chapter 2
It's Okay My LoveTitle : It’s Okay My Love
Pairing : Woogyu (Woohyun x Sunggyu of INFINITE)
Genre : Angst, Romance, Drama
Length : chapter 2 of?
Rating : PG-13
Note :
Chapter 2 yeorobun… Gomawo buat yang udah subscribe maupun komen. Thanks atas masukannya. Oya demi kelancaran cerita ini mari kita bayangkan kalau Namu lebih tinggi dari Gyu, walaupun cuma dua centimeter. Mari kita lanjutkan penderitaan Kim Sunggyu… hahaha evil laugh..
Kesamaan cerita hanyalah ketidaksengajaan semata. Pernah baca cerita serupa anggap saja nasib.
Warning! Alur cerita membosankan alias gampang ditebak, banyak tipo, cerita nggak mutu, cerita terlalu pendek, bahasa terlalu formal, dll.
Don’t like don’t read! Comment is appreciated while no room for bashing!!
The characters here belong to God and their parents.
Finally happy reading and I hope you’ll enjoy it.
© Davidrd copyrights ©
4tahun yang lalu
Hari ini sepulang latihan, aku mendapati seorang pemuda berdiri memandang keluar jendela di dalam kamar tidurku. Siapa dia? Apakah dia tidak tahu kalau aku benar-benar membenci orang asing memasuki ruangan pribadiku. Hanya mereka yang benar-benar dekat denganku yang bisa masuk ke sini. Tapi kenapa pemuda ini bisa berada di sini?
Pemuda itu lumayan tinggi, ya mungkin hanya beberapa cm lebih pendek dariku. Tubuhnya ramping, tidak selebar dan sekekar tubuhku. Rambutnya cokelat karamel senada dengan sweater yang dipakainya. Kebetulan dia berdiri memunggungiku, jadi dia tidak tahu ada orang yang sedang memandanginya.
“Nuguseyo?” kuberanikan membuka suara setelah sekian lama memandanginya. Aku penasaran dengan wajahnya. Dia sedikit terkejut dan terlonjak saat mendengar suaraku, tubuhnya juga sedikit gemetaran, mungkin karena dia tahu telah tertangkap basah berdiri di kamar orang lain tanpa izin.
Pemuda itu berbalik dan aku mendapati pemuda berwajah tampan dengan mata segaris menatapku takut-takut. Dengan segera ia menunduk, meremas ujung depan sweaternya dengan kedua tangannya,”Mi…mian…hae..yo.”
“Kenapa kau ada di kamarku?” aku kembali menanyakan sesuatu padahal satu pertanyaanku saja belum dijawabnya.
“Mi…an, haraboji yang menyuruhku menunggu di sini,” dia tidak berani menatap mataku. Suaranya terdengar bergetar seperti orang yang sedang menahan tangis.
“Haraboji? Maksudmu kakekku?” aku tak percaya kenapa kakek membiarkan pemuda ini menunggu di sini. Bisa saja dia mengambil barang-barang berhargaku dan membawanya kabur kan? Atau mungkin saja dia seorang haters yang ingin mencari kelemahan dan keburukanku sehingga aku bisa ditendang keluar dari team kan?
“Ne,” jari-jarinya masih sibuk meremas-remas sweater yang dipakai. Hei, apakah aku sangat menakutkan sampai-sampai dia tidak mau menatapku?
“Yah! Siapa namamu?” aku kembali bertanya mengingat dia belum menjawab pertanyaan yang satu itu. Kulihat mulutnya membuka namun tak ada suara yang terdengar. Kemudian,”Oh Woohyun kau sudah kembali. Sunggyu-yah ini yang namanya Woohyun,” haraboji memasuki kamarku. Jadi pemuda ini bernama Sunggyu.
“Haraboji, siapa dia?” tanyaku pada kakek yang sangat kusayangi itu. Walaupun banyak yang bilang kakek itu menakutkan dan galak sekali, tapi beliau tidak begitu padaku. Memang beliau sangat disiplin dan taat peraturan, itulah yang membuat banyak pegawainya di kantor maupun pekerja di rumah kami takut pada beliau.
“Kalian belum berkenalan?” haraboji yang rambutnya sudah hampir putih semua menatap kami berdua. Sunggyu menggelengkan kepala pelan dan aku berkata,”Belum haraboji.”
“Ah, baiklah. Kakek akan memperkenalkan kalian di meja makan saja. Sekarang Woohyun ganti bajumu dulu, kakek tunggu di ruang makan. Ayo Sunggyu, ikut dengan kakek!” pemuda itu berjalan melewatiku masih dalam posisi menunduk. Ei, apakah dia tidak takut akan menabrak sesuatu berjalan seperti itu?
Karena penasaran aku berganti baju secepat kilat. Untung saja aku sudah mandi di tempat latihan, bayangkan saja kalau aku makan malam dengan keluarga dan seorang tamu dalam keadaan bau keringat. Aish, pasti akan sangat memalukan.
Saat aku sampai di ruang makan, semuanya sudah berkumpul di sana. Ayah, Ibu, Kakek, dan Sunggyu. Aku langsung duduk di kursi kosong di samping Sunggyu. Kenapa suasananya seperti ini? Eomma kelihatan tidak bahagia dan semuanya diam. Padahal biasanya sebelum makan Eomma akan sibuk berbincang dengan ayah maupun kakek. Tapi sekarang suasananya seperti akan ada perang dunia tiga.
Kakek memberi tanda agar semua mulai makan. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil sumpit dan mulai makan sajian di depanku. Di sampingku, Sunggyu sepertinya sangat tidak nyaman makan dalam keadaan tegang seperti ini. Dia bahkan hanya makan sangat sedikit. Jangan kira aku memperhatikan gerak-geriknya! Hanya saja ekor mataku selalu menangkap setiap gerakannya, makanya aku tahu.
“Sunggyu-yah, makanlah yang banyak!” Kakek tiba-tiba saja memecah keheningan. Ternyata, bukan hanya aku saja yang memperhatikan Sunggyu. Kakek menyumpitkan sepotong daging belut dan meletakkannya di atas mangkok nasi Sunggyu. Ah ya, aku jadi ingat kakek berjanji akan mengenalkan Sunggyu padaku.
“Haraboji, bukannya kau akan mengatakan sesuatu padaku?” aku menatap Haraboji dan beliau langsung mengerti maksudku.
“Hahaha sepertinya kau penasaran sekali Woohyun-ah,” haraboji tertawa pelan, otot-otot wajahnya tertarik membentuk sebuah senyuman penuh arti.
“Tentu haraboji. Makanya sekarang ceritakan semuanya padaku,” aku kembali menuntut agar kakek mulai bercerita.
“Baiklah. Dengarkan baik-baik dan jangan menyela!” itulah kata-kata andalan kakek saat beliau hendak bercerita. Beliau sangat tidak suka orang yang menyela ceritanya. Katanya, menyela perkataan orang, apalagi orang tua seperti kakek itu perbuatan yang tidak sopan. Jadi, aku hanya mengangguuk.
“Pemuda di sampingmu bernama Kim Sunggyu. Dia adalah calon istrimu.”
“Apa? Calon istri kek? Bagaimana bisa?” aku kaget bukan main, bagaimana bisa dia adalah calon istriku? Bertemu saja baru kali ini.
“Woohyun-ah, sudah kakek bilang dengarkan dulu!”
“Bagaimana bisa aku mendengarkan lanjutannya kek? Kau bahkan tidak menanyakan bagaimana tanggapanku tentang perjodohan ini!” aku membanting sumpit di genggaman tanganku dan dengan kesal meninggalkan ruang makan. Kudengar teriakan-teriakan dari arah ruang makan selama aku berjalan menuju kamarku. Mungkin saja itu suara eomma.
Apa yang sebenarnya kakek pikirkan. Bagaimana bisa beliau memutuskan perjodohanku begitu saja? Ini sudah zaman modern, aku bisa memilih pendampingku sendiri. Jadi, kenapa kakek harus repot-repot mencarikan jodoh untukku.
© Davidrd copyrights ©
Tok tok tok
“Woohyun-ah,” suara kakek terdengar dari balik pintu. Aku memang tidak pernah marah bahkan ngambek pada kakek, jadi sudah pasti beliau akan merasa khawatir. Aku tidak tega membiarkan beliau menunggu di luar kamar, jadi kubuka saja pintu kamarku. Aku tahu tujuan kakek ke sini pasti untuk mengubah pemikiranku.
“Woohyun-ah, bisakah haraboji bicara denganmu?”
“Baiklah haraboji,”kupersilakan beliau masuk dan duduk di sofá dekat dengan tempat tidurku, sedangkan aku duduk di sebelahnya.
“Woohyun, aku harap kau akan mendengarkan perkataan haraboji kali ini,” beliau terdengar sangat serius, nada suaranya seperti saat beliau sedang berada di kantor.
“Ne.”
“Pada zaman dahulu, ada seorang anak yang sangat miskin dan hidup seorang diri setelah kedua orangtuanya meninggal karena sebuah kecelakaan tragis. Mendiang orangtuanya sangat miskin hingga mereka tidak bisa mewariskan apapun pada si anak, kecuali sepasang baju lusuh yang dikenakannya. Namun, tiba-tiba sebuah keluarga kaya raya membantunya, menyekolahkannya hingga ia lulus kuliah. Bahkan mereka membantunya merintis sebuah usaha hingga berhasil. Keluarga itu mempunyai seorang anak laki-laki seumuran dengan si miskin dan mereka menjadi teman dekat. Mereka bahkan berjanji akan saling membantu di masa depan,” kakek berhenti bercerita, tapi sepertinya kakek hanya menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya.
“Di saat usaha si miskin semakin maju, keluarga si kaya justru mengalami kebangkrutan. Orang tua si kaya meninggal dunia dan karena anaknya tidak menguasai bisnis seperti orangtuanya, dia akhirnya menyerah untuk mempertahankan kekayaan keluarganya dan memilih menjadi seorang pelukis di sebuah desa terpencil. Si miskin tidak mengetahui hal buruk yang menimpa keluarga si kaya dan akhirnya mereka kehilangan kontak dan tidak pernah bertemu,” kakek tidak menatapku dan tatapannya justru menerawang seolah menembus tembok dan menuju pada suatu titik di luar sana.
“Setelah lima puluh tahun mereka bertemu kembali tanpa sengaja. Si miskin kaget bukan main dan merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantu temannya itu. Si kaya sekarang sudah menjadi kakek-kakek dan hidup berdua saja dengan cucunya karena anak dan menantunya telah meninggal dunia. Hidup mereka sangat sederhana, berbeda jauh dengan si miskin yang sudah menjadi jutawan. Suatu hari si kaya mengaku bahwa ia mempunyai penyakit yang tidak memungkinkannya untuk hidup lebih lama lagi, tapi dia belum bisa meninggal dengan tenang karena memikirkan cucunya yang akan menjadi sebatang kara kalau ia meninggalkannya,” kakek melepas kacamatanya dan betapa kagetnya saat kulihat kakek meneteskan air mata. Beliau mengusap pelan airmata itu dan kembali memasang kacamata di tempatnya.
“Karena si miskin tidak ingin cucu si kaya mengalami hal yang sama dengannya, ia berjanji akan mengurus cucu si kaya. Dan benar saja, setelah pertemuan itu si kaya meninggal dunia.”
“Ehm, haraboji, apakah o-,” haraboji menatapku lembut dan menganggukkan kepalanya pelan.
“Iya Woohyun-ah. Si miskin itu aku. Dan Sunggyu adalah cucu si kaya. Kakek sudah sangat berhutang budi pada keluarga mereka. Tanpa mereka, kita tidak akan berada di sini sekarang.”Aku tidak percaya. Kakek pernah mengalami hal seperti itu dalam hidupnya.
“Woohyun-ah, Kakek mohon satu hal padamu. Menikahlah dengan Sunggyu. Hanya itu satu-satunya cara kakek dapat membalas kebaikan mereka. Sunggyu adalah anak baik dan sangat polos.”
© Davidrd copyrights ©
Pagi harinya aku keluar kamar untuk joging, tapi aku mendapati Sunggyu yang sedang mengepak bajunya dan bersiap meninggalkan rumah. Wajahnya terlihat muram dan sangat sedih. Dia memakai sebuah sweater dan syal tebal yang menutupi sebagian wajahnya, dari dagu hingga hidung.
Ia menatap pohon sakura di samping kamarnya yang sedang meranggas dengan tatapan penuh iba. Aku tidak berani mendekatinya, jadi aku hanya berdiri mematung di tempatku berada. Tiba-tiba saja sebuah tetesan bening
Comments