Chapter 2

Unpredictable (Irresistible Series)

Pesta ulang tahunku pun selesai. Teman-teman lain sudah bubar hanya tinggal aku, Kim, Jess, Harry, Niall, dan Louis disini. Mereka memaksaku untuk pulang bersama mereka. Mereka bersama-sama naik mobil Harry. Tapi aku hanya ingin pulang sendiri. Aku tidak menemukan satu taksi pun yang melewati jalan ini.

"Cam, ayo lah. Kau mau sampai kapan menunggu taksi disini?" tanya Kim.

Sesungguhnya aku masih berharap mobil Liam tiba-tiba datang kemari. "Aku tidak apa-apa. Kalian pulang saja duluan."

"Tidak, Cam. Tidak mungkin kita pergi begitu saja dan kau sendirian disini." Kata Harry.

"Kau masih menunggu Liam datang kemari?" pertanyaan Jess membuatku sedikit tersentak. Aku hanya dia menatap Jess. "Ya, dia menunggu Liam." Jess berkata pada yang lainnya.

"Oh, Cammy. Ini sudah larut. Kau pulang saja." Kim memaksaku.

Aku hanya diam menatap mereka semua yang membalas tatapanku. Air mataku pun lagi-lagi menetes padahal aku sudah sebisa mungkin menahannya. Aku merasakan kaki ku melemas. Kim yang melihatku menangis langsung menuntunku masuk ke dalam mobil Harry. Jess mengikutiku dari belakang. Aku duduk di tengah-tengah Kim dan Jess.

"Sudahlah, Cam. Pasti Liam punya alasan kenapa dia tidak disini." Kata Kim sambil mengelus punggungku.

"Atau... dia datang sangat terlambat." Kata Jess sambil melihat ke kaca spion depan mobil Harry. Harry, Louis, dan Niall sudah ada di dalam mobil. Kami sudah mau meninggalkan tempat ini. Lalu aku dengan cepat menoleh ke belakang dan melihat mobil Liam yang mendekat.

"Aku akan turun. Kalian pulang saja." Kataku yang membuat Jess membuka pintu mobil dan memberiku jalan keluar dari mobil.

Aku menutup pintu mobil dan berdiri diam di tempat. Mobil Harry berlalu. Aku hanya memandang mobil Liam yang berhanti tidak jauh di depanku. Lampu dan mesin mobilpun akhirnya mati. Liam turun dari mobil dan berlari mendekatiku. Aku hanya memandangnya dengan mataku yang sembab, aku melipat kedua tanganku.

"Sorry...." hanya kata itu yang terucap dari mulut Liam saat dia mendekatiku.

Liam berdiri di depanku menyentuh kedua pipiku dengan tangannya dan menciumku. Air mataku mengalir sangat deras. Aku melepaskan ciuman itu dan menundukkan kepalaku. Liam memelukku erat tetapi aku tidak membalas pelukannya. Tanganku masih terlipat didibawah dadaku. Liam melepaskan pelukanku dan menghapus air mataku.

"Maaf aku tidak bisa menjawab teleponmu sama sekali. Aku tidak bisa meninggalkan rapat itu. Baru saja rapatnya selesai dan aku langsung kemari. Maafkan aku, Cam."

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

"Kita akan merayakannya lagi berdua, okay? Aku akan membawamu ke suatu tempat." Liam merangkulku dan menuntunku ke mobil. Liam mulai mengemudikan mobilnya entah mau kemana dia membawaku. Aku tidak bertanya.

Mobil Liam berhenti di Berners Tavern. Salah satu restaurant terbaik di kota ini. Apa dia akan mengajakku makan malam? Aku rasa aku sudah tidak lapar lagi. Aku sudah makan beberapa macam makanan di pestaku tadi. Liam membukakan pintu lalu aku turun dan berjalan bersamanya. Liam menuntunku berjalan melewati meja-meja yang tidak banyak lagi orang duduk disana. Tentu saja, ini sudah hampir larut malam. Tapi Berners Tavern buka hingga tengah malam.

Liam menggandengku masuk ke dalam area private dining. Aku sedikit terkejut melihat ruangan yang sudah tertata rapi. Sudah tersedia meja untuk 2 orang dengan lilin yang belum dinyalakan. Meja ini dikelilingi dengan rangkaian bunga mawar putih. Liam berjalan ke arah meja dan menyalakan lilin yang ada di atas meja tersebut.

"Happy birthday, baby. I'm so sorry." Kata Liam setelah menyalakan lilin di atas meja. Liam kembali mendekatiku. Aku hanya diam melihat semua ini. Aku tidak tahu apakah aku harus senang atau sedih. "Duduklah." Liam mengajakku untuk duduk tapi aku tetap diam di tempat aku berdiri. "Ada apa, Cam? Kau tidak suka dengan semua ini?"

Aku menatap Liam penuh arti. "Apa yang kau lakukan, Liam? Kau sudah mempersiapkan semua ini?"

"Iya, aku..."

"Kau sengaja tidak datang ke pestaku?" Aku memotong kata-kata Liam. "Kau termasuk yang membuatkan pesta itu untuk aku kan? Tapi kau malah sengaja tidak hadir dan menyiapkan yang lain. Kau sengaja tidak menjawab semua teleponku dan pesanku."

"Cam...shh..." Liam menyuruhku untuk mengecilkan volume suaraku yang semakin lama semakin meninggi. "Aku sama sekali tidak sengaja melakukan itu semua. Aku tidak tahu kalau aku akan tidak bisa meninggalkan rapat itu."

"Tapi kenapa kau bisa menyiapkan semua ini untukkku?"

"Semua ini aku lakukan mendadak karena aku tau aku sudah mengacaukan semuanya. Aku sudah membuatmu kecewa. Jadi aku memesan tempat ini baru saja setelah pulang dari rapat lalu aku ke studio. Aku hanya berusaha untu memperbaiki semuanya. Tolong mengertilah, Cam." Liam memegang erat pundakku dengan kedua tangannya.

Aku membuang wajahku dari hadapannya. "Aku tidak lapar, Liam. Aku sudah makan banyak saat pesta."

"Kau mau pulang saja? Tidak apa-apa... "

Aku menganggukkan kepalaku. Aku tau pasti Liam kecewa karena ia sudah menyiapkan ini, tapi aku memang tidak bisa. Aku juga masih merasa kecewa dengannya. Aku sangat sedih. Liam merangkul pundakku dan berjalan bersamaku keluar dari ruangan itu. Liam mengatakan sesuatu kepada pelayang yang ada di depan private dining room. Sepertinya memberi tahu kalau ia membatalkan semuanya.

Liam mengehentikan mobilnya di depan rumahku. Liam mengikutiku masuk ke dalam rumah. Rumahku sangat sepi, mungkin semua sudah tidur. Aku masuk ke dalam kamarku. Liam menutup pintu kamarku dan mendekatiku.

"Cam, maafkan aku. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Aku menatapnya. "Tidak ada. Kau tidak perlu melakukan apapun, Liam." Aku berjalan ke meja riasku dan mulai membongkar cepolan rambutku. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mebersihkan wajahku dan melepas mini dressku lalu menggantikannya dengan piyama. Aku merebahkan tubuh ku ke tempat tidur dan menyelimuti tubuku dengan selimut ku. Liam duduk di sampingku dan membelai-belai rambutku.

"Aku sangat mencintaimu, Cam. Aku tau aku salah. Aku hanya berharap kau bisa mengerti kondisiku saat ini. Mereka membutuhkanku di rapat itu."

"Iya, Liam. Aku mengerti." Aku menghela nafas dan mencoba untuk lebih tenang dan menerima apa yang sudah terjadi.

Liam mengecup keningku. "Bangunlah. Aku punya sesuatu untukmu." Liam menarik tanganku untuk bangun. Aku duduk di atas tempat tidurku. Kaki ku masih di dalam selimut.

"Ada apa? Kau punya hadiah untukku?" Aku tersenyum pada Liam. Aku mencoba untuk melupakan semuanya. Liam tersenyum lalu mengelus pipi kananku.

"Tunggu disini. Aku rasa aku meninggalkannya di dalam mobil." Liam sedikit tertawa.

"Okay."

Liam meninggalkanku sejenak lalu kembali ke kamarku dengan paper bag kecil di tangannya. Liam duduk di atas tempat tidur tepat di sebelahku.

"Open it." Kata Liam sambil memberikan paper bag itu padaku.

Aku tersenyum padanya lalu mengambil paper bag itu. Aku membukanya dan mengeluarkan sebuah kotak berwarna biru tua dengan lambang angsa dan tentunya bertuliskan Swarovski. "Oh, Liam..." kataku saat aku membuka kotak itu dan melihat sebulah kalung yang seluruhnya terbuat dari crystal Swarovski. "Ini sangat cantik..." Aku mengambil kalung itu dari tempatnya.

"Let me..." kata Liam lalu aku berikan kalung itu padanya untuk dia pakaikan di leherku. "Mereka bilang ini produk terbaru. Waterfall Necklace. Lihatlah, sangat cocok untukmu."

"Thank you, Liam. Aku sangat menyukainya."

Liam memelukku. "Aku minta maaf sekali lagi untuk semuanya, Cam. Happy 21st birthday, love."

Kami merebahkan tubuh kami ke tempat tidur dan aku mulai terlelap dalam pelukannya. SInar matahari mulai menarangi kamarku. Aku membuka mataku perlahan. Aku melihat ke sebelahku Liam sudah pergi. Aku bangun dan mengambil secarik kertas yang ada di atas meja.

'Aku harus sudah ada di kampus jam 8 pagi ini. Maaf aku tidak membangunkanmu. Kau sangat lelap. See you, love. LP'

Aku hanya menghela nafas panjang setelah aku membacanya. Aku meraba leherku yang masih dibalut dengan kalung crystal dari Liam. Aku berjalan ke meja riasku dan melihat bayangan kalung itu yang memang terlihat sangat cantik di leherku. Aku melepaskannya dan menaruhnya di kotak perhiasanku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet