Chapter 4

Trust

“Unnie tidak ke kantor?”

“Aku mengambil cuti Wendy.”

“Unnie, aku harus menemui seseorang, tidak apa kan kalau unnie menjaga omma untuk hari ini.”

“Tentu saja Wendy, untuk itulah aku mengambil cuti.”

“Terima kasih unnie.” Sebelum pergi ia mengecup pipi ibunya dan Jae In. Ia pergi dengan menaiki bus ke sebuah rumah sakit di mana tuan Lim di rawat. Ia mendapatkan alamat itu setelah secara diam-diam menghubungi sekreatris pribadi ayahnya yang memberi tahu kondisi tuan Lim pada keluarganya.

Saat ia perlahan memasuki ruangan itu, tuan Lim sedang tertidur setelah mendapatkan terapi. Seorang wanita tua menemaninya, dan Wendy mengenal wanita itu. Sadar akan kehadiran Wendy, wanita itu berdiri dan menatap lekat mata indah yang penuh dengan ketulusan itu.

“Wendy, kau adalah Wendy?”

“Ne, ajumma,” wanita itu langsung memeluk Wendy dan membelai wajah gadis yang sudah tumbuh dengan baik itu. Nyonya Kim adalah kepala pelayan di rumah Wendy saat itu, nyonya Son meminta ajumma Kim untuk tetap tinggal bersama tuan Lim untuk menjaga pria itu. Ajumma Kim tidak bisa melakukan apa-apa, karena ia tidak lagi memiliki siapapun. Ia hanya menuruti permintaan nyonya Son.

“Ajumma.” Suara parau tuan Lim mengejutkan kedua orang itu.

“Apa anda haus tuan?” Tuan Lim hanya mengangguk dan bangun perlahan. Wendy menitikkan air mata karena melihat kondisi ayahnya yang sedang tidak berdaya.

“Tuan ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda.” Ajumma Kim menyingkirkan tubuhnya, memperlihatkan Wendy yan sedang berdiri pada tuan Lim.

“Wendy.” Ujar tuan Lim, ia mengulurkan kedua tangannya berharap Wendy untuk memeluknya. Namun Wendy yang perlahan mendekat ke arah tuan Lim hanya memberikan hormatnya. Membuat tuan Lim menurunkan kedua tangannya dengan rasa kecewa.

“Ibumu membesarkanmu dengan sangat baik.” Ucapan itu terdengar getir bagi tuan Lim, seharusnya ia juga ikut membesarkan putri satu-satunya itu, bukan membuat gadis itu membencinya.

“Apa ada yang ingin anda bicarakan padaku tuan Lim?” Wendy masih belum bisa memanggil pia itu dengan sebutan ayah, dan tuan Lim sangat mengerti akan hal itu.

“Kapan kau akan lulus kuliah Wendy?”

“Tahun ini,”

“Kau mengambil jurusan bisnis bukan?” Wendy mengangguk pelan.

“Aku ingin kau mengambil alih kepengurusan perusahaanku, menjadi wakilku selama aku menjalani perawatan.”

“Maaf tuan Lim, saya belum memiliki pengalaman untuk memimpin perusahaan sebesar milik anda.”

“Mereka akan membantumu, kau adalah satu-satunya penerusku. Sudah sewajarnya jika aku memintamu melakukannya.”

“Tapi tuan Lim, anda sudah mengeluarkan aku dan ibuku sejak saat itu. Dan sekarang anda menginginkan aku menjadi penerus anda?”

“Maafkan aku Wendy.”

“Anda meminta maaf, karena mengakui kesalahan anda atau hanya ingin aku meneruskan bisnis anda tuan Lim?”

“Aku tahu betul kau sangat membenciku Wendy, tapi aku sudah mendapatkan semua pelajarannya. Wanita itu meninggalkan ku karena kondisi ku seperti ini. Aku tidak ingin mendapatkan belas kasihan dari siapapun Wendy. Aku hanya mengharap maaf dari mu, bahkan untuk mendapat maaf dari ibumu aku tidak pantas.” Tuan Lim berusaha bangun dari tempat tidurnya yang dibantu oleh ajumma Kim. Tuan Lim berjalan perlahan mendakat ke arah Wendy dan langsung berlutut di depan putrinya. Wendy yang cukup terkejut langsung meminta tuan Lim untuk bangun.

“Biarkan aku berlutut, untuk mendapatkan maaf darimu.” Ujar tuan Lim sambil menitikkan air matanya. Wendy tidak menyangka jika kejadian seperti ini akan ia alami. Ia berusaha membantu tuan Lim untuk bangkit dan menggiringnya ke ranjang untuk membaringkan pria itu.

“Anda tidak perlu melakukan hal itu, tuan.”

“Apa kau memaafkan ku?” dengan sedikit ragu Wendy menganggukkan kepalanya.

“Mengenai tawaran anda, aku akan memikirkannya.”

“Jangan terlalu lama berfikir Wendy, aku tidak memiliki banyak waktu.”

“Baiklah,” Wendy meminta izin untuk keluar dari ruangan itu.

“Wendy!!” Irene memanggil Wendy yang sengaja lewat di tempat itu karena ia sudah berjanji pada Irene untuk bertemu di sana. Irene menarik tangan Wendy dan segera membimbing gadis itu untuk duduk di sampingnya.

“Aku rasa kau sudah jauh lebih baik Irene,”

“Ya, aku sudah mulai memakan makanan ku, dan ini” Irene menujukkan sebotol minuman.

“Aku juga sudah mulai meminum air mineral lagi.”

“Syukurlah,” Wendy tersenyum pada Irene.

“Apa ada sesuatu yang mengganggumu Wendy?” berkencan selama hampir 1 tahun, membuat Irene sedikit mengerti Wendy jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran Wendy.

“Ayahku,”

“Ayah?” Wendy sama sekali tidak pernah menceritakan kalau ia memiliki seorang ayah dan hal itu membuat Irene sedikit terkejut.

“Aku melihat ayahku berselingkuh dengan seorang wanita, dan malam itu juga ia mengusir kami.” Irene terdiam, ia sadar apa yang telah ia lakukan dengan Seulgi sangat menyakiti Wendy, dan sepertinya ia benar-benar tidak akan mendapatkan maaf dari Wendy.

“Ia meminta maaf padaku dan memintaku untuk melanjutkan bisnisnya.”

“Apa kau menerimanya?”

“Entahlah, aku masih memikirkannya.” Wendy memainkan kuku jarinya ketika ia sedang bingung dan tak tahu apa yang akan ia lakukan. Irene meraih tangan Wendy namun dengan segera gadis itu melepaskannya. Irene sedikit kecewa namun ia sadar mengapa Wendy sangat memebencinya, sampai-sampai ia tidak ingin dipegang oleh Irene.

“Apakah aku salah Wendy, jika menganggap kau akan kembali padaku seperti dulu?”

“Tentu saja kau salah Irene, aku mungkin memaafkanmu, tapi untuk kembali padamu, maaf aku tidak bisa.”

“Tapi kau mau jadi temanku kan?, dan kita bisa bertemu sesering mungkin.”

“Kita akan bicara jika kita bertemu, tapi tidak jika kau memintaku. Kau sekarang sudah jauh lebih baik, aku hanya membantu bibimu yang memintaku untuk membuatmu mau makan dan minum, hanya itu.” Jawab Wendy sambil menatap lekat pada Irene. Dan Irene sadar, mata itu, sudah tidak ada cinta di sana.

“Baiklah,” ujar Irene kecewa, namun ini semua kesalahannya, ia yang mengakibatkan Wendy bersikap seperti ini.

“Kalau begitu, aku pergi dulu Irene.”

Makan malam kali ini sedikit berbeda karena untuk pertama kalinya setelah sebulan Jae In akhirnya bisa makan malam bersama. Wendy dan Jae In memasak semua makan malam mereka, sementara itu nyonya Son hanya duduk menunggu kedua orang gadis itu masak.

“Bagaimana menurut omma dan unnie, apa aku harus menerima tawaran itu?” Wendy sudah menceritakan semua keinginan tuan Lim padanya.

“Menurutku, kau harus mengambil kesempatan besar ini Wendy. Tidak hanya untuk memenuhi keinginan tuan Lim, tapi juga sebagai sarana untukmu belajar, jika suatu saat kau bergabung dengan perusahaan besar.” Ujar Jae In santai sambil memakan makanannya.

“Ibu juga setuju Wendy, kau bisa belajar dari sana.”

“Aku tidak percaya jika kalian bisa dengan gampang menyetujui hal itu.”

“Ambil sisi positif nya Wendy, jangan lakukan untuk ayahmu, tetapi untuk dirimu sendiri, kau memiliki kesempatan untuk belajar, siapa tau suatu saat kau akan membuka perusahaan mu sendiri, “Wendy Coorporation” dan aku yang menjadi CEO nya.” Jae In tertawa, ai berusaha menenangkan Wendy, ia tahu ini sangat berat bagi gadis itu.

“Aku tak percaya unnie menginginkan perusahaan ku.” Ujarnya sambil tertawa. Makan malam kali ini membuat hati Wendy dan nyonya Son menjadi lebih ringan karena ada Jae In diantara mereka, dan nyonya Son sangat bersyukur karena kehadiran gadis itu di dalam kehidupan mereka.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet