Kyungsoo POV

Affairs of The Heart

Aku tak pernah mengenalmu, aku bahkan belum pernah melihat wajahmu.

Kita membuat persahabatan saat aku belum membuka mataku.

Bahkan kau memberikanku hidup kedua. Menyerahkan semua mimpimu .

Aku berjanji memenuhi semua permintaan terakhirmu. Bukankah kita bersahabat? Sahabat akan menjaga janjinya bukan?

Aku janji, Lu..

-oOo-

 

 

Chapter 1

 

[ Kyungsoo POV.]

Seperti kebanyakan remaja normal lainnya yang beranjak dewasa. Setidaknya ada sebuah persahabatan, ataupun ikatan-ikatan lain yang terjalin antara remaja. Perasaan saat bertemu dengan lawan jenis yang sebaya dengan penuh gairah muda. Aku selalu berharap menjadi salah satu dari mereka. Menghabiskan waktu seharian di sekolah,berjalan-jalan ke mall sambil bergurau dengan teman sebaya, berbagi cerita tentang sesuatu yang disukai, bergosip, dan juga berkelahi. Tapi sayangnya, itu semua tak akan pernah aku rasakan. Aku hanya bisa menyaksikan itu semua, seperti menonoton sebuah drama di tv.

Disinilah aku, Do Kyungsoo. Usiaku 16 tahun. Wajah yang manis, mata indah bulat penuh yang Tuhan ciptakan dan juga keluarga yang bisa di bilang terhormat dan berkecukupan di atas rata-rata. Di balik semua kesempurnaan itu aku mempunyai kekurangan. Aku hanya menghabiskan hidupku di dalam sangkar emas yang nyaman dan hangat, aku sebut itu sebagai "rumah" .

Sejak berusia 6 tahun aku sudah menjalani Home Schooling. Orang tuaku tidak pernah mengizinkanku untuk beranjak dari rumah dengan alasan kesehatanku. Aku bahkan tidak pernah merasakan bagaimana atmosfer sebuah sekolah yang sebenarnya. Jadi aku sudah terbiasa tidak bersosialisasi dengan orang lain selain penghuni rumahku.

Aku mengidap penyakit jantung bawaan sejak lahir. Mukjizat jika aku bisa tumbuh besar dengan baik dengan kondisi seperti ini. Semua ini menyebabkan aku tidak bisa beraktifitas layaknya orang normal. Sedikit saja merasa lelah, atau memikirkan sesuatu yang sangat berat jantungku akan memompa lebih cepat dan terasa nyeri. Nafasku akan sesak, otot lengan kiriku seakan menegang dan aku akan collapse.

Aku sangat menyukai seni ketimbang pelajaran umum. Aku suka bernyanyi dan menari. Bernyanyi adalah prioritas utamaku, mengingat aku hampir mustahil untuk menari. Pernah aku berlatih untuk menari Popping dan Locking di kamarku yang penuh dengan cermin besar. Dengan bekal video instruktur tari, aku menari dengan baik dan indah, setidaknya itu bertahan hingga 10 – 12 menit sebelum aku mendapat serangan lagi di jantungku. Rasanya dunia mulai menyempit, saat jantungku mulai terasa terhimpit.

Aku belajar dengan baik bersama guru Home School ku, Seo Joo Hyun. Aku memanggilnya Seohyun noona. Dia gadis manis, muda, cantik, lembut, dan sederhana. Suaranya indah. Dia juga merupakan seorang guru seni vocal pada sebuah sekolah seni yang terbaik disini. Aku selalu bermimpi untuk menjadi salah satu muridnya, bukan hanya di rumahku tapi juga disana, di sekolah yang dia sering ceritakan padaku. St. Maria school of art.

Tapi mimpi itu terasa tidak mungkin ketika aku menyadari tubuhku mulai melemah. Pada usiaku yang ke 16 tahun 10 bulan, aku collapse setelah kelelahan bermain drum. Aku melampiaskan rasa kesalku pada drum yang berada di kamarku. Aku benci keadaanku yang seperti ini. Aku ini namja, tapi mengapa terlihat lemah sekali. Aku tak menghiraukan rasa sakit di dadaku akibat lelah bermain drum. Aku terus menabuh drum itu hingga akhirnya aku tumbang. Para maid yang melihat aku pingsan dengan sigap menelepon ambulans, dan membawaku ke rumah sakit keluarga. Aku belum bangun lagi setelah pingsan, dan aku mendapati diriku di rumah sakit dalam keadaan koma.

Dokter bilang hanya ada satu cara, donor jantung.

Keluargaku nampak putus asa. Rasanya hampir tidak mungkin menemukan pendonor jantung. Saat koma, aku rasakan nafasku mulai bisa terhitung. Alat-alat rumah sakit membantuku untuk tetap hidup. Degup jantungku hampir tak bisa ku rasakan, aku mulai mati rasa. Aku merasa seolah-olah aku akan mati dengan cepat jika alat-alat itu terlepas dari badanku.

Sampai pada suatu sore yang hangat, ada seorang pemuda berhati malaikat yang mau menyerahkan jantungnya dengan suka rela kepadaku. Aku belum mengenalnya, bahkan aku belum pernah melihat bagaimana wajahnya.

 

-oOo-

 

Seminggu setelah operasi pendonoran jantung, aku pun sadar dari pengaruh obat bius. Rasa ngilu jahitan di luka operasiku seperti merobek dadaku. Aku meringis kesakitan, dengan sigap suster di sampingku menyuntikkan obat penghilang rasa sakit. Dan aku mulai tenang. Hanya perlu waktu sebentar bagiku untuk menyesuaikan jantung baruku ini. Degupannya lembut, menenangkan. Aku merasa menjadi seseorang yang baru. Tapi ada perasaan lain di hatiku, seperti perasaan bersalah dan rindu yang terlalu.

Keesokan harinya. Orang tuaku menceritakan kepadaku tentang pemuda manis pemilik jantung baruku ini. Pemuda itu menyerahkan sebuah pot kecil berbentuk persegi panjang berisikan bunga-bunga mungil berwarna putih dan sebuah amplop berwarna hijau daun. Orang tuaku menyerahkan itu semua kepadaku, ibuku berkata pemuda itu tidak meninggalkan alamat atau penjelasan lainnya. Sehari sebelum operasi pemuda itu menitipkan itu semua kepada orang tuaku. Aku menanyakan, bagaimana rupa pemuda itu. Ibuku bilang, pemuda itu berwajah manis, dengan rambut brunette, dan kulit putih albino. Tapi pemuda itu kurang beruntung.

" Dia menggunakan kursi roda, karena kedua kakinya telah di amputasi. Tapi senyuman tak pernah lepas dari bibirnya. Bahkan aku lupa menanyakan siapa namanya. Maafkan ibu, Kyungsoo. Mungkin amplop itu jawaban dari semua rasa penasaranmu, bukalah. Itu milikmu." Sambung cerita Ibuku.

Aku terhenyak. Aku menyentuh perban di dadaku. Degupan jantung baruku ini sangat menenangkan. Perlahan aku tengok amplop hijau itu, aku buka perlahan. Sebelum aku mulai membaca, orang tuaku membiarkan aku sendiri dengan semua peninggalan pemuda itu.

Di dalam amplop itu ada dua lembar kertas yang harumnya seperti green tea. Lalu menyusul ada dua buah foto polaroid. Aku singkirkan foto polaroid itu dulu dibalik amplop. Lalu aku mulai membaca isi dari surat tersebut.

Setelah satu jam membaca surat manis itu. Air mataku lolos, aku mulai terisak. Bibirku bergetar, aku tak henti menggumamkan terima kasih, berharap sang penulis surat mendengarnya. Aku memeluk, mengecup, dan kembali menjelajahi tulisan manisnya, hingga suratnya basah karena air mataku.

" Terima kasih... terima kasih, aku akan memenuhi keinginan terakhirmu. Aku berjanji. Aku berjanji untukmu, apakah kau mendengarku dari sana Luhan? "

 

-oOo-

 

" Kau yakin akan masuk ke sekolah itu Kyungsoo? "

" Ne, Appa. Aku sangat yakin. "

Hanya itu percapakan yang terjadi di ruang makan pagi ini. Setelah ini aku akan bersiap menuju sekolah pertamaku, sebelumnya aku akan mengunjungi Luhan terlebih dahulu. Ini sudah dua minggu setelah aku keluar dari rumah sakit, dan berarti sudah sebulan yang lalu operasi itu terjadi.

Selama dua minggu terakhir ini pula aku selalu datang ke makam Luhan. Aku membawakan sebuket mawar putih, bunga kesukaan Luhan. Aku berlutut lalu memulai pembicaraan di hadapan nisan Luhan. Mungkin orang-orang akan menatap aneh ketika melihatku berbicara dengan makam. Tapi inilah kami, kami bersahabat dalam diam dan dengan jarak yang sangat jauh. Aku bahkan tak segan mencium nisan Luhan. Berharap Luhan mendengar dan merasakan apa yang aku sampaikan.

" Lu, hari ini aku akan ke tempat itu, sekolah mu, dan sekolah pertamaku. Aku akan bertemu dengannya sebentar lagi Lu.. kau merindukannya bukan? A-aku .. sedikit gugup.."

Setelah beberapa ucapan ringan, aku memberi hormat kepada makam Luhan, lalu pamit menggendong ransel kecilku.

Ketika hendak melangkah meninggalkan makam Luhan, aku berpas-pasan dengan sesosok pemuda tinggi, dengan kulit pucat dan membawa sebuket mawar putih. Ketika aku masuk ke dalam mobil Appaku, ku tengok lagi pemuda tadi. Aku terperangah, pemuda tadi kini sedang berada di hadapan makam Luhan. Dalam hati aku bertanya, siapa dia? Dari ciri-cirinya, dia bukan seseorang yang Luhan ceritakan. Lalu siapa dia? aku berpikir mungkin dia salah satu kerabat Luhan.

Aku tenggelam dalam lamunanku sendiri. Mencari-cari jawaban atas rasa penasaranku, sedangkan mobil kami sudah melaju meninggalkan komplek pemakaman.

 

-oOo-

 

St. Maria School of Art.

Sekolah impanku, juga tempat dimana Luhan, pemuda manis itu menuntut ilmu. Dia sahabat baruku yang sudah tinggal di tempat yang indah bernama Surga. Aku sudah resmi diterima di sekolah ini, dan sudah mengenakan seragam resmi sekolah ini juga. Ku tatap lagi penampilanku sendiri dari bawah hingga dasi di kemejaku. Ini seragam sekolah pertamaku.

Orang tuaku sedikit khawatir mendengar perihal aku ingin bersekolah disana. Karena mereka tahu sekolah itu adalah asrama lelaki. Dan itu artinya aku akan jarang berada di rumah, jauh dari pengawasan kedua orang tuaku. Dan pada kenyataannya aku belum pulih benar setelah operasi pendonoran tersebut. Aku masih harus rutin meminum obat setiap 4 jam sekali, dan hanya boleh melakukan olah raga ringan.

Aku mantapkan langkahku menuju sebuah ruang kelas di lantai dua sekolah baruku. Di depanku ada seorang wanita cantik dengan balutan blues sederhana, namun manis. Dialah Seohyun Noona, guru Home Schooling ku. Dia juga merupakan salah satu guru seni vocal disini. Berkat dia juga aku mendapatkan jaringan untuk masuk ke sekolah ini. Tentunya dengan sebuah tes. Dan dia juga mengatur dimana kamarku dan dengan siapa teman sekamarku. Dia sangat mengenalku, mengingat aku sudah menghabiskan waktu hampir 10 tahun belajar dengannya.

Aku terus mengekor di belakangnya dengan senyum mengembang, aku sangat gugup. Genggaman pada tali tasku menguat. Seperti apa rasanya sekolah, bertemu dengan teman sebaya, belajar dan bergurau bersama, aku terus bertanya-tanya di dalam hati. Kusentuh dada kiriku, merasakan degupan jantung Luhan di dalamnya. Rasanya menenangkan. Aku bertanya dalam hati

' Luhan, apa kau bersamaku? Kau merasakannya?'

Langkah kami terhenti pada sebuah pintu. Terdengar suara gaduh dari dalam. Seohyun noona tersenyum padaku dan mengisyaratkan aku agar mengikutinya. Dia membukakan pintu kelas itu dan aku mengekor di belakangnya dengan wajah tertunduk. Tak lama Seohyun noona mempersilahkanku memperkenalkan diri.

Aku menghadap kearah mereka, belasan pasang mata yang menatap heran kearahku. Mataku menjelajahi isi ruangan ini. Aku tangkap sebuah wajah yang menatapku tajam, dan dalam. Wajahnya datar, dingin dan tanpa ekspresi. Kulitnya berwarna coklat karamel, begitu tampan walaupun wajahnya dingin seperti itu. Lalu dia membuang pandangannya kearah buku yang terbuka di hadapannya.

' Itukah dia? '

Batinku terus bergemuruh. Kusentuh lagi dada sebelah kiriku. Jantung Luhan berdegup semakin cepat, menyesakkan nafasku. Aku merasakan ada yang hangat disini, mengapa aku merasakan sangat rindu suasana ini. Aku juga sangat rindu pada wajah yang menatapku tadi. Dan juga merasa bersalah kepadanya.

" Kyungsoo, kau bisa memulainya? Tak perlu gugup ne? "

Ucapan Seohyun noona membangunkan aku dari lamunanku. Aku segera membenarkan posisiku, lalu tersenyum dan membungkuk.

" Hai, namaku Do Kyungsoo, ini adalah sekolah pertamaku. Mohon bantuan dan kerja samanya. Kita berteman ya.."

Aku tidak mempersiapkan kata-kata khusus untuk pertemuan pertama ini. Aku berucap seadanya, dan tersenyum apabila ada yang tersenyum kepadaku.

" Nah para pangeran! Jadilah teman yang baik untuk Kyungsoo. Ini adalah sekolah pertamanya. Sebelumnya dia adalah murid Home Schooling-ku." Seohyun noona memegang kedua bahuku lalu menunjukkan tempat dudukku.

" Kyungsoo, kau bisa duduk di depan Jongin." Ucap Seohyun noona mengantarkanku ke bangku di depan pemuda berwajah datar tadi.

' Jongin ..'

Aku duduk tepat di depannya, Ya Tuhan! Jantung Luhan makin tak terkendali. Aku seakan mengerti apa yang dirasakan Luhan. Aku menekan dada kiri ku meresapi irama degupan jantung Luhan yang ada di tubuhku. Rasanya sesak, aku terlalu gugup.

" Kau baik-baik saja?" Tanya Seohyun noona khawatir dia masih membantuku untuk duduk di tempatku.

" Aku baik-baik saja Seongsangnim, aku bisa sendiri. " Jawabku seadanya. Terlihat sekali raut cemas di wajahnya.

" Kau masih bisa memanggilku Noona jika kau mau."

" Ah, Ne .." aku menganggukkan kepalaku pelan dan tersenyum kepadanya.

" Kita mulai pelajarannya. Nah para pangeran manja, cepat keluarkan tugas kalian!" Seohyun noona lalu beranjak dari sampingku menuju kursinya.

Aku menoleh, ku tatap lagi dia yang ada di belakangku. Dia melihatku, masih dengan wajah tanpa ekspresi. Aku tersenyum dan melambaikan tangan, berusaha ramah padanya. Tapi dia malah mengernyitkan keningnya lalu memutar matanya tak menghiraukanku. Aku tersenyum maklum, menghela nafas panjang.

Di samping bangku ku ada pemuda mungil, berwajah manis. Dia melambai kepadaku, tersenyum manis sekali. Aku membalas lambaiannya lalu tersenyum.

" Namaku Byun Baekhyun, kita berteman ya. Jangan sungkan bertanya " Seraya menyebutkan namanya sambil tersenyum, mata sipitnya seakan ikut tersenyum. Lucu sekali.

" Tentu saja, terima kasih Baekhyun. " aku menjawab sekenanya lalu balik tersenyum. Dia ramah sekali. Bahkan dia tak segan meminjamkan catatannya padaku. Aku jadi teringat Luhan.

' Luhan, aku mendapat teman baru. Apa dia juga salah seorang dari temanmu? '

 

-oOo-

 

Setelah jam pelajaran pertama dan kedua selesai, satu-satu murid keluar dari ruangan kelasku. Tak terkecuali pemuda yang duduk di belakangku, Jongin. Aku menatap punggungnya yang perlahan menghilang keluar kelas. Segera ku rapikan alat-alat tulisku ke dalam tas, sesaat aku melirik kearah Baekhyun yang sedari tadi memandangku lucu. Aku menoleh kepadanya lalu tersenyum.

" Ada apa ? " tanyaku memandangnya yang beranjak menuju bangku ku.

" Ani! Mengapa kau memandanginya seperti itu Kyungsoo ? "

Pertanyaannya terlalu terus terang dan membuatku tercekat. Aku mendongak menatapnya.

" A-aku? memandang siapa?" Aku tergugup mendengar pertanyaannya, dan berpura-pura tidak mengerti apa yang dia bicarakan.

" Aku melihatmu sedari tadi memandang Jongin seperti itu, ada apa ?" Lagi-lagi pertanyaan Baekhyun terlalu terus terang. Aku tersenyum kecil memandangnya. sepertinya aku ketahuan memandangi Jongin sedari tadi.

" Tidak ada apa-apa. Aku hanya berpikir dia terlalu dingin. Apa dia selalu begitu? " aku hanya ingin mengetahui apa benar dia orangnya. Dia nampak tidak seperti yang Luhan ceritakan padaku.

" Yah, begitulah. Dia terus begitu setelah seseorang pergi.. dan dia juga berhenti menari sejak tiga bulan lalu. Dia adalah penari terbaik yang dimiliki sekolah ini. Kau tahu? Jongin tidak seperti Kim Jongin yang dulu. Dia berubah. " Baekhyun menjelaskan dengan raut wajah sendu.

Hatiku sakit mendengar penjelasan Baekhyun. Rasa bersalah terus menghantui hatiku. Begitu menderitakah dia tanpa Luhan? Begitu berartikah Luhan untuknya? Apa yang dia lakukan jika dia tahu aku adalah orang yang menyebabkan Luhan pergi jauh? Tapi tunggu. Aku teringat kata-kata Baekhyun ,

'dan dia juga berhenti menari sejak tiga bulan lalu..'

Dan Luhan baru saja meninggal sekitar sebulan yang lalu. Tiga bulan? Apa yang terjadi dua sebulan sebelumnya? Luhan tidak pernah menyebutkan itu di suratnya. Pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang di kepalaku, hingga akhirnya Baekhyun menyadarkanku seraya memngajakku berkeliling sekolah ini dan juga mengantarku ke asrama. Dan kebetulan aku satu gedung asrama dengan Baekhyun.

Kami pun memulai tur perjalanan keliling sekolah besar ini.

Baekhyun sangat periang dan hangat. Aku langsung dekat dengannya. Sesekali dia bersenandung kecil saat melewati ruangan demi ruangan di gedung sekolah ini. Suara bagus, lembut dan menyenangkan. Dia menjelaskan, di sekolah ini ada beberapa gedung.

Ada gedung utama sekolah yang berisi ruang-ruang kelas, aula, ruang loker siswa, perpustakaan, kantor guru, ruang administrasi, dan ruangan Kepala Sekolah beserta dewan yayasan sekolah.

Lalu di sebelahnya ada gedung yang di gunakan untuk praktikum, di dalamnya terdapat studio menari, studio vocal, studio alat-alat musik modern dan tradisional, studio drama, ruangan olahraga, kolam renang, dan yang paling menarik disinilah kafetarianya berada. Kantinnya bersih dan makanannya juga sehat. Aku suka tempat ini, dapurnya terbuka jadi kita bias melihat apa saja yang di masak para juru masak sekolah.

Lalu dua gedung terakhir terpisah oleh lapangan sepak bola. Itulah gedung asrama para siswa. Aku di tempatkan di gedung B. Gedung asrama A bertingkat 3 dihuni oleh para senior kelas 3, gedungnya lebih tenang dan lebih kecil dari gedung asrama kami. Mungkin hanya berisi murid-murid kelas 3 yang sedang focus untuk ujian akhir. Gedung asrama B lebih besar dan bertingkat 6, karena dihuni oleh kelas 1 dan 2.

Baekhyun membantuku membawa koper untuk naik ke lantai 3. Kami sengaja tidak menggunakan lift asarama, aku memintanya agar bisa berkeliling melewati lorong kamar gedung. Sampailah kami pada kamar bernomor 88-2.4. Baekhyun mengenyitkan keningnya saat aku berhenti di depan kamar tersebut.

" Kenapa berhenti? Kamar mu yang mana? " Tanyanya sambil menarik kembali koperku.

" Lihat, ini 88-2.4 bukan? Seohyun noona bilang ini kamarku. " jawabku sambil memperlihatkan kartu tanda kamar siswa kepada Baekhyun. Dia menatap tak percaya.

" Tidak mungkin? " Baekhyun menggeleng pelan. Mata sipitnya membulat, lalu dia memandang ku sendu.

" Sebaiknya kau minta kamar yang lain saja.."

" Eh ada apa? Memangnya kamar yang ini kenapa ? "

Aku semakin bingung dengan sikap Baekhyun. Dia seperti tidak mengiginkan aku masuk ke dalam kamar ini. Aku bertanya lagi, tapi Baekhyun masih sama. Dia masih terdiam.

" Sudah tidak apa. Yang ini juga bagus kok, ayo kita masuk. " aku tersenyum lalu menarik koper yang ada di tangan Baekhyun masuk ke dalam kamar ini. Kamarku.

Aroma kamar ini lembut sekali. Seperti aroma green tea. Degupan jantung Luhan lagi-lagi menghangat dan cepat. Aku merasakan ada yang aneh dalam hatiku, seperti merindukan sesuatu.

Aku suka suasana kamar ini. Aku lihat di sisi sebelah kiri kamar sudah terisi oleh seseorang. Meja belajarnya penuh dengan buku dan sebuah pot kecil berbentuk persegi panjang berisikan bunga-bunga mungil berwarna putih. Pot yang sama seperti yang diberikan Luhan padaku. Aku menghampiri meja tersebut, menjelajahi tiap sisi meja nakas tersebut.

Aku memandang kembali kearah ranjang yang sudah terisi itu. Ada sebuah boneka rusa lucu sekali dan lipatan bedcover rapih bernuansa hijau yang sangat serasi dengan seprai dan bantalnya.

" Kau akan membereskan barangmu sekarang? "

Kata-kata Baekhyun membuat perhatianku beralih kepadanya sekarang. Aku mengangguk kepadanya lalu mengucapkan terima kasih padanya sambil membungkuk. Dia tersenyum kecil lalu pamit keluar.

" Kalau kau perlu bantuan aku ada di kamar 91-2.4 "

Belum sempat aku menjawab dia sudah menghilang di balik pintu. Lalu aku mulai membereskan isi tasku. Aku susun buku-buku baruku di atas meja belajar, memajang foto orang tuaku, lalu aku meletakkan pot kecil pemberian Luhan. Aku hendak mengeluarkan isi koperku dan menyusun baju-bajuku, tapi tiba-tiba aku dengar pintu kamar tebuka dan muncul sesosok pemuda yang tidak asing. Wajah dingin dan mata yang tajam yang tadi memandangku kini kembali menatapku heran.

Dia Kim Jongin.

Dia terhenyak melihat meja kosong di seberang tempatnya sudah rapih dengan barang-barangku. Dia menatap ku tajam dan datar, lalu mengerutkan keningnya. Dia mendengus sebal mengepalkan tangannya lalu berjalan ke arahku.

" Kau .."

Dia menunjukku yang masih terpana akan pesonanya. Suara beratnya seperti mantra menyihirku hingga aku terpaku. Aku mengerjapkan mataku. Jantung Luhan lagi-lagi berdegup lebih cepat. Sesak.

" Sedang apa kau di kamarku?

KELUAR! " …

.

.

.

TBC.


Kicauan Author :

Miaaaaaaaaaaaannn ( / w \) ini FF udah pernah di post di FFN, mau coba ngepost di AFF.

Mungkin juga karena aku di sadarin sama Amu Senpai tentang peraturan dalam FFN,

ini pertama aku, sebelumnya pernah buat FF tentang fandom EXO dengan OC yang ku buat, tapi datanya corrupt dalam FD :( jadi ilaang semuanya..

at last, gamsahamnida jeongmal Amu Senpai!

semoga ada readers yang suka ya, terus comment deh :3 kritik,saran, semua deh yang bisa bikin FF ini jadi lebih baik lagi, asal jangan bashing aja :'3

*bow*

-Pansy-

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Pandananaa
Bab 7 Updated chingudeul :3

Comments

You must be logged in to comment
Cungils #1
Chapter 8: Wahai authornim mana lanjutannya???
Caramel9395 #2
i'm still waiting for this, really
aizahputri #3
Chapter 8: HUWEEEEE akhirnya jongin buka hati buat kyungie yg polos. Ditunggu kelanjutannya ya authornim! Love bgt sama ini ff
lulubaekkie
#4
Chapter 8: kaaaa! serius aku suka banget ficnya!! kenapa ka kenapaaa? setiap chapter pasti aku selalu nangis;;;; super daebak ffnya! lanjut ya ka, hwaiting^^
Galaxy_Lilo #5
Chapter 7: Kereeennn.... Cepetan dilanjut ya..
Udh gak sabar pengen baca kelanjutannya.. Hihihi
parkcy_
#6
Chapter 7: Ahh akhirnya lanjutt!! >< gak sabar buat selanjutnya ;uuu;
hyoki407 #7
Chapter 7: yaaa tbc hueee lanjut ne dear ㅠ.ㅠ akirnyaaaaaa <3
ajengcho #8
Chapter 7: cute bgt first meetingnya luhan sm jongin.
itu kata terakhirnya nyesek bgt, "lagi?"
Caramel9395 #9
Chapter 7: ahhhhh i don't know what must i say,
jongin~a i hope u will see dyo as him and not as luhan :)
author-nim aku senang sekali ffnya ini diupdate ><
keep update again yeyyyy ^^/