Chapter 2

Chouzetsu no Hogosha (Amazing Guardian) 2
Please Subscribe to read the full chapter

Other Character : TVXQ’s Jung Yunho (Namja), JYJ’s Kim Jaejoong (Yeoja), TVXQ’s Shim Changmin (Namja), EXO’s Huang Zitao (Yeoja)

Chapter 2

 

-Flashback On-

“Mulai hari ini, garakuta tidak akan diperbolehkan berada di ruangan klub lukis.” Yunho berkata dalam suara keras, bernada perintah. “Agar tidak mencemari tempat ini, dia harus dibuang di tempatnya yang paling layak…” Ia mengangkat jari telunjuk tangan kanannya, lalu mengarahkannya pada sebuah bak abu-abu berukuran besar, yang terlihat dari dalam jendela ruang klub lukis, “…di sana.”

Kesembilan anggota klub lukis yang mendengar ucapan Yunho langsung menghentikan kesibukan masing-masing. Tidak ada yang bergerak, tidak ada yang bicara. Semua mata hanya mengikuti arah telunjuk Yunho dengan perasaan cemas dan juga takut. Wajah serius Yunho yang sama sekali tak menunjukkan senyum membuat para anggotanya shock. Ini adalah kali pertama sang ketua yang terkenal baik dan bijaksana itu menunjukkan ekspresi menyeramkan.

“Kenapa kalian masih diam saja?” Di tengah keheningan yang mencekam, Yunho memandang anggotanya satu per satu. Hingga akhirnya tatapan matanya berhenti pada seorang yeoja yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Cepat buang garakuta itu dari tempat ini.”

“Mwo?” Anggota klub lukis saling bertatapan dalam ekspresi bingung dan tak percaya. Mereka tetap bergeming tanpa ada yang berani bergerak sedikitpun. Semua mata ikut melayangkan pandangan pada yeoja bernama Kim Jaejoong yang baru saja dipanggil garakuta oleh Yunho. Pikiran mereka seolah penuh dengan tanda tanya, sama sekali tak bisa memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Melihat manusia di sekelilingnya hanya berdiri kaku seperti patung, Yunho sontak menghela napas keras, “Kalau kalian tidak ada yang mau membuangnya, maka aku akan melakukannya sendiri,” tukasnya. Ia lalu berjalan mendekati Jaejoong dengan wajah tanpa ekspresi. Secepat kilat, tiba-tiba saja ia menarik satu tangan yeoja itu dengan kasar dan langsung menyeretnya keluar ruangan. Jaejoong tersentak. Meski ia sempat membuka mulut, namun tak ada satu kata pun keluar dari bibirnya.

Blam!

Yunho menutup pintu dari luar.

Setelah sempat terpaku selama beberapa saat, delapan anggota klub lukis yang dengan jelas melihat kejadian tak terduga itu akhirnya sadar. Mereka buru-buru meletakkan alat melukis yang mereka pegang. Tanpa ada yang memerintah, mereka semua langsung menyusul Yunho yang sudah keluar lebih dulu sambil membawa Jaejoong paksa.

Hampir berbarengan, semua anggota klub lukis tiba-tiba menghentikan langkah kaki mereka begitu sampai di luar ruangan. “Eh?” Delapan pasang mata terbelalak lebar, bersamaan dengan suara irama jantung yang mendadak bergerak semakin cepat. Ketakutan dan ketegangan memenuhi tempat itu. Di depan semua anggota klub lukis, Yunho baru saja mendorong tubuh Jaejoong masuk ke dalam tempat pembuangan sampah yang berbau busuk, bercampur bersama plastik-plastik sampah lainnya.

“Jaejoong eonni…” Seorang yeoja kelas satu sontak menutup mulutnya, ia meneteskan air mata. Benar-benar tak tega melihat apa yang sedang terjadi.

Belum sempat ada yang bicara, Yunho sudah lebih dulu bergerak. Setelah melakukan hal yang tidak berperikemanusiaan seperti itu, ia lantas membalikkan badan, menatap anggota klub lukis yang balas memandangnya dengan ekspresi ngeri. “Kegiatan klub kita belum selesai, siapa yang menyuruh kalian berhenti?” tanyanya dengan nada biasa, seperti tidak terjadi apa-apa.

Beberapa dari mereka terlihat tak percaya, yang lain hanya bisa menelan ludah dan menghindari tatapan mata Yunho, seolah takut bila namja itu melakukan sesuatu yang mengerikan pada mereka.

“Kajja.” Yunho menggerakkan tangannya, memberikan isyarat kepada delapan anggota klub untuk mengikutinya masuk ke ruangan. Dan detik berikutnya, tiba-tiba saja ia tersenyum. Senyum hangat sang sunbae yang biasa dilihat oleh para anggota klub saat mengajari mereka melukis. Namun kali ini senyum itu tidak berhasil menenangkan suasana. Rasanya ada sesuatu yang menakutkan di balik wajah Yunho. Sesuatu yang membuat atmosfer di tempat itu semakin terasa mencekam.

Ketika mereka semua sudah masuk ke dalam ruangan klub, tidak ada satupun yang berani berkomentar. Beberapa kali mereka mencuri-curi pandang ke arah luar jendela, melihat Jaejoong tergolek lemah di dalam tempat pembuangan sampah yang berbentuk persegi panjang. Tubuhnya terlentang di atas tumpukan sampah. Seragam putih serta blazer-nya lusuh, rambut panjangnya yang halus terkotori oleh berbagai macam jenis sampah yang bahkan tidak layak untuk disentuh.

“Yunho hyung…” Changmin memanggil dengan suara lirih, ialah satu-satunya orang yang berani memanggil sunbae-nya itu setelah apa yang terjadi barusan.

“Ada apa?” tanya Yunho ramah, ia tidak memandang Changmin langsung, karena sudah disibukkan kembali dengan lukisan di hadapannya.

“A… apa Jaejoong noona ti… tidak apa-apa?” tanyanya dengan suara bergetar, ia benar-benar mengeluarkan seluruh keberanian yang dimiliki. Anggota lain pun hanya bisa menjadi penonton bisu dengan tetap memasang telinga baik-baik. Menunggu dalam kecemasan dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Bahkan, jika keadaan dirasa mulai gawat, mereka sudah berancang-ancang untuk kabur duluan.

Yunho lagi-lagi tersenyum, tanpa memperdulikan keresahan yang terjadi di sekitarnya. Ia kemudian meletakkan kuasnya, menatap Changmin yang terlihat gemetaran, “Jaejoong siapa?” tanyanya polos.

“Eh?” Bukan hanya Changmin, anggota yang lainnya pun langsung menatap Yunho tak percaya. Wajah innocent dan senyum hangatnya benar-benar membuat mereka menjadi semakin bingung.

“Yang baru saja hyung bawa keluar…”

“Yang baru saja aku bawa keluar itu garakuta.” Yunho sontak memotong ucapan Changmin, “Aku hanya membuang sampah yang memang seharusnya dibuang di tempatnya.” Ia bahkan menatap satu per satu anggota klub-nya dengan tatapan menenangkan, seolah yang diperbuatnya adalah hal terpuji, “Tidak baik kan kalau kita membuang sampah sembarangan?”

-Flashback Off-

***

“Itulah yang terjadi di klub kami.” Changmin mengakhiri ceritanya pada Guardian. Ia lalu mendesah, terlihat lelah. “Setelah itu, keadaan menjadi semakin rumit.”

Kai mengangkat sebelah alis, mata hijau zambrudnya menatap Changmin lurus-lurus, “Apanya yang rumit?”

“Keesokan harinya aku melihat Yunho hyung dan Jaejoong noona bersikap seperti biasa. Saat istirahat siang maupun saat pulang sekolah, mereka berdua tertawa bersama seolah tak terjadi apa-apa. Hal itu membuat kami resah.” Changmin lalu mengerutkan kening, benar-benar tak mengerti, “Tapi saat kegiatan klub di mulai, sikap Yunho hyung kembali aneh. Semua itu terus berlanjut, sampai akhirnya anggota klub lukis lainnya mengikuti jejak Jaejoong noona dan diperlakukan sama seperti garakuta.”

“Tentu saja tradisi itu hanya berlaku di klub lukis. Sekalipun kau menjadi garakuta dan tidak dianggap sebagai manusia… hal itu hanya terjadi selama beberapa jam,” ungkap Changmin dalam ekspresi yang kian muram, ia bahkan meremas tangannya untuk menahan emosi yang sudah lama ia tahan, “Semua akan kembali seperti biasa setelah kegiatan klub selesai. Semua orang melupakan apa yang sudah mereka lakukan, bahkan garakuta pun tak mengatakan apa pun.” Dalam gumaman, suaranya mulai bergetar, “A… aku hanya ingin kembali di saat klub lukis menjadi tempat yang… menyenangkan.”

Changmin tak bisa lagi menahan kesedihannya. Ia tiba-tiba terduduk di lantai sambil menutup sebagian wajahnya dengan tangan kiri, terlihat ingin menangis. Bukan hanya karena persoalan garakuta, tetapi sikap para anggota klub yang sudah berubah di matanya membuat Changmin makin frustasi. Kesenangan dan kebersamaan yang selalu memenuhi klub lukis perlahan-lahan menghilang. Yang ada sekarang hanyalah ketegangan, tekanan, dan keambisiusan untuk mendapatkan bintang terbanyak.

Tangan kanan Changmin yang gemetaran tanpa sadar menggapai salah satu tangan Suho yang masih berdiri di depannya. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, “Tolong aku,” ucapnya lirih, memohon.

Suho bisa merasakan tangan Changmin yang dingin gemetaran, namun yeoja itu tak langsung merespon. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia hanya menundukkan kepala, menatap Changmin yang terduduk di lantai. Ia berpikir sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk bersimpuh di depan namja itu, hingga wajah Suho sejajar dengannya. Pelan-pelan ia menarik tangan Changmin yang masih menutupi wajahnya sendiri.

Namja itu langsung tersentak saat melihat Suho mengembangkan bibirnya, menunjukkan seulas senyum penuh arti. Jarak wajah mereka begitu dekat, hingga Changmin bisa melihat gurat-gurat halus di mata biru Suho yang sedalam lautan. “Guardian akan menyelesaikan masalahmu,” ujar yeoja itu tanpa keraguan. Tatapannya tegas, namun mimik wajahnya begitu menentramkan. “Pasti.”

Changmin sontak menahan napas. Perasaan baru mulai memenuhi relung hatinya. Sebuah keyakinan yang sanggup menghilangkan kecemasan dalam dirinya sedikit demi sedikit.

“Oh ya…” Suho lalu bangkit dan berjalan menuju meja panjang di belakang Changmin, mengambil kanvas yang tadi sempat dipegang oleh Kris. “Aku tidak terlalu paham tentang lukisan. Tapi yang aku tahu…” ia menggantung ucapannya, lalu mendekati Changmin lagi, menatap namja itu dengan sorot mata lembut, “Lukisanmu ini sama sekali bukan garakuta.”

“Eh?” Namja itu langsung termangu. Kata-kata Suho seakan merasuk ke dalam hatinya. Padahal ini pertama kalinya ia berinteraksi dengan Guardian, namun ajaibnya, ia sama sekali tak meragukan mereka. Entah darimana harapan itu datang, tapi ia percaya bahwa kelompok misterius di depannya ini adalah orang-orang terpilih yang bisa menolongnya.

***

Keesokan hari, anggota Guardian berkumpul di dalam ruangan OSIS. Meski sudah memasuki jam istirahat siang, mereka masih belum berniat untuk beranjak.

“Sekarang apa yang harus kita lakukan, Princess?” tanya Jongin tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan dari rekaman CCTV di hadapannya.

“Masih ada beberapa hal yang perlu kita pastikan,” jawab Joonmyeon sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Seperti Jongin, Sehun, maupun Yifan, ia juga serius memperhatikan layar dihadapannya.

Di dalam rekaman video itu, terlihat aktivitas anggota klub lukis di ruangan mereka beberapa bulan lalu, tepatnya hari di mana tradisi garakuta yang mengerikan itu dimulai. Semua anggota klub terlihat konsentrasi pada lukisan masing-masing, tak ada yang bicara satu sama lain. Dan, seperti yang sudah diceritakan oleh Changmin, tradisi garakuta itu memang terjadi di sana. Di dalam rekaman tersebut, Yunho menarik tangan Jaejoong. Dengan sentakan keras ia menyeret Jaejoong keluar ruangan, hingga yeoja itu sedikit kesulitan mengikuti langkah kakinya.

“Sayang sekali, posisi tempat pembuangan sampah tidak terjangkau oleh kamera kita,” ucap Sehun kemudian, matanya menelusuri jajaran monitor di depannya. Di sana ia bisa melihat punggung para anggota klub lukis yang sedang berdiri mengelilingi Yunho di luar pintu masuk klub lukis. Namun karena letak CCTV yang cukup jauh dari pintu, alat canggih itu tidak bisa merekam tempat di mana Yunho membuang garakuta. “Tapi paling tidak, kita sudah tahu jelas bahwa Jung Yunho memang melakukan perbuatan yang benar-benar tidak bisa diterima.”

Tanpa berkata apa-apa, Joonmyeon hanya meresponnya dengan satu anggukan kepala.

“Lalu, apa lagi yang mau kau pastikan?” tanya Yifan yang berdiri di sampingnya. Ia hanya menoleh pada yeoja itu sekilas, lalu kembali pada kegiatannya semula.

Joonmyeon tak langsung menjawab. Ia justrus beranjak dari tempatnya, meninggalkan ketiga namja yang masih serius melihat rekaman video, “Sekarang kita perlu memfokuskan penyelidikan pada Yunho dan Jaejoong.”

Yeoja itu lalu memiringkan kepalanya sedikit, berpikir dalam diam. Seolah ada sesuatu yang bergerak di dalam otaknya. “Seandainya tujuan Yunho mengubah tradisi garakuta adalah untuk membuat anggota klub-nya lebih termotivasi, aku masih bisa paham. Yang tidak kumengerti adalah kenapa ia harus memilih itu saat yeojachingu-nya sendiri menjadi garakuta? Apalagi yeoja itu juga baru saja sembuh dari lukanya…”

“Dan yang lebih aneh lagi adalah sikap Jaejoong,” timpal Jongin sambil berjalan mendekati tempat Joonmyeon, “Meski ia sudah diperlakukan seperti itu, tapi keesokan harinya ia bisa bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.”

“Membuat anggota klub kebingungan, lalu membuat mereka semua mengikuti permainan Yunho,” sahut Sehun yang baru saja selesai melihat rekaman CCTV. Ia kemudian berdiri berhadapan dengan kedua rekannya yang lain, “Apa yang diperbuat oleh Yunho pada Jaejoong benar-benar keterlaluan. Tapi hasilnya, yeoja itu bisa melampaui Yunho dan membuat anggota lain terpengaruh. Dan pada akhirnya, tujuan awal dari tradisi garakuta berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh Yunho. Seolah…”

“Seolah…” Yifan melanjutkan ucapan Sehun, “…sudah direncanakan.” Ia menekan nada suara pada kata terakhirnya.

Ketiga anggota OSIS kontan menoleh pada Yifan yang masih belum beranjak dari depan monitor CCTV. Tak ada yang menanggapi pendapatnya, tapi tak ada pula yang menyanggah. Dalam diam, mereka setuju dengan kesimpulan Yifan. Tradisi yang diciptakan Yunho berjalan rapi, memberikan hasil persis seperti yang ia inginkan, tetapi juga menimbulkan keganjilan baru.

“Karena Yunho dan Jaejoong adalah sepasang kekasih…” Mendadak semua kemungkinan muncul di kepala Jongin, “Jangan-jangan Jaejoong juga ikut ambil bagian dari rencana garakuta itu?”

Sehun sontak menatap Jongin dengan mata membulat, seperti mendapat pencerahan, “Maksudmu mereka bersandiwara?”

Jongin mengangguk dengan penuh semangat. “Kalau mereka bersandiwara, semua petunjuk yang kita dapat jadi cocok, kan? Jaejoong tidak merasa sakit hati dan bersikap seperti biasa karena ia adalah bagian dari rencana yang dibuat oleh Yunho. Mereka bersekongkol.”

“Tapi kenapa Yunho mau berbuat sejauh itu?” Joonmyeon tiba-tiba mengeluarkan sebuah pertanyaan yang kontan membuat Jongin harus berpikir ulang. “Seandainya jika dia hanya dikalahkan oleh Jaejoong, mungkin kasus ini tidak terlalu rumit, tapi kenyataannya… setelah kasus pertama, anggota lainnya secara bergantian mengambil posisi Yunho. Apa itu semata-mata hanya demi membuat anggotanya termotivasi? Atau dia sengaja mengalah demi membuat mereka percaya bahwa tradisi garakuta buatannya memang berguna?” Joonmyeon melontarkan runtutan pertanyaan, yang kali ini ia tanyakan pada dirinya sendiri.

Setelah berpikir cukup lama, Joonmyeon merasa ada beberapa hal yang masih mengganjal. Seperti ada celah-celah kosong dalam kasus ini yang belum bisa diisi.

“Mungkin ada baiknya kita menyelidiki hubungan antara Yunho dan Jaejoong,” ucap Yifan di tengah-tengah kesunyian, “Lagipula, keterlibatan Jaejoong dalam kasus ini juga masih perkiraan kita saja.”

“Ne.” Joonmyeon mengangguk setuju, “Sebelum bertatap muka dengan mereka langsung, kita harus pastikan semuanya.” Ia memutuskan untuk kembali duduk di bangkunya. Berpikir dalam waktu beberapa detik, lantas mengacungkan jari telunjuk pada tiga namja yang berdiri di depan mejanya.

“Hunnie, kau selidiki latar belakang Jung Yunho,” perintah Joonmyeon ringan, “Tanyakan juga pendapat orang-orang di sekitar Yunho tentang dirinya. Kumpulkan informasi sebanyak mungkin.”

Yeoja itu lalu melayangkan pandangan pada namja di sebelah Sehun, “Kkamjong, kau bertugas menyelidiki Kim Jaejoong. Tampaknya kau akan lebih termotivasi menyelidiki seorang yeoja, daripada namja.”

Jongin sontak mengangkat ibu jarinya sambil memamerkan senyuman maut, yang justru membuat Joonmyeon mengeluarkan ekspresi kecut.

“Dan terakhir, Wufan-ah…” Joonmyeon melemparkan pandangan pada namja ketiga, “Kumpulkan semua foto lukisan semua anggota klub, sebelum dan sesudah kejadian garakuta yang pertama.”

Jongin sontak mengerutkan kening, terlihat heran dengan perintah yang diberikan pada Yifan, “Mengumpulkan lukisan? Untuk apa?”

“Aku ingin melihat sampai mana mereka berubah,” jawab Joonmyeon yang sudah sibuk menyeruput secangkir teh hangat di atas mejanya. “Itu mungkin juga bisa dijadikan petunjuk, misalnya saja… sejauh mana tradisi garakuta yang dibuat Yunho bisa mempengaruhi mereka.”

“Oh, benar juga.” Jongin langsung mengangguk-angguk mengerti.

Di lain sisi, meski Sehun diam saja, nyatanya ia terus memperhatikan semua gerak-gerik Joonmyeon. Ia menatap yeoja itu dengan mimik bosan, pasrah, tapi juga mengandung sedikit rasa jengkel, “Setelah memberikan perintah pada kami bertiga, lantas apa yang akan kau lakukan sekarang, Leader?” sindirnya tajam, “Ingin tetap menikmati secangkir teh hangatmu sampai jam istirahat selesai? Atau mau berkeliling mengitari koridor sekolah dan mengadakan fanmeeting?”

“Hmm…” Joonmyeon bergumam kecil, seolah berpikir. Dengan gerakan anggun ia meletakkan cangkir tehnya di tempat semula. Setelah mengubah posisi duduknya sedikit, Joonmyeon kemudian menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Sehun dengan lagak seperti seorang bos besar, “Tentu saja dua-duanya. Memang apalagi yang bisa kuperbuat selain itu?” jawabnya santai, seolah apa yang diucapkannya adalah hal terwajar yang memang sepantasnya ia lakukan.

Jongin dan Sehun bersamaan menghela napas berat. Ya, ini adalah Princess yang biasa. Sama sekali tidak ada kejutan. Si otoriter bernama Kim Joonmyeon ini memang tidak ada duanya dalam memperlakukan anak buahnya sesuka hati. Yifan, yang sejak awal hanya diam memperhatikan, malah menyunggingkan senyum samar melihat reaksi mereka. Sikap semena-mena Joonmyeon bukanlah sesuatu yang baru baginya. Namun meski begitu, Yifan sama sekali tak pernah merasa keberatan ataupun mengeluh. Entah apa yang membuatnya bisa menerima kelakuan Joonmyeon yang sering kali membuat Jongin dan Sehun benar-benar ingin menjitak kepala yeoja itu.

“Kenapa kalian masih berdiri di sana?” tanya Joonmyeon heran. Dengan wajah dihiasi senyuman, ia memandang tiga namja di depannya sambil melambaikan tangan kanannya. Jelas sekali, itu adalah kalimat tanya dan pose mengusir paling halus, tapi juga paling menyakitkan yang pernah ada.

Tanpa perlu berlama-lama, Yifan, Jongin, serta Sehun pun beranjak menuju pintu keluar. Dan tepat sebelum salah satu dari mereka membuka pegangan pintu, tiba-tiba suara di belakang mereka memanggil lagi.

“Selamat bekerja.” Joonmyeon menyemangati. Sederet giginya yang putih sedikit terlihat di antara senyumnya yang hangat, “Dan selalu ingat pesanku…” Ekspresi kalem Joonmyeon tiba-tiba digantikan oleh sorot mematikan, “Jangan sampai ketahuan,” desisnya mengancam. “Oke?” bibir yeoja itu tiba-tiba mengembang lagi.

“Ne, ne.” Jongin menjawab malas-malasan sambil keluar ruangan diikiuti oleh Yifan dan Sehun.

“Fighting ne!” Suara Joonmyeon masih sayup-sayup terdengar saat ketiganya menutup pintu di belakang mereka.

“Wufan/Hyung.” Jongin dan Sehun sama-sama menepuk pundak namja itu. Kemudian memandangnya dengan tatapan hampa, tapi juga sarat akan keprihatinan.

“Seandainya aku yang menjadi teman masa kecil Joon noona, aku mungkin sudah kabur dari dulu.” Sehun mengemukakan pendapat yang langsung diamini oleh namja cassanova di sebelahnya.

“Wufan, kalau aku boleh memberi komentar singkat…” Jongin buru-buru menyahuti, “Kurasa, seleramu terhadap yeoja memang aneh.”

Meski mereka berdua menunjukkan rasa heran yang begitu nyata, Yifan tetap terlihat tenang-tenang saja. Ia justru memamerkan senyum tipis yang mempesona. “Dia hanya yeoja SMA biasa. Sama sekali tidak ada yang aneh darinya.”

Jongin dan Sehun cuma bisa termangu. ‘Biasa dari segi mana?!’ mereka berteriak keras, yang sayangnya cuma bisa di dalam hati saja. Setelah lebih dari satu tahun mengenal Yifan, sepertinya menanggapi ucapan namja itu sama sekali tidak terlalu bermanfaat, apalagi kalau nekat membantahnya, itu jauh lebih tidak mungkin. Meski Yifan terlihat sebagai namja tenang nan damai, namun terkadang, keteguhan serta kekuatan dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya sanggup membuat lawan bicara memutuskan untuk bungkam tanpa banyak ba-bi-bu. Jika harus dibuat analoginya, mungkin mereka akan merasa seperti pelari marathon yang sudah lebih dulu menyerah, bahkan sebelum garis start dibuat. Ya, sampai sebegitu besarnya pengaruh Yifan bagi mereka.

***

Di kelas 2-C, pelajaran matematika dimulai sesaat setelah bel pelajaran masuk berbunyi. Cho songsaenim memberikan sebuah soal trigonometri yang langsung diselesaikan oleh Yifan dalam hitungan menit. Ia menulis angka-angka di atas papan tulis tanpa membawa buku materi, atau kalau diperhatikan, ia bahkan tidak terlihat sedang menghitung, seolah semua mengalir begitu saja dari dalam otaknya.

Kalau murid namja cuma diam memperhatikan tanpa berpikir apa-apa, tidak begitu yang terjadi dengan murid yeoja. Hampir semua memperhatikan punggung tegap Yifan dengan berbagai macam ekspresi. Kagum, terpana, bahkan ada yang sampai meleleh. Walaupun mungkin Cho songsaenim berpikir ketenangan dalam kelas tersebut terjadi karena semua murid fokus memperhatikan pelajaran, tapi kenyataannya adalah mereka sibuk memperhatikan orang yang sedang mengerjakan soal di papan tulis.

“Bagus sekali Yifan.” Cho songsaenim memuji Yifan setelah namja itu selesai menyelesaikan soal yang dibuatnya, “Sempurna.”

Yifan hanya mengangguk sopan, lalu tanpa banyak basa-basi, ia kembali ke tempat duduknya dengan wajah cuek yang biasa. Bisa diduga, detik-detik saat ia kembali ke tempat duduk, mata para yeoja di kelas itu mengikuti gerak-gerik Yifan sampai kembali ke bangkunya, tepat berada di samping jendela.

Tao yang duduk di deretan depan iseng-iseng memperhatikan sekelilingnya yang penuh aura bunga-bunga. Ia tak bisa lagi menyembunyikan seringaian lebarnya yang terkesan jahil. Tao mungkin bisa bereaksi seperti itu karena dia adalah satu dari segelintir yeoja di kelas 2-C yang tidak terlalu memuja-muja Yifan. Alasan utamanya adalah karena ia sudah memiliki namjachingu, meski namjachingu-nya jelas tidak bisa menyaingi ketampanan Yifan, namun itu tidak terlalu penting. Baginya, cinta adalah segalanya. Dan itu bisa Tao dapatkan dari namja yang sekarang juga terdaftar di klub atletik, sama seperti dirinya.

“Princess Kim.” Tao tiba-tiba menoleh ke arah belakang, tepat di mana yeoja yang sering dipanggil Princess itu duduk. “Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Yifan ge?” tanyanya dalam bisikan.

Joonmyeon menatap yeoja itu sebentar, lalu mengangkat bahu sekali. “Biasa-biasa sa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
cia_ns #1
Chapter 11: omaygat aku baru buka ini lagi dan udh end ternyata hehehe. walaupun aku udh baca versi aslinya dan agak bingung ya soalnya yg aslinya latarnya jepang eh yg ini korea, jadi agak bingung sendiri. but good job!!
chryss2295 #2
Chapter 11: aku nemu ini di FFN, trusgak sabar sama kelanjutnnya...
aku bukan EXO-L tapi aku salut sama ff 1 ini.. daebak baget
keep writing XD
phcxxi #3
Chapter 11: HAIIII AKU GA SABAR NUNGGU DI FFN JADI LANGSUNG CUSS KESINII YUHUUU SEPERTI BIASA SIST INI FF DAEBAK SEKALIII LOPE DEHH <3
lustkai #4
Chapter 11: hi :) aku nemu ini di ffn tadi pagi dan dikatakan di aff udah end malah lol langsung kesini;; sumpah ini keren banget ya as expected jepan !
ddkrisho
#5
Baru tau cerita ini gegara rekomendasi temen dan ternyata WAAAAAA KEREN BANGEEEET! jadi penasaran sama novel aslinya deh ;3 ehiya maaf ya thor, baru comment disini, padahal gue juga baca amazing guardian yang pertama hehe;3
CrystiaBell #6
keren banget :3 btw gua punya novel aslinya dari ran orihara :v
HyewonB #7
Hii reader baru disini kekeke salam kenal all. Btw ini ff nya kereennn
YudaSONE #8
Chapter 11: Huahh akhirnya selesai!! Bikin sequel please.....
YudaSONE #9
Chapter 11: Huahh akhirnya selesai!! Bikin sequel please.....
YudaSONE #10
Chapter 11: Huahh akhirnya selesai!! Bikin sequel please.....