6.
The Three Kingdoms (BAHASA) (INDONESIAN)Pangeran Min terduduk di salah satu kursi di kebun rahasia yang berbentuk labirin, lokasinya tak terlalu jauh dari perpustakaan istana, biasanya ia akan membawa beberapa buku sembari menyalakan sebuah lampu di tengah labirin untuk membaca beberapa buku sembari menunggu bunga bulan yang ditanam mendiang Ibunda Ratu yang hanya mekar di malam hari dan hanya bertahan hingga 5-6 jam saja.
Dulu ia bertanya-tanya mengapa Ibunda Ratu menanam bunga yang hanya mekar di malam hari dan lebih-lebih tak bertahan lama, namun kini ia telah belajar banyak dari kehidupannya bahwa keindahan itu tak berlangsung lama, kebahagiaan pun demikian hanya dapat ia sesap manisnya sesaat setelah itu hanya meninggalkan sakit dan pahit sebelum akhirnya layu.
Namun Pangeran Min lupa bunga bulan juga mengajarkan bahwa ditengah kegelapan malam yang pekat pun sebuah bunga dapat mekar dengan indah. Ditengah kegelapan dan hidup yang dipenuhi luka pun seseorang dapat belajar untuk memulai kebahagiaanya kembali. Andai Ratu masih ada di sana untuk membisikannya hal itu.
“Pangeraan….?”
Pangeran Min mengalihkan pandangannya dari bunga bulan yang masih kuncup dan menatap Jin yang kini menutup mulupnya dengan tangan kirinya, menyadari bahwa suara hatinya terucap terlalu keras oleh bibirnya.
”Jin?”
Meski cukup terkejut melihat Jin yang berkeliaran di tengah malam dan terlebih lagi di labirin milik ibunya. Namun dengan sebuah senyum, Pangeran Min mengayunkan tangannya memanggil Jin, dan dengan langkah ragu-ragu Jin berjalan mendekat sang pangeran.
Pangeran min menepuk sisi bangku kosong di sampingnya, dan sekali lagi dengan penuh keraguan Jin terduduk di samping Pangeran. Tidak terlalu dekat, karena terlihat jelas jarak di antara keduanya, dan Pangeran Min terkekeh pelan melihat Jin yang masih nampak canggung dengannya.
“Apa kau tersesat lagi?”Tanya Pangeran Min kali ini sambil membuka sebuah buku yang sedari tadi ia genggam.
“ti..tidak, saya sudah cukup hapal istana timur, yang mulia”Jawab Jin gugup
“apa kau melihat orang lain selain kita?”Tanya Pangeran min kembali tanpa mengalihkan matanya dari deretan huruf yang berjajar di buku
“Ti..tidak yang..mu…”
“Kalau begitu berhenti memanggilku yang mulia”Sergah Pangeran min, kali ini terdengar cukup tegas meski tak sampai membentak entah mengapa itu justru membuat Jin ketakutan
Pangeran Min menoleh dan memperhatikan peluh di dahi Jin yang mulai bergulir cepat, sementara mata yang bersembunyi di balik wajah yang tertunduk itu kini kembali memperlihatkan rasa takut, tanpa disadari tangan Pangeran terulur hendak mengelus surai lembut rambut Jin, namun buru-buru ditariknya kembali keinginan itu.
“Jin… apa yang terjadi?”Ujar Pangeran Min kali ini lebih lembut dan ia pun bisa melihat wajah tertunduk Jin yang kembali terangkat
Namun ketika mata mereka bertemu, dengan segera Jin menundukkan pandangannya. Pangeran min yang mulai terusik pikirannya mengenai apa yang telah dialami bocah itu hari ini hingga membuat binar mata yang begitu cerah pagi ini kini kembali kelam dilingkupi ketakutan.
Tangan pangeran min kembali terulur, bukan untuk mengusap rambut Jin namun kali ini tangan itu menyentuh dagu Jin berharap bocah itu mau menunjukkan wajahnya dan kembali menatap matanya untuk menceritakan apa gerangan yang terjadi. Belum sempat wajah itu terangkat, dengan seketika Jin menjauh dari jangkauan tangan Pangeran min dan seperti sadar akan kelancangannya, cepat-cepat ia berlutut di bawah bangku taman sembari berkali-kali mengucap maaf.
Pangeran Min menghela nafas panjang, kembali ditariknya tangannya yang masih menggantung di udara dan sekali lagi dilihatnya Jin yang masih berlutut di sana dengan isak yang tertahan. Sejujurnya, apa yang dilakukan Jin justru membuat sang Pangeran semakin frustasi, karena semakin diliputi rasa penasaran mengenai apa yang terjadi, namun berusaha untuk tak semakin menakuti Jin ia pun menahan emosinya dan dengan lembut ia pun kembali berujar.
“Jin…kemarilah”
Jin masih tak bergeming dari tempatnya
“Jin… aku tak akan bertanya tentang apa yang telah terjadi, kemarilah”
Jin pun dengan ragu terduduk kembali ke tempatnya, namun hal itu belum cukup bagi pangeran Min, sekali lagi ia menepuk sisi kosong tepat disampingnya dan dengan tersenyum ia mengangguk pada Jin yang menatapnya ragu namun tetap mengikuti perintah sang Pangeran.
“baiklah.. aku akan berhenti bertanya tentang apa yang terjadi, tapi apa aku boleh bertanya, kenapa kau di sini malam-malam?”
Jin menatap mata Pangeran Min yang menatapnya dengan penuh perhatian seolah apapun kata yang keluar dari bibir mungil Jin begitu berarti baginya, namun sayangnya bibir itu tak lagi berucap hanya telunjuk Jin yang mengarah ke bunga bulan yang nampak mulai terbuka sedikit kuncupnya.
Pangeran Min bergantian menatap Jin dan bunga bulan lau kembali pada Jin, dan kembali sebuah pertanyaan diuatarakan sang Pangeran, dan sekali lagi dengan ujaran yang begitu lembut.
“Kau tahu bunga ini?”
Jin mengangguk pelan
“aku belum pernah melihat bunga bulan dimanapun selain di Istana timur”gumam Pangeran Min pada dirinya sendiri, namun sepertinya Jin yang mendengar mulai tertarik dengan fakta itu sendiri.
Jin belum pernah keluar Yuksan sebelumnya dan Istana Gongjun adalah satu-satunya tempat yang ia kunjungi selain Yuksan, namun jauh sebelum itu ia sendiri tak mengingat tempat mana saja yang mungkin ia pernah kunjungi, jauh sebelum ingatannya menghilang.
“baiklah, tapi kau tak bisa melihat bunga itu mekar jika kau terus menunduk seperti itu”
Jin mengangkat kepalanya dan ketika sekali lagi mata mereka bertemu, entah bagaimana rasa takut itu luntur begitu saja ketika melihat senyum di wajah Pangeran Min dan kali ini ia tak perlu lagi bersembunyi di balik pohon persik untuk melihatnya. Senyum itu begitu lembut dan menenangkan, andai ia bisa melihatnya lebih lama karena setelah itu sang Pangeran kembali membenamkan wajahnya pada buku yang digenggamnya.
“A..aku pernah membaca buku itu”Ucap Jin dan kali ini ia tak lagi menggunakan kalimat formal dan Pangeran min menurunkan kembali bukunya.
“kau bisa membaca?”
Jin mengangguk, dan kemudian mebaca judul yang tertulis dibuku itu, yang tentu saja membuat Pangeran Min terkagum. Pangeran Min belum pernah melihat seorang budak pandai membaca, bahkan seorang pedagang di Gongjun pun tak jarang yang buta huruf.
“Kau tahu apa isi cerita buku ini?”
Kembali pertanyaan Pangeran Min dijawab dengan sebuah anggukan oleh Jin
“menurutmu bagaimana isinya?”
Pertanyaan yang bodoh, tentu saja. Pangeran Min bahkan menyadari
Comments