2] Human

Ravel

Disclaimer: All the cast belong to themselves.

Warning: AU, typo, BL, OOC, Don’t Like, Don’t Read! ;)

Summary: Di antara manusia biasa, vampire, werewolf dan hunter; Apa Junmyeon harus memilih salah satu? Dia hanya ingin menjalani harinya dengan damai. Tapi sepertinya pilihan itu tidak ada.

XoXo-XoXo-XoXo

Ravel © Rizel Hiiragi

XoXo-XoXo-XoXo

Chapter II

“Hipnotis, salah satu kemampuan alamiah dari vampire. Mampu membuat orang melupakan apa yang telah terjadi padanya.”

Baekhyun membaca sebuah artikel yang dicarinya di internet.

(Biasanya hanya kejadian dalam beberapa jam yang dilupakan. Jadi tidak bisa digunakan untuk menghilangkan ingatan seseorang, kecuali vampire pure elit yang memang hebat.)

Junmyeon hanya bisa menambahkan penjelasannya di dalam hati. Menghilangkan ingatan tidak dapat dilakukan oleh seseorang sepertinya yang terhitung masih muda. Terlebih lagi status Junmyeon yang cukup rendah dalam klan tempatnya berada. Dia hanya setengah vampire.

Mereka menyebutnya; Half blood.

“Dibandingkan hewan, darah manusia memang lebih memuaskan.” Lanjut Baekhyun.

(Hanya saja ada batasan tentang memangsa manusia. Aturan dalam klan.)

“Mereka tidak hanya sekedar makhluk penghisap darah biasa. Mungkin ada beberapa, itu pun hanya vampire servant rendahan. Vampire servant adalah manusia yang menjadi vampire dan dikendalikan oleh vampire pure blood—berdarah murni. Wow, aku baru tahu ada kasta semacam itu dalam klan vampire."

“Memangnya artikel itu dapat dipercaya?” Tanya Kyungsoo dengan nada datar.

Bakehyun mengendikkan bahu, “Entahlah~”

(Digigit vampire tidak serta merta menjadikan manusia menjadi vampire. Ada beberapa tahapan bagi manusia menjadi vampire dan itu bukanlah hal yang mudah. Manusia yang menjadi vampire dari gigitan dan menggila karena tidak dapat mengendalikan nafsunya biasanya akan dibunuh.)

“Penampilan mereka biasanya tampak pucat dan tubuh yang selalu terasa dingin.” Baekhyun mengangguk-angguk sambil membacanya. “Biasanya juga tampan, ya! Seperti Edward Cull—”

Plak!

“Aduh—”

Nampan mendarat di kepala Baekhyun. Pelakunya adalah Minseok.

“Malah baca gituan di internet. Lap meja nomor delapan tuh.” Minseok berujar sambil meletakkan nampan.

“Ok, sir!” Baekhyun dengan segera melesat menuju meja yang diperintahkan oleh Minseok—sang manajer pengganti untuk beberapa waktu ke depan.

“Satu Espresso Macchiato dan Strawberry cake untuk meja sebelas.” Junmyeon meletakkan orderan.

Kyungsoo menerima kertas orderan dengan segera, bersiap untuk membuat pesanan.

“Kenapa lagi dengan Minseok? Sepertinya kok sensi hari ini.” Junmyeon berucap dengan setengah berbisik kepada Kyungsoo.

“Entahlah,” Kyungsoo menggeleng. “Mungkin bosan mendengarkan obrolan tentang vampire dan werewolf terus.”

“Kirain stress karena jadi manajer pengganti.”

“Katanya tadi malam Minseok-hyung mimpi buruk. Mimpi di kejar-kejar manusia serigala. Setelahnya dia gak bisa tidur lagi.” Baekhyun tampak sudah selesai mengelap meja dan ikut dengan pembicaraan mereka. “Dia sensi karena kurang tidur.”

“Terlalu kepikiran sepertinya. Seperti tidak ada bahasan lain saja. Bahas girlband atau pelanggan yang cantik misalnya. Kenapa kalian malah bahas yang begituan.” Kyungsoo berkomentar sambil melakukan pekerjaannya di dapur.

“Lebih baik dari pada ketemu beneran, kan?” Celutuk Junmyeon.

“Hey, kalau kalian punya waktu santai. Gimana kalau bersihkan piring di dapur?” Minseok menginterupsi.

“Aku akan mengelap meja tujuuuh.” Baekhyun segera berlalu.

“Err… aku akan mencuci piring…” Junmyeon sweatdrop.

Minseok menatap ke arah Junmyeon sambil menghela napas, “Pelanggan setia kamu datang tuh. Kamu catat pesanannya saja sana.”

Pemuda itu lagi. Oh Sehun.

Hari ini penampilannya lebih terkesan keren daripada biasanya. Namja muda itu memakai kaus putih yang terlapis blazer hitam. Rambutnya tertata rapi dengan aroma cologne yang tercium jelas begitu mendekat. Tampaknya itu pula penyebab beberapa pelanggan yeoja yang melirik penuh minat ke arahnya. Hari ini dia tidak membawa laptop dan tas kuliah seperti biasanya. Dia hanya tampak memainkan smartphone di tangan kanannya.

“Americano seperti biasa?” Junmyeon siap mencatat pesanannya ketika pemuda itu melihat ke arahnya dan melambaikan tangan padanya.

Sehun mengangguk dengan senyuman yang melengkung di bibirnya. “Yeah! Dan apple pie.”

“Oke.” Junmyeon menulis pesanan.

“Hei, hyung.”

“Ya?” sejurus setelah mempertemukan tinta pulpen di kertas, Junmyeon mengembalikan pandangan pada Sehun.

“Um—bagaimana menurutmu tentang penampilanku hari ini? Apakah cukup bagus?”

Junmyeon menaikkan alisnya beberapa saat. Nada sungkan tertanggap indra pendengarannya. Apakah Sehun berniat pamer atau lelaki itu benar-benar tidak tahu kalau dia itu handsome bahkan meskipun dia hanya dengan pakaian yang biasanya dia pakai.

“Kau terlihat lebih rapi—”

Pemuda itu masih menatapnya. Seperti mengharapkan jawaban yang lain.

“Tampan dan keren.” Junmyeon menambahkan, “Jadi kau sedang ada kencan dengan seseorang?”

“Bukan! Tentu saja bukan!” Sehun berseru dengan cepat. Melupakan situasi tempatnya berada sekarang. Dia berdehem pelan untuk kembali terlihat cool. “Kai membuatku terlibat menjadi model di agensi tempatnya bekerja. Para staff di sana bilang aku cukup tampan untuk menjadi model.”

“Oke.”

“Jadi menurutmu aku cukup pantas untuk menjadi model?”

Kau bercanda, kan, Oh Sehun?

“Kau sangat cocok menjadi model, Sehun! Tapi tentu saja itu tergantung pada minat dan keinginanmu sendiri.” Junmyeon hampir saja berteriak untuk mengatakan hal itu.

Ya ampun, kamu gak sadar kalau kamu tuh cakep dan tinggi?!

Sudah jelas masuk standar kualifikasi sebagai model.

Thanks atas pendapatmu, hyung.”

“Bukan masalah, tapi aku harus segera kembali bekerja sebelum di timpuk Minseok dengan panci karena terlalu lama bicara dengan pelanggan.” Junmyeon menunjuk ke arah dapur dengan pulpennya.

“O—oh ya, tentu.” Sehun tertawa hambar.

Junmyeon tersenyum kecil seraya berlalu ke arah Minseok yang menatap ke arahnya sedari tadi.

“Jadi dia sedang ada kencan dengan seseorang? Atau dia mengajakmu kencan?” Minseok melontarkan pertanyaan.

Junmyeon meletakkan pesanan di tempat orderan.

“Tidak keduanya. Kenapa kau berpikir sepertinya dia ada hati denganku?”

“Kelihatannya seperti itu.”

“Apa? Junmyeon-hyung yang baru kerja satu bulan di sini sudah ada yang naksir? Jadi aku ketinggalan banyak kabar?” Kyungsoo tampak menyembulkan kepala dari pintu dapur dengan memegang spatula.

“Kasihan ya Kyung, kamu udah empat bulan kerja di sini, tapi jodoh atau calon pacar tidak nampak dari sudut manapun.” Baekhyun berucap dengan nada sedih pada Kyungsoo.

“Kamu pilih di timpuk wajan atau spatula ini menancap di kepalamu?” Kyungsoo bertanya dengan nada kalem pada Baekhyun.

“Ohh—lihat, ada pelanggan manis yang datang di sana, aku akan mencatat pesanannya darinya.”  Baekhyun pergi—secepat dia muncul.

Minseok mengabaikan mereka, “Dia tampan dan sepertinya anak baik-baik. Apa kau sudah punya pacar? Atau dia bukan tipemu?”

Junmyeon diam sejenak untuk sekedar memikirkan jawababn yang tepat. Tipe? Tipe apa yang Minseok maksud kan? Karena jika yang dia maksud adalah tipe mangsa, Sehun cukup bagus untuk dijadikan mangsa. Tapi jika itu tentang hubungan romantis… Menjalin hubungan dengan manusia mungkin tidak akan bagus.

Seperti apa yang terjadi pada ayah dan ibunya.

“Aku masih single. Bisa kau bilang begitu, anak baik-baik seperti itu bukan tipeku.” Junmyeon tidak sepenuhnya berbohong. “Bukan berarti aku suka anak yang nakal, sih. Hanya saja, sekarang aku tidak terpikir untuk menjalin sebuah hubungan romantis.”

Atau bahkan nanti.

“Pesanan meja tiga siap.” Kyungsoo berseru. Dan Junmyeon mengambilnya untuk segera diantarkan ke meja tempat Sehun berada.

Rekan kerjanya tidak tahu kalau dia adalah setengah vampire. Tentu saja, Junmyeon harus memastikan mereka tidak akan tahu. Mereka tidak perlu tahu.

Mereka tidak akan pernah mengetahuinya.

“Hei, setelah ini kami akan pergi ke pojangmacha, apa kau mau ikut Jun?”

“Oh, begitu? Mungkin lain kali.” Junmyeon menolak ajakan Minseok. “Aku ingin pulang cepat hari ini.”

“Baiklah. Lain kali kalau begitu.”

“Janji ya, hyung.”

Junmyeon melambaikan tangannya dan pulang ke arah yang berbeda.

“Apa menurutmu Junmyeon-hyung menjaga jarak dengan kita?”

“Kenapa kamu berpikir begitu?”

“Dia tidak pernah ikut kalau diajak.”

“Pernah kok, hanya saja saat itu bukan hari shift kamu.”

Mwoya? Kalian bersenang-senang tanpa mengajakku?”

“Kupikir dia hanya sedikit anti sosial saja.”

“Ya! Kalian mengabaikanku?!”

“Beberapa orang memang memiliki rahasia yang tidak ingin dibagi.”

“Mungkin rahasia Junmyeon-hyung adalah… dia punya anak rahasia!”

Plak!

“Ouch!”

“Kalau benar dia punya rahasia, kuharap suatu hari nanti dia mau membaginya denganku.”

XoXo-XoXo-XoXo

Sebagai half blood, Junmyeon terlahir dari ibu yang merupakan seorang manusia dan ayah yang merupakan vampire pure blood; berdarah murni. Ayahnya jatuh hati kepada manusia yang harusnya adalah mangsa mereka.

Menjadi vampire half blood membuat hidupnya tidak menjadi lebih mudah. Para vampire pure blood dalam klan selalu mencercanya saat pertemuan kelompok. Itu sudah terjadi sejak dia kecil, saat tiap kali ayahnya mengajaknya pergi ke acara tersebut. Jadi Junmyeon pikir dia sudah terbiasa akan hal itu.

Tapi setidaknya Junmyeon bisa merasakan enaknya makanan manusia. Hamburger, pizza, tteokbooki, pedas, dan manis. Dia memahami rasanya, tidak seperti vampire pure blood yang menganggap makanan manusia adalah sampah. Dia masih memakan makanan yang sama dengan manusia. Hanya saja semua itu tidak cukup. Rasa hausnya tidak akan hilang hanya dengan meminum air.

Meskipun begitu, ketika Sehun mengajaknya untuk sekedar minum teh bersama, Junmyeon mengiyakan. Tidak langsung mengiyakan sebenarnya, semua gara-gara Jongdae yang seenaknya menginterupsi dan berkata oke, meskipun yang ditanya adalah Junmyeon.

“Oke, Junmyeon-hyung pasti mau kok. Ya kan hyung?” Jongdae menyenggol bahu Junmyeon.

Mata yang terlihat penuh harap dari Sehun dan sikap Jongdae membuat Junmyeon mengangguk pasrah.

“Baiklah.”

“Besok, jam tujuh malam, hyung.”

“Oke, jam tujuh malam.”

 “Mungkin dia akan menyatakan perasaannya padamu.” Jongdae menggoda Junmyeon setelah sampai di dapur.

Junmyeon menghela napas lelah, “Sudah sering kubilang, dia bukan tipeku. Lagipula, mungkin dia hanya suka padaku sebagai kakak mungkin?”

“Apa iya begitu…” Jongdae bergumam. “Aku sih nggak yakin.”

Oh Sehun adalah manusia biasa. Dan dirinya half blood. Mungkin harusnya dia mematuhi ucapan pamannya untuk tidak terlibat terlalu dekat dengan manusia dengan cara seperti ini.

Harusnya dia memilih jadi pegawai toko bunga atau penjaga perpustakaan kota. Yang sepertinya jelas terasa lebih aman, karena pada dua tempat itu orang-orang lebih fokus pada buku atau bunga dibanding pegawainya. Tapi gaji sebagai pegawai café lebih memuaskan.

“Pemuda itu jadi semakin tampan dan murah senyum, bukankah begitu?” Baekhyun menumpu dagunya di meja kasir, mata sipitnya mengedarkan pandangan ke segala arah sebelum fokus kepada sosok pemuda di kursi nomor tiga. Oh Sehun. “Dulu sepertinya penampilannya biasa saja.”

“Dia kerja paruh waktu menjadi model bersama sahabatnya. Kalau tidak salah, namanya Kim Jongin.”

“Wow. Keren!” Baekhyun berdecak kagum. “Mungkin dia berubah karena kamu, hyung.”

“Mungkin dia berubah karena cinta.” Jongdae ikut menimpali.

Minseok menepuk bahunya, “Yaah, Kalau dia memang ada hati padamu, dan kau tidak, kau tahu apa yang harus dilakukan, Jun.”

Namja itu hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Minseok. “Hmm.”

XoXo-XoXo-XoXo

Penampilan Sehun memang banyak berubah. Tentu saja dia memang tampan sejak awal, bahkan tanpa harus menyisir rambut dan memakai gel rambut mahal. Dan sekarang, rambut rapi dengan pakaian seperti dalam iklan fashion membuat mata Junmyeon jadi silau. Sialan, anak ini memang keren sekali.

Bagaimana rasanya jika bisa menancapkan taringnya pada leher yang y itu. Darahnya pasti begitu menyegarkan—

Hyung, bubble tea untukmu.” Sehun menyodorkan minuman yang dia dapatkan dari hasil mengantri. Antrian cukup ramai, meskipun malam ini bukanlah akhir pekan.

“Gomawo.”

Junmyeon yang sedari tadi menunggunya di kursi panjang dengan segera menerimanya. Setelahnya namja itu duduk di sebelahnya sambil meneguk minumannya sendiri. Langit malam kali ini terlihat indah, bintang bertaburan dan bulan masih berbentuk sabit. Di tepian sungai Han terlihat beberapa pasangan yang berlalu, ada pula yang berdiri di pinggiran railing seraya menatap kerlap kerlip lampu yang terpasang di pinggir sungai untuk memperindah malam.

Tempat ini cukup ramai, setelah dilihat-lihat.

“Mau jalan-jalan, hyung?” tawar Sehun, keheningan ini bukan masalah bagi Sehun, hanya saja dia tidak ingin membuat orang yang bersamanya saat ini merasa bosan hanya karena mereka diam saja.

“Tentu,” Junmyeon mengiyakan dengan anggukan.

Sehun segera berdiri dan mengulurkan tangan kanannya, mengalihkan gelas bubble tea ke tangan kirinya. Junmyeon menatap ke arah tangannya sekian detik sebelum menerimanya.

Rasanya masih sama bagi Sehun. Tangan itu terasa begitu dingin sama seperti pertama kali dia menyentuhnya. Berbeda untuk Junmyeon, dia menyadari betapa hangatnya tangan pemuda dihadapannya ini.

Tangan mereka tidak diciptakan untuk saling menggenggam satu sama lain.

Mereka berjalan di tepi sungai berbatas railing beriringan, dengan Sehun yang berusaha menyamakan dengan langkah pendek sosok di sebelahnya. Pelan dan pasti. Membuatnya terkekeh pelan.

“Apa yang kau tertawakan?” Junmyeon memperhatikannya. Membaca pikiran tidak termasuk kekuatannya.

“Bukan apa-apa! Aku hanya terpikir sesuatu yang lucu. Bukan hal yang aneh-aneh kok!”

Junmyeon tidak berminat mempermasalahkan apa yang ditertawakan oleh Sehun. Meskipun garis besarnya dia tahu maksud lelaki muda ini mengajaknya jalan-jalan, hanya saja Junmyeon tidak terbiasa menanggapi hal semacam ini.

“Jadi bagaimana dengan pekerjaanmu sebagai model?”

“Cukup menarik hyung. Karena kau bilang aku cukup tampan, aku jadi percaya diri untuk mengikutinya. Meskipun aku lebih mementingkan kuliahku.”

“Itu bagus.” Komentar Junmyeon. “Kalau kau bisa menikmati pekerjaanmu.”

“Aku menikmatinya! Memakai baju yang keren secara gratis.” Sahut Sehun.

“Jangan melupakan kalau pendidikan adalah hal yang lebih penting bagi masa depan.”

Menarik, bagaimana namja berstatus mahasiswa ini menceritakan kesehariannya padanya. Begitu normal dan terdengar menyenangkan di telinga Junmyeon. Membuatnya tahu jelas kalau dunia tempat mereka berada berbeda.

“Apa kau ingin menciumku, Sehun?” ujarnya kemudian.

“A—apa?!” Sehun terkejut dengan pertanyaan Junmyeon. Biasanya itu bukan pertanyaan yang terlontar pada saat jalan-jalan berdua seperti ini.

“Tidak?” Junmyeon kembali bertanya.

“A—aku ingin menciummu! Aku menyukaimu dan ingin menjadikanmu kekasihku!” Sehun mengucapkannya dengan cepat. “Aku mencintaimu.”

Perkataan itu terdengar tulus pada akhirnya. Dan Junmyeon tertegun.

“Kau boleh menciumku.”

“A—apa? Maksudku, benarkah?” Sehun tampak gugup. Takut kalau apa yang didengarnya adalah kesalahan.

Apa ini artinya Junmyeon setuju untuk menjadi kekasihnya?

“Di sini?” Sehun kembali bertanya. Matanya mengedari keadaan sekeliling. Sepi memang, karena mereka telah berjalan cukup jauh dari keramaian.

Junmyeon menutup matanya, dan Sehun memberanikan diri untuk mempertemukan bibir mereka. Kedua tangannya memegang kedua lengan namja yang lebih pendek darinya. Sedikit menunduk untuk menyamakan tinggi.

Rasanya seperti bubble tea.

Sehun membuka matanya, dan tatapannya bertemu dengan iris kemerahan Junmyeon. tatapannya berubah kosong dan genggaman pada lengan Junmyeon terlepas.

“Apa kau sangat mencintaiku, Sehun?” Junmyeon meraih kedua lengan pemuda yang berlapis jaket hitam itu.

Pemuda itu mengangguk.

Junmyeon tersenyum lirih. “Itu tidak boleh. Kau tidak boleh mencintaiku. Kau akan dalam bahaya jika bersamaku. Kita berbeda.”

Karena kau manusia biasa.

Karena aku half blood.

Seandainya saja kita sama-sama manusia biasa. Mungkin—

Junmyeon berandai, lalu memeluk pemuda itu. Berjingkit untuk menyandarkan dagunya pada bahu Sehun. Matanya berkilat merah karena aroma yang tercium dari pemuda yang didekapnya. Tapi Junmyeon tidak berniat menancapkan taringnya, meskipun leher itu kurang sejengkal dari wajahnya. Dia menepuk lembut bahu namja itu beberapa kali sebelum melepasnya.

“Dengar Sehun. Jika kau benar-benar mencintaiku. Bisakah lupakan kalau kau pernah memiliki perasaan itu padaku?”

Tatapan pemuda itu masih mengarah padanya, meskipun terlihat kosong.

“Lupakan yang terjadi hari ini. Pulang dan tidurlah.”

Cukup aku yang mengingatnya.

XoXo-XoXo-XoXo

“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi apa dia menembakmu lalu kau menolaknya sehingga dia patah hati dan tidak kemari lagi?” Jongdae memandang ke arah kursi-kursi yang ditempati pelanggan.

“Maksudmu?” Junmyeon pura-pura tidak mengerti.

“Ini tentang namja tampan yang biasanya berada di meja nomor tiga! Aku tidak pernah melihatnya lagi semenjak dia mengajakmu. Kamu menolaknya, iya kan?!”

Something like that.”

“Aww, and he is so handsome…”

Junmyeon tidak tahu, apakah Sehun benar-benar melupakan perasaannya. Hipnotis para vampire tidak bisa digunakan membuat orang melupakan tentang semuanya.

Tapi dia harap itu berhasil. Untuk melupakan perasaan yang ada. Akan berbahaya bagi seorang manusia untuk terlibat jauh dalam kehidupannya. Karena itulah Junmyeon selalu menciptakan jarak diantara dia dan semua manusia di sekitarnya.

Kebanyakan vampire berpikir manusia adalah mangsa mereka. Hanya aturan yang mengekang mereka, hingga membunuh adalah hal yang terlarang. Meskipun menghisap darah mereka tidak masalah selama tidak menyebabkan akibat buruk pada klan. Karena status setengah vampire yang ada pada Junmyeon, dia tidak berpikir sepenuhnya buruk tentang manusia. Bagaimanapun sebagian dirinya adalah manusia. Karena itu juga lah dia mendapat hinaan dari anggota klan vampire yang penuh dengan pure blood. Mereka memiliki harga diri yang tinggi.

Pintu café dibuka, membuat Junmyeon menghentikan pemikirannya, lalu menyegerakan diri menuju meja dimana pengunjung itu duduk. Seorang pemuda berlesung pipit dengan kamera yang tergantung di lehernya.

Café tampak mulai lengang, mungkin karena jam makan siang sudah berakhir. Mereka sempat kewalahan tadinya.

“Ini pertama kalinya aku kesini, apa minuman rekomendasi di sini?” pemuda berdimple itu membuka lembar menu. “Aku tidak terlalu suka kopi.”

Pintu café kembali memperdengarkan lonceng karena dibuka.

“Waaahh, rasanya lama sekali tidak ke sini.”

“Ya, itu karena kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu. Mana sih yang lebih penting. Kuliah atau kerjaan part time?”

Junmyeon tercekat mendengarnya. Suara itu terdengar dekat. Mereka pelanggan yang selalu memilih duduk pada kursi nomor tiga.

“Ya ampun, lagi-lagi kau mempertanyakan hal itu. Lagipula kau juga menikmati pekerjaan sebagai model kan? Aku jadi bingung, padahal aku merayumu setengah mati kau tidak mau jadi model. Namun kemudian entah ada angin apa, kau tiba-tiba malah mau.”

“Tentu saja itu karena—”

Karena apa? kenapa Sehun tidak ingat alasannya mau  menjadi model?

“Karena?” Kai masih menunggu jawaban darinya.

“Seseorang pernah bilang padaku kalau aku cukup tampan untuk menjadi model—” Sehun berusaha mengingat sesuatu. Tangan kanannya menyentuh pelipis. Masih berusaha keras untuk mengingat. “Dia bilang kalau aku bisa menikmati pekerjaanku… itu adalah hal yang bagus…”

Sehun tidak bisa mengingatnya dengan baik. Siapa yang mengatakan hal itu padanya?

Meskipun sangat berkesan, kenapa dia lupa siapa yang mengatakannya?

Junmyeon mengenali dengan jelas suara yang terdengar. Oh Sehun.

“Selamat datang, boleh aku mencatat pesanannya?” Jongdae tampak mengambil alih di meja tiga.

Junmyeon entah kenapa merasa lega karena hal itu. Jongdae tentu mengerti kalau Junmyeon tidak ingin bertatap muka langsung dengan Sehun sekarang.

“Halo?” pemuda ber-dimple di meja lima yang melihat Junmyeon terdiam melambaikan tangannya.

“Oh ya, kalau tidak suka kopi, anda bisa mencoba caffe latte. perbandingan antara susu dengan kopi adalah tiga banding satu. Atau mau mencoba bubble tea? Itu adalah menu minuman baru di café ini.” Dengan segera Junmyeon menunjukkan menu yang tersedia di buku.

Bubble tea? Sehun tidak salah dengar kan? Kafe ini menyediakan bubble tea! Wow, sebagai pencinta bubble tea, dia harus mencobanya.

Dengan segera namja itu mengambil buku menu, “Benar-benar ada bubble tea!” Sehun memasang wajah ceria. “Aku mau pesan ini. Kau yang mana Kai?”

“Aku pesan sama denganmu. Ngomong-ngomong kali ini kau yang traktir, kan, Hun? Kau baru saja dapat bayaran lho.”

“Oke, oke. Makanannya terserah padamu. Nanti aku yang bayar.”

Selesai merekomendasikan menu yang popular di cafe pada sang pengunjung baru, Junmyeon berjalan menuju dapur. Matanya bertemu pandang dengan Sehun untuk sekilas. Dia segera memutuskan pandangannya dengan pemuda itu.

Dilihat dari reaksinya, Sehun mungkin benar-benar melupakan kejadian malam itu. Semua, termasuk perasaannya. Junmyeon akan bersyukur kalau itu yang terjadi.

Mata Sehun masih mengikuti arah pergerakan pemuda berambut brown yang bertemu pandang dengannya. Namja itu manis. Wajah dan senyumnya.

“Junmyeon-hyung. Manis seperti biasanya memang.” Kai menumpu dagunya dengan tangan kanan.

Namanya Junmyeon, ya?

Oh ya. Benar, Kim Junmyeon pegawai baru di café ini. Sehun ingat hal itu. Pegawai yang selalu tersenyum lembut saat mencatat pesanan.

Sehun masih menatap ke arah dapur.

Sehun boleh jadi melupakannya. Perasaannya pada namja itu.

Jika kau benar-benar mencintaiku.

—lupakan kalau kau pernah memiliki perasaan itu padaku.

“Ya, dia memang manis.”

Manis sekali.

Sehun turut menumpu dagunya  dengan tangan kanan. Berbeda dengan Jongin yang memainkan ponsel dengan tangan kirinya, Sehun terus menatap ke arah dimana punggung Junmyeon semakin menjauh. Jantungnya berdebar dan rasanya menyenangkan ketika menatap Junmyeon.

Dia lupa, tapi—

—sekali lagi, Sehun jatuh cinta padanya. Jatuh cinta pada Kim Junmyeon.

XoXo-XoXo-XoXo

[Human - tbc]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n: [Next chapter : Werewolf]

You can choose pair later if you have interest with this story.

06/01/2018

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dee_wizzard
#1
No 3 plezzzz yifannnnT_T
Dee_wizzard
#2
No 3 plezzzz yifannnnT_T
Nadira12
#3
Chapter 9: Nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 ????
Sweet_cheesecake
#4
Chapter 9: Aku pilih nomor 3 kkkk
rhe3a_1891 #5
Chapter 9: Nomer 3
NoorKyra
#6
Chapter 8: Another vampire.....?????


O.O.....!!!!!
NoorKyra
#7
Chapter 7: Jongdae can't be hypnotized.....????


O.O..........
RossaAulia
#8
Chapter 6: Chapter 6: Ceritanya manis banget, ngenes2 tp fluffy bikin baper gitu. Kadang ngakak
Tp seriusan, ngakak as bagian "Jl. Tentara" lmao

Ditunggu lanjutannya~
NoorKyra
#9
Chapter 6: Chen.....??? Aiye....

*facepalm*
NoorKyra
#10
Chapter 5: So ...... Joonmyeon is been shipped with every members...???

His uncle is the hunter.???.and he meet Yixing, a hunter ..

Hmmmm... This is getting more interesting...