[Them]

Ravel

XoXo-XoXo-XoXo

Ravel © Kiriya Hiiragi

XoXo-XoXo-XoXo

“Pagi.” Junmyeon mengeluarkan sapaan begitu memasuki ruangan staf. Namun suasana cenderung terlihat tegang dengan segelintir orang yang memasang wajah serius, membuat Junmyeon sedikit berdebar. Pandangan serius beralih padanya dari Jongdae, Minseok, Himchan dan Yongguk, serta manajer yang tampak melipat tangannya. Ini tidak ada hubungannya dengan kejadian tadi malam kan? Karena jika itu yang terjadi, mereka tidak mungkin masih bisa bersikap tenang seperti ini jika fakta tentang dirinya telah terungkap.

“Ada apa…? Kenapa kalian tampak begitu serius?” Junmyeon bertanya hati-hati.

Hyung,” Jongdae berjalan menghampirinya, “Kata manajer-nim, owner café kita akan datang kemari.”

“Oh…”

Junmyeon belum pernah bertemu bos pemilik café sebelumnya.

“Lalu kenapa? Apakah dia orang yang menakutkan atau semacamnya?”

Himchan menggeleng, “Tidak juga sih, hanya saja itu artinya kita harus melakukan pekerjaan kita dengan sempurna hari ini!”

“Harusnya kalian selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik.” Sang manajer menghela napas. Kembali dari masa cutinya untuk menghadapi kesibukan café adalah hal yang cukup merepotkan. Rasanya ingin menikmati masa liburan lagi.

“Wah, manajer-nim. Jangan terlalu serius di pagi hari ini. Kami selalu bersemangat kok, iya kan?” Himchan melirik rekan-rekannya, memberikan isyarat dengan mata.

“Tentu saja! Fighting~”

Fighting!”

Semangat yang bagus untuk memulai hari.

Junmyeon melirik Jongdae yang terlihat ikut bersemangat. Mencoba menemukan sesuatu yang aneh dari Jongdae.

“Kenapa, hyung?”

“Tidak apa-apa.” Junmyeon mendapati pemuda itu masih bersikap sama seperti biasanya, begitu pula dengan sikap teman-temannya yang lain. Apakah itu entah karena Jongdae benar-benar tidak mengingat kejadian waktu itu, atau justru dia merahasiakannya. Junmyeon pikir ia harus lebih waspada, terutama karena kejadian tadi malam.

“Oh iya, terima kasih sudah mengantarkanku waktu itu, kata Minseok-hyung, aku sangat merepotkanmu. Kau tahu lah, kadang-kadang kita ingin melepaskan stress karena terlalu banyak masalah, hehe.”

“Uhm, ya. Tolong lain kali minumnya dikondisikan.”

“Ya ampun hyung, kau harus menikmati segala hal, tak usah menahan diri!” Jongdae merangkul bahunya dengan kesan akrab.

“Hei, hei, hei. Ayo bergegas, nanti owner keburu datang!” Yongguk berseru.

Untuk saat ini, tampaknya Junmyeon tidak perlu khawatir.

[Ravel]

Café ramai seperti biasanya. Namun berkat kembalinya manajer handal mereka, situasi benar-benar terkendali. Meskipun begitu beberapa mata dari staff café tampak fokus pada pintu yang mendentingkan lonceng ketika pengunjung datang, berdebar untuk beberapa alasan tertentu. Kedatangan owner misalnya.

Lonceng café berbunyi untuk kesekian kalinya. Namun yang muncul adalah beberapa siswa sekolah berseragam.

Himchan menghela napas lega, diiringi oleh yang lainnya.

“Kenapa kita harus pergi ke tempat sejauh ini?”

Hyung-ku bilang, menu di café ini enak. Aku ingin mencobanya.”

“Kalau tidak enak, kau yang bayar.”

“Ehh—”

“Oh, ada kursi kosong di sana, ayo.”

Mengabaikan pembicaraan Taehyung, Jungkook dan Namjoon, mata Jimin menjelajah ruangan café. Mendapati aroma yang familiar di indera penciumannya. Tidak, bukan aroma makanan—walau aroma makanan memang menggoda, tapi sepertinya ada aroma orang yang ia ketahui.

“Selamat datang. Silakan dilihat menunya.” Minseok menyerahkan menu.

“Ah! Kau!” telunjuk Jimin mengarah pada Junmyeon, membuatnya terkejut.

“Eh, kenalanmu?” tatapan Taehyung beralih dari menu ke arah yang ditunjuk Jimin.

Mata Junmyeon sedikit menyipit, menatapnya serius untuk mengingatkan Jimin tempat mereka berada. Mengerti, telunjuk Jimin kemudian beralih pada Jongdae, “Kau!”

“Aku?” Jongdae menunjuk dirinya sendiri.

“Lelaki mabuk yang nyium tiang—”

“Ehhh?!”

“Ppttt—”

“Maaf, saja. Namanya juga orang mabuk.” Jongdae menyerahkan pesanan ke meja tempat Jimin dan teman-temannya berada. Berkomentar setelah mendengarkan cerita dari Jimin dan Junmyeon untuk beberapa saat tentang kejadian malam itu. “Lagian itu bukan aib yang perlu disebarkan,” Jongdae mendumel pelan.

“Ah—tiang itu beruntung sekali bisa mendapatkan ciumanmu, Jongdae. Bayangkan betapa banyak gadis yang rela menjadi tiang demi mendapat ciuman darimu!” Junmyeon berseru.

Jongdae meliriknya, “Hyung, aku tidak mengerti kau bermaksud menghiburku atau bagaimana. Kau pikir nyium tiang ada sensasinya?”

“Jadi kau hanya kebetulan bertemu dengan mereka malam itu dan bisa mengingat mereka?” Taehyung menatap Jimin tidak percaya.

“Hanya sekali bertemu, kau bisa ingat?” Namjoon memastikan.

“Uh—ya, karena itu kejadian yang berkesan.”

Dari nada pembicaraan itu, Junmyeon mengetahui kalau teman-teman Jimin bukanlah werewolf. Jika seandainya mereka sama, Junmyeon yakin pemuda sekolah menengah atas itu akan berkata ‘tentu saja aku ingat mereka dari baunya, karena indera penciumanku sangat tajam.’

Jadi werewolf pun bisa berteman dengan manusia biasa.

Berarti, Junmyeon juga boleh berteman dengan manusia kan?

XoXo-XoXo-XoXo

“Lama tidak bertemu,” Yixing menyapa Junmyeon yang menghampiri mejanya berada. Kali ini Junmyeon mendapati pemuda ber-dimple itu bersama seseorang.

“Kali ini tidak sendirian.”

Yixing mengangguk dengan kesan sungkan, “Ah, Junmyeon-ssi! Dia temanku, Xiao Lu. Sering dipanggil Luhan. Aku berkata kalau menu di café ini patut di coba, jadi dia setuju diajak kemari.”

Luhan tersenyum, “Kudengar kau telah menolong Yixing saat dia terluka parah.”

“Err—yeah.”

“Kadang Yixing memang ceroboh.”

“Heii! Aku tidak seceroboh itu.”

Tatapan mereka bertemu pandang, bola mata Luhan terlihat begitu indah, namun dengan segera Junmyeon mengalihkan perhatian. Pemuda itu terlihat cantik dan tampan dalam waktu bersamaan, memberikan kesan istimewa. Dalam hati dia meyakini kalau Luhan adalah hunter seperti Yixing. Yang berarti bahwa dia memiliki kemampuan khusus.

Pandangan Luhan mengarah pada Junmyeon yang berjalan untuk menyerahkan kertas orderan pada chef dapur di hari ini. Pandangannya terhalang oleh beberapa pembeli take away yang pergi. Meja tersenggol oleh seorang pembeli, membuat sebuah gelas di meja yang telah ditinggalkan pelanggan rebah bergulir menuju ke lantai. Fokus Luhan teralih pada gelas, memandangnya fokus hingga gelas berhenti bergerak meskipun nyaris jatuh dari meja.

Sebuah tangan meraih gelas dan secara refleks netra kecoklatan Luhan beradu pandang dengan pemuda yang mengambil gelas, Junmyeon. Junmyeon tersenyum dan menunduk sekilas.

“Dia terlihat memiliki begitu banyak rahasia dibalik senyumnya.”

“Siapa?” Yixing yang memeriksa kamera nya menatap Luhan.

“Junmyeon-ssi.”

“Begitu? Semua orang memang memiliki rahasia kan? Kita juga.”

“Semua ‘orang’, ya…” netra Luhan menyipit.

XoXo-XoXo-XoXo

Owner datang.” Manajer berucap kalem, tapi beberapa orang menahan napas. Cukup lama menunggu kedatangannya, dari memulai pekerjaan, hingga jam shift nyaris berganti.

“Junmyeon, selamat berjuang menghadapi owner!” Himchan mengepalkan tangannya.

“Ehh, kenapa aku?”

“Justru harus kau, karena kau belum pernah bertemu dengan owner.”

Halah, kalian semua hanya ngeles doang kan?! Junmyeon hanya diberi pose peace oleh teman-temannya.

“Kalian ini jangan memberikan kesan kalau owner kita orang yang kejam, dong.” Manajer berkacak pinggang, “Yang jelas, ayo melakukan tugas dengan baik. Jangan sampai ada yang dipecat di antara kita semua.”

Junmyeon mengikuti langkah manajer menuju ruangan pribadi yang ia sendiri belum pernah masuki. Terlihat seperti ruang kantor yang formal namun nyaman, ada beberapa kursi tersedia, salah satunya di tempati owner. Tampaknya sang pemilik café ingin menikmati pelayanan mereka di ruangan ini, sehingga Junmyeon harus bersiap melayani pesanan atau bahkan mungkin pertanyaan tentang alasannya bekerja.

Tapi Junmyeon tidak menduga, kalau owner café mereka terlihat begitu muda. Kim Junsu, hanya namanya saja yang sering Junmyeon dengar, ini pertama kalinya dia bertatap muka dengannya.

“Oh, jadi ini Kim Junmyeon-ssi, pegawai kita yang paling baru?” Junsu menumpu dagu.

Junmyeon mengangguk, sedangkan manajer mengiyakan beserta memberikan penjelasan tentang keadaan café. Pesanan yang dicatat tampak begitu banyak untuk dihabiskan sendirian, membuat Junmyeon sesekali memperhatikan owner yang masih memesan.

Akhirnya dia mengerti, kenapa ada begitu banyak pesanan begitu ia mengantarkannya bersama Jongdae. Ia melihat kehadiran dua orang yang menempati kursi kosong di sebelah owner, dan Junmyeon mengenali salah satunya.

“Lama tidak melihat keponakan Siwon, semakin lama semakin mirip saja.” Yunho berujar.

“Tidak menyangka bisa bertemu anda, Yunho-ssi.”

“Terlihat lebih manis dari pada Siwon-hyung.” Pria yang tidak Junmyeon kenal turut berkomentar. “Boleh juga.”

“Changmin, kau tidak bisa menggoda pegawaiku begitu saja.” ucapan Junsu bernada menegur.

“Maaf saja, tapi aku lebih tergoda pada makanan yang dibawanya.” Changmin menyahut.

“Sepertinya kau baik-baik saja di sini.” Yunho melanjutkan obrolan yang ditujukan pada Junmyeon.

“Ya…? Aku tentunya tidak berniat membuat masalah.” Jawab Junmyeon dengan nada heran.

“Aku tidak mempermasalahkan apapun, selama pegawai yang disini memenuhi syarat.” Ucap Junsu lagi.

Changmin—pemuda yang baru Junmyeon ketahui namanya itu tampak telah menikmati makanan yang tersedia, “Seandainya saja mereka memiliki sikap seperti Junmyeon, pekerjaanku akan lebih mudah.” Tatapan sekilas diberikan Changmin pada Junmyeon.

Junsu berdehem, “Sekarang bukan tempat yang sesuai untuk membahas pekerjaan kalian, kan.” Lirikan mata sipit Junsu terarah pada kedua pelayan cafe yang permisi untuk pergi.

Yunho memperhatikan kepergian anak itu.

“Jadi—anak itu ya. Kim Junmyeon, keponakan Siwon.” Changmin menikmati makanannya. “Karena dia adalah anak dari sunbae terkenal di organisasi, kupikir Siwon-sunbae akan menyerahkannya ke tangan kita.”

“Setengah dari dirinya adalah vampire, aku yakin Siwon memikirkan hal itu hingga ia tidak menyerahkan Junmyeon pada organisasi. Kau tahu sendiri bagaimana keadaan organisasi kita.” Yunho berkomentar.

“Sebenarnya sih—ada beberapa divisi yang tidak aku senangi dalam organisasi kita.”

“Aku juga.”

“Oh~ harusnya kau menyuarakan pendapatmu itu dengan lebih tegas, Yunho-hyung.”

“Maaf tentang hal itu, aku tidak bisa melakukan lebih banyak lagi. Kau tahu apa yang Siwon lakukan untuk Junmyeon.”

“Kau juga turut andil dalam hal itu kan? Apa karena dia juga—adalah keponakan dari Jaejoong-ssi?”

“Ahahaha.” Yunho tertawa singkat. “Sungguh pertanyaan yang bodoh untuk diajukan.”

XoXo-XoXo-XoXo

Menebak-nebak dalam hati, Junmyeon mulai berprasangka kalau owner mereka adalah anggota hunter. Namun jika demikian, bagaimana anggota bisa bersikap sesantai itu kepada leader. Mungkin Kim Junsu adalah orang biasa yang berteman dengan hunter?

Manusia biasa dan hunter, hunter dan werewolf, werewolf dan vampire, vampire dan hunter, mereka semua memiliki hubungan yang begitu rumit.

Semakin lama, Junmyeon merasa begitu banyak  hal yang terungkap padanya. Barangkali inilah akibat keluar dari zona aman—menapaki dunia yang ditempati oleh jenis berbeda, yang juga memiliki pemikiran  berbeda-beda dan terlibat diantaranya.

Dunia ini adalah tempat yang begitu luas untuk half-blood sepertinya.

 [Ravel]

Jongdae pikir, dunia itu sempit. Beberapa waktu lalu, pembahasan tentang makhluk supranatural berbentuk mitos terlintas diantara teman-temannya. Dia tidak sepenuhnya percaya tentang keberadaan yang biasanya hanya eksis di dalam novel ataupun film. Jongdae memiliki pembayangan mereka adalah keberadaan yang jahat dan kejam. Jika seandainya dia bertemu salah satu dari vampire ataupun werewolf, mungkin kematian menyakitkan adalah hal yang menunggunya. Tapi dunia begitu luas, tidak mungkin dia bertemu makhluk semacam itu di sekitarnya kan?

Dan dia melihat vampire dan werewolf secara langsung, meskipun tidak sepenuhnya sadar, Jongdae menyakini itu bukanlah mimpi setiap kali teringat tatapan mata yang menyala di malam itu. Dia mendengar dengan jelas, Junmyeon menyebutnya sebagai teman. Vampire itu menyebut dirinya sebagai teman.

Dunia yang sempit ini membuatnya bertemu dengan vampire dan werewolf. Membuatnya berteman dengan vampire.

Ah…tangan Jongdae terasa gemetar sekarang.

Tempat ia berada sekarang adalah sebuah gang menuju arah Junmyeon pulang. Arah pulang mereka berbeda, dan yang menuntun Jongdae kemari adalah rasa penasaran tingkat tinggi. Barangkali rasa ingin tahunya telah terobati begitu melihat adegan yang tidak akan terlupakan dengan cepat. Bagaimana tadi Junmyeon menancapkan taringnya pada seorang perempuan di sana dan menyuruh perempuan itu pergi setelahnya.

 “Aku nyaris berpikiran kalau kau benar-benar tidak mengingatnya karena pengaruh soju.” Mata merah Junmyeon tertangkap netra Jongdae di kegelapan malam.

“Aku hampir berpikiran itu hanyalah mimpi.”

“Karena itu kau tidak mengatakannya pada siapapun?”

Jongdae tidak menjawab, karena dia sendiri tidak tahu alasannya hanya berdiam saja ketika mendapati dirinya begitu peka terhadap Junmyeon setelah malam itu. Matanya secara refleks akan mengikuti pergerakan Junmyeon di café setelah mengetahui bahwa Junmyeon berbeda dari mereka. Dia merasakan suhu tubuh yang dingin setiap kali merangkul bahu Junmyeon. Namun dia masih merasa tak bisa percaya karena Junmyeon terlihat begitu normal. Menikmati makanan dan minuman yang sama seperti mereka—sementara dari yang dia dengar, vampire tidak memakan makanan seperti manusia.

Jongdae mulai berpikiran kalau yang dia alami benar-benar mimpi.

Jantungnya berdebar dengan tangan berkeringat dingin. Sebelumnya Jongdae tidak pernah setakut ini, berada di dekat Junmyeon. Namun melarikan diri tampaknya adalah hal yang sia-sia sekarang. Jongdae memutuskan untuk menghadapi sosok Junmyeon yang berbeda. Meskipun tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Jongdae hanya meyakini kalau Junmyeon tidak akan membunuhnya.

“Tentunya bukan itu ya, alasannya. Tapi aku berterima kasih, karena kau tidak mengatakan apapun kepada semua orang di café.” Junmyeon tersenyum miris. Mulai berpikir kalau dia harus berhenti bekerja di café.

Jongdae berusaha mengendalikan ketakutannya, mengepalkan tangan yang terasa dingin, “Jadi… kau benar-benar vampire? Ahh—harusnya aku membawa bawang putih atau Rosario. Jujur—aku merasa begitu takut sekarang. Aku bahkkan hampir lupa pernah berkata kau memiliki kesan lemah—itu ternyata salah besar.”

Junmyeon maju beberapa langkah, mendekat namun Jongdae hanya diam di tempatnya.

“Kau tidak berniat lari setelah tahu hal ini?”

“Aku tidak bisa melarikan diri kan? Vampire bisa berubah menjadi kelelawar dan terbang mengejarku.”

Junmyeon terkekeh, lalu meletakkan tangannya di depan dadanya, “Oh. Aku tidak bisa berubah menjadi kelelawar. Aku hanyalah setengah vampire.”

Jongdae menatap nyala merah netra Junmyeon beberapa saat, “Wow. Sekarang ini terdengar keren. Maksudku yang aku tahu hanyalah vampire dan werewolf. Tapi ternyata juga ada campuran? Bagaimana bisa?”

“Jongdae. Ini bukan hal yang seharusnya kamu ketahui atau lihat.”

“Jadi… kau akan membunuhku?”

Jarak antara mereka semakin menghilang karena Junmyeon melangkah kehadapan Jongdae.

“Aku akan membuatmu melupakannya. Kau hanya perlu menatap mataku dan mendengarkan ucapan dariku.”

“Ah—jadi begitu, vampire memang dapat menggunakan hipnotis. Kau… membuat pemuda di meja tujuh yang menyukaimu melupakan perasaannya padamu, kan?”

Beberapa hal terasa jelas bagi Jongdae sekarang. Kenapa Junmyeon selalu menjaga jarak dan sikapnya yang selalu berkesan formal. Dia tentu tidak ingin identitasnya diketahui siapapun.

“Tidak ada gunanya membicarakan hal ini, karena kau akan melupakannya. Ini adalah pilihan terbaik.”

Junmyeon mendorongnya mundur, hingga tersudut di tembok. Perbedaan tinggi membuat Jongdae menunduk, mendapati iris merah fokus menatapnya. Tangan kiri pemuda setengah vampire itu berada di samping kepalanya. Posisinya terkurung bahaya.

“Jongdae, kau harus melupakan kejadian hari ini.” Junyeon berucap tegas. Melontarkan kalimat hipnotis seperti yang biasanya dia lakukan kepada para korbannya.

Jongdae menatapnya dalam diam beberapa saat. Jika diperhatikan lebih pasti walau hanya bertumpu pada pendar bulan, meski terjebak dalam rasa ketakutan Jongdae mendapati bahwa iris milik Junmyeon terlihat begitu indah. Apa semua vampire memiliki mata yang mempesona?

Mungkin tidak ada manusia yang bisa mengingat keindahan itu.

“Kau memiliki warna mata yang bagus, hyung. Awalnya kukira akan mengeluarkan laser seperti superman.”

Jongdae mengatakan hal yang tak terduga bagi Junmyeon.

“Eh…? Kenapa kau tidak terhipnotis…?”

Ini pertama kalinya Junmyeon tidak bisa menggunakan hipnotis kepada manusia biasa.

“Huh? Barusan kau menghipnotisku?!”

XoXo-XoXo-XoXo

 [Them - tbc]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n: masih Chenho ya, dan ff ini hampir selesai. Tampaknya gak ada yang sadar, kalau dari chapter satu hingga chp ini ada satu karakter yang nyempil tanpa deskripsi karakteristik. [chuckles]

Makasih juga buat yang udah ikhlas mampir, baca dan komen ;) [hug] [love] [kiss]

Next chapter: Trip.

07/07/2018 (wattpad)

20/10/2018 (aff)

-Kirea-

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dee_wizzard
#1
No 3 plezzzz yifannnnT_T
Dee_wizzard
#2
No 3 plezzzz yifannnnT_T
Nadira12
#3
Chapter 9: Nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 ????
Sweet_cheesecake
#4
Chapter 9: Aku pilih nomor 3 kkkk
rhe3a_1891 #5
Chapter 9: Nomer 3
NoorKyra
#6
Chapter 8: Another vampire.....?????


O.O.....!!!!!
NoorKyra
#7
Chapter 7: Jongdae can't be hypnotized.....????


O.O..........
RossaAulia
#8
Chapter 6: Chapter 6: Ceritanya manis banget, ngenes2 tp fluffy bikin baper gitu. Kadang ngakak
Tp seriusan, ngakak as bagian "Jl. Tentara" lmao

Ditunggu lanjutannya~
NoorKyra
#9
Chapter 6: Chen.....??? Aiye....

*facepalm*
NoorKyra
#10
Chapter 5: So ...... Joonmyeon is been shipped with every members...???

His uncle is the hunter.???.and he meet Yixing, a hunter ..

Hmmmm... This is getting more interesting...