Chapter 1

Chouzetsu no Hogosha (Amazing Guardian) 2
Please Subscribe to read the full chapter

Other Character:TVXQ’s Shim Changmin (Namja)

Chapter 1

 

Semua mata memandang tiga sosok yang berkilauan itu dari kejauhan. Ada yang berbisik-bisik, ada pula yang diam-diam berusaha mengambil foto mereka melalui ponsel pintarnya. Bukan hanya pengunjung, bahkan para waitress di sana pun bolak-balik mencuri pandang ke sebuah meja yang terletak paling ujung, tepat di samping jendela. Namun ketiga orang yang berada di meja itu tidak terlalu peduli keadaan di sekitar. Selain karena sedang sibuk berdiskusi tentang hal yang krusial, sepertinya mereka juga sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di seluruh wilayah Busan, yang memiliki sejarah panjang sejak zaman Joseon.

“Jadi, apa noona mau menerimanya?” tanya Sehun sambil memandang Joonmyeon.

“Sudah jelas harus diterima dong.” Jongin yang duduk di sebelahnya langsung menimpali, “Kita tahu sendiri, satu-satunya orang yang bisa mengendalikan Princess memang cuma Wufan, kan?”

“Benar juga.” Sehun mengangguk setuju, “Kurasa itu jalan terbaik.”

Brak!

Joonmyeon menggebrak meja, “Kalian bisa serius sedikit tidak sih?” desisnya pelan. Meski ingin membentak dengan suara lebih keras, namun ia terpaksa menahan diri. Karena bagaimanapun juga, mereka berada di sebuah café, yang merupakan tempat umum. Joonmyeon jelas tidak mau mempermalukan diri sendiri kalau sampai mengamuk di sini.

Jongin dan Sehun berpandangan, lalu sama-sama menghela napas panjang. Seolah memiliki pemikiran yang sama.

“Princess, kurasa tidak ada namja yang lebih pantas untukmu daripada Wufan,” ucap Jongin sambil menyeruput segelas jus di depannya.

“Ne. Itu sudah pasti.” Sehun menguap lebar, tidak terlalu ambil pusing. “Saat teman-teman sekelas menggosipkan kalian berdua, aku juga tak begitu kaget mendengarnya. Apalagi melihat sikap Wufan hyung padamu selama ini…”

Joonmyeon yang melihat kedua namja di depannya begitu santai, jadi merasa konyol sendiri dengan kegelisahannya. “Memangnya bagaimana sikap Wufan padaku? Bukannya dia juga memperlakukan semua orang sama rata?”

“Tentu saja tidak.” Jongin otomatis menggeleng sambil tersenyum lebar, “Karena selalu bersamanya hampir sepanjang waktu, makanya Princess tidak sadar. Mungkin hanya orang buta yang tidak bisa melihat bagaimana dia begitu menjagamu.”

Sekarang Jongin benar-benar paham. Selama ini dia selalu menerka-nerka, bahkan kadang tidak begitu mengerti dengan kedekatan yang tidak biasa antara Joonmyeon dan Yifan, namun saat ini… semua jelas. Masalahnya sekarang, tinggal bagaimana keputusan Princess Kim setelah mengetahui perasaan namja itu padanya.

“Noona terlalu manja pada kebaikan Wufan hyung.” Sehun memberikan komentar yang kontan membuat mata Joonmyeon membelalak lebar. Dibanding Jongin, nada bicara namja berkacamata itu jauh lebih tegas. “Selama ini, Wufan hyung selalu di sisimu, mati-matian menahan perasaan karena tidak ingin membuatmu susah. Sekarang, sudah waktunya kau lebih memperhatikan dia.”

Joonmyeon langsung menundukkan kepala. Ia sama sekali tak mampu melawan perkataan Sehun, kata-kata itu benar-benar tertancap di dalam benaknya. “Tapi aku tak tahu harus bagaimana…”

Sehun dan Jongin saling berpandangan sesaat, sebelum kembali melihat yeoja yang masih menundukkan kepala di depan mereka. Keduanya lalu menyunggingkan senyum, penuh pengertian.

“Kurasa, jalan terbaik adalah bersikap seperti dirimu yang biasa,” ujar Sehun, nada suaranya tidak sekeras tadi. “Mungkin memang ini mengagetkan buat noona, tapi sedikit demi sedikit, mulailah memahami perasaannya.”

“Kurasa Wufan benar-benar memikirkanmu.” Jongin menambahkan, “Sejak awal dia sama sekali tidak memintamu untuk memberinya jawaban. Itu pasti karena dia tahu Princess akan kebingungan seperti ini.”

Joonmyeon terpana. Sungguh-sungguh takjub. Selama ini, dia selalu menganggap Jongin dan Sehun sebagai tukang mempermainkan wanita yang tak pernah serius, tapi mereka ternyata mampu mengucapkan kata-kata yang bisa menenangkannya. Joonmyeon jadi merasa sangat bersyukur memiliki teman-teman seperti mereka. “Gomawo…”

Sehun mengangguk sekali, lalu membenahi letak kacamatanya, “Tapi kuharap kau bisa segera menjawab perasaannya secepat mungkin. Kesempatan bagus tidak akan datang dua kali.”

Wajah Joonmyeon yang semula penuh haru, sontak digantikan oleh ekspresi bingung, “Apa maksudmu?”

“Maksudku… siapa lagi sih yang mau dengan noona kalau bukan Wufan hyung. Yeoja berkepribadian ganda yang otoriter dan seenaknya sendiri. Tidak akan ada yang bisa tahan pacaran dengan yeoja sepertimu selain dia, kan?”

Belum sampai Joonmyeon membalas ejekan Sehun yang terang-terangan, Jongin sudah menimpali lebih dulu, “Benar sekali. Butuh mental dan fisik sekuat baja untuk tahan berada di samping Princess. Kurasa tidak ada orang yang lebih cocok selain Wufan.”

Kerutan-kerutan di wajah Joonmyeon semakin bertambah, aura lembut penuh bunga-bunga tadi seketika berubah. Berganti menjadi mendung tebal berwarna hitam pekat. “Kurang ajar… berani sekali kalian!” Ia menggeram sambil mengepalkan kedua tangan, berusaha keras menahan diri untuk tidak meledak. “Kutarik semua kata-kata dan rasa syukurku tadi!”

“Tapi ini memang kenyataan.” Jongin yang pandai melihat keadaan malah semakin bersemangat menggodanya. Tentu, Princess Kim yang sangat menjaga image-nya ini tidak mungkin berani marah-marah di tempat umum. Karena itulah, kedua namja ini sengaja mengajak Joonmyeon untuk mengobrol di café yang ramai pengunjung. Paling tidak, dengan begini mereka bisa bicara seenaknya tanpa harus takut mendapat bentakan dari Sang Ketua OSIS. Apalagi si penjinak, Wu Yifan sedang tidak ada, bisa gawat kalau yeoja ini tiba-tiba mengamuk. Sehun dan Jongin tidak mau membuang energi untuk melawan Joonmyeon. Merepotkan dan cuma buang-buang waktu.

“Hei, apa kalian pikir aku ini yeoja yang tidak laku? Meski aku tidak pernah berpacaran, tapi banyak yang sudah menyatakan cinta padaku, tahu!”

Sehun dan Jongin terdiam sesaat, menatap Joonmyeon hampa lalu menghela napas panjang. Sama sekali tidak menunjukkan rasa kagum.

“Namja yang sudah menyatakan cinta padamu itu menyukai si Princess Kim.” Sehun menekan nada suara pada kata-kata akhirnya, “Tapi kalau melihat dirimu yang sekarang…” Namja itu tak melanjutkan ucapannya, tapi justru bertukar pandang dengan Jongin, secara kompak mereka berdua menggeleng-gelengkan kepala, menunjukkan keputusasaan.

“Tidak mungkin,” tukas keduanya dalam nada yang sama, seperti meremehkan yeoja yang duduk di hadapan mereka.

“Kumohon tutup mulut kalian.” Dibarengi dengan senyum hangat keibuan dan suara merdu yang mengalun lembut, Joonmyeon menendang kedua kaki namja itu bergantian. Ucapan dan tindakannya benar-benar tidak cocok.

Jongin dan Sehun sontak merintih, “Appo!” Mereka langsung menunduk, memegang kaki masing-masing.

“Lihat!” sentak Sehun, ada sedikit air mata di sudut matanya karena rasa sakit akibat tendangan Joonmyeon yang tidak main-main. “Kau yang kasar seperti ini, mana ada namja normal yang mau?!”

Jongin bahkan cuma bisa meringis, “Princess, apa kau berkaki kuda? Jangan-jangan kakiku retak lagi.”

“Jangan berlebihan!” Joonmyeon balas membentak mereka berdua, tanpa sedikitpun rasa kasihan. “Memang tak ada gunanya aku bercerita pada kalian. Bukannya mendapat pencerahan, tapi malah menyulut emosiku saja.”

Jongin langsung menghela napas panjang, “Untung saja dari awal aku sudah mengetahui sifat Princess yang sesungguhnya… coba kalau tidak? Bisa-bisa aku tertipu.”

Joonmyeon terdiam sejenak. Ia menautkan kedua alis sambil menopangkan kepala di tangan kirinya, kelihatan tersinggung dengan ucapan Jongin. “Apa sifatku seburuk itu? Sampai kalian mengejekku habis-habisan begini?”

“Bukan buruk tepatnya. Tapi yang pasti kau sama sekali bukan tipeku, noona,” jawab Sehun tanpa kompromi.

Jongin langsung mengangguk setuju, “Ya, tipe sepertimu itu benar-benar merepotkan. Dan terlalu berbahaya.”

“Jadi maksud kalian, aku tipe yang paling kalian benci?”

“Bisa dibilang begitu,” jawab Sehun serta merta. Ia lalu menerawang jauh, seolah berada di dunia fantasinya sendiri. Dan tiba-tiba namja itu malah senyum-senyum tidak jelas, membayangkan sesuatu, “Tipe yang kusukai adalah yang seperti wooktokki –kelinci putih-”

“Haaa?” Joonmyeon sontak terperangah, wajahnya tampak terheran-heran, “Kau sinting ya?”

Sehun yang masih sibuk dengan imajinasinya sama sekali tak peduli, “Yeoja impianku adalah yang mungil dan manis. Rasanya jadi seperti ingin selalu melindunginya.”

“Kau pasti pedhofillia.” Joonmyeon langsung menunjukkan wajah jijik yang dibuat-buat, “Tak bisa kupercaya.”

Sehun sontak melotot, sangat kaget mendengar komentar yeoja itu. “Ka… kau salah!” Suaranya tergagap, wajahnya pun langsung berubah menjadi semerah kepiting yang baru selesai direbus dalam air mendidih. Antara malu dan marah, “Aku bukan pedofil!”

“Sudahlah, tidak perlu mengelak. Walaupun kau seorang magnae tapi menyukai yeoja imut yang seperti wooktokki di usia mu yang sudah tujuh belas?? Hah, kalau bukan pedofil, lalu apa namanya itu?” Joonmyeon menggeleng-gelengkan kepala, sengaja menunjukkan ekspresi prihatin, “Tenang saja. Sebagai teman aku menerimamu apa adanya.”

“Noona, kau itu…”

“Kalau kau, Kkamjong?” Joonmyeon buru-buru menyela ucapan Sehun, “Bagaimana tipe idamanmu?”

Jongin yang sejak tadi asyik memperhatikan, kontan memamerkan senyum menawannya. “Tentu saja yang seksi dan dewasa. Aku suka yeoja bertipe leopard. Yeoja yang lebih tua boleh juga,” jawabnya bangga.

Joonmyeon tercengang, memandang namja cassanova itu dengan tatapan hampa. “Jelas, kau Oedipus –namja yang menyukai yeoja yang lebih tua-.”

Berbeda dari Sehun, Jongin malah tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata. Seperti biasa, penuh percaya diri. “Gomawo.”

“Itu bukan pujian,” gerutu Joonmyeon lalu menghela napas berat, “Cukup. Aku mau pulang saja.”

“Aku juga.” Jongin melirik jam tangannya sekilas, “Ini sudah jam 8.”

Selang beberapa menit, obrolan kecil mereka pun berakhir. Ketiganya memutuskan untuk segera bergegas. Dan tepat ketika bersamaan keluar dari pintu masuk café, Sehun langsung melambaikan tangan kanannya. “Noona, kami pulang dulu,” ucapnya sambil berlalu, “Ja!”

“Eh?” Joonmyeon sontak mengangkat sebelah alis, sedikit terkejut. “Kalian tidak ke rumahku dulu?”

“Ini sudah malam. Lagi pula arah rumah kita kan berlawanan,” jawab Jongin malas-malasan, “Hati-hati di jalan ya.”

Tanpa menunggu tanggapan Joonmyeon, kedua namja itu malah berbalik, cepat-cepat meninggalkannya.

“Hei! Tunggu…”

“Oh ya…” Sehun menoleh lagi, spontan memotong ucapannya, “Kalau ada orang aneh yang mengganggumu, jangan menyelesaikannya dengan kekerasan. Arra?”

“Aku setuju,” tambah Jongin, yang jelas tidak menunjukkan kekhawatiran sama sekali. “Meski ada yang menggodamu di jalan, berbelas kasihanlah sedikit, Princess.”

Joonmyeon hanya bisa termangu, kehabisan kata-kata. Dia bahkan tetap berdiri mematung sampai kedua sahabatnya itu benar-benar menghilang dari pandangan. Saat tersadar, ia pun tak bisa berhenti menggerutu. “Mereka berdua memang menyebalkan. Bisa-bisanya membiarkan aku berjalan malam-malam sendirian! Padahal kalau di depan yeoja lain mereka bisa jadi sangat manis. Damn!”

Joonmyeon langsung cemberut. Dengan terpaksa, ia mulai berjalan sendirian di trotoar yang sepi. Padahal belum terlalu malam, namun sudah tidak terlihat orang-orang berlalu lalang. Hanya ada lampu jalan yang menemani setiap langkah kakinya. Meski sebenarnya jarak dari café ke rumah Joonmyeon bisa ditempuh sepuluh menit dengan berjalan kaki, tapi tetap saja dia kesal. Sehun dan Jongin benar-benar tidak pernah memperlakukannya sebagai seorang yeoja.

Memikirkan hal itu membuat Joonmyeon mengomel lagi, “Padahal Wufan saja sela… eh?” Tiba-tiba dia berhenti di tempat, tanpa sadar menutup mulutnya dengan salah satu tangan, detak jantung yeoja itu serasa berhenti sedetik saat menyadari bahwa ia spontan saja mengucapkan nama tersebut. Kenangan bersama Wu Yifan, sahabat kecilnya yang selalu ada kapan pun dibutuhkan…

“Noona terlalu manja pada kebaikan Wufan hyung.”

Joonmyeon menarik napas panjang saat perkataan Sehun terngiang kembali di telinganya. Ia tak sanggup memikirkan apa-apa lagi. Ya, meski sulit untuk mengakui, namun ucapan itu memang tepat sasaran. Karena Yifan selalu ada untuknya, Joonmyeon menjadi tidak peka dan menganggap keberadaan namja tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Sangat terlambat memang, tapi akhirnya yeoja itu menyadari bahwa selama ini ia tidak pernah mencoba untuk memikirkan perasaan Yifan.

Joonmyeon kembali berjalan, kali ini tanpa semangat sama sekali. Langkah kakinya kemudian melambat, sampai akhirnya ia benar-benar berhenti di depan sebuah taman kecil. Taman berbentuk lingkaran itu dipenuhi rerumputan hijau disetiap sisinya. Ada empat buah ayunan dan beberapa permainan kecil yang terletak tepat di tengah-tengah. Masih bisa diingatnya, ini adalah taman yang dulu sering ia kunjungi bersama Yifan untuk sekedar bermain. Namun entah mengapa, sekarang ingatan itu justru membuatnya sedih. Ia mulai menundukkan kepala perlahan-lahan, rambutnya yang tergerai menutupi sebagian wajahnya.

“Wufan…” Joonmyeon bergumam tanpa sadar.

“Apa?” Tiba-tiba sebuah suara terdengar begitu dekat.

“Heh?!” Joonmyeon langsung terlonjak. Ia sontak mengangkat kepala, menoleh ke arah taman yang berada di sisi kanannya, di mana arah sumber suara itu berasal. Tepat di depan matanya, seorang namja berpakaian kasual, dengan t-shirt putih dan celana jeans abu-abu duduk di atas pembatas kecil, yang memisahkan taman dan trotoar tempat Joonmyeon berdiri. Meski dalam cahaya remang-remang, namun wajah dengan mata setajam elang itu tetap mampu memancarkan pesonanya.

“Wu… Wufan-ah!!” Kali ini Joonmyeon menjerit dengan suara terbata. Ia mundur selangkah, benar-benar kaget bukan kepalang.

“Pelankan suaramu,” Yifan langsung berdiri di samping Joonmyeon, menempelkan telapak tangannya di atas bibir yeoja itu, hanya sesaat, namun sanggup membuat Joonmyeon tersentak. “Ini sudah malam, kau bisa membuat orang-orang terbangun,” ucapnya datar.

“Kau membuatku kaget, tahu!” Meski jengkel, Joonmyeon berusaha bicara dalam volume suara yang lebih pelan.

Yifan tak menanggapi. Ia cuma tersenyum simpul, menunjukkan ekspresi kalem yang biasa menghiasi wajahnya.

Detik berikutnya, tiba-tiba suasana berubah hening. Yifan tetap bergeming, menjulang tinggi dengan tatapan mata yang terus terpaku pada Joonmyeon. Mau tidak mau, yeoja itu jadi salah tingkah. Ia tidak pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya… begitu aneh dan canggung. Joonmyeon tiba-tiba menghirup napas panjang-panjang, tak tahan lagi. Bagaimanapun juga dia merasa diam bukanlah jalan keluar.

“Kenapa kau ada di sini?” tanyanya kemudian, berusaha memperdengarkan nada biasa, bahkan terkesan ketus.

“Aku menunggumu,” jawab Yifan polos.

“Hah?” Joonmyeon otomatis mengerjap-ngerjapkan matanya, tak mengerti.

Tanpa berkata apa-apa, Yifan mengambil ponsel dalam sakunya, lalu memperlihatkannya pada yeoja itu.

Wufan, jemput Princess sekarang. Kami baru saja meninggalkannya di café dekat rumah kalian. Meski dia kuat, bahaya juga melihat seorang yeoja jalan sendirian malam-malam.

-Jongin-

“Ckk…” Joonmyeon berdecak kesal. Setelah membaca e-mail yang dikirimkan Jongin pada Yifan, sekarang ia sepenuhnya paham. Jongin dan Sehun memang sengaja membuatnya berduaan saja dengan Yifan malam ini.

“Ayo pulang!” Satu ucapan singkat itu langsung membuyarkan pikiran Joonmyeon. Namun belum sempat ia menjawab, Yifan sudah beranjak lebih dulu, berjalan di depannya.

Joonmyeon bingung. Ia jadi serba salah dan akhirnya terpaksa mengekor di belakang Yifan tanpa banyak bicara. Ia bisa melihat punggung Yifan yang lebar. Jangkauan langkah kakinya juga jauh lebih panjang dari Joonmyeon. Baru saja ia sadari, rasanya entah sejak kapan sahabat kecilnya itu berubah. Padahal waktu SD, tinggi mereka hampir sama, namun sekarang kepala Joonmyeon bahkan tidak melebihi pundak Yifan. Mencoba lagi memperhatikannya dengan seksama, dan ia harus dikejutkan oleh kenyataan yang sama sekali tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Wajah manis Yifan saat kecil sudah berubah. Ia terlihat lebih dewasa sekarang. Garis dan struktur wajah yang kokoh, telapak tangan yang besar, dengan manik mata berwarna cokelat tua yang begitu dalam. Ya, Joonmyeon harus mengakui, Yifan bukan lagi namja kecil yang selama ini selalu menemaninya bermain.

“Bersikap seperti diriku yang biasa…” Joonmyeon bergumam pelan, mengingat lagi pembicaraannya dengan Jongin dan Sehun beberapa saat lalu. “Memang aku yang biasa itu seperti apa?” tanyanya pada diri sendiri. Memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun tetap saja, tak ada satu jawaban pun muncul di dalam kepalanya.

“Joonma.” Panggilan itu membuat ia tersadar dari lamunannya. Dilihatnya Yifan yang berada di depannya juga berhenti berjalan.

Joonmyeon tak segera menjawab panggilan tersebut. Ia justru sibuk memperhatikan Yifan yang kini melihatnya dengan pandangan heran. Meski namja itu memiliki langkah kaki yang panjang, namun anehnya jarak yang memisahkan mereka hanya berkisar satu meter. Lagi-lagi Joonmyeon baru menyadarinya sekarang.

“Kenapa berhenti? Kau capek?”

Joonmyeon buru-buru menggeleng sebagai jawaban, yang langsung membuat Yifan mengernyitkan dahi. Namun ia tak bertanya apa pun lagi dan membalikkan badan, kembali berjalan di depan yeoja itu. Joonmyeon tahu, Yifan adalah tipe orang yang berjalan cepat, namun bila bersama Joonmyeon, namja itu sebisa mungkin menyeimbangi langkahnya yang jauh lebih kecil dan lebih lambat. Berusaha untuk ada di sampingnya dalam keadaan apa pun. Kini Joonmyeon merasa jadi orang yang paling tolol di dunia. Selama ini Yifan selalu menjaganya, membuat dia merasa nyaman dan bahagia. Tapi sayangnya… yeoja itu sama sekali tak pernah mau membuka matanya.

Sesaat setelah memikirkan berbagai hal yang sejak tadi memenuhi pikirannya, Joonmyeon tiba-tiba menepuk kedua pipinya dengan sedikit keras, berteriak dalam hati. ‘Kebingungan seperti ini sama sekali bukan sifatku. Aku tidak bisa seperti ini terus,’ batinnya.

Ia lalu memandang Yifan yang semakin jauh berjalan. Joonmyeon masih sempat menghembuskan napas, meremas tangan untuk membulatkan tekad, dan mendadak saja berlari. Dan tiba-tiba ia memegang lengan kiri Yifan dengan kuat.

Yifan sontak berhenti di tempat sambil menoleh padanya, “Ada apa?” Ia menunjukkan ekspresi terkejut dan bingung di saat bersamaan. Yifan tetap membiarkan Joonmyeon menggenggam lengannya. Namun bisa dirasakannya tangan yeoja itu gemetaran.

“Wufan-ah…” Joonmyeon mengawali kalimatnya di tengah napas yang memburu. Ia lalu mendongakkan kepala ke atas, menatap Yifan lurus-lurus. “Aku tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa di antara kita.”

Yifan terkesiap, bahkan tak sanggup berkedip selama beberapa detik, tanpa sengaja menunjukkan ekspresi yang sangat jarang dia perlihatkan di depan orang lain.

“Setelah mendengar semua yang kau katakan padaku, pandanganku terhadap Yifan jadi berubah. Aku tidak bisa melihatmu sama seperti dulu lagi,” lanjut yeoja itu tanpa sekalipun melepaskan pandangannya. Sinar mata Joonmyeon yang kuat sanggup membuat Yifan tertegun, “Karena itu aku… hmmm… aku…” Ia mendadak berhenti bicara, terlihat bingung menyusun kata-kata. Dan saat Joonmyeon sadari, wajahnya sendiri mulai memerah. Ia sama sekali tidak menyangka bisa segugup ini menghadapi Yifan.

Yifan masih belum menanggapi ucapan Joonmyeon yang berapi-api. Ia justru memperhatikan Joonmyeon dalam diam, berpikir sejenak. Detik berikutnya, Yifan tiba-tiba saja menyunggingkan sebuah senyum hangat, penuh arti, “Gomawoyo,” ujarnya dalam suara pelan, yang nyaris seperti berbisik.

Joonmyeon kembali menatapnya. Belum sempat ia bertanya apa maksud ucapan terima kasih itu, Yifan sudah lebih dulu meletakkan salah satu telapak tangannya di atas kepala Joonmyeon. Mengusapnya lembut.

“Tak perlu buru-buru.” Yifan menurunkan tangannya dari atas kepala yeoja itu, lalu menyentuh wajah Joonmyeon dengan sangat hati-hati. “Aku akan menunggu sampai kau bisa melihatku…” ia lalu menunjukkan tatapan serius, “… sebagai seorang namja.”

“Eh?” Jantung Joonmyeon berbisik. Ia tak tahu pasti perasaan apa yang paling dirasakannya saat mendengar ucapan Yifan tersebut, namun ia tak bisa menahan diri untuk tersenyum. “Aneh sekali,” tukasnya.

Yifan menautkan kedua alis. Ucapan Joonmyeon itu jelas seperti sebuah penolakan, atau bahkan mungkin ekspresi tidak percaya. Akhirnya ia cu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
cia_ns #1
Chapter 11: omaygat aku baru buka ini lagi dan udh end ternyata hehehe. walaupun aku udh baca versi aslinya dan agak bingung ya soalnya yg aslinya latarnya jepang eh yg ini korea, jadi agak bingung sendiri. but good job!!
chryss2295 #2
Chapter 11: aku nemu ini di FFN, trusgak sabar sama kelanjutnnya...
aku bukan EXO-L tapi aku salut sama ff 1 ini.. daebak baget
keep writing XD
phcxxi #3
Chapter 11: HAIIII AKU GA SABAR NUNGGU DI FFN JADI LANGSUNG CUSS KESINII YUHUUU SEPERTI BIASA SIST INI FF DAEBAK SEKALIII LOPE DEHH <3
lustkai #4
Chapter 11: hi :) aku nemu ini di ffn tadi pagi dan dikatakan di aff udah end malah lol langsung kesini;; sumpah ini keren banget ya as expected jepan !
ddkrisho
#5
Baru tau cerita ini gegara rekomendasi temen dan ternyata WAAAAAA KEREN BANGEEEET! jadi penasaran sama novel aslinya deh ;3 ehiya maaf ya thor, baru comment disini, padahal gue juga baca amazing guardian yang pertama hehe;3
CrystiaBell #6
keren banget :3 btw gua punya novel aslinya dari ran orihara :v
HyewonB #7
Hii reader baru disini kekeke salam kenal all. Btw ini ff nya kereennn
YudaSONE #8
Chapter 11: Huahh akhirnya selesai!! Bikin sequel please.....
YudaSONE #9
Chapter 11: Huahh akhirnya selesai!! Bikin sequel please.....
YudaSONE #10
Chapter 11: Huahh akhirnya selesai!! Bikin sequel please.....