Kyungsoo's Third Year [D.O/Chorong]

EXO 12 Love Stories Relay

Kyungsoo’s Third Year

 


 

Kyungsoo menatap kalender, lalu menghela napas. Sebentar lagi, Do Kyungsoo. Sebentar lagi. Batinnya. Hari ini adalah hari pertama tahun ketiga alias tahun terakhir bersekolah di Sekolah Menengah Atas.

Setelah menunggu begitu lama, akhirnya tahun ini datang juga. Kyungsoo ingin cepat-cepat meninggalkan SMA-nya itu dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia sudah mempersiapkan segalanya dari kelas satu.

Bukan hanya itu alasan mengapa Kyungsoo ingin cepat-cepat lulus. Alasan keduanya adalah, ia menjadi sasaran bully di sekolah. Bukan di-bully seperti dihajar atau dikerjai seperti di film-film, tapi karena kepintarannya yang melebihi rata-rata.

Banyak julukan untuk Kyungsoo di sekolah. Dari do-freak, si kutu buku, dan juga ilmuan gila. Beruntung, Kyungsoo diberi kesabaran lebih dari tuhan. Ia tidak peduli. Tapi lama kelamaan itu juga mengganggunya. Walaupun begitu, ia masih punya teman (dan ia cenderung menutup diri dari orang-orang).

Kyungsoo datang paling pagi seperti biasa, masuk ke kelas 3-A. Ia bersyukur masuk kelas 3-A, karena berisi orang-orang pintar, jenius, rajin sepertinya. Setidaknya mereka menghargai kepintaran Kyungsoo, tidak seperti anak-anak di 3-G (kelas terakhir, yang bisa dibilang kelas-kelas buangan).

Setelah 30 menit, kelas sudah mulai penuh. Ketua kelas pun berdiri di depan kelas, menarik perhatian dengan mengetuk papan tulis tiga kali.

“Attention! Aku mendapat titipan dari panitian Year Book SMA Paran. Hari ini, kita akan membagikan angket. Tolong isi yang jujur, ya! Tidak perlu tulis nama kalian ya, biar ini rahasia hihihi.” Sang ketua kelas pun membagikannya ke semua murid kelas 3-A yang berjumlah 30 orang.

“Do Kyungsoo, diisi ya. Ada beberapa kategori di dalamnya—“

“Aku tahu.”

Ketua kelas tersenyum, “Bersenanglah sedikit, Kyungsoo. Ini tahun terakhir. Nanti kau akan merindukannya, lho.”

Kyungsoo meraih kertas angket dan mengangguk pelan, “Iya, tahu kok.”

Ia menghela napas. angket konyol. Ia menatap beberapa kategori. Dari tercantik, tertampan, terpintar... lalala. Aku tidak tahu siapa yang harus aku isi... katanya. Ia mulai menulis. Di kolom terpintar, dengan senyum ia menulis namanya sendiri. Setidaknya ini yang bisa kuisi. Sisanya, ia hanya menulis: siapapun pemenangnya nanti, aku setuju.

 

Jam 6 sore, sekolah sudah mulai sepi. Yang tersisa hanya panitia Yearbook yang sedang mengumpulkan ratusan angket. Park Chorong membawa angket dari kelas 3-A ke ruang panitia. Disana sudah ada panitia-panitia yang sibuk.

“Ah, Park Chorong kau datang!” kata ketua panitia senang. Chorong tersenyum,

“Aku membawa angket dari kelas 3-A, mau diapakan?”

Ketua panitia mendekati Chorong, “Kau bisa tolong Gong Li untuk menghitung angket?”

Chorong menatap Gong Li, murid transfer dari China bermata super sipit yang sedang menghitung angket.

“Oke.” Kata Chorong sambil mendekati Gong Li.

 

“Hai Chorong! Angket kelas berapa, itu?” tanya Gong Li sambil meregangkan ototnya.

“Kelas 3-A”

“Oh, syukurlah. Aku kira kelas 3-A tidak mengumpulkan angket. Aku sedang menghitung Tertampan. Sebutkan ya!”

Chorong pun menyebutkan nama-nama yang diisi di kolom tertampan di kelas 3-A. Gong Li terkejut saat mendengar satu nama yang disebutkan Chorong.

“Do Kyungsoo.”

“Eh?! Siapa?”

“D—Do Kyungsoo.”

Gong Li terkejut lalu merebut kertas yang dipegang Chorong. Benar adanya, nama Kyungsoo tertulis disana. Satu vote untuk Do Kyungsoo!

“Wah, wah! Siapa yang menulis ini, ya? Ini yakin banget tulisan cewek!”

Chorong mengedikkan bahu, “E—entahlah. Hebat ya, Kyungsoo dapat satu vote.”

Gong Li mengangguk angguk, “Mm! Kalau dilihat-lihat Kyungsoo memang cukup manis, sih...”

“Be—benar, kan!” pekik Chorong keras yang langsung mendapat tatapan aneh dari panitia yang sibuk. Gong Li menaikkan alisnya,

“Eh... Chorong juga berpikir seperti itu, ya?”

Chorong menahan malunya, “Uhm, i... iya. Aku cukup mengenal Kyungsoo sih... dia... cukup manis.”

Gong Li terkekeh, “Begitu ya? Coba dia lebih terbuka sedikit, ya! Pasti banyak yang jadi fans-nya”

Chorong mengangguk pelan. Dalam hati ia merasa lega, hampir saja ketahuan...

 

Kalau orang lain akan ke kantin saat istirahat, Kyungsoo lebih nyaman di perpustakaan. Entahlah, suasana yang sepi juga bau khas dari buku tua di perpus membuatnya tenang. Soal perut, tidak masalah. Ia punya hobi tersembunyi, yaitu membuat bekal sendiri. Cooking skill-nya itu muncul berkat punya ibu yang hobi masak.

Dengan sekotak bekal dan novel seri Sherlock Holmes, Kyungsoo menghabiskan waktu istirahatnya. Saking asyiknya, ia tidak sadar ada satu cewek yang duduk di sebelahnya.

“Ckckck, Hoy Do Kyungsoo!” katanya. Kyungsoo menoleh, lalu terkejut.

“Gong Li!”

“Memangnya aku hantu? Tidak usah berteriak seperti itu.”

Kyungsoo menutup bukunya, “Apa yang membawamu kesini?”

“Memangnya hanya kau yang kesini? Aku kesini untuk mencari novel. Oh, iya! Ada kabar besar buatmu, lho Kyungsoo!”

“Kabar besar?”

“Mm! Lihat ini.”

Gong Li  menyerahkan satu kertas berisi angket kemarin. Gong Li mengambilnya sengaja untuk memperlihatkannya pada Kyungsoo. Kyungsoo melebarkan matanya saat melihat namanya ditulis di kolom tertampan.

“Ah, ini pasti orang jahil.”

“Orang jahil? Ini dari kelas 3-A! Siapa orang jahil di kelas 3-A?”

“Buat apa kau menunjukkanku hal ini? Aku tidak peduli.”

“Oh my god Do Kyungsoo! Itu artinya ada yang selama ini memperhatikanmu! Orang ini pasti diam-diam peduli... atau menyukaimu!” grep! Gong Li meraih tangan Kyungsoo, “Kau masih ada harapan!”

Kyungsoo menarik tangannya, “Jangan bercanda, Gong Li. Tidak ada waktu untuk seperti itu. Menyukaiku? Omong kosong. Ini tahun terakhir, ingat?”

“Justru karena ini tahun terakhir! Make memories! Have fun! Itu yang membuat orang segan padamu, Kyungsoo-ya. Kau tidak tahu cara bersenang-senang. Jha! Aku lapar, sudah dulu ya! Ingat kata-kataku, lho.”

 

Awalnya Kyungsoo kira perkataan Gong Li kemarin tidak akan berefek padanya. Tapi... nyatanya malah kepikiran. Bahkan ia tidak bisa tidur semalam karena penasaran dengan angket itu. Anak kelas 3-A, ya? Siapa... pikir Kyungsoo sambil memperhatikan satu persatu murid cewek di kelas 3-A. Aaaah! Aku tidak bisa menebak! Tapi... penasaran...

“Do Kyungsoo.”

Kyungsoo mengerjap saat sosok Park Chorong menghampirinya.

“Ya?”

“Pak guru Won memanggilmu ke ruang guru, tadi. Tidak dengar, ya?”

Ya ampun, aku terlalu serius menghadapi ini. “B..begitu? Ah! Baiklah, terima kasih, Park Chorong.”

Saat Kyungsoo sudah tidak ada lagi, Chorong memasukkan sebuah surat ke laci kolong meja Kyungsoo.

 

Surat. Setelah angket, Kyungsoo kedapatan surat. Tanpa nama. Tapi, isinya sebuah puisi, indah sekali. Tulisannya sama dengan tulisan di angket. Siapa sih gadis ini... bikin penasaran. Batinnya.

Karena perpustakaan sedang dalam perbaikkan, Kyungsoo terpaksa datang ke kantin. Ia sudah lama sekali tidak ke kantin ini. Suasananya tidak berubah. Luas dan berisik. Sambil menyantap makanannya, ia mendengar siaran radio oleh klub radio sekolah.

“Saatnya segment ‘Pesan Rahasia’! uwaaah, sudah banyak sekali pesan rahasia yang masuk ke Mailbox kami lho! saatnya membacakannya ya...”

Kyungsoo memutar matanya. Lagi-lagi sekolah ini punya acara konyol. Siaran radio seperti ini sangat tidak mendidik, batinnya.

“...Untuk Do Kyungsoo kelas 3-A...” Kyungsoo tersedak. Apa?! Na...namaku disebut!

“...Do Kyungsoo, selamat ulang tahun! Mungkin hanya aku yang disini mengucapkannya padamu. Hadiahnya sudah ditaruh di kolong meja, lho. Do Kyungsoo fighting! Wah, wah! Dari siapa ini... ya? Orang ini pasti sangat peduli dengan Do Kyungsoo sunbaenim...”

Semua mata kini menatap Kyungsoo. Kyungsoo merasa tidak nyaman dengan tatapan yang ia tidak tahu maksudnya apa itu. Entah meledek atau apa. Tapi... kelanjutannya membuat Kyungsoo terkejut. Satu kantin menyanyikan lagu selamat ulang tahun padanya. Beberapa teman sekelasnya datang dan langsung merangkulnya.

Ini pertama kalinya ulang tahunnya dirayakan di sekolah. Seramai ini. Seheboh ini.

“Selamat ulang tahun, Do Kyungsoo!”

“Bro, selamat ya!”

“18 tahun! Selamat, ya!”

Kyungsoo hanya tersenyum kikuk dan mengucapkan terima kasih sebanyak banyaknya.

 

Hadiah yang Kyungsoo terima sederhana. Sebuah frame. Ada secarik kertas berwarna pink yang berisi sebuah pesan: selamat ulang tahun, Do Kyungsoo! Semoga tahun ini kau semakin baik^^ aku memberi frame untuk nanti kau isi dengan memori di tahun terakhir ini. Sudah dipikirkan foto apa yang akan kau isi?

Kyungsoo langsung teringat perkataan Gong Li. Ini tahun terakhir! Have fun!

 

Kerja kelompok. Do Kyungsoo satu tim dengan Park Chorong. Mereka mengerjakan soal fisika dalam diam. Hingga Chorong membuka pembicaraan,

“Kudengar kemarin kau ulang tahun ya? Selamat!”

Kyungsoo mengangguk, “Mm. Terima kasih.”

“Hadiah apa yang kau dapat?”

“Sebuah frame.”

“Wah! Sudah dipirkan foto apa yang akan kau isi?”

Deg. Kyungsoo familiar sekali dengan perkataan itu. Mirip sekali dengan kalimat di surat.

“Uh... be...belum. Oh, iya, Park Chorong. Bisa aku pinjam catatan fisika mu? Tadi tidak tercatat semua.”

“Begitu? Boleh! Besok jangan lupa kembalikan ya!”

 

Naluri Sherlock Holmes mulai muncul di tubuh Kyungsoo. Di kamarnya, sudah ada beberapa barang bukti. Kertas angket, sebuah surat puisi, surat hadiah, juga... catatan fisika. Tersangka: Park Chorong. Kyungsoo menatap satu persatu tulisan itu. 100% cocok! Cara menulis huruf ‘H’ juga ‘T’ yang khas... sama. Mungkinkah... Park Chorong? Deg! Memikirkan hal itu, Kyungsoo malah blushing.

Benarkah selama ini Chorong yang selalu memperhatikannya? Kyungsoo memang cukup mengenal gadis itu. Mereka sudah saling mengenal dari SMP. Jika itu benar, aku harus bagaimana...

Tapi, siapapun pengirimnya, Kyungsoo akan berterima kasih. Semenjak mengetahui angket itu... menerima surat-surat itu... entah kenapa... Kyungsoo jadi semangat datang ke sekolah setiap harinya.

 

Melihat Chorong yang duduk sendirian di kelas membuat Kyungsoo memberanikan diri untuk menghilangkan rasa penasarannya. Dengan satu tarikan napas, Kyungsoo menghampiri gadis itu.

“Park Chorong.”

“Ng? Ada apa?” tanyanya ramah. Kyungoo menyerahkan catatan fisika milik gadis itu.

“I...ini. Terima kasih, ya.”

“Tidak masalah!”

“Anu, Park Chorong. Apa kau orangnya?”

Chorong memiringkan kepalanya, “...o...orang apa...?”

 

Kini Chorong dan Kyungsoo berada di atas atap sekolah. Semuanya sudah terkuak. Semuanya... itu memang Chorong.

“...Apa... apa kau marah?”

“Marah?” Kyungsoo terkekeh, “Aku malah berterima kasih padamu, Chorong.”

“Eh?”

“Kau membuatku sadar... bahwa ada yang memperhatikanku selama ini. Aku kira semua orang sama. Hehe. Terima kasih, lho. aku sangat senang.”

Chorong tersenyum malu, “Syukurlah! Tujuanku memang itu. Menunjukkan kau bahwa ada orang yang peduli padamu. Ini tahun terakhir, aku ingin kau merasakannya. Aku ingin merasakannya bersama-sama.”

Kyungsoo blushing, “K—kalau begitu... ayo lakukan...”

“Eh?”

“Ayo lakukan, Park Chorong! Aku ingin membuat memori di tahun terakhir dengan teman-teman... denganmu.”

Chorong tersenyum lembut, lalu mengulurkan tangannya pada Kyungsoo, “Ayo sama-sama”

 

Awalnya tidak mudah, tapi Kyungsoo belajar sedikit demi sedikit untuk membuka diri, dibantu Chorong. Di tahun terakhirnya ini, banyak yang dilalui Kyungsoo selain belajar. Dari pergi ke Hongdae sama-sama, pergi karaoke, makan sampai perut meledak di restoran, bermain truth or dare di kelas, bolos kelas, sampai bermain sepak bola dengan anak-anak cowok. Ia tidak percaya responnya akan se-positif ini. Ini semua berkat Park Chorong.

 

Kini Kyungsoo berada di pinggir lapangan sepak bola, duduk berdua dengan Chorong. Mereka baru saja merayakan ulang tahun ketua kelas mereka di kelas. Chorong asyik memakan kue sisa, sedangkan Kyungsoo melihat foto-foto di camera digital milik Chorong.

Kyungsoo tersenyum melihat puluhan foto di kamera itu. Dari foto wajah ketua kelas yang penuh dengan krim, anak-anak cewek yang sibuk mencolek wajah satu sama lain, juga foto Kyungsoo yang juga penuh krim yang Chorong colekkan. Tangannya berhenti saat ia menatap satu foto dimana semua murid kelas 3-A berfoto bersama di depan kelas dengan ketua kelas yang memegang kue ulang tahun. Disana, semuanya tersenyum. Termasuk dirinya.

“Park Chorong.”

“Hm?” Chorong menoleh dengan mulut penuh.

“Ini... aku boleh meminta foto ini?” tunjuk Kyungsoo. Chorong tersenyum,

“Ah~ foto ini ya! Kau ingin mencetaknya?”

“Mm. Aku rasa aku sudah menemukan foto untuk dipasang di frame.”

 

Beberpa bulan sudah berlalu. Kyungsoo sudah resmi menjadi mahasiswa di Seoul University, major arsitektur. Ia merapikan bajunya sekali lagi. Ini hari pertama masuk kuliah. Sebelum ia benar-benar pergi, ia melihat satu frame di meja belajarnya. Foto bersama teman-temannya saat SMA. Aku rindu sekali... katanya sambil tersenyum.

Pintu belakangnya terbuka.

“Do Kyungsoo! Aku sudah bilang cepat, kan?”

Park Chorong, gadis yang membuat dirinya menjadi Kyungsoo yang baru, yang mengenalkannya bagaimana membuat memori, masuk.

“Sudah siap, kok!”

Gadis itu mendekat, lalu membenarkan rambut Kyungsoo yang agak berantakkan. “Aigoo, pacarku tampan sekali, sih.”

Kyungsoo tersenyum. Ia lupa memberi tahu kalian, bahwa gadis di depannya ini kini telah menjadi pacarnya.

“Terima kasih pujian paginya, Chorong-ah.”

“Hihi. Ayo! Kita bisa terlambat! Kau tahu senior galak sekali, lho!”

“Iya, iya! Hey! Chorong! Pelan-pelan!”

Gadis itu menarik Kyungsoo keluar dari kamar. Matahari menyinari Kyungsoo hangat. Ia menatapnya sebentar. Kini Kyungsoo tidak ragu lagi. Ia siap untuk membuat memori lagi.

 


 

HELLO! Ahahaha maaf banget udah jarang update lagi... sibuk kuliah banget :((

Should I double post? heheh terima kasih yang sudah membacanya!! :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mika_lou #1
Chapter 3: Krismi ❤
Mutingiss #2
Chapter 1: hiyaaa! ini singkat tapi sweet bangeeeett!! aku sukaa
AriesRising
#3
Chapter 4: This is so good! I rarely read ff in bahasa, but this one was written cleverly.
Well done!
Sehooney
#4
Chapter 9: yeah chorong sama d.o, bikin lanjutannya dong author atau ga bikin pairing baru lagi buat chorong hihi ^^
erikakook #5
Chapter 8: harusnya ada ceritanya chorong sama siapa gitu