When the Last Teardrop Falls

When The Last Tear Drop Falls

 

 

When the fairy tale that you once knew is gone

Namja yang dipanggil Lee Jong Hyun itu menoleh dan tersenyum. Diletakkannya gitar kesayangannya itu di dinding sebelah meja tempat tidur Yoona. Yeoja yang masih tampak pucat itu berusaha mendudukkan dirinya dengan bersandar pada papan berukir sederhana tempatnya berbaring. Jong Hyun menolong gadis itu dengan menempatkan sebuah bantal bersarung biru muda di punggungnya agar terasa lebih nyaman. Yoona menggumamkan terima kasih yang dibalas dengan senyuman namja itu.

Perlahan Jong Hyun mendekati Yoona dan menempelkan punggung telapak tangan kanannya ke kening gadis itu untuk memastikan demam gadis itu turun. Dalam posisi seperti itu wajah keduanya begitu dekat, bahkan Yoona dapat merasakan hangatnya hembusan napas Jong Hyun di wajahnya. Membuat pipinya mendadak merona merah dan melonjakkan detak jantungnya. Yoona refleks mundur ke belakang, berharap Jong Hyun tidak mendengar dentum jantungnya yang membuat napasnya tidak beraturan. Namun namja itu salah mengartikan perubahan posisi Yoona. Disangkanya yeoja itu takut kalau ia akan berbuat macam-macam padanya.

“Tenanglah Yoona-ssi, aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin memastikan demammu turun.” Jelas Jong Hyun sambil tersenyum menenangkan. Ditariknya kembali badannya sehingga posisi keduanya seperti semula. Setelah berhasil menormalkan detak jantungnya, kedua mata Yoona perlahan menelusuri tempatnya berada sekarang. Keningnya berkerut ketika menyadari kalau dia tidak familiar dengan ruangan ia berada. Tatapan bertanya segera ia layangkan pada Jong Hyun yang masih setia duduk di sampingnya.

“Ini dimana Jong Hyun-ssi?”

“Ini penginapan peninggalan kakekku yang tinggal di Busan. Maaf kalau aku lancang telah membawamu ke sini. Tempat ini satu-satunya yang terpikirkan olehku ketika membawamu yang mendadak pingsan di salah satu lorong dalam gedung Busan Cinema Center.” Jawab namja itu. Yoona mendesah begitu mendengar kata ‘pingsan’ dari mulut Jong Hyun. Ingatannya kembali melayang pada hal yang menyebabkan ia pingsan.

“Bodoh kau, Im Yoona! Hanya hal sepele dan kamu pingsan seperti itu, hahaha.” Desis yeoja itu yang disusul tawa miris. Jong Hyun mendengar semua itu dengan jelas, sejelas perasaannya pada yeoja yang telah berhasil menawan hatinya pada pertemuan pertama kedua orang tersebut. Pertemuan yang langsung membuahkan kekecewaan ketika mengetahui kalau yeoja itu adalah kekasih kakaknya, Lee Dong Hae. Ia merasakan kekecewaan dan kemarahan yang begitu dalam atas perlakuan kakaknya pada yeoja itu. Yeoja yang sangat ia tahu telah berusaha untuk tetap percaya pada kekasihnya ketika banyak kabar yang menyebutkan bahwa Lee Dong Hae jatuh cinta dengan pasangannya di acara WGM, Son Eun Soo. Kabar yang ternyata benar adanya dan menghancurkan perasaan yeoja yang kini bersamanya.

 

When the last tear drop falls

“Yoona-ssi, gwaenchana?” tanya Jong Hyun begitu melihat perubahan ekspresi di wajah Yoona. Paras pucatnya mendadak digantikan oleh ekspresi hampa yang menyiratkan keputusasaan. Alih-alih menjawab pertanyaan Jong Hyun, yeoja yang biasanya tampak ceria itu terisak perlahan. Kedua tangan kurusnya menutupi wajah yang kini penuh air mata. Sakit yang sempat terlupakan kembali menyerang gadis itu dengan sayatan dan tusukan yang lebih dalam, membuatnya kembali merasa rapuh. Jong Hyun tertegun melihat yeoja yang begitu dicintainya kembali menangis. Perasaannya kembali hancur, entah untuk yang keberapa kalinya. Sambil menata kepingan perasaan yang disadarinya tidak akan utuh kembali, Jong Hyun mendekatkan tubuhnya ke Yoona dan menarik yeoja itu dalam pelukannya.

“Sshh, ssh, Yoona-ssi, uljimarayo” bisik Jong Hyun di telinga Yoona. Diusapnya rambut Yoona yang tergerai lurus. Samar-samar diciumnya wangi bergamodt yang menuntun namja itu untuk menyurukkan hidungnya ke dalam helaian rambut Yoona. Pelukan Jong Hyun semakin erat. Beberapa saat kemudian namja itu menyadari ada sesuatu yang salah. Tubuh Yoona yang masih dalam pelukannya mengendur, isakannya pun tidak lagi terdengar. Namja itu melepas pelukannya pelan-pelan dan mendapati hal yang membuatnya tersentak. Jantungnya berdetak begitu kencang melihat kondisi Yoona yang berhasil membuatnya panik tidak karuan. Ya, yeoja itu kembali terkulai pingsan di pelukannya.

“Yoona-ya, ireona! Ireona! Ireona, ppali! Buka matamu, yoona-ya!” pinta Jong Hyun sambil menepuk pipi yeoja itu yang semakin memucat. Kepanikan menguasai dirinya dan membuatnya menanggalkan percakapan resmi yang sedari tadi digunakannya. Ia meraih ponsel yang berada di dalam sakunya dan menekan beberapa nomor yang sudah dihapalnya di luar kepala. Ditempelkannya alat komunikasi itu ke telinganya dengan salah satu tangannya tetap menahan tubuh Yoona. Nada sambung yang terdengar semakin menambah kepanikan namja itu. Berkali-kali diliriknya Yoona yang masih tak sadarkan diri. Napasnya memburu, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya.

Klik. “Yeoboseyo?”

“Hyung, cepatlah kemari. Yoona pingsan. Dia bersamaku di penginapan peninggalan Halbeoji di Busan.”

 

I'll still be holdin' on to all of our memories

Samar-samar Yoona mendengar beberapa suara yang berteriak di sekitarnya. Dari nada suaranya Yoona bisa merasakan kepanikan yang melanda orang-orang tersebut. Namun yeoja itu tidak bisa menebak apa yang membuat orang-orang tersebut panik. Ia merasakan tubuhnya melayang, entah darimana dan mau kemana. Perasaan melayang itulah yang membuatnya terus terlelap, kembali menenggelamkan diri dalam ketidaksadaran yang membuat orang-orang di sekitarnya semakin berteriak panik dan frustasi.

“Yoongie, ireona! Jebal! Ireona Yoongie! Oppa mohon!” teriak seorang namja bertubuh tinggi yang masih mengenakan kostum panggung lengkap. Namja itu menggenggam tangan kurus Yoona sambil terus berlari mengikuti brankar tempat yeoja itu dibaringkan. Seorang dokter dan dua orang perawat turut berlari di samping brankar tersebut. Salah seorang perawat memompakan oksigen melalui ambu bag yang menutupi hidung dan mulut Yoona. Dari kejauhan terlihat seorang namja yang berjalan gontai. Kedua matanya tak pernah lepas menatap brankar Yoona yang kini memasuki ruang IGD. Namja yang sedari tadi turut berlari mengikuti brankar itu berusaha menerobos masuk ke ruang IGD, tidak ingin meninggalkan yeoja yang disayanginya itu sendiri di dalam ruangan yang ia tahu dibenci oleh yeoja itu. Usahanya sia-sia, sebab beberapa orang perawat laki-laki di ruangan itu kembali menyeretnya keluar dan memintanya untuk menunggu. Namja itu berteriak frustasi, air mata terus mengalir di wajahnya. Tatapan matanya yang kosong mendadak mengeras begitu mengetahui kehadiran sosok yang dianggapnya bertanggung jawab atas keadaan yeodongsaeng tersayangnya.

“Seulong hyung..”

“Ya! Jong Hyun-aa! Apa yang terjadi pada Yoona sampai dia seperti ini? Jong Hyun-aa!” bentak Im Seulong, kakak Yoona, sambil mencengkeram kaus Jong Hyun. Jong Hyun berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Seulong dan menjelaskan apa yang terjadi tanpa mengaitkan kakaknya. Meskipun ia membenci perlakuan kakaknya pada Yoona, namun ia tetap menyayangi dan menganggap Dong Hae sebagai keluarganya. Selain itu, ia ingin kakaknya sendiri yang mengaku di depan Seulong, bukan dirinya.

“Hyung, tenanglah! Dengarkan penjelasanku dulu. Yoona kutemukan pingsan di dalam gedung Busan Cinema Center ketika aku dan member CN Blue lainnya baru saja selesai mengecek kondisi panggung tempat kami akan tampil Oktober nanti. Aku membawanya ke penginapan peninggalan kakekku yang masih berada di kota ini. Di sana dia sempat sadar dan mengenaliku. Tetapi mendadak dia kembali pingsan. Saat itulah aku menelepon Hyung. Aku khawatir Yoona dalam kondisi yang sangat tidak baik dan memerlukan pertolongan medis. Oleh karena itu aku membutuhkan bantuan Hyung untuk membawa Yoona ke rumah sakit ini. Maaf kalau tindakanku lancang, Hyung. Aku hanya ingin menyelamatkan Yoona.” jelas Jong Hyun panjang lebar. Seulong segera melepas cengkeramannya dan jatuh terduduk di lantai rumah sakit.

“Hyung..”

“Kenapa kamu jadi seperti ini, Yoong? Hanya kamu yang Oppa punya. Ireona Yoong, Oppa tahu kamu gadis yang kuat.” desis Seulong yang kembali terisak. Jong Hyun tidak kuasa melihat kondisi Seulong yang sudah dianggapnya kakak terpuruk seperti ini. Perlahan ia menyejajarkan tubuhnya dengan Seulong dan menumpukan tangannya di bahu Seulong, berharap dapat menenangkannya. Padahal di dalam hatinya Jong Hyun merasakan hal yang sama. Ia pun takut kehilangan Yoona. Terlalu berlebihan memang, tetapi ketika melihat seseorang yang disayangi terbaring dengan mata tertutup siapa yang tidak merasa takut? Bagaimana kalau orang itu enggan membuka matanya dan memilih pergi? Jong Hyun berusaha menghalau pemikiran buruk itu dan kembali memfokuskan diri pada Seulong. Dituntunnya namja berusia 26 tahun itu ke salah satu kursi tunggu yang ada di depan ruang IGD. Selanjutnya kedua namja itu menunggu dalam diam, bergumul dengan pikirannya masing-masing.

Krekk. Pintu ruang IGD terbuka dan munculah seorang laki-laki setengah baya yang mengenakan jas putih dengan stetoskop hitam di tangan kanannya. Seulong dan Jong Hyun berdiri pada saat yang bersamaan dan bergegas mendatangi orang tersebut.

“Bagaimana keadaan Yoona, Dok? Apa dia sudah sadar? Apa dia baik-baik saja?” cecar Seulong kepada dokter yang tersenyum menenangkan meskipun kelelahan sangat jelas terlihat di wajahnya. Dokter itu memegang bahu Seulong dan menatap namja itu lama.

“Dia belum sadar. Tapi tenanglah, dia baik-baik saja. Sejauh ini hasil pemeriksaan menunjukkan kalau dia hanya kelelahan dan kurang mendapat asupan nutrisi yang seharusnya. Sepertinya belakangan ini dia tidak makan dengan teratur. Ada sedikit masalah di pencernaannya. Dia membutuhkan istirahat penuh. Saya sarankan untuk opname, tapi kalau Anda keberatan, Anda dapat merawatnya di rumah dengan satu syarat : dia harus benar-benar bedrest. Jika dia mengalami kelelahan lagi dalam minggu ini, kondisinya justru akan memburuk.” Jelas dokter itu. Seulong mengangguk paham. Sementara Jong Hyun hanya tersenyum getir mengingat apa yang menyebabkan Yoona menjadi seperti ini.

“Terima kasih, Dok. Saya akan menjaganya sesuai anjuran Dokter. Saya akan membawanya pulang dan merawatnya di rumah saja. Dia tidak begitu suka berada di rumah sakit. Boleh Saya melihatnya sekarang?” tanya Seulong yang langsung mendapat persetujuan dari dokter.

“Silahkan. Tetapi Anda baru boleh membawanya pulang ketika dia sudah sadar. Arraseo?”

“Ne, arraseo uisa seonsengnim. Jeongmal gomapseumnida.” Ujar Seulong sambil membungkukkan badannya yang dibalas bungkukan singkat dokter itu. Selesai memberi salam, Seulong bergegas masuk dan mencari ranjang tempat adiknya dibaringkan. Jong Hyun segera menyusul ke dalam begitu ia memberikan salam kepada dokter. Ia menemukan Seulong telah berada di samping ranjang yang ditempati Yoona. Dilihatnya Seulong menarik tangan Yoona yang terbebas dari selang infus dan menggenggamnya, sementara tangan satunya mengusap pelan kening adiknya itu.

“Yoongie, bangunlah. Kita pulang ke rumah. Oppa akan merawatmu di sana. Oppa tahu kamu tidak suka berada di rumah sakit. Bangunlah Yoong.” Bujuk Seulong pada adiknya yang belum juga sadar. Jong Hyun miris melihatnya. Dia tahu Seulong berusaha mati-matian agar tidak menangis di depan Yoona, karena Jong Hyun pun demikian. Keduanya berusaha tetap tegar melihat kondisi Yoona dengan selang infus di tangan kirinya dan selang oksigen di hidungnya. Wajahnya memang tidak sepucat tadi, tapi tubuhnya masih terlihat rapuh. Membuat siapapun yang melihat tidak akan menyadari kalau yang terbaring di ranjang itu adalah Im Yoona, salah satu anggota girlband ternama.

Jong Hyun mendekat ke kedua kakak beradik itu. Ia menempatkan dirinya di samping tubuh Yoona yang terhalang tiang infus, berseberangan dengan Seulong. Tangannya hendak mengusap rambut Yoona, namun gerakan itu terhenti di udara begitu sadar ada Seulong di sana. Seulong melihat hal itu dan tersenyum.

“Tak apa, Jong Hyun-aa. Usaplah kalau kau ingin. Mungkin Yoona akan terbangun jika menyadari ada dua namja tampan yang menemaninya.” Canda Seulong dalam usahanya untuk sedikit mengurangi kekhawatiran yang melanda keduanya. Jong Hyun hanya tersenyum mendengarnya. Begitu mendapat izin dari Seulong, Jong Hyun mulai mengusap pelan rambut Yoona dan meminta yeoja itu segera membuka matanya.

“Yoona-ssi, sadarlah. Aku dan Seulong hyung ada di sini. Jangan membuat kami menungguimu semalaman. Sadarlah.” Bisik Jong Hyun dengan suara bergetar. Seulong memperhatikan perlakuan Jong Hyun pada adiknya. Dia merasa senang mendapati perlakuan Jong Hyun yang jelas menggambarkan kalau namja itu menyayangi adiknya. Tetapi dia tidak menaruh curiga sedikitpun pada Jong Hyun mengenai perasaan namja itu. Melihat banyak orang yang memperhatikan Yoona sudah membuatnya merasa berterima kasih dan bahagia. Matanya kembali menatap Yoona. Dahinya sedikit berkerut ketika ia melihat ada pergerakan kecil di sudut-sudut bibir yeodongsaengnya. Ia menatap Jong Hyun yang ternyata balik menatapnya. Keduanya saling bertatapan seolah mengerti apa yang menjadi perhatian mereka saat itu. Dan mereka berharap itu adalah pertanda Yoona akan segera sadar.

Sudut-sudut bibir Yoona kembali bergerak dan meluncurkan tiga kata yang membuat kedua orang di sampingnya tertegun. Meskipun itu terdengar seperti bisikan, namun baik Seulong dan Jong Hyun dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkan yeoja itu.

“Dong Hae oppa..”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet