Love the life you live

Affairs of The Heart

 

I'm so so so sooooo sorry about a very late update :3 and this is a little KaiLu’s side story at the beginning. Enjoy Chingudeul!

 

 

                                                                                                                                                                                          KaiLu's side story present,

First meet

 

 

Seorang namja manis berlari kecil di lorong panjang sebuah sekolah yang bernuansa seni kental. Di setiap lorong yang ia lewati terpampang lukisan-lukisan yang besarnya nyaris setinggi orang dewasa. Lukisan itu nampak anggun berbingkai kayu berlapis cat emas megah, menampilkan unsur seni yang tinggi. Matanya berbinar memandang sekitar, tak henti-hentinya ia berdecak kagum dalam hati melihat betapa indahnya sekolah ini jika di pandang lebih detail.

Di ujung lorong utama, namja manis itu mencapai sebuah lorong terbuka dengan tiang-tiang bulat yang kokoh, di sekitarnya menampilkan lintasan lari yang di tengahnya terdapat lapangan sepak bola yang luas. Hamparan rumput hijau itu menguarkan aroma sejuk khas tanah basah.

Namja manis itu masih berlari sambil menggenggam erat gulungan kertas. Sampailah ia pada sebuah papan pengumuman yang mungkin besarnya hampir sama dengan salah satu lukisan yang ia lewati tadi. Tempat itu kini mulai sesak oleh siswa-siswa yang berseragam sekolah menengah pertama dari berbagai tempat. Beberapa dari mereka ada yang melompat gembira, sebagian juga ada yang tertunduk lesu meninggalkan tempat itu. Namja manis itu memperhatikan sekitarnya, masih terengah sambil membungkuk memegangi lututnya yang gemetar.

Apapun hasilnya, ia sudah berjanji tidak akan kecewa. Setidaknya ia sudah berusaha hingga sejauh ini. Saat bersekolah menengah pertama, ia sudah mendapatkan tawaran bea siswa untuk meneruskan ke sekolah seni ternama di Hokaido, Jepang. Namun, bea siswa itu tidak diambilnya, ia memilih mengikuti tes di sekolah impiannya, dengan begitu ia harus merelakan adik semata wayangnya untuk bersekolah di Jepang sendirian.

Saint Maria. Sebuah sekolah seni sekaligus asrama bagi siswa laki-laki. Untuk masuk ke sekolah berbasis seni ini, mereka para siswa yang sudah lulus sekolah menengah pertama diwajibkan untuk mengikuti serangkaian tes. Mulai dari tes fisik, tes tertulis, dan khusus bagi kelas seni gerak dan acting, mereka harus mengikuti tes menari. Mengingat betapa sulitnya untuk masuk ke sekolah ini, rasanya hampir tidak mungkin untuk dapat di terima.

Sekarang, di sinilah dia. Di tengah-tengah ratusan siswa yang beberapa hari lalu juga melakukan tes tertulis untuk masuk ke sekolah ini.

“ Fighting!” bisik namja itu pada dirinya sendiri. Menyemangati sebagian jiwanya yang mulai terguncang oleh beberapa pikiran negatif.

Ketika sampai pada sebuah kertas besar yang terlampir di salah satu sudut dari papan pengumuman yang lebar itu. Jemarinya menelusuri setiap angka yang berderet tercetak miring dan tebal, mulai dari bawah, karena ia tak yakin nomor pesertanya akan ada di urutan teratas. Tapi, tidak ada. Namja itu berdecak frustasi, ia mulai lagi memicingkan matanya mengeleminasi nomor-nomor dari tengah kolom hingga bawah. Di sini ada seratus siswa terpilih dari pelosok dalam dan luar negeri. Asrama ini tidak menerima siswa lebih dari seratus siswa yang akan di tes untuk setiap angkatan, kecuali ada siswa pindahan dari sekolah lain, atau rekomendasi para guru. Di antaranya ada 25 siswa dari negara tetangga, kebanyakan dari Jepang dan China.

“ Satu dua kosong dua satu.. Satu dua kosong dua satu.. “ Bibir mungilnya menggerutu cepat, suaranya nyaris seperti bisikan. Gerakan jemarinya secepat pandangan matanya, angka-angka yang berderet di hadapannya membuat matanya hampir juling.

12033.. 12019.. 12021!!

“ Satu.. Dua.. Kosong.. Dua.. Sa-satu? Satu?!!”

Namja manis pemilik rambut coklat tembaga itu tidak percaya melihat angka ajaib miliknya ada di barisan ketiga dari atas. Sejenak, ia membeku di tempat, terlalu gembira untuk berteriak seperti murid lain. Ia tersenyum lebar, ada luapan lain di binar matanya yang ingin segera meledak, melelehkan semua kelegaan dalam dadanya.

Ini semua adalah kerja kerasnya. Ia menatap lagi pada papan pengumuman, teringat kembali perdebatannya dengan adik kecilnya yang tidak setuju apabila dikirim untuk sekolah di Jepang sendirian. Memang bersekolah seni ke Jepang sudah tradisi bagi keluarganya. Ia tertawa kecil membayangkan bagaimana wajah merajuk adiknya nanti setelah mendengar ia diterima bersekolah di sini, Saint Maria.

Ia berbalik dengan cepat, hendak meninggalkan papan pengumuman yang mulai lenggang itu tanpa mengetahui di belakangnya berdiri seorang namja yang lebih tinggi darinya, juga sedang melihat papan pengumuman, membuat wajah namja manis itu terbentur oleh dada bidang milik namja tinggi di belakangnya.

Namja manis tersebut mengaduh kesakitan ketika hidungnya bertubrukan dengan tubuh seseorang. Ia mengusap hidung mungilnya, merutuk dan bergumam dengan bahasa ayahnya, bahasa China.

Tunggu.

Namja itu mulai mendongakkan wajahnya, memandang wajah orang yang baru saja ditubruknya, seketika ia merasakan hal aneh bergejolak dalam dadanya. Namja di hadapannya menatap kesal kepadanya, sambil mengucapkan sesuatu, namun namja manis tadi hanya terdiam –masih memegangi hidungnya- menatap lurus ke dalam matanya.

‘Tubuh orang ini, wangi seperti... Green tea? Harumnya seperti Green tea, menenangkan. Tapi, kenapa kulitnya ...’

“ Hey? Perhatikan langkahmu.” Teriakan namja yang baru saja ditabrak oleh namja mungil itu menyadarkannya dari lamunan. Mata kelam namja itu bertemu dengan hazelnut milik namja manis yang masih memegangi hidung mungilnya. Sepersekian detik mata namja itu turun hingga pada seragam sekolah sang namja manis.

“ Xi Lu Han—ssi?” Namja itu mengeja pin nama namja manis yang masih mendongak menatapnya. “Oh? Pantas saja.” Namja itu mendengus angkuh, “ Kau orang China. Bagaimana bisa kau diterima di sini jika kau tak mengerti Bahasa wajib di sini?”

“ Maaf? “ Namja yang di panggil Luhan tadi mengernyit tak suka, “ Aku sangat fasih berbahasa Korea. Dan apa kau merasa terganggu jika aku orang China?” Luhan menurunkan tangannya dari hidungnya yang memerah, nampaknya benturan mereka sangat keras.

“ Begitukah? Lalu mengapa kau hanya memandangku dan diam saja saat aku memperingatkanmu tentang kepala kecilmu yang menghalangi pandanganku?” Namja itu tak mau kalah, ia berbicara dengan nada yang sangat dingin, namun, Luhan dapat menangkap tatapan tajam namja itu membuat dadanya menghangat dan bulu romanya berdiri

“ Oh—apa yang kau katakan? Kepala kecilku?! Harusnya kau bisa berucap dengan lebih beradab tuan—“ Luhan berkata sambil menyilangkan tangannya di dada, lalu manik hazelnutnya itu membidik pin nama yang tertera di blazer namja angkuh di hadapannya. Mengeja huruf-huruf hangeul itu dengan tepat, “Kim Jongin.”

“ Aku pikir itu sudah cukup beradab tuan hidung merah. Seharusnya kau berlari ke toilet dan berkaca.” Namja yang di panggil Kim Jongin itu merunduk dan mendekatkan bibirnya ke telinga Luhan, “ Hidungmu terlihat lucu dengan rona merah... “ setelah berbisik seperti itu, Jongin berlalu begitu saja dari hadapan Luhan yang masih terpaku . Kini bukan hanya hidungnya saja yang memerah, seluruh wajah hingga batas rambutnya telah merah padam.

Luhan menunduk sambil memegangi hidungnya lalu berlari kecil menuju toilet yang sialnya ia tak tahu letaknya. Karena sibuk menunduk dan memegangi hidung, ia tidak memperhatikan langkahnya. Ketika ia bertubrukan oleh siswa lain, ia hanya membungkuk cepat berkali-kali sambil menggumamkan kata maaf.

Tanpa Luhan sadari, Jongin memperhatikan tingkahnya sambil tersenyum kecil. “ Manis... “ Jongin menggigit bibirnya sendiri, meringis gemas.

 Tak!

“ Ya! Apa yang kau lakukan?!” Jongin mengaduh kesakitan sambil berteriak kepada seorang namja tampan yang baru saja melayangkan telapak tangannya ke kening Jongin. Sementara Jongin bersungut sambil mengusap keningnya, namja itu hanya tersenyum meledek ke arah Jongin.

“ Apa yang manis tuan muda Kim? Apa kau sudah lihat pengumumannya heh?!”

“ Hyung! Tak bisakah kau tidak melakukan kekerasan kepadaku?”

Pemuda yang lebih tua hanya memamerkan senyuman manisnya sambil merangkul adik kesayangannya—walaupun untuk melakukannya ia harus sedikit berjinjit.

“ Ya! Hyung, sebaiknya lepaskan. Apa kau mau berjinjit seperti itu terus?” Jongin berkata dengan ekspresi yang datar tanpa melirik sedikitpun ke arah hyung-nya. Sedangkan hyung-nya menatap ngeri ke arah adiknya yang selalu menampakkan sikap dingin.

“ Diam kau! Bocah hitam! Berani-beraninya pada hyung-mu. Cepat selesaikan ini dan kembali ke rumah, besok kau harus mengikuti upacara penerimaan murid baru.” Hyung-nya Jongin menarik leher Jongin dengan tangan kuatnya, lalu mendekap kepala Jongin di ketiaknya. Ia terus melakukan hal itu dan tak menghiraukan rengekan dari Jongin. Dan semua murid baru di sana menyaksikan betapa konyolnya kakak-beradik itu, sambil menahan tawa.

“ Hey Junmyun, apa yang kau lakukan? Choi-saem memanggilmu di kantornya, cepatlah sebelum beliau mengoceh di pengeras suara.” Satu siswa yang berseragam sama dengan hyung-nya Jongin, menghampiri kegiatan konyol mereka. Junmyun terperangah, ia lalu merapikan kemejanya yang sedikit kusut. “ Ada apa?”

“ Sepertinya untuk persiapan besok. Sebaiknya cepat, kau tahu beliau sangat tidak sabaran.” Namja itu mengibaskan tangan sambil berbicara sepelan mungkin.

“ Baiklah.” Junmyun akan melangkah berbalik meninggalkan keduanya. “ Ah—Chanyeol! Tolong perhatikan adikku, pastikan ia melihat pengumuman dan langsung pulang. Oke? Aku pergi.” Junmyun melakukan gerakan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya memberi isyarat bahwa ia akan selalu melihat apapun yang di lakukan Jongin –I watching you!- sementara Jongin hanya mengangkat kepalan tangan melayangkan pukulan di udara ketika Junmyun sudah berbalik berlari kecil menuju gedung seberang untuk menemui Choi-saem.

Chanyeol—murid seangkatan dengan Junmyun tadi meringis menahan tawa melihat sifat keduanya tak jauh beda. Mungkin hanya warna kulit mereka yang berlawanan.

“ Kim Jongin.”

Jongin menoleh ketika Chanyeol memanggil namanya, menatap namja yang tingginya hampir tertaut sama. “ Selamat—kau sudah diterima menjadi murid Saint Maria.” Chanyeol mengangkat tangan kanannya yang disambut hangat dengan tangan Jongin.

“ Sunbaenim, aku belum resmi menjadi siswa di sini. Masih ada satu tes lagi besok setelah upacara.” Jongin bercicit sambil tersenyum manis pada Chanyeol. Jabatan tangan mereka terlepas, lalu Chanyeol meneruskan sambil memasukkan tangannya ke saku celana, “ Kelas Seni Gerak dan Acting ya?, tenang saja itu hanya formalitas untuk kelas menari, di sana kalian akan di rekrut untuk persiapan perlombaan tingkat nasional berikutnya. Lagi pula kau kan anak dari—“

“ Ke—kejuaran tingkat nasional?! Whoaa—Daebakk!” Pekik seseorang tepat di belakang Jongin, membuat dua namja tinggi itu menoleh. Mata Jongin melebar melihat Luhan berdiri memegang hidungnya dengan mulut terbuka. Ia sangat lucu dalam posisi seperti itu. Ada bulir-bulir air di wajahnya yang merona, sepertinya ia baru saja membilas wajah. Setiap inchi dari wajahnya terlihat sangat imut, membuat Jongin mengigit bibirnya sendiri, menahan senyuman dan erangan.

“ Kau—namja hidung merah, tidak sopan menguping pembicaraan orang lain.” Ucap Jongin seraya mendekat ke hadapan Luhan yang masih terperangah, “ Aigoo~ hidungmu masih merah.” Jongin mensejajarkan wajahnya dengan wajah Luhan, membuat Luhan bergerak tak nyaman dipandangi dari jarak dekat seperti itu. Jongin masih mengoceh bagaimana lucunya wajah Luhan saat ini. Sementara Luhan mundur perlahan-lahan dari hadapan Jongin, namun, Jongin mengikuti langkah Luhan. Semakin Luhan mundur, semakin membawa Jongin untuk maju.

“ Ya! Menjauhlah! Aku—aku tidak menguping, aku hanya kebetulan mendengarnya.” Luhan kelagapan, dan ia masih tak mau menatap balik manik kelam Jongin. Luhan bahkan dapat merasakan hawa panas tubuh Jongin kala itu. Bagaimana harum greentea menguar setiap kali namja itu mendekat. Walaupun tak menatap balik ke arahnya, namun, Luhan bisa merasakan tatapan Jongin yang menuntut.

“ Itu sama saja.” Jongin menjauhkan wajahnya, membuat Luhan bisa menghela napas lega. “ Kau tidak boleh menguping pembicaraan orang lain, nona.”

“ Ya! Aku ini namja! Dan—lagi pula aku tidak menguping, kalian berbicara di tengah jalan dan semua orang bisa saja mendengarnya.” Luhan berujar kesal dan memasang wajah cemberut yang membuat bibirnya mengerucut lucu. Luhan sangat tidak suka bila diolok-olok sebagai yeoja.

“ Tapi kau manis sekali Luhan-ssi, kurasa, sepupuku di Jepang kalah manisnya dengan wajahmu.” Jongin menoleh ke arah Chanyeol sedetik kemudian, “ Benarkan sunbae? Dia itu manis.” dan Chanyeol hanya mengangguk sambil tersenyum manis.

Alih-alih merasa kesal dengan penuturan Jongin, Luhan malah semakin gugup. Jongin masih berdiri di hadapannya sambil meledek hidungnya yang memerah, dan Luhan hanya memberi tatapan kesal sambil bergumam dengan bahasa Mandarin. Dan Jongin akan tertawa melihat gaya lucu Luhan menggerutu.

“ Hei, aku tahu apa artinya itu—“ Jongin melirik jahil ke arah Luhan, membuat Luhan bergerak gelisah antara malu dan gugup.

“ Ya! Kim Jongin! Hentikan!”

“ Hei, kalian sudahlah. Kalau begitu aku pergi dulu, kelas selanjutnya akan segera mulai. Sampai jumpa, Kim Jongin dan kau—“ Chanyeol melirik pin nama pada seragam Luhan, lalu mengeja namanya perlahan.” Xi Lu Han.” Ia tersenyum seraya melambai dan segera berlari kembali ke koridor dalam.

“ Ya, sampai jumpa su-sunbae—nim.” Jongin berdecak, dan mengerutu mengapa ia lupa nama sunbae yang satu itu. “Siapa namanya, ya? Aku lupa.” Ia mengusap tengkuknya kikuk.

“ Kalau begitu, aku juga pergi dulu, aku harus menyiapkan materi tarianku untuk besok.” Luhan membungkuk gugup dan segera berlari dari hadapan Jongin, sebelum wajahnya kembali memerah dan sebelum Jongin bisa mengucapkan sepatah katapun. Jongin hanya bisa menatap punggung sempit milik Luhan menjauh dari hadapannya. Ketika Jongin hendak berbalik meninggalkan tempatnya berpijak, tiba-tiba ia mendengar teriakan dari kejauhan yang menyebabkan ia harus kembali menoleh dan tersenyum lebar.

“ Kim Jongin-ssi, sampai jumpa besok!” Luhan melambai dari kejauhan seraya tersenyum ke arah Jongin, membuat Jongin juga ikut tersenyum melihatnya. Degupan jantungnya seakan berlomba-lomba memecahkan tulang rusuk. Bagaimana bisa di tempat seperti ini ada malaikat yang begitu manis dan lucu seperti Luhan.

Ini adalah pertemuan pertama untuk mereka. Dan, tanpa mereka sadari, untuk pertama kali pula mereka telah terjatuh ke dalam pesona satu sama lain.

.

.

Affairs of the heart

 


Chapter 7; Love the life you live!

 

Flashback. Malam di mana Chanyeol bertemu Jongin.

Segalanya sangat sulit diterima oleh Jongin, namun siapa Chanyeol bagi Jongin? Dia hanya seorang sunbae yang selalu memperhatikan Jongin dalam diam. Untuk Chanyeol, melihat sosok Jongin dalam menari seperti selalu mengingatkan pada ambisi ibunya. Ia hanya tak ingin membuat Jongin terlihat lebih rapuh lagi. Chanyeol kembali menoleh menatap Jongin yang masih tersungkur. Chanyeol merasa telah mengkhianati hati kecilnya sendiri, membiarkan Jongin merasakan kegamangan atas kenyataan yang menampar hatinya telak.

Chanyeol berbalik arah dan melangkah lalu berjongkok kembali di hadapan Jongin yang masih meratap. Jongin mendongak untuk melihat wajah Chanyeol.

“ Me—mengapa?” suara bergetar milik Jongin mengundang tangan Chanyeol untuk segera merangkulnya, membantunya untuk berdiri, walaupun dengan lutut gemetar dan bahu berguncang.

“ Aku tahu kesedihan seperti apa yang menimpamu, tapi aku percaya, selalu ada kebahagiaan lain yang menantimu. Jika kau benar mencintainya, kau pasti bisa menerima semua keputusannya. Dia bukan malaikat yang tahu berapa lama untuk mencintaimu. Ia sudah tahu. Cintanya hanyalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk membuat jutaan hal kecil di dunia ini menjadi sesuatu yang indah bagimu. Bukan untuknya. Bukan untuk orang lain. Hanya untukmu. Meski cinta Luhan tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri, dia telah menyerahkan semua waktunya untuk mencintaimu secara sempurna. Di mana pun jantung Luhan berdetak, ia pasti tak akan jauh dari sisimu.”

“ Kami semua merahasiakan hal ini hanya demi menghormati keinginan terakhirnya, bukan berarti kami memang ingin memisahkan kalian. Ia teramat mencintaimu, sehingga ia tak ingin melihatmu bersedih karena kecacatannya. Kehilangan dua kaki seperti kehilangan seluruh hidup dan mimpinya. Aku harap kau mengerti apa yang dirasakan Luhan. Walaupun aku tak begitu mengenalnya, aku yakin dia memang seorang malaikat pada akhirnya.”

Chanyeol tersenyum lembut menyambut uluran tangan Jongin pada pundaknya. Jongin menunduk mengusap tetes-tetes perih di wajahnya, tersenyum kecil dan menganggukan kepalanya perlahan. Chanyeol benar, ia tak harus berlarut-larut dengan semua ini. Kata-kata yang keluar dari mulut Chanyeol membuat sebagian rasa sakitnya menghilang.

“ Sudah larut, sebaiknya kuantar pulang, aku tak mau melihat Junmyun murka melihat adik kesayangannya belum kembali selarut ini.” Chanyeol tertawa kecil membayangkan betapa protektifnya Junmyun terhadap Jongin.

“ Hyung tidak pulang akhir pekan ini. Ia harus menjaga seseorang di asrama.” Jongin tersenyum kecil, ia tentu sangat tahu, hyung-nya itu telah bisa menerima kehadiran Yixing, atau bahkan hyung-nya sudah mulai menyukai keberadaan Yixing. Jongin dapat melihat dari sorot mata Junmyun yang gelisah menanti kesadaran Yixing saat pingsan.

“ Benarkah? Siapa?”

“ Hanya seseorang.” Jongin menoleh memperhatikan sekitar, sepertinya kegiatan klub sudah selesai terlihat beberapa muda-mudi sudah mulai berhamburan keluar. “ Ayo kita pulang, sebelum mereka tahu aku di sini.”

“ Baiklah ayo.” Chanyeol merangkul Jongin melangkah menuju mobil sport hitam miliknya, setelah menuntun Jongin untuk duduk di kursi samping kemudi, ia lalu melajukan kendaraannya membelah keramaian lalu lintas malam.

 


 

 

Jongin masih terpaku di depan pintu kamar asramanya dengan perasaan campur aduk. Satu sisi dalam dirinya ingin segera berlari menjauh sejauh-jauhnya dari situasi seperti ini, dan satu sisi lain dalam dirinya menginginkan dia tetap di sini, menerobos masuk ke dalam kamar dan memeluk erat Kyungsoo yang sedang menangis, dan mengatakan semua baik-baik saja.

Malam setelah pertemuannya dengan Chanyeol, Jongin sudah ingin melupakan semuanya dan memulai dari awal lagi. Ia tak ingin berlarut-larut di dalam teka-teki yang dibuat oleh para sahabatnya sendiri. Tapi di sini, hari ini, ketika ia ingin memulai sesuatu yang baru, luka itu menganga kembali, memberikan tamparan keras pada hatinya. Tapi, suara pengakuan Kyungsoo dari dalam kamar membuatnya ingin tetap tinggal.

" Tapi hyung, Luhan sudah mengobarkan seluruh hidupnya untukku."

“ Kyungsoo benar.” Ia membuka mulutnya. Sekarang ia membayangkan masa-masa sulit Luhan di rumah sakit, betapa bodohnya ia saat itu tak mencari tahu kabar Luhan.

" Aku hanya ingin Luhan juga merasa bahagia di sana, dengan membuat Jongin bisa menari lagi."

“ Itu juga benar.” Genggaman pada tali ranselnya semakin mengerat. Hati kecilnya berkata, Kyungsoo tidak bersalah, saat itu mungkin dia juga tidak berdaya.

" Tapi aku takut hyung—“

“ Apa lagi yang kau takutkan?” Tangan kanan Jongin hendak terangkat memutar angsel pada pintu kamarnya, namun ia tarik kembali karena tak punya kekuatan yang cukup untuk menghadapi Kyungsoo dalam keadaan seperti ini.

" Akuaku takut jika aku benar-benar mencintai Jongin..."

“ Tapi.. mengapa?” Jongin bergerak gusar, ia tak ingin membuat keributan dan menyebabkan Kyungsoo tahu ia berada di depan kamar. Ia tak ingin membuat Kyungsoo semakin merasa bersalah. Hati Jongin memang belum sembuh semua, tapi setidaknya dengan kehadiran Kyungsoo, semua sahabatnya bisa berkumpul kembali. Bahkan hasrat untuk menari lagi perlahan-lahan tumbuh di hati Jongin.

" Aku tidak mau merampas cinta Luhan, aku tidak mau memanfaatkan keadaan, aku tidak mau membuat Jongin muak kepadaku..."

“ Tidak!” Setetes perih meluncur dari mata kelam milik Jongin. Ia mengusap wajahnya kasar. Kau tidak merampasnya, kau bahkan membawanya kembali, Kyungsoo. Kata-kata itu meluncur begitu saja dalam hati Jongin, kini mulutnya sudah tak sanggup lagi berucap apapun. Semuanya terlalu cepat dan juga menyakitkan.

Setelah itu, suara Kyungsoo tak terdengar lagi, membuat Jongin bertanya-tanya. Apa dia menangis lagi? Seberapa banyak dia menahan rasa sakit ketika di dekat Jongin? Jongin tak bisa menerka satupun perasaan Kyungsoo.

Satu yang Jongin tahu dan sadari, ia tak mungkin kembali ke kamar asrama pagi ini. Melihat Kyungsoo dalam kondisi seperti ini, Jongin takut Kyungsoo akan menghindarinya karena rasa bersalah. Ia tak ingin kehilangan lagi, ia tak ingin dipisahkan lagi. Jongin tak ingin Kyungsoo menjauh darinya. Jongin belajar untuk ikhlas melepas Luhan, dan menerima kehadiran Kyungsoo. Bagaimanapun, ada bagian dari diri Luhan di dalam tubuh Kyungsoo. Ia juga harus menjaganya.

Jongin hendak menuju ruang loker kelasnya untuk mengambil seragam ganti di sana, namun, langkahnya terhenti ketika ia kembali mendengar suara Kyungsoo, yang hampir saja tak terdengar olehnya.

" ... Setelah apa yang aku lakukan, apa masih pantas aku mendapatkan cintanya? hyung? Perasaan ini begitu benar, namun juga begitu salah."

“ Kyungsoo… “ Jongin menoleh ke arah pintu kamarnya, ia menghela napas berat. “ ... Mengapa kau orangnya?”

Kali ini ia harus memantapkan hati untuk memperjuangkan segalanya dari awal, walaupun jantung yang berdetak di sana adalah jantung milik Luhan, tapi hati yang Kyungsoo miliki adalah murni miliknya. Jongin yakin,detak jantung Luhan sudah menuntunnya untuk bertemu dengan Jongin.

Dengan pemikiran seperti itu, Jongin memantapkan langkahnya menuju loker siswa. Ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan Kyungsoo di kelas nanti. Jongin membuka loker dan menanggalkan jaket dan kausnya dan meraih setelan kemeja dan blazer seragamnya.

Dengan senyum mengembang Jongin menuju kelasnya. Langkahnya besar-besar, tak peduli semua siswa melihatnya heran karena ia terus menyunggingkan senyum sepanjang koridor menuju kelas. Karena begitu tergesa di belokan koridor Jongin hampir bertubrukan dengan Baekhyun.

Omo! Kau mengagetkanku!” pekik Baekhyun. Keduanya sama-sama terkejut dan masih terdiam di tempat. Jongin tertawa kecil melihat sikap lucu Baekhyun yang terperanjat kaget, ia mengacak surai coklat milik Baekhyun. “ Maaf aku terburu-buru. Aku pergi duluan. Dah, Baekhyun-ah. ”

Sementara Jongin berjalan terus melewatinya, Baekhyun hanya terpana melihat kelakuan Jongin yang aneh. Ketika Jongin sudah masuk ke dalam kelas ia tersenyum lebar dan baru menyadari satu hal. Jongin sudah kembali seperti dulu. Ceria, jahil, dan penuh semangat.

Baekhyun segera berlari mengikuti Jongin yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kelas. Ketika sudah di dalam kelas ia terus tersenyum menatap Jongin yang masih duduk gelisah di kursinya.

“ Hey Kim Jongin. Kau terlihat lebih baik sekarang. Apa yang telah terjadi?” Baekhyun menepuk bahu Jongin yang masih menoleh ke arah pintu masuk kelas, seperti menunggu seseorang. Jongin terperangah melihat kedatangan Baekhyun.

“ Ah?—hey Baek. Aku hanya sedikit bersemangat.” Jongin tersenyum lagi. “ Kyungsoo—apa dia belum datang? Aku belum melihatnya.” Jongin menelengkan kepalanya melihat ke belakang Baekhyun. Sementara wajah Baekhyun berubah ekspresi menjadi bingung, lalu ia mendudukan dirinya di bangku milik Kyungsoo tepat di hadapan Jongin.

“ Jongin-ah? Apa kau tak tahu? Kyungsoo tak ikut kelas hari ini, Seohyun-seonsaengnim bilang Kyungsoo kedatangan tamu spesial.” Baekhyun bicara seraya meletakkan tasnya di meja Jongin, mendesah panjang seperi baru saja melepas beban berat dari pundaknya.

Jongin terpana mendengarnya, apa Kyungsoo benar-benar akan pindah seperti apa yang sedang ia bicarakan, tapi tadi pagi siapa yang berbicara dengannya. Jangan-jangan...

“ Tamu? Siapa?” Jongin menatap Baekhyun antusias, sementara Baekhyun semakin menatapnya bingung.

“ Aish? Memang kau tidak bertemu dengannya pagi ini? Tadi itu—“ Baekhyun tampak berpikir, “—Aku lewat depan kamar kalian, aku pikir karena terlalu pagi Kyungsoo pasti belum berangkat, jadi aku coba mengetuk pintunya, tapi tiba-tiba Seohyun-seonsaengnim datang menemuiku bersama seorang namja yang keren sekali. Tapi aku lupa siapa namanya—“

Baekhyun menggigit bibirnya mencoba mengingat-ingat bagaimana rupa namja yang bersama Seohyun. Sementara Jongin mendesah gusar, ia hanya takut kekhawatirannya akan menjadi kenyataan.

“ Ya! Byun Baekhyun, siapa dia? Seharusnya kau tahu kan? Aish!” Jongin mencengkram lengan Baekhyun agak kasar dan dihadiahi pekikan dari Baekhyun.

“ Ya! Ya! Kim Jongin! Lepaskan! Mengapa tak kau tanyakan saja pada Seohyun-seonsaengnim, beliau yang memberi Kyungsoo izin hari ini.”

Mendengar penjelasan dari Baekhyun, Jongin menyeringai aneh sambil menganggukan kepalanya. “ Benar!” ia beranjak dari kursinya lalu mengacak gemas surai milik Baekhyun, “ Gomawo Baekhyun-ah, kau sangat membantu!” kemudian ia berlari keluar kelas menuju ruang guru meninggalkan Baekhyun yang memekik semakin kencang sementara Jongin sudah tak terlihat di dalam kelas lagi.

‘ Kyungsoo. Do Kyungsoo... ‘

Pikiran Jongin melayang dimana saat ia mendengar percakapan Kyungsoo dengan seseorang di kamarnya pagi ini. Mengingat ucapan untuk pindah sekolah, membuatnya semakin khawatir. Selama ini ia memang selalu menganggap Kyungsoo seperti tidak ada, tapi sebenarnya ia peduli. Ia hanya tak mampu menerka apa yang tersirat dari balik cara memandang Kyungsoo kepadanya, bagaimana cara Kyungsoo menyampaikan perhatian kepadanya.

Langkahnya sampai di depan pintu ruang guru, Jongin mengatur napasnya, namun, sebelum ia dapat meraih angsel pintu ruangan tersebut sudah terbuka lebih dahulu. Jongin menahan napasnya untuk sejenak, melihat siapa yang kini sedang berhadapan dengannya. Seketika ia lupa dengan kata-kata yang ia ingin ucapkan kepada orang tersebut.

Kyungsoo baru saja keluar dari ruang guru bersama dengan Kyuhyun. Ia tercengang mendapati Jongin ada di hadapannya dan menatap lurus ke arahnya. Degup jantung Kyungsoo berdetak dua kali lebih cepat.

Mata kelam Jongin beralih menatap namja yang bersama Kyungsoo, mungkinkah... dia yang pagi tadi bersama Kyungsoo? Kalau begitu? Siapa dia? Jongin bertanya dalam hati. Namja itu memang memiliki kulit seputih Kyungsoo, bahkan postur tubuhnya membuat Jongin iri. Namja itu tinggi, garis mata dan wajahnya tegas, dan ia jauh terlihat lebih dewasa ketika berdiri di antara mereka.

“ Kau sedang apa di sini? Pelajaran sebentar lagi akan dimulai.” Kyungsoo bertanya, ia melirik ke arah jam tangan. Pukul 09.45 pagi, seharusnya Jongin sudah di dalam kelas sekarang.

“ Kau—sudah tahu jam pelajaran akan dimulai, tapi kau masih berpakaian santai seperti ini? Mana seragammu? Kau akan pergi?” Jongin balik bertanya kepada Kyungsoo, bibirnya mengerucut lucu, jemarinya menunjuk-nunjuk pakaian yang dipakai dan ia tak menyadari tatapan menusuk yang diberikan oleh Kyuhyun.

“ Aku tak ikut pelajaran hari ini. Aku harus menemani seseorang seharian ini. Aku juga sudah minta izin Seohyun-nuna.” Kyungsoo mengapit tangan Kyuhyun seraya tersenyum manis ke arahnya. Kyuhyun hanya bisa mengusak surai hitam Kyungsoo gemas, sepertinya sudah sangat lama Kyungsoo tidak pernah manja kepadanya.

“ Seseorang? Siapa? Apa—ahjussi ini?” Jongin menatap sengit Kyuhyun, sementara yang ditatap oleh Jongin hanya bisa terperangah tak percaya. Apa ia setua itu sehingga namja ingusan di hadapannya memanggilnya dengan sebutan—ahjussi?

Ahjussi?! Apa aku setua itu? Bocah ini keterlaluan!” Kyuhyun berkata menggertakan gigi, menatap sengit balik namja yang ia pikir masih bocah ingusan. Apa benar Kyungsoo suka orang ini? Dia terlalu ceroboh dan kata-katanya kasar.

“ Hyung, sudahlah.” Kyungsoo menarik lembut lengan Kyuhyun lalu mengusapnya, menenangkan Kyuhyun yang mukanya sudah memerah akibat menahan kesal. Lalu Kyungsoo beralih menatap Jongin yang masih menatap Kyuhyun tak suka.

Haruskah aku mengenalkannya?

 “ Hyung, ini—“ Kyungsoo nampak ragu saat akan mengucapkannya, namun ia harus tetap mengenalkan Jongin secara formal di depan hyung-nya itu. “ Ini Jongin. Kim Jongin, teman sekamarku, kami juga sekelas.”

“ Jongin-ah, namja ini adalah hyung-ku, Do Kyuhyun. Ia baru pulang dari London. Ia akan segera menyelesaikan gelar MBA di sana, dan umurnya tidak beda jauh dengan Seohyun-nuna, jadi jangan panggil dia ahjussi lagi, ne?”

“ Begitukah? Maaf kalau begitu.” Wajah Jongin berubah menjadi senang, entah mengapa ada sedikit perasaan lega mengetahui Kyungsoo bersama dengan hyung-nya, bukan dengan orang lain. Tapi rasa khawatir yang lain mulai tumbuh dalam benaknya.

Jika dia hyung-nya Kyungsoo, maka ia akan lebih punya andil dalam keputusan kepindahan Kyungsoo. Jika Kyungsoo pindah, aku.. aku..

Aku harus bagaimana?

“ Tidak apa-apa, Kim Jongin-ssi.” Kyuhyun tersenyum, lalu merangkul posesif Kyungsoo, namun mata tajam Kyuhyun masih menatap Jongin. “ Soo-ya, ayo kita pergi. Kita akan pulang dulu ke rumah, setelah itu baru kita jalan-jalan, otte?”

Kyungsoo mengangguk antusias,lalu tersenyum manis sekali. Senyuman yang tak pernah tertangkap oleh manik kelam Jongin sebelumnya. Walaupun Jongin sedikit tidak suka dengan sikap manja Kyungsoo terhadap Kyuhyun.

“ Tunggu!—“ Jongin reflek memegang lengan Kyungsoo, ia tak boleh membiarkan Kyungsoo pergi. Ia tak boleh membiarkan seseorang yang berharga baginya pergi lagi. Wajah tampannya yang tadi tersenyum berubah menjadi kecemasan yang tidak sengaja ditangkap oleh mata bulat Kyungsoo.

Dia kenapa? Kyungsoo bergumam dalam hati.

“ Boleh aku bicara sebentar dengannya, hyungnim?” Jongin menatap tajam ke arah Kyuhyun, matanya menuntut persetujuan dari mata Kyuhyun. Sementara Kyuhyun hanya bisa menghela napas malas, lalu melepaskan rangkulannya pada bahu sempit Kyungsoo. “ Hanya sebentar. Aku menunggu di sana.” Ia menegaskan.

Kini tersisa Jongin dan Kyungsoo di lorong depan ruang guru. Kyungsoo mendongak untuk melihat wajah Jongin seraya menghujaninya dengan dengan pertanyaan, namun, Jongin masih terdiam menatap balik manik bulat Kyungsoo. Segala yang ada di diri Kyungsoo terlihat manis dan imut. Jongin memperhatikan bibir penuh milik Kyungsoo yang terus mengoceh. Jika tulang rusuk tidak menahan,mungkin jantung Jongin akan melompat keluar karena degupan yang sangat cepat. Pada saat-saat seperti ini, apapun yang ingin dikatakannya seperti tertelan kembali dan tersangkut di kerongkongan.

Di ujung dekat pertigaan lorong, terlihat Kyuhyun sedang mengamati. Ia tersenyum tipis melihat gelagat Jongin, sepertinya Kyuhyun sudah menangkap sesuatu di balik sikap Jongin. Kena kau Kim Jongin!

“ Jongin-ah? Kau tak mendengarku? Ada apa? Apa kau sakit?” Kyungsoo meremas lengan Jongin, mengguncangnya perlahan agar Jongin berhenti menatap dan segera menjawab.

Jongin terkesiap, ia lalu meraih tangan Kyungsoo yang berada di lengannya lalu mengenggam telapak tangan mungil itu. Walaupun segan, ia harus tetap mengatakannya, ia tak mau kehilangan lagi bukan? Ini adalah kesempatannya, ia tak akan membuang-buang waktu lebih lama lagi.

“ Kyungsoo—“ Kyungsoo yang disebut namanya terpana, perasaan di dadanya menghangat segera. Sebelumnya, Jongin tak pernah selembut ini ketika memanggil namanya. “ Jangan pergi.”

Napas mereka sama-sama tertahan. Untuk sepersekian detik, Kyungsoo bahkan tak bisa merasakan kakinya menapak pada bumi ketika Jongin mengatakan hal itu padanya. Ini pertama kalinya Jongin berbicara dengan memandang langsung ke dalam matanya.

Apa yang ia katakan?

Tatapan mata Jongin seakan menghujam tepat di paru-paru milik Kyungsoo, hingga ia sulit untuk bernapas. Ada titik-titik kecemasan dan ketakutan di dalam manik yang berwarna hitam pekat milik Jongin. Rasanya Kyungsoo ingin menerjang tubuh tinggi Jongin, lalu mengecup dua manik kelam itu agar berhenti menyiratkan kepedihan.

“ Ku mohon jangan pergi. Jangan tinggalkan aku—

.

.

Lagi... “

Apa?!

.

.

.

BERSAMBUNG...


 

Kicauan Author:

Maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaffffffff banget buat waktunya yang udah di ulur-ulur *deep bow* ini beneran loh aku stuck and geregatan banget, hampir 15jam di tempat kerja bikin kepala mumet. Aduduh, help me up guys!

Maaf buat, chapter yang tambah garing dan gak nyambung. Buat AOTH ini, mungkin dua bab lagi  akan selesai, dan tadaaaa... sekarang uri Kkamjong yang ngejar-ngejar Kyungie :p hehe.. ada Kailu sama ChanKai nyempil dikit di awal, buat bonuslah, hihiii..

Ini udah update, bab depan aku akan bales satu-satu review kalian saranghaneun chingudeul :3 aku tersentuh sama antusias kalian yang nunggu ff ini :’3.

Satu lagi, kayaknya aku butuh co-author deh buat ngebantu aku nerusin beberapa ff nanti, gimana? Kalo ada yang minat pm yaa, kalo gak ya gak apa-apa :p

See you at next chapter guys!

Saranghaja!

-Pansy-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Pandananaa
Bab 7 Updated chingudeul :3

Comments

You must be logged in to comment
Cungils #1
Chapter 8: Wahai authornim mana lanjutannya???
Caramel9395 #2
i'm still waiting for this, really
aizahputri #3
Chapter 8: HUWEEEEE akhirnya jongin buka hati buat kyungie yg polos. Ditunggu kelanjutannya ya authornim! Love bgt sama ini ff
lulubaekkie
#4
Chapter 8: kaaaa! serius aku suka banget ficnya!! kenapa ka kenapaaa? setiap chapter pasti aku selalu nangis;;;; super daebak ffnya! lanjut ya ka, hwaiting^^
Galaxy_Lilo #5
Chapter 7: Kereeennn.... Cepetan dilanjut ya..
Udh gak sabar pengen baca kelanjutannya.. Hihihi
parkcy_
#6
Chapter 7: Ahh akhirnya lanjutt!! >< gak sabar buat selanjutnya ;uuu;
hyoki407 #7
Chapter 7: yaaa tbc hueee lanjut ne dear ㅠ.ㅠ akirnyaaaaaa <3
ajengcho #8
Chapter 7: cute bgt first meetingnya luhan sm jongin.
itu kata terakhirnya nyesek bgt, "lagi?"
Caramel9395 #9
Chapter 7: ahhhhh i don't know what must i say,
jongin~a i hope u will see dyo as him and not as luhan :)
author-nim aku senang sekali ffnya ini diupdate ><
keep update again yeyyyy ^^/