mematung di depannya. Wajah Yixing sudah sangat merah, dan buru-buru meninggalkan Ahri.

 

5 hari setelahnya.

Bosan. Yixing kembali pada fase bosannya. Lagi-lagi iPhone-nya berkdip-kedip. Ia sudah tahu itu dari siapa. Berkali-kali Ahri memberi chat, freecall, bahkan pesan. Yixing menatap chat terakhir dari puluhan yang ia kirim.

Ahri: Keberangkatanku jam 9 besok pagi. Datang, please?

Yixing melempar iPhone-nya ke sofa dengan kasar. Aaaah michil geotgata!!

 

Hari dimana Ahri pergi pun datang. Sudah jam 9 lewat 15 menit, Yixing masih di apartementnya. Yixing berdiri di depan meja dapur sambil mengaduk kopinya terus menrus. Sudah hampir setengah jam seperti itu. Jung Ahri, Jung Ahri... batinnya dalam hati. Ia tidak tega melihat kepergian Ahri ke Amerika. Tapi... ia ingin juga melihat sosoknya untuk terakhir kali. Karena bingung, jadinya seperti ini.

Pikirannya buyar saat bel apartemennya berbunyi. Berkali-kali. Karena mengganggu, dengan malas Yixing membukanya. Yixing melebarkan matanya. Ini... bukan halusinasi, kan? Jung Ahri ada di depannya. Lengkap, utuh. Kakinya masih ada, berarti bukan hantu.

“J...Jung...”

“Ya! Bisa-bisanya tidak datang, huh?!”

Yixing mengerjap, “Ka...kau... bagaimana... Ya! Sudah jam berapa ini?! Kau sudah ketinggalan pesawat! Ayo, aku ant—“

Ahri menahan tangan Yixing, “Aku tidak jadi pergi.”

“Eh?”

“Kubilang, aku tidak jadi pergi.”

“Kenapa? Itu kan mimpimu?”

Ahri mengalihkan pandangannya, “A... apa gunanya mimpiku tanpa dirimu di dalamnya?” ucapnya malu. Yixing tidak bisa menahan senyumnya, lalu memeluk gadis itu erat.

“H—hei...”

“Syukurlah... Aku bisa menari dengan Jung Ahri lagi.”

Ahri mengeratkan pelukannya, “Mm. Menarilah denganku lagi, Zhang Yixing.”

 


 

yeheeeey~ another update and now starring Lay xD

Well, mungkin ini ceritanya pasaran gitu yaaa... by the way street dance+ballet itu beneran ada lho~ kalau yang udah nonton Street Dance pasti tau^^

 

Hope u like it ;)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mika_lou #1
Chapter 3: Krismi ❤
Mutingiss #2
Chapter 1: hiyaaa! ini singkat tapi sweet bangeeeett!! aku sukaa
AriesRising
#3
Chapter 4: This is so good! I rarely read ff in bahasa, but this one was written cleverly.
Well done!
Sehooney
#4
Chapter 9: yeah chorong sama d.o, bikin lanjutannya dong author atau ga bikin pairing baru lagi buat chorong hihi ^^
erikakook #5
Chapter 8: harusnya ada ceritanya chorong sama siapa gitu