Chapter 8

What if love

Setelah kejadian itu, Wendy tidak mendapatkan kabar apapun dari Irene. Sementara kesehatan tuan Bae semakin hari semakin memburuk. Wendy meminta izin pada kedua orang tuanya untuk lebih sering menjenguk tuan Bae, terkadang Wendy menemani tuan Bae di rumah sakit jika pria itu membutuhkan perawatan intensif dari dokter.

“Paman, aku bisa meminta orang-orangku mencari Irene dan membawanya kemari,”

“Tidak perlu Wendy, aku tidak membutuhkan gadis itu,” jawab tuan Bae dengan parau. 

“Tapi paman, bagaimanapun juga Irene tetap anak paman,”

“Tidak perlu repot-repot Wendy, aku lebih baik tidak melihatnya,” jawab tuan Bae sambil tersenyum ke arah Wendy.

“Aku lelah, aku ingin beristirahat,” Tuan Bae mulai menutup matanya, dengan begitu Wendy kembali ke sofa yang ada di ruangan itu, namun belum sempat Wendy duduk, alat pendeteksi detak jantung itu berbunyi panjang. Wendy segera memanggil dokter dengan memencet tombol, ia berusaha membangunkan tuan Bae yang telah menutup rapat matanya, dokter yang datang segera menyiapkan alat kejut jantung. Beberapa kali ia mendapatkan pertolongan, namun tuan Bae tidak dapat diselamatkan.

Berita kematian tuan Bae diberitakan di TV nasional dan akhirnya sampai di telinga Irene yang tanpa pikir panjang langsung berlari berusaha ke luar rumah dan menuju rumah sakit tempat ayahnya di semayamkan.

 

“Tolong biar kan aku masuk,”

“Maaf nona, kami hanya menjalankan tugas.”

Wendy melihat ada sebuah keributan, ia keluar dari ruangan duka, ia keluar dari sana dan mendapati Irene  memohon agar ia diperbolehkan masuk ke ruang duka untuk memberikan penghormatan terakhir pada sang ayah.

“Wendy, izinkan aku masuk ke dalam,”

“Maaf Irene, ini adalah permintaan terakhir paman, kau tidak boleh berada di dekatnya, walaupun ia sudah tiada.” Irene tertegun dengan pesan sang ayah.

“Penjaga, tolong bawa nona Irene keluar dari tempat ini dan perlakukan ia dengan baik,” nada itu terdengar dingin di telinga Irene, sekuat apapun ia meronta, namun kedua penjaga yang memegang Irene lebih kuat, sampai akhirnya Irene menyerah. Wendy tidak melihat ke arah Irene dan langsung masuk ke ruang duka. Setelah sehari berada di ruang duka, akhirnya tuan Bae dimakamkan di samping istrinya. Wendy dan keluarga Son memberikan hormat terakhir mereka bagi tuan Bae, orang yang sangat mereka hormati.

 

“Wendy,” suara Irene parau dan matanya terlihat sembab.

“Apakah appa juga berpesan kalau aku tidak boleh menziarahinya,”

“Maaf Irene, kau kehilangan hak untuk itu. Keputusanmu meninggalkannya sangat menghancurkan hati paman Bae. Selama aku mengenalnya, ia adalah pria yang kuat dan tangguh, namun hari itu aku melihat pria yang rapuh. Datanglah besok ke alamat ini, pengacara paman akan menjelaskan beberapa hal padamu.” Wendy meninggalkan Irene yang masih terus saja menangis seorang diri tanpa Seulgi di sampingnya.

 

“Baiklah, saya rasa semua orang sudah ada di sini,” ujar pengacara Kim. Irene kali ini datang bersama Seulgi yang sedikit berantkan menurut Wendy, dan Wendy datang seorang diri.

“Di dalam wasiat ini tuan Bae mengatakan jika semua asset dan bisnisnya akan ia serahkan pada nona Son Wendy.”

“Apa?”

“Bagaimana dengan Irene, bukankah ia adalah anak dari tuan Bae?”

“Maaf nona Kang, tapi itu adalah keputusan tuan Bae sebelum ia meninngal,” Wendy melihat Irene yang masih tertunduk, sesekali Wendy melihat air mata masih jatuh dari matanya.

“Pasti ada yang salah,” pengacara Kim sudah diingatkan oleh tuan Bae bahwa hal ini akan terjadi. Tuan Kim meminta Seulgi untuk duduk tenang, ia berdiri dari tempat duduknya, mengambil laptop dari dalam tas kerjanya dan meminta Seulgi dan Irene untuk melihat video yang dibuat oleh tuan Bae beberapa hari setelah hari di mana Irene memtuskan lebih memilih Seulgi dibading dirinya.

Jika kalian sampai melihat video ini, berarti kekhawatiranku benar-benar terjadi. Bahwa putriku yang bernama Bae Irene tidak mempunyai hak atas apa yang aku miliki. Aku tidak lagi memiliki penerus yang sah, oleh karena itu aku menyerahkan semua kepengurusan harta dan aset ku pada orang yang paling aku percaya, yaitu Son Wendy.

Video itu begitu menyakitkan bagi Irene, ia tak mampu menganggkat kepalanya, ia hanya terus menangis, namun yang aneh bagi Wendy mengapa Seulgi sama sekali tidak berusaha menangkan Irene, ia hanya berargumen dengan pengacara Kim.

“Cukup Kang Seulgi,” Suara Wendy terdengar begitu lantang.

“Kau dan Irene sama sekali tidak punya hak lagi di sini, lebih baik kalian berdua keluar saja,” Seulgi menatap Wendy dengan kesal dan langsung mendarat sebuah tinjuan kuat tepat di pipi Wendy beberapa kali, sampai tubuh kecil Wendy terhuyung dan akhirnya ia jatuh. Ia tidak melawan karena hal itu akan berakhir buruk juga baginya.

“Seulgi aku mohon hentikan,” Namun Seulgi sama sekali tak berhenti ia justru mendorong Irene. Entah apa yang merasuki Seulgi, ia mengambil sebuah pulpen dan berusaha menikam Wendy dengan pulpen itu, namun pengacar Kim dapat mencegahnya dan melumpuhkan Seulgi.

“Wendy ah,” Irene segera mendekati Wendy, ia menarik Wendy meletakkan kepal Wendy di pangkuannya.

“Irene,” ujar Wendy sambil meraba wajah Irene yang tampak sedikit lebam, karena riasan wanita itu terhapus oleh air mata  yang tak mau berhenti.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Dhedhe0788
Lega rasanya udah nyelesain ini..
Maaf ya kalau tidak begitu memuaskan kalian.
See u next

Comments

You must be logged in to comment
Favebolous #1
Chapter 11: Di tunggu karya selanjutnya
_SWenRene
#2
Chapter 11: Good!!! See you soon
Favebolous #3
Chapter 5: Duh Ddeulgi kemana lagi
Favebolous #4
Chapter 3: Di tunggu kelanjutannya
Favebolous #5
Chapter 2: Baru euy
_SWenRene
#6
Chapter 1: Yess new story from you!! Thank you so much!!