3] Werewolf

Ravel

XoXo-XoXo-XoXo

Ravel © Rizel Hiiragi

XoXo-XoXo-XoXo

Chapter III

Café itu berada di pinggiran kota. Meskipun begitu, karena tempatnya yang terkesan homy dan cozy membuatnya disukai banyak pelanggan. Tempatnya luas dan nyaman, dengan pelayanan yang ramah. Rasa kopinya enak ditambah dengan menu makanannya yang juga tidak kalah enak. Harga sesuai kantong anak remaja—kuliahan. Kalau sudah jadi pns, minimal bisa mentraktir rekan kerja diawal bulan. Dan akhir-akhir ini ada menu baru; bubble tea dengan varian rasa.

Selain itu, pegawainya juga menarik untuk dipandang mata. Tampan, manis dan cute.

Alasan café senyap saat ini adalah hujan yang turun semenjak tadi subuh di langit Seoul. Sebagian orang tentunya lebih memilih untuk bergelung dalam selimut mereka yang hangat—meliburkan diri kalau bisa. Berbeda bagi orang yang mau tidak mau harus rela keluar dari rumah untuk bekerja. Begitu juga bagi Junmyeon, seandainya saja dia tidak punya shift kerja hari ini. Dia sudah dengan rela keluar di saat hujan masih mengguyur jalananan, jaketnya basah karena ternyata payung tidak cukup untuk melindunginya, sepatu kets yang dipakainya berlumpur. Membuat Himchan mengomelinya ketika masuk, dia membuat lantai yang baru dipel Himchan menjadi kotor lagi. Sudah melewati siang, tapi hujan tetap saja setia membasahi jalanan.

Saat ini, dengan keadaan café yang sepi, semua pegawai terlihat berleha-leha. Dapat dimaklumi karena manajer utama sedang cuti. Lagu klasik yang terdengar di café membuat Junmyeon merasa suntuk. Dia duduk menumpu dagu di meja kasir, sementara itu Baekhyun membersihkan gelas-gelas dengan terampil di meja konter, bibirnya melantunkan lagu. Sebenarnya ia menjaga shift satu dan jam kerjanya sudah berakhir. Tapi dia beralasan ingin tetap di cafe saja daripada pulang ujan-ujanan.

Jongdae terlihat menumpu dagunya di atas ujung sapu yang dipegangnya, sesekali dia terlihat menguap.

Lain halnya dengan Yongguk yang berjalan menuju pintu dan memperhatikannya beberapa saat.

“Kenapa?” Junmyeon melayangkan pertanyaan begitu namja itu kembali.

“Cuma ingin memastikan, papan café bertulis open, bukannya close.” Yongguk menyahut. “Ternyata tulisannya udah open.”

“Sepi bukan karena hal itu, tapi karena hujan yang gak berhenti. Lagipula saat shift pagi, ada kok pelanggan yang datang. Walaupun ya—sepi.” Jongdae berujar. Mengabaikan sapu yang dipegangnya sedari tadi, Jongdae menarik sebuah kursi dan duduk terbalik. Ia melipat tangannya di atas sandaran kursi, lalu memperhatikan Baekhyun yang mengelap gelas—sekilas terkesan professional.

“Kali aja ada yang iseng membalik papan café,” komentar Yongguk.

“Master, aku pesan on the beach.” Jongdae bergaya ala borjuis, memesan minuman pada Baekhyun. Meskipun nyatanya menu minuman koktail tidak eksis dalam menu café mereka.

“Aku pesan Liefmans Fruittesse.” Yongguk mengikuti pembicaraan, berdiri di dekat konter. “On the rocks.”

“Berikan Corkscrew Blow untuk Chen.” Ujar Himchan kemudian.

“Aku baru dengar ada minuman seperti itu,” Baekhyun menoleh pada Himchan. “Cork—apa?”

Jongdae sweatdrop, “Itu bukan nama minuman, itu teknik pegulat.”

“Aku bisa memberikannya, secara free sebuah gerakan Corkscrew Blow.” Himchan mengambil ancang-ancang.

No, thanks.” Jongdae menolak dengan segera dan sopan. “Aku gak mau pulang ke rumah dengan keadaan encok.”

“Makanya, jangan tiba-tiba mengubah café tempat kita bekerja menjadi bar.”

“Sensi banget sama bar, ada trauma ya kamu?”

“Pernah di grepe om-om pas ke bar kali.”

“Woii!”

“Nah, benar pasti. Ngaku aja~ muka cakep memang sering mau di anu orang.”

“Di anu apaan?! Nggak kok!”

Junmyeon hanya memperhatikan percakapan mereka seraya tersenyum kecil. Perbedaan mendasar tentang manusia dan vampire. Dunia manusia terlihat lebih terang, dan itu menyilaukan bagi Junmyeon.

Cliing!

Bunyi café dibuka membuat semua pegawai langsung kembali dalam posisi siap dalam sekejap. Kursi yang diduduki Jongdae segera dikembalikan ke tempatnya semula.

“Oh, wow. Hujan ini benar-benar tidak berhenti.” Pemuda yang memasuki café itu menutup payung dan meletakkannya di tempat yang tersedia. Tudung jaketnya terpasang di kepala sehingga wajahnya tidak terlihat.

Beranjak dari sana, pemuda tinggi itu melepas penutup jaketnya. Matanya yang terlihat bulat mengedarkan pandangan, memperhatikan para orang di dalam café. Senyum sumringah langsung terpancar di wajahnya.

“Hei, Junmyeon-hyung!”

Namja yang masih berada di kursi kasir itu segera berdiri, mengenali sosok yang datang. “Chanyeol?” Dengan segera dia menghampiri pemuda tinggi itu. “Hei!”

“Wah, long time no see!” pemuda itu dengan segera merangkulnya, membuat pemuda itu tenggelam dalam pelukannya karena perbedaan tinggi.

“Siapa?” Himchan setengah berbisik.

Jongdae menggendikkan bahu. “Pacarnya? Adiknya?”

Junmyeon berdehem, mendengar pembicaraan antar rekan kerjanya,“Temanku sejak kecil.” Dia memperkenalkan dengan segera, bersyukur karena café masih sepi untuk momen perkenalan.

“Park Chanyeol.” Pemuda itu tersenyum lebar. Tampak jelas merupakan sosok yang periang. Junmyeon dengan berbaik hati memperkenalkan satu-persatu rekan kerjanya pada sang teman masa kecil.

“Sebelum kau tanya kenapa aku ke sini, tentu saja karena aku penasaran tentang tempatmu bekerja.”

“Oke, aku mengerti.”     

“Tadinya aku ingin ke rumahmu, tapi ayah bilang kau sekarang telah bekerja.”

Junmyeon melirik ke arah teman-temannya yang menatap mereka penuh minat. Entah karena Chanyeol terlihat tampan, atau penasaran seperti apa jelasnya hubungan ia dengan Chanyeol.

“Kau bisa mengabariku terlebih dahulu—dan di sini bukan tempat untuk mengobrol dengan pegawai. Setidaknya kau harus memesan kalau ingin berada di sini.”

“Oh, maafkan aku! Aku hanya sangat merindukanmu, hyung!” Chanyeol berseru. Dia dengan segera menempati kursi terdekat sambil menarik lengan Junmyeon.

“Apa rekomendasimu untukku, hyung?”

Himchan memandang ke arah pelanggan pertama pada shift sore menjelang malam—atau bisa pula disebut satu-satunya pelanggan yang datang sejauh ini.  Pelanggan yang sedang membooking Junmyeon dan mengabaikan eksistensi mahluk lain di sekitarnya. Seakan mereka kasat mata.

“Kita ini apa? Rumput yang bergoyang?”

“Kita adalah patung manekin tanpa cela yang tercipta untuk dipandang.” Baekhyun mengibaskan rambutnya. Matanya tertuju pada Chanyeol, “Tapi—dia boleh juga.”

Beef Burger Combo, Smokey Ribs, and Fruity Lemon Squash ,” Junmyeon menyerahkan orderan pada Himchan yang bertugas di dapur setelah—entahlah, mungkin sepuluh menit berlalu. Himchan mengangguk-angguk tanpa banyak bicara untuk membuat pesanan.

Pemuda bermarga Park itu jelas menikmati makanan yang dipesankan oleh Junmyeon. Dia terlihat memakannya dengan khidmat. Café masih sepi, dan Chanyeol telah menyelesaikan kegiatan santap sorenya. Dia menghampiri Junmyeon yang berada di meja kasir.

“Shiftmu masih lama?” Chanyeol meletakkan beberapa lembar won di meja kasir.

“Sampai jam sebelas malam.”

“Wow. Itu lama sekali. Aku tidak menyangka hyung yang va—anak rumahan sekarang bertransformasi menjadi seseorang yang bekerja.” Chanyeol tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan Kim Junmyeon. “Aku akan menjemputmu jam sebelas malam kalau begitu.”

“Itu tidak perlu.” Junmyeon menyerahkan kembalian.

Namja tinggi memasukkan uang kembalian ke dalam saku jaketnya.

“Jangan berkata seperti itu, hyung.” Chanyeol menarik lengan namja yang terhalang meja darinya. Sebuah ciuman singkat mendarat di pelipisnya. “Sampai nanti.”

Pemuda itu melambaikan tangan setelah mengambil payung. Membuka payungnya ketika keluar dari café dan menghilang. Hujan masih turun, tetapi awan hitam di langit sore mulai tampak memudar. Hujan akan berhenti sebentar lagi. Sepertinya.

Okay. Kalian adalah teman masa kecil.” Ujar Jongdae yang melihat scene itu tepat di depan matanya.

“Itu benar kok.”

“Tapi dia menciummu, lho.” Baekhyun menambahkan. “Kalian sepasang kekasih, kan?”

Junmyeon memutar bola matanya, mendekat pada namja pemakai eyeliner. Dia mendaratkan ciuman di pipi Baekhyun. Membuat pemuda itu speechless.

“Jadi, apa kita adalah sepasang kekasih, Baekkie?”

Baekhyun merapat pada Jongdae yang berada disampingnya, tangan kanannya meraih lengan Jongdae—membuat pemuda itu meliriknya. Sedang tangan kirinya memegang pipi. Dia menggeleng pelan.

See. Something like that is normal.” Ujar Junmyeon, kembali pada posisinya duduk di kursi.

Baekhyun dan Jongdae bertukar pandang.

“Aku kaget.” Ucap Jongdae.

“Aku juga.” Baekhyun masih menyentuh pipinya. “Ternyata Junmyeon-hyung tak se pure yang kuduga.”

Fakta lain yang baru Baekhyun ketahui, bibir Junmyeon terasa begitu dingin di pipinya.

XoXo-XoXo-XoXo

Kurang dari jam sebelas, Chanyeol sudah berada di depan café. Berbeda dengan keadaan di saat dia berkunjung di waktu sore, di café masih terlihat beberapa pelanggan yang memesan take away.

Udara dingin karena hujan tadi masih terasa. Tapi hal itu tidak berpengaruh banyak pada Chanyeol yang memakai jaket tebalnya. Lagipula cuaca dingin bukan hal yang perlu Chanyeol permasalahkan.

“Jun, seseorang sudah menunggumu,” Yongguk menunjuk ke arah pintu dengan gerakan dagunya.

“—Biar saja,” Junmyeon menanggapi Yongguk sambil mengelap meja.

“Kau duluan saja Jun, kasihan membiarkannya di luar seperti itu. Apalagi tadi hujan, udara di luar pasti dingin.” Himchan berujar.

“Benar. Lagipula setelah ini pekerjaan kita juga selesai. Sesekali pulang terlebih dahulu bukan masalah.” Yongguk menambahkan.

Okay.” Junmyeon mengiyakan, lalu berjalan menuju ruangan khusus staf.

Tidak perlu waktu lama untuk berganti pakaian, pemuda itu mengucapkan salam perpisahan sebelum keluar dari café.

Chanyeol menyambutnya dengan senyuman lebarnya begitu mendapati Junmyeon menepuk bahunya.

Namja itu memperhatikannya dengan serius, “Kau bertambah tinggi?” alisnya berkerut ketika mengatakannya.

“Benarkah?” Chanyeol meletakkan tangannya di atas kepala Junmyeon lalu membandingkan dengan dirinya. “Sepertinya kau yang tambah pendek hyung, hahahaha.”

“Aku pulang sendiri saja. Bye.”

Dengan segera Chanyeol merangkul bahu Junmyeon, “Ya ampun hyung, kita sudah lama gak ketemu nih. Jangan dingin begitu dong, cukup cuaca aja yang dingin. Aku beneran rindu berat padamu.”

“Memangnya kau tidak menemukan teman baru di sana?”

“Di California? Ada banyak. Mau yang tinggi, y, cantik, manis—tapi yang seperti hyung kan gak ada.”

“Maksudmu apa?”

“Yang baik, ramah dan seperti ini.” Chanyeol kembali memeluknya.

Junmyeon tidak bohong ketika menyebutkan kalau teman masa kecilnya ini menjadi tambah tinggi. Senyumnya yang manis kekanakan berubah menjadi menawan. Selain itu juga menjadi terlihat lebih tampan dan dewasa—walau ternyata kelakuannya tetap sama saja.

“Senang rasanya sudah pulang ke sini.” Pemuda itu tersenyum sambil menatap langit. “Langit disini terlihat lebih indah, mungkin itu karena aku bersamamu, hyung!”

“Apa ini yang kau pelajari selama tinggal di sana?”

Well. Apa yang kita lihat disini…” seseorang muncul dari kegelapan. Postur perawakannya cukup tinggi, meskipun lebih pendek daripada Chanyeol. Langkah kakinya yang berjalan menggunakan boots hitam menyebabkan suara ketukan. Rambutnya pirang dengan iris kemerahan menatap remeh pada Junmyeon. Junmyeon mengenali namja itu, namanya Min Yoongi. Salah satu vampire pure blood elit dalam klannya.

Chanyeol mengambil satu langkah di depan namja setengah vampire. Raut wajahnya berubah menjadi keruh.

Half blood sedang jalan-jalan dengan temannya. Disaat semua orang tahu kalau vampire adalah musuh werewolf—oh, aku lupa kalau kau hanya setengah vampire yang tidak layak berada dalam klan.”

“Kau—” iris Chanyeol berubah warna menjadi kuning keemasan, giginya tajam bergemerutuk.

Junmyeon menggamit lengan Chanyeol, matanya bertransformasi dari kecoklatan menjadi merah, “Tidak menyangka bisa bertemu dengan anda di sini. Tentunya jika anda sedang mencari mangsa, disini bukanlah tempat yang tepat. Di distrik nomor tiga adalah tempat yang lebih bagus.”

Netra merah rubi itu masih menatapnya tajam. Junmyeon menanggapinya dengan wajah sopan. Meskipun genggamannya di lengan Chanyeol menjadi lebih erat. Pemuda tinggi itu mundur untuk menyamakan posisinya di sebelah Junmyeon.

Pure blood itu hanya berlalu kemudian tanpa mengatakan apapun. Mata merah mereka sempat bertemu pandang beberapa saat. Tatapan tajam dan arogan khas vampire.

“Mereka selalu seperti itu. Jadi biarkan saja.” Junmyeon berujar sebelum Chanyeol membuka mulutnya.

“Dia menghinamu, hyung.”

“Aku memang half blood.” Junmyeon menyahut. “Aku memang tidak cukup layak untuk berada di klan dimana semuanya adalah pure blood. Aku berbeda.”

“Kau memang berbeda dengan mereka hyung. Kau lebih baik dibanding vampire angkuh itu. Jauh lebih baik dan jauh lebih manis. Jadi lain kali biarkan aku menghajarnya dengan cakar-cakarku.”

Junmyeon tertawa kecil. Tangannya mengelus rambut hitam Chanyeol. “Terima kasih. Tapi dia tidak seburuk yang kau kira. Hanya saja begitulah vampire dengan harga diri mereka yang tinggi.”

XoXo-XoXo-XoXo

Junmyeon menyalakan lampu rumah, dengan Chanyeol yang mengekori di belakangnya.

“Oh, kau memelihara anjing,” Chanyeol mendapati seekor anjing kecil mengelus-elus kakinya.

“Namanya Byul.”

“Tidak banyak yang berubah. Pamanmu tidak ada, hyung?”

“Dia lebih mencintai pekerjaannya dibanding diriku. Oh ya, jangan memanggilnya paman, dia lebih suka di panggil Siwon-hyung.”

“Hehh, masih seperti dulu.” Chanyeol mengangkat Byul ke dalam gendongannya. Lalu berjalan melewati sofa. Matanya sekilas mendapati beberapa tanaman bonsai yang seperti dirawat dengan cukup baik.

“Mau kemana?” tadinya Junmyeon pikir pemuda itu akan langsung mendamparkan diri di sofa.

“Kamarmu dong, masih belum pindah kan?”

“Tunggu—kenapa ke sana?”

“Lebih hangat. Iya kan, Byul.”

“Hei, ini rumahku—dan itu kamarku, jangan seenaknya.”

Tapi pemuda itu sudah berlalu. Dia juga masih melakukan hal sesukanya—sama seperti saat mereka masih kecil, dan Junmyeon hanya bisa menghela napas karenanya.

Hyung, kau punya cemilan kan?! Bawa ke sini ya! Sekalian Fruity Lemon Squash!”

“Kau pikir ini café?”

Junmyeon kembali menghela napas.

Pertemanan antara vampire dan werewolf? Hal itu akan terdengar lucu. Karena semua orang tahu jelas, vampire dan werewolf tidak pernah bisa akur.

Namun itu berbeda untuk Chanyeol.

Dia berteman dengan Junmyeon sejak mereka masih kecil. Saat itu umurnya sembilan tahun. Ayahnya yang memperkenalkan mereka. Saat itu Junmyeon bersama dengan pamannya—Siwon. Ayahnya berkata kalau Junmyeon adalah anak dari sahabatnya, dan berharap mereka juga bisa menjadi sahabat. Chanyeol hanya mengiyakan saja, meskipun dia tahu jelas aroma namja itu berbeda dengannya, ayahnya maupun Siwon. Anak itu ternyata setengah vampire.

Chanyeol tidak mempermasalahkannya. Karena senyuman Junmyeon begitu manis, saat pertama kali mereka bertemu. Senyuman itu tidak pernah berubah. Chanyeol masih menganggapnya begitu hingga sekarang. Angelic smile.

Chanyeol telentang di kasur sang pemilik rumah, dengan Byul yang berada di sebelahnya. Anjing itu tampak nyaman melingkar di atas empuknya kasur. Junmyeon hanya bisa menggelengkan kepala melihat Chanyeol yang menganggap dirinya seperti berada rumahnya sendiri. Dia meletakkan nampan berisi gelas dengan susu kotak ukuran medium rasa coklat dengan beberapa bungkus snack. Chanyeol mengubah posisinya menjadi tiarap begitu nampan itu diletakkan di lantai berlapis karpet bulu lembut.

Junmyeon duduk di sebelah nampan, bersandar pada bagian kasurnya.

“Ya ampun hyung, aku bukan anak kecil lagi. Kenapa kau sungguhkan susu. Harusnya bir.”

“Bukannya dulu kau suka?”

“Dulu itu kapan? Bertahun-tahun yang lalu?”

“Susu bagus untuk pertumbuhan.”

“Hahaha, kau ingin aku semakin tinggi? Serius?”

Junmyeon memutar bola matanya. “Hanya ada air mineral dan sekotak susu ini di kulkas. Tanggal kedaluwarsanya sudah dekat. Jadi sebaiknya dihabiskan secepatnya.”

“Kau menyungguhkan minuman hampir kedaluwarsa padaku?!”

Junmyeon menolehkan wajahnya, tepat berpandangan dengan namja yang berada di atas kasur nyamannya. “Kamu sih gak akan keracunan, meskipun meminumnya.”

 “Apakah itu pujian?!”

“Ya, ya, itu pujian.”

Chanyeol merangkulnya dari belakang, dagunya mendarat di bahu namja yang lebih tua. Junmyeon tidak mempermasalahkannya, snack keripik kentang rasa bbq dibuka oleh Junmyeon, alih-alih memakannya, dia malah mengarahkannya ke mulut Chanyeol. Tentunya pemuda itu senang diperlakukan seperti itu.

“Kau tidak memberi kabar kalau kau akan pulang.” Jumyeon mengelus kepala Byul yang mendatangi pangkuannya.

“Karena ini adalah kejutan…?” Chanyeol mengangkat kedua tangannya, dengan nada berkesan mengucapkan kata surprise.

“Kukira kau akan lebih lama tinggal di sana. Tidak ada masalah dalam pack di sini, kan?”

“Tidak ada. Joong ki-hyung memimpin pack dengan sangat keren disini. Mungkin dia memang alpha yang paling hebat dalam kawanan. Jadi iri deh.”

“Kau juga alpha. Apa kau tidak berminat membuat pack sendiri? Mungkin ayahmu akan dengan senang hati mencarikan pasangan yang sesuai untukmu.”

Nope. Not at all. Aku tidak tertarik. Seperti yang aku katakan, Joong ki-hyung adalah alpha terhebat, jadi biarkan tetap seperti itu. Aku cukup menjadi anggota pack dan melakukan pekerjaan sesuai perintah mereka—kecuali kalau itu perintah untuk menikah. Aku belum ingin memikirkannya. Aku masih muda.”

“Haha, itu benar juga.”

Sebuah ketukan terdengar di jendela kamar Junmyeon, membuat Chanyeol harus menyingkir dari posisinya. Dengan segera menuju jendela dan membukanya, seekor burung hantu hinggap di tangan Junmyeon dengan surat terpasang di kakinya. Burung malam itu pergi ketika surat telah berada di tangan orang yang dituju.

Mata Chanyeol mengarah pada objek yang dipegang sang pemilik rumah. “Ada apa, hyung?”

Surat yang dibuka diremas oleh sang pembaca, berubah menjadi abu dalam hitungan detik. “Akan diadakan pertemuan anggota klan.” Ujarnya.

“Kau tidak perlu datang, mereka pasti menghinamu lagi di sana.”

Junmyeon tersenyum tipis, “Aku bisa mendapat stok free blood jika datang dalam acara. Tidak perlu mengambil resiko dalam mencari mangsa selama beberapa waktu. Itu terdengar bagus, kan?”

“Bagiku tidak terdengar bagus.”

Junmyeon hanya mengacak-acak surai kehitaman sang penanya.

XoXo-XoXo-XoXo

Chanyeol menatap langit-langit kamar Junmyeon. Tidak ada yang menarik di sana. Dia menoleh ke arah penghuni kasur.

“Hyung, kenapa aku tidur di lantai. Aku ingin tidur denganmu.”

Junmyeon melirik pemuda yang tidur berselimut ambal motif anjing di lantai dengan kasur tipis.

“Kasurku tidak muat untuk dua orang. Apalagi kalau orangnya seperti kamu.”

“Tapi dulu kita sering tidur bersama.” Protes Chanyeol.

“Dulu itu kapan? Bertahun-tahun yang lalu?” Junmyeon mengulang ucapan yang tadi diucapkan Chanyeol dengan nada sama persis.

“Sekarang pun pasti masih muat kok.” dalam sekejap Chanyeol melompat ke atas kasur tempat Junmyeon berada dalam wujud serigala berbulu abu-abu. Byul terganggu, namun tidak mempedulikannya sementara Junmyeon mengeluh.

“Hei. Jangan melompat tiba-tiba seperti itu!”

Serigala itu langsung menyamankan dirinya di sebelah Junmyeon. Bertelungkup dengan manis layaknya hewan jinak. Mata kuning keemasannya menatap ke arah Junmyeon. Mata pemuda setengah vampire berwarna kecoklatan itu juga menatap ke arahnya. 

Junmyeon mengelus kepala serigala abu-abu itu.

“Yeah, aku juga merindukanmu. Mana mungkin aku melupakan adik semanis dirimu.”

Adik, ya?

Iris kuning keemasan itu menyipit sendu.

“Selamat malam, Chanyeol.”

‘Selamat malam, Junmyeon…’

Chanyeol pernah mendengar, jarak dan waktu dapat membuat kita mampu melupakan berbagai hal. Untuk Chanyeol, dia ingin melupakan perasaan sayang layaknya sang adik yang berubah menjadi cinta kasih pada Junmyeon. Ingin mengembalikan rasa sayang yang pure sebagai adik dan sahabat yang saling menyayangi.

Karena mencintai, dengan tahu pasti bahwa yang dicinta tak memiliki perasaan yang sama begitu menyakitkan hati.

(“Tertarik untuk berkuliah di California? Aku memiliki kenalan di sana. Siapa tahu kau bisa mendapatkan kekasih nantinya.” Joong Ki menawarkan.)

Chanyeol tidak berniat pergi untuk banyak hal, dia hanya ingin menghilangkan—melupakan—perasaannya. Meskipun ada sedikit harap untuk menemukan sosok yang bisa dicintai—lebih dari cintanya kepada Junmyeon.

Tapi kenapa…?

Bahkan meski jarak dan waktu telah dijamahnya, perasaan itu tidak hilang?

Chanyeol justru kembali membawa perasaannya ke sisi Junmyeon. Masih memendamnya hingga kini.

Chanyeol menatap langit-langit.

Chanyeol mungkin tidak benar-benar ingin melupakan perasaannya.

Bahkan jika mencintainya menyakitkan. Menjauhi, berusaha melupakan, lebih menyakitkan. Karenanya, untuk beberapa waktu, Chanyeol akan menikmati rasa sakit ini.

Berada disampingnya, melihat senyumnya, mendengar tawanya. Meskipun bukan sesuatu yang hanya ditujukan padanya, bukan pula miliknya. Chanyeol menikmati semuanya.

Hanya itu yang bisa ia lakukan.

Pemuda yang telah tertidur dengan wajah tenang itu ditatapnya beberapa waktu, hingga detik berganti menit. Sosok itu bahkan tidak tahu bagaimana ia melalui hari-hari dengan rasa rindu.

Chanyeol pernah dengar, ‘cinta bisa membunuhmu.’

Apa aku akan mati karena sangat mencintaimu?

XoXo-XoXo-XoXo

[Werewolf - tbc]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n:

1] Yoongi~ don’t think badly of him. He’s not bad guy. You’ll see him again later.

2] ff ini terinspirasi dari game my lovers in the darkness dan beberapa otome games (game cewek). So, ada banyak rute cowoknya.

3] next chap: [vampire]

4] terima kasih sudah berkenan membaca! :D

01/02/2018

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dee_wizzard
#1
No 3 plezzzz yifannnnT_T
Dee_wizzard
#2
No 3 plezzzz yifannnnT_T
Nadira12
#3
Chapter 9: Nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 nomor 3 ????
Sweet_cheesecake
#4
Chapter 9: Aku pilih nomor 3 kkkk
rhe3a_1891 #5
Chapter 9: Nomer 3
NoorKyra
#6
Chapter 8: Another vampire.....?????


O.O.....!!!!!
NoorKyra
#7
Chapter 7: Jongdae can't be hypnotized.....????


O.O..........
RossaAulia
#8
Chapter 6: Chapter 6: Ceritanya manis banget, ngenes2 tp fluffy bikin baper gitu. Kadang ngakak
Tp seriusan, ngakak as bagian "Jl. Tentara" lmao

Ditunggu lanjutannya~
NoorKyra
#9
Chapter 6: Chen.....??? Aiye....

*facepalm*
NoorKyra
#10
Chapter 5: So ...... Joonmyeon is been shipped with every members...???

His uncle is the hunter.???.and he meet Yixing, a hunter ..

Hmmmm... This is getting more interesting...