E
The White Lord“…”
“…”
“APA?!
Nada oktafnya bergema di dalam ruangan. Dia berharap salah mendengar perkataan dari pemuda berambut perak itu. “Lebih baik kau beristirahat dulu, kau bisa mengganti bajumu. Aku akan jelaskan semuanya besok, selamat malam Juniel” jelas Kai tanpa menjawab pertanyaannya. Di saat Juniel ingin menuntut jawabannya, pintu kamarnya tertutup dan menghilang tanpa bekas seiring kepergian Kai. Pintu yang seharusnya berada di tempatnya benar-benar menghilang hanya tersisa dinding polos berwarna merah muda.
Bukankah ini termasuk penculikan? Batinnya berucap demikian. Namun, bagaimana pun cara dia melarikan diri terasa sia-sia. Dia sudah mencoba melewati jendela tetapi apa yang kau harapkan dari tempat tinggi dengan laut di bawahnya? Terjun dan bertemu batu besar di bawah? Sekalipun dia bisa melewati laut itu dan terhindar dari karang lalu tiba di titik awal tetap saja dia tidak bisa kembali ke kebun sekolah. Kau tidak lupa ‘kan bagaimana dia bisa berada di sini dengan melewati pagar tanaman yang membeku itu yang dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya?
Jadi yang sekarang ia lakukan setelah mengganti baju tidur putih yang panjang itu adalah membuang tubuhnya di atas tempat tidur berkelambu itu sambil menunggu Kai untuk kembali mendatanginya yang entah kapan.
“Amee, kau tidak boleh tidur disini” Suara lembut seorang perempuan tertangkap indera pendengarannya. Perlahan matanya mengerjap menyesuaikan cahaya yang ditangkap retinanya. Salah satu tangannya menopang tubuhnya untuk bangun sementara tangan lainnya mengusap kedua matanya. “Amee, kau tidak apa-apa?” Matanya mendapati sesosok perempuan tengah baya yang bersimpuh didekatnya.
“Jam berapa sekarang?” Tanyanya malas. Jawaban perempuan asing itu membuat matanya ingin melompat dari tempatnya. Jam tujuh pagi dan dia masih terbaring disini, dia bisa terlambat sekolah! Juniel langsung berdiri dan berlari tetapi kemudian terhenti. Seolah alam sadarnya mulai menyambangi isi otaknya. Juniel baru sadar dia tidak berada di asrama sekolah. Kepalanya berputar melihat perempuan setengah tua itu yang bingung akan kelakuannya.
“Apa kau baik-baik saja, Amee? Atau perlu kupanggilkan Artze?” Suara dan raut wajah khawatir tampak di wajah wanita itu. “Aku baik-baik saja. Maaf siapa Amee dan Artze? Namaku Juniel” Terlalu banyak k
Comments